FARMASI SOSIAL
GANGGUAN MAKAN PADA REMAJA
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
Sartika
(G1F009001)
Harisa Nida
(G1F009011)
Ike Amelia S.
(G1F009021)
Rendi Nurhidayat
(G1F009023)
Galih Priandani
(G1F009029)
Tita Pristi
(G1F009069)
BAB I
PENDAHULUAN
Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk
memahami remaja menurut berbagai sudut pandangan, antara lain menurut
hukum, perkembangan fisik, WHO, sosial psikologi, dan pengertian remaja
menurut pandangan masyarakat Indonesia.
1. Remaja menurut hukum
Hubungan dengan hukum, tampaknya hanya undang-undang perkawinan saja
yang mengenal konsep remaja walaupun tidak secara terbuka. Usia minimal
untuk suatu perkawinan menurut undang-undang disebutkan 16 tahun untuk
wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 Undang-Undang No.1/1974 tentang
Perkawinan).
2. Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik
Ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, remaja dikenal sebagai suatu
tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangannya. Masa pematangan fisik ini berjalan kurang lebih 2 tahun dan
biasanya dihitung mulai menstruasi (haid) pertama pada anak wanita atau sejak
anak pria mengalami mimpi basah (mengeluarkan air mani pada waktu tidur)
yang pertama kali. Khusus berkaitan dengan kematangan seksual merangsang
remaja untuk memperoleh kepuasan seksual. Hal ini dapat menimbulkan gejala
onani atau masturbasi. Kartini Kartono (1990) memandang gejala onani ini
sebagai tindakan remaja yang negatif, karena gejala ini merupakan usaha untuk
mendapatkan kepuasan seksual yang semu (penodaan diri).
3. Batasan remaja menurut WHO
Remaja adalah suatu masa pertumbuhan dan perkembangan dimana:
a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
bagi
mereka
yang
sampai
batas
usia
tersebut
masih
BAB II
PEMBAHASAN
reproduksinya. Remaja harus berani beda dengan fenomena global life style
seperti gaul tidaknya seseorang dilihat dari pengalaman seksualnya, seks
sebagai sesuatu yang menyenangkan dan perlu dicoba. Keadaan ini yang
mesti segera diantisipasi. Lingkungan mal-adaptif akan mendorong remaja
menderita rasa kecemasan, depresi, dan obsesif kompulsif sehingga rentan
dengan tindakan penyimpangan seksual. Remaja memerlukan lingkungan
yang adaptif. Orang tua dan pendidik merupakan pilar utama menciptakan
lingkungan dimana mereka merasa aman untuk bertanya dan mendapatkan
bimbingan (Gibson, 1990).
Secara fisik organ reproduksi remaja perempuan (pubertas) dimulai
dengan awal berfungsinya ovarium (kandung telur) sampai pada saat ovarium
sudah berfungsi dengan mantap dan teratur (memasuki usia reproduksi).
Masa ini berkisar 4 tahunan (kira-kira umur 8-14 tahun). Awal usia pubertas
dipengaruhi bangsa, iklim, gizi dan kebudayaan. Peristiwa penting pada masa
ini adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-ciri kelamin
sekunder, menarche (haidh pertama) dan perubahan psikis. Sedangkan indung
telur (ovarium) mulai aktif mengeluarkan estrogen yang dipengaruhi horman
gonadotropin yang diproduksi kelenjar bawah otak. Pada saat yang sama
kortex kelenjar supra renal mulai membentuk horman androgen yang
memegang peranan penting dalam pertumbuhan badan. Pengaruh hormanhormon inilah yang menyebabkan pertumbuhan genetalia interna, eksterna,
dan ciri kelamin skunder. Genetalia interna dan eksterna akan tumbuh terus
untuk mencapai bentuk dan sifat seperti usia reproduksi (Martianto, 2004).
Secara psikis kedua hormon ini membentuk karakter remaja menuju
kedewasaan dan memunculkan libido (hasrat seksual). Ada kesan pada
remaja, seks itu menyenangkan dan puncak rasa kecintaan yang serba
membahagiakan. Remaja memerlukan suasana lingkungan yang aman dan
terlindung menuju kearah alam berdiri sendiri dan bertanggung jawab serta
dari pikiran yang egosentrik menuju pikiran yang lebih matang. Karakter ini
yang harus dibentuk pada diri remaja untuk menentukan sikap yang tepat
terhadap organ reproduksinya sebagaiman tujuan diciptakan organ ini. Pada
usus
serata
keadaan
emosi
yang
menyebabkan
remaja
yang
mempunyai
intelegensi
tinggi,
sebaya
serta
guru
akan
memberi
pengaruh
pada
dewasa banyak ditentukan oleh keadaan gizi dan kesehatan pada masa
remaja. Oleh karena itu status gizi dan kesehatan merupakan faktor penentu
kualitas remaja. Dengan status gizi dan kesehatan yang optimal pertumbuhan
dan perkembangan remaja menjadi lebih sempurna. Masalah gizi pada remaja
muncul dikarenakan perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara
konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Masalah gizi yang
dapat terjadi pada remaja adalah gizi kurang (under weight), obesitas (over
weight) dan anemia. Gizi kurang terjadi karena jumlah konsumsi energi dan
zat-zat gizi lain tidak memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi pada remaja
putri, gizi kurang umumnya terjadi karena keterbatasan diet atau membatasi
sendiri intake makanan yang dikonsumsinya (Fomon, 2003).
Kebiasaan makan merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku
yang berhubungan dengan makan dan makanan, frekuensi makan seseorang,
pola makan yang dimakan, kepercayaan terhadap makanan (suka atau tidak
suka), cara pemilihan bahan makanan yang hendak di makan (Suhardjo,
Manual
of
Mental
Disorders,
4th
Edition
(DSM-IV)
resiko
fraktur
tulang.
Gangguan
makan
juga
dapat
yang
besar,
maka
penderita
bulimia
cenderung
senang
2. Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa merupakan satu gangguan fungsi makan yang
ditandai oleh episode nafsu makan yang lahap tanpa dapat dikendalikan,
diikuti dengan muntah yang disengaja atau upaya pencahar lain yang
dimaksudkan untuk mencegah meningkatnya berat badan (contoh,
penggunaan laksansia).
Bulimia nervosa (BN) digambarkan dengan episode berulang
makan berlebihan dan kemudian dengan perlakuan kompensatori (muntah,
berpuasa, beriadah, atau kombinasinya). Muntah yang dilakukan secara
sengaja atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar,
diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan Insel,
2007).
Penderita bulimia nervosa makan dalam jumlah yang sangat
berlebihan
(menurut
riset,
rata-rata
penderita
bulimia
nervosa
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Remaja itu sulit didefinisikan secara mutlak. Oleh karena itu, dicoba untuk
memahami remaja menurut berbagai sudut pandangan, antara lain menurut
hukum, perkembangan fisik, WHO, sosial psikologi, dan pengertian remaja
menurut pandangan masyarakat Indonesia.
2.
Masa remaja adalah salah satu fase yang penting dari proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia.
3.
4.
Gangguan pola makan yang umum diderita khususnya oleh remaja putri
adalah bulimia dan anorexsia nervosa.
5.
6.
Bulimia nervosa merupakan satu gangguan fungsi makan yang ditandai oleh
episode nafsu makan yang lahap tanpa dapat dikendalikan, diikuti dengan
muntah yang disengaja atau upaya pencahar lain yang dimaksudkan untuk
mencegah meningkatnya berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Makino, M., Tsuboi K., and Dennerstein L., 2004. Prevalence of Eating
Disorders: A Comparison of Western and Non-Western Countries.
MedGenMed. Vol: 6(3).
Martianto,D. 2004. Gizi Pada Usia Remaja. Materi Bahan Kuliah Gizi Remaja
pada Program Studi GMK, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.Sumber Daya
Keluarga. Fakultas pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Muangman, V. 1991. Effects of Folia Orthosiphonis on Uninary Stone Promoters
and inhibitors. J Med Assoc Thai. Vol: 74
National Institute of Mental Health, 2007. Eating Disorders. NIH Publication.
Available from : http://www.nimh.nih.gov/health/publications/eating
disorders/nimheatingdisorders.pdf
Sarlito, Muhammad. 1991. Psikologi Remaja, Jakarta : Erlangga
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas. IPB.
Tsuboi, T., 2005. Epidemiology of Febrile and Afibrile Convulsion in Children in
Japan, Neurology, Vol: 34.
Wardlaw G.M. et al, 1992. Contemporary Nutrition Issues and Insights. Mosby
Year Book
Zanden and James W., 1995. Human Development. New York: McGraw-Hill, Inc.