PENDAHULUAN
adalah
pembesaran
kelenjar
tiroid
yang
disebabkan
oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada
yang menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak
mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai seharihari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa
kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
Survey
epidemiologi
untuk
struma
endemik
sering
ditemukan
di
daerah pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah
pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita,
sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang
secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena
jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah.
Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Berdasarkan patologinya,
pembesaran tiroid umumnya disebut struma.
Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x ukuran normal.
Pembesaran kelenjar tiroid sangat bervariasi dari tidak terlihat sampai besar sekali dan
mengadakan penekanan pada trakea, membuat dilatasi sistem vena serta pembentukan
vena kolateral.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior
medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan
bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan
oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan
memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
Berdasarkan klasifikasi struma menurut klinisnya dibagi menjadi struma toksik
dan non toksik, yang dimana pada pembahan ini akan dijelaskan mengenai struma
toksik serta anastesi pada kasus struma toksik khususnya pada pasien hypertiroid
2.2 Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini memiliki
dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing berbetuk lonjong
berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm dan berkisar 10-20 gram.
Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur metabolisme dan bertanggung jawab
atas normalnya kerja setiap sel tubuh. Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4)
dan triiodotironin (T3) dan menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah.
Terdapat 4 atom yodium di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul
T3. Hormon tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid
2
stimulating hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Yodium
adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh dari makanan dan
minuman yang mengandung yodium. Gambar anatomi tiroid dapat dilihat di bawah
ini.
Hipertiroid subkinik Beberapa pasien memiliki TSH rendah dengan T4 bebas dan
total T3 yang normal.
Nuclear scintigraphy
Pasien grave uptake nya biasanya banyak dan difus, sedangakn tiroiditis
sedikit.
Pada pasien dengan struma nodulat toksik hasil scan biasanya berupa
uptake yang tidak sempurna, dengan area uptake yang banyak dan sedikit.
Ultrasonografi
pemeriksaan.
Berguna
ketika
digabungkan
dengan
hasil
Nodul yang cold cenderung untuk dilakukan biopsy jarum halus daripada
pengobatan definitive pada struma nodular toksik.
CT scan berguna pada pasien yang memiliki gejala obstruktif, dapat melihat
kondisi leher, melihat trakea masih paten atau tidak, dan apa terjadi deviasi
trakea karena nodul tiroid.
produksi
hormone,
menghambat
pelepasan
hormone
dan
dekompensasi
homeostatic
(koreksi
cairan,
elektrolit dan kalori) dan mengatasi factor pemicu. Pengobatan harus segera
diberikan rawat diruangan dengan control yang baik
Pengobatan yang diberikan antara lain adalah membaiki keadaaan umum
dengan memberikan cairan NaCl 0.9% utuk koreksi elektrolit. Mengoreksi
hipertiroidisme dengan cepat yaitu dengan :
a. Memblok sintesis hormone baru : PTU dosis besar (600-1000 mg) diikuti dosis
200 mg PTU tiap 4 jam dengan dosis sehari total 1000-1500 mg;
b. Memblok keluarnya bakal hormone dengan solusio lugol (10 tetes setiap 6-8
jam) atau larutan kalium iodide jenuh 5 tetes setiap 6 jam. Jika ada, berikan
endoyodin (nai) IV, kalau tidak ada solusio Lugol/ larutan kalium iodide jenuh
tidak memadai;
c. Menghambat konversi perifer dari T4 menjadi T3 dengan propanolol, ipodat,
penghambat beta dan/atau kortikosteroid. Pemberian hidrokortison dosis stess
(100mg tiap 8 jam atau deksametason 2 mg tiap 6 jam). Rasional pemberiannya
adalah karena defisiensi steroid relative akibat hipermetabolisme dan
menghambat konversi perifer T4. Untuk antipiretik digunakan asetaminofen,
jangan aspirin karena akan melepas ikatan protein-hormon tiroid sehingga
freehormon
meningkat.
Propanolol
dapat
mengurangi
takikardia
dan
BAB III
LAPORAN KASUS
: Iq. M
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 47 tahun
Alamat
No. RM
Tanggal Masuk
: 18 Desember 2013
Tanggal operasi
: 20 Desember 2013
2. Anamnesis Pasien
a. Keluhan Utama
Pasien mengeluh terdapat benjolan di leher depan, dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD DR. R. SOEDJONO SELONG dengan keluhan
terdapat benjolan di leher bagian tengah sejak 1 (satu) bulan yang lalu. Benjolan
berbentuk lonjong, kira-kira sebesar telur ayam, tidak terasa nyeri, lunak dan
dirasakan tidak semakin membesar. Tidak terdapat perubahan warna kulit di
atasnya dan benjolan ikut bergerak saat menelan.
Keluhan benjolan di tempat lain, suara serak, sulit menelan serta sulit
bernafas disangkal. Penderita sering merasa jantungnya berdebar-debar dan
tangannya bergetar. Penderita juga mengeluh sering merasa kegerahan dan lebih
senang di tempat yang dingin Penderita mengeluh mudah gugup, mudah gelisah
dan cepat emosi serta sulit tidur. Nafsu makan penderita meningkat tetapi dalam
satu tahun ini, berat badan dirasakan menurun.
Penderita juga merasakan perubahan pada kedua matanya, yaitu tampak
lebih menonjol dari sebelumnya. Penderita juga merasa kelopak matanya terasa
berat, namun penurunan fungsi penglihatan disangkal.
10
Kesan sakit
Kesadaran
: Composmentis
Berat badan
: 50 kg
BMI
2. Tanda Vital:
Nadi
: 116 x/menit
RR
: 20 x /menit
Suhu
: 36,2o C
3. Status Generalis
Kepala
o Rambut
o Tengkorak
: eksoftalmus (+)
Mata
Letak
: Simetris
Pergerakan
Palpebrae
: Edema (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat, isokor
11
Sklera
: tidak ikterik
Konjunctiva
: tidak anemis
o Telinga
o Hidung
o Bibir
o Mulut
Leher
Lidah bersih
Inspeksi
Palpasi
JVP
KGB
Thoraks :
Paru-paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru kanan
: sonor
Paru kiri
: sonor
Jantung :
Inspeksi
sinistra
Palpasi
Perkusi
12
Auskultasi
denyut
jantung : gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Status Lokalis
Massa colli anterior : batas tidak jelas
Ukuran
: 7 x 4 cm
Konsistensi
: lunak
Rubor
: (-)
Kalor
: (-)
Nyeri tekan
: (-)
: (+)
: bruit (-)
: 41
U/L
0 - 38
- SGPT
: 45
U/L
0 - 42
: 193
mg/dl
80 140
- FT4
: > 7.770
mg/dl
0.930 1.710
- TSHs
: < 0.005
13
: Compos mentis
Tekanan Darah
:120/80 mmHg
Nadi
: 106x/menit
: thyroidektomi
d. Status operasi
e. Jenis anestesi
: general anestesi
f. Tekhnik anestesi
Mempersiapkan pasien
Nyalakan monitor
Penatalaksanaan anestesi
14
h. Penatalaksanaan anestesi :
1. Pre-medikasi :
-
Midazolam 2 mg
Ondancentron 4mg / 2 ml
2. Induksi :
-
Atracurium 30 mg
3. Pemeliharaan (maintenance) :
-
O2 2 L/mnt
N2O
Sevoflurane 2%
4. Intubasi :
-
Laringoskopy
Endotrakeal tube
Mayo
Plester
Spuit 10cc
5. Obat lainnya :
- Neostigmine 0,5 mg/ml (2 ampul)
- Atropin sulfat 0,25 mg/ml (2 ampul)
- Tranexamid acid 50 mg/ml (2 ampul)
- Tramadol 100mg/2ml
6. Balance cairan intra-operatif :
- BB
: 50 kg
: 1 jam
- Jenis cairan
: kristaloid
- Pengganti puasa
= 2 ml/kgBB/jam
= 2 ml x 50 x 8
= 800 ml
- EBV = 70 ml/kgBB
= 70 x 50 = 3500 ml
- Maintenance : 2 ml/ kgBB/ jam
: 2 x 50/jam = 100cc
- Stress operasi sedang = 6 ml/kgBB/jam = 6 ml x 50 kg = 300
ml/jam
- Karena Perdarahan intra-operatif < 10% dari jumlah darahdiganti
cairan kristaloid tidak perlu dilakukan transfusi. Maka, rumus
yang digunakan adalah : 3 x volume darah yang hilang
: 3 x 100 = 300 cc
- Urin output : 1 ml/kgBB/jam = 1 x 50 = 50 ml/jam
- Perhitungan pemberian cairan kristaloid :
M + PP + SO + perdarahan + pengganti urin
=100 + 300 + 300 + 300 +50 = 1050 cc = 2 flash RL
16
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Penilaian Pra Operasi
1. Anamnesis
Penting untuk melakukan anamnesis pre operasi untuk memastikan kondisi
pasien benar-benar siap untuk di operasi. Lakukan pendekatan psikologis sehingga
dapat menurunkan tingkat kegelisahan pasien. Berdasarkan anamnesis kita dapat
mengetahui apakah pasien dalam kondisi hiper/hipotyroid atau eutyroid. Sebelum
operasi pastikan kondisi pasien dalam keadaan eutyroid, hal ini penting untuk
menghindari komplikasi yang terjadi akibat operasi.
Pada anamnesis juga kita cari gejala disfagia, sesak napas, perubahan suara
atau stridor yang dapat menjadi tanda bagi ahli anestesi akan adanya kemungkinan
kesulitan dengan jalan napas yang membahayakan saat induksi. Selain itu juga
harus kita cari riwayat alergi pasien, dan penyakit-penyakit sistemik lainnya
misalnya penyakit kardiorespirasi, diabetes militus.
Dari anamnesa, pada pasien ini didapatkan keluhan berupa satu benjolan
pada leher bagian tengah yang berbentuk lonjong, tidak terasa nyeri, lunak dan ikut
bergerak saat menelan. Ditemukan pula gejala jantung berdebar-debar, tangan
bergetar,intolerasi panas, mudah gugup, dan penurunan berat badan walaupun
nafsu makan meningkat. Penderita juga merasa kedua matanya tampak lebih
menonjol dari sebelumnya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan status lokalis struma seperti telah disebutkan diatas,
dibedakan dalam hal :
Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel).
Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras.
Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada
Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada.
Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multipel namun
pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya
keras sampai sangat keras. Yang multipel biasanya tidak ganas kecuali apabila
17
lainnya.
Apabila suatu nodul nyeri pada penekanan dan mudah digerakkan,
kemungkinannya ialah suatu perdarahan dalam kista, adenoma atau tiroiditis.
Tetapi
kalau
nyeri
dan
sukar
digerakkan
kemungkinan
besar
suatu
karsinoma.Nodul yang tidak nyeri apabila multipel dan bebas digerakkan mungkin
ini merupakan komponen struma difus atau hiperplasia tiroid. Namun apabila nodul
multipel tidak nyeri dan tidak mudah digerakkan ada kemungkinan itu suatu
keganasan. Adanya limfadenopati kemungkinan suatu keganasan dengan anak
sebar.
Dari pemeriksaan fisik pasien ini, didapatkan takikardi, eksoftalmus, tremor
dan hiperkinesis. Pada pemeriksaan leher didapatkan pembesaran tiroid difusa,
yaitu benjolan pada anterior coli, tidak berbatas tegas, lunak, ikut pergerakan
menelan dan tidak ditemukan tanda-tanda peradangan.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Rekomendasi pada persiapan pemeriksaan laboratorium sebelum operasi
anatara lain (Hb, Ht, leukosit, trombosit). Pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan biasanya mencakup pemeriksaan darah rutin, kimia darah, dan masa
pembekuan. Pemeriksaan spesifik untuk opesai-operasi tertentu juga dapat
dilakukan.
Pada pasien ini dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium T3, T4, TSH.
Dimana hasil laboratorium pasien ini adalah FT4: > 7.770 mg/dl dan TSHs: <
0.005 IU/mL.
4. Prognosis Anestesi
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik peda pasien, maka kita
dapat menggolongkan pasien kedalam 5 kategori, yaitu :
ASA I : pasien dalam kondisi sehat sec organic, fisik, mental yang
memerlukan operasi
18
ASA III
misal: AMI.
ASA V
: pasien yang baik dengan operasi atau tidak, dalam waktu 24 jam
akan meninggal.
Pada pasien ini termasuk dalam kategori status fisik ASA I.
B. Tekhnik Anestesi
Teknik anestesi yang dipilih adalah general anestesidengan respirasi terkontrol
menggunakan endotracheal tube nomor 6,5 atau 7.
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara
menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih
kembali atau reversibel. Komponen dalam anestesi umum antara lain hipnotik,
analgesi dan relaksasi Otot. Indikasi anestesi umum adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
19
C. Premedikasi
.Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah midazolam 2 mg, fentanyl
50 mcg (1 cc), Ondancentron 4 mg / 2 ml.
Premedikasi adalah obat-obatan yang diberikan sebelum induksi anestesi, yang
bertujuan untuk :
Meredakan kecemasan dan ketakutan
Memperlancar induksi anesthesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
20
Midazolam
- Farmakokinetik : midazolam adalah obat induksi tidur jangka
pendek untuk premedikasi, induksi, dan pemeliharaan anestesi.
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat
melalui sawar darah otak. Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4
jam. Selain itu menimbulkan amnesia retrograd.
- Penggunaan klinik :
a. Premedikasi Pemberian 0,05 mg/kgBB IV 10 menit sebelum
operasi akan memberikan keadaan amnesia retrograd yang cukup.
b. Sedasi intravena Midazolam dosis 1-2,5 mg IV (onset 30-60
detik, waktu puncak 3-5 menit, durasi 15-80 menit) efektif
sebagai sedasi selama regional anestesi.
c. Induksi Induksi anestesi dapat diberikan midazolam 0,1-0,2
mg/kg IV selama 30-60 detik.
Fentanyl
Fentanyl adalah opioid sintetik turunan fenilpiperidine yang secara
struktur mirip dengan meperidine. Sebagai analgesik, fentanyl lebih
kuat 100 kali morfin.
- Farmakokinetik : Dosis tunggal fentanyl secara IV memiliki
onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek daripada
morfin. Onset fentanyl yang cepat menunjukkan kelarutan lemak
yang lebih tinggi dan durasi yang pendek menunjukkan distribusi
yang cepat ke jaringan yang tidak aktif dibandingkan dengan
morfin. Lebih larut dalam lemak dibanding pethidin dan
menembus sawar jaringan dengan mudah. Efek yang tidak
disukai adalah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat
dicegah dengan pelumpuh otot.
21
- Penggunaan klinik :
a. Dosis penggunaan klinis fentanil cukup lebar. Dosis kecil
fentanil, 1-2 g/kg IV menyebabkan analgesia, dosis 2-20
g/kg IV sebagai tambahan anestesi inhalasi. Penggunaan
fentanil
sebagai
analgesik
sebelum
operasi
membantu
Ondansentron
-
22
D. Induksi Anestesi
Induksi anestesi ialah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan dimulainya pembedahan Induksi anestesi
yang
diberikan pada pasien ini adalah Propofol 100 mg (10 cc) dan Atracurium 30 mg.
Propofol (recovol, diprivan)
-
Farmakokinetik :
Digunakan secara intravena dan bersifat lipofilik dimana 98% terikat protein
plasma, eliminasi dari obat ini terjadi di hepar menjadi suatu metabolit tidak
aktif, waktu paruh propofol diperkirakan berkisar antara 2 24 jam. Propofol
menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah
obat anestesi yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu
cepat menyebabkan sedasi ( rata rata 30 45 detik ) dan kecepatan untuk
pulih juga relatif singkat. Satu ampul 20ml mengandung propofol 10mg/ml.
Popofol bersifat hipnotik murni tanpa disertai efek analgetik ataupun relaksasi
otot.
Penggunaan klinik :
a. Dosis induksi : 1-2 mg/kgBB
b. Dosis sedasi : 25 100 g/kg/min dengan I.V infuse
c. Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 150 g/kg/min IV.
Atracurium (notrixum)
Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (long acting),
diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan mula kerja yang cepat. Pemberian
antracurium 30 mg i.v bertujun sebagai relaksasi otot, sehingga lebih mudah dalam
pemasangan endotraceal tube, serta mempermudah pembedahan.Relaksasi otot ini
dimaksudkan untuk :
a. Membuat relaksasi otot selama berlangsungnya operasi.
b. Menghilangkan spasme laring dan refleks jalan napas atas selama operasi.
c. Memudahkan pernapasan terkendali selama anestesi.
- Farmakodinamik :
Atracurium merupakan neuromuscular blocking agent yang sangat selektif
dan kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising
agent bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan
reseptor site pada motor-end-plate.
23
- Farmakokinetik :
Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atracurium diinaktivasi melalui
eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu
fisiologis, dan melalui hidrolisis ester yang dikatalisis oleh esterase nonspesifik..
- Penggunaan klinik :
Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh
yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35
menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik
setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg.
E. Rumatan anestesi
Rumatan anestesi dapat dilakukan secara intravena, atau inhalasi, atau campuran
antara inhalsi dan intavena.Rumatan anestesi yang digunakan pada pasien ini adalah
rumatan inhalasi. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan O2+N2O (3:1) dan
tambahan sevoflurance 2-4 %vol. Penggunaan O2 bertujuan untuk mencukupi
oksigenasi jaringan, sedangkan N2O digunakan sebagai analgesik, sedangkan
sevoflurance merupakan halogenasi eter memiliki efek hypnosis.
Farmakodinamik :
a. Terhadap sistem saraf pusat : berkhasiat analgesia dan tidak
mempunyai khasiat hipnotik. Pada konsentrasi 25% N2O
menyebabkan sedasi ringan.
b. Terhadap sitem kardiovaskuler : depresi ringan kontraktilitas
miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%. N2O
tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah
jantung secara langsung.
c. Terhadap sistem gastrointestinal : Distensi dapat terjadi
akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus
Penggunaan klinik :
Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat dasar dari
anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan dengan
oksigen dengan perbandingan :
N2O : O2 =
24
Sevoflurane
-
Penggunaan klinik :
a. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.
b. Untuk
pemeliharaan
dengan
pola
nafas
spontan,
Selama Operasi pada pasien ini diberikan Obat anti emetic dan antrain
secara intravena. Pemberian anti emetic (ondansetron), bertujuan untuk
mengurangi rasa mual dan muntah selama post operasi, sedangkan antrain
bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri selama masa post operasi.
Selain itu selama post operasi, pasien harus diwaspadai adanya :
Perdarahan
Perdarahan pascaoperasi dapat menyebabkan kompresi dan obstruksi
saluran napas yang cepat.
Edema Laryngeal
merupakan penyebab
umum
operasi. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi trakea
traumatik. Hal ini biasanya dapat dikelola dengan steroid dan oksigen yang
dilembabkan.
Hipocalcemia
Trauma tidak disengaja ke kelenjar paratiroid dapat menyebabkan
hipokalsemia sementara.. Tanda-tanda hipokalsemia ialah kebingungan,
berkedut dan tetany. Penggantian kalsium harus segera digantikan karena
hipokalsemia dapat memicu layngospasm, iritabilitas jantung, dan aritmia.
Badai Tiroid
Hal
ini
disebabakan
karena
terjadi
hipermetabolisme
selama
26
27