Anda di halaman 1dari 23

Pengaruh Materialisme Terhadap Jiwa Nasionalisme

Pada Generasi Muda Kota Surabaya

Oleh :
Nurul Arfiani
Debyta Angelina S.
Putri Elita Pratiwi
Fathul Korib
Harnum Sylviana

(145300030)
(145300057)
(145300076)
(145300104)
(145300159)

DEFINISI
MATERIALISME

Materi dan Isme


Materi : bahan;benda;segala sesuatu yang
tampak.
Paham dan filsafat yang menyatakan
bahwa hal yang dapat dikatakan benarbenar ada adalah materi.

KARAKTERISTIK DAN CIRI-CIRI


PAHAM MATERIALISME
Segala yang ada(wujud) berasal dari satu
sumber yaitu materi(madah).
Tidak meyakini adanya alam ghaib.
Menjadikan panca-indra sebagai satu-satunya
alat mencapai ilmu.
Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama
dalam peletakan hukum.
Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia
sebagai akhlaq.

ALIRAN-ALIRAN DALAM
MATERIALISME
A. Materialisme Mekanik
B . Materialisme Metafisik
C . Materialisme Dialektis

D . Materialisme Historis

A. Materialisme Mekanik
Aliran filsafat yang pandanganya materialis
sedangkan metodenya mekanis.
Tokoh yang terkenal :
1. Demokritus ( 460-370 SM)
2. Heraklitus ( 500 SM)
Mempunyai gerak mekanis yang artinya :
gerak yang tetap selamanya atau gerak yang
berulang-ulang

B . Materialisme Metafisik
Materialisme metafisik mengajarkan bahwa
materi itu selalu dalam keadaan diam, tetap
atau statis.
Materialisme metafisik diwakili oleh Ludwig
Feurbach
Gerak materi ini disebut gerak ekstern atau
gerak luar.selanjutnya materi itu dalam
keadaan terpisah-pisah atau tidak mempunyai
hubungan antara satu dengan yang lainnya.

C . Materialisme Dialektis
Materialisme dialektis adalah aliran filsafat
yang bersandar pada matter (benda) dan
metodenya dialektis.
Gerak materi ini adalah gerakan yang
dialektis yaitu pergerakan atau perubahan
menuju bentuk yang lebih tinggi atau lebih
maju seperti spiral.
Tokoh pencetus :
Karl Marx (1818-1883 M), Friedrich Engels
(1820-1895 M).

D . Materialisme Historis
Materialisme histori adalah penerapan
pandangan materalis dan metode dialektis
dari filsafat materialisme dialektik pada gejala
sosial atau didalam masyarakat.
Salah satu tokoh yang mendukung aliran ini
adalah Karl Marx.
Materialisme Historis Marx mengajarkan
tentang:
keadaan
sosial
menentukan
kesadaran
sosial,
hukum
umum
perkembangan masyarakat, basis dan
bangunan atas.

DEFINISI NASIONALISME
Menurut Ernest Renan :
Nasionalisme adalah kehendak untuk
bersatu dan bernegara.
Menurut Otto Baurer :
Nasionalisme adalah suatu persatuan
perangai atau karakter yang timbul karena
perasaan senasib.
Menurut Louis Sneyder :
Nasionalisme adalah hasil dari perpaduan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, dan
intelektual.

NASIONALISME

Dalam arti sempit :


perasaan kebangsaan atau
cinta terhadap bangsanya
yang sangat tinggi dan
berlebihan serta
memandang rendah bangsa
lain.

Dalam arti luas :


perasaan cinta atau bangga
terhadap tanah air dan
bangsanya, namun tanpa
memandang rendah bangsa/
Negara lainnya.

FAKTOR BERKEMBANGNYA
NASIONALISME DI INDONESIA
Persamaan nasib.
Kesatuan tempat tinggal, seluruh
wilayah nusantara yang membentang
dari Sabang hingga Merauke.
Adanya keinginan bersama untuk
merdeka.
Cita-cita bersama untuk mewujudkan
kemakmuran dan keadilan sebagai
suatu Negara.

BEBERAPA BENTUK
NASIONALISME DIDUNIA
a. Nasionalisme Kewarganegaraan
(Nasionalisme Sipil)
b. Nasionalisme Etnis
(Etnonasionalisme)
c. Nasionalisme Budaya
d. Nasionalisme Romatik
(Nasionalisme Identitas)
e. Nasionalisme Agama
f. Nasionalisme Kenegaraan

Pengaruh Materialisme
Terhadap Jiwa Nasionalisme
Generasi Muda Kota Surabaya

Terjadinya sikap individualisme yang mengedepankan diri sendiri

Terjadinya sikap materialis yang akhirnya mendorong masyarakat untuk


menjadikan nilai materi yang nyata terlihat sebagai tolak ukur sesuatu.

Rawan masuknya gaya hidup hedonis yang tidak sesuai dengan


kepribadian ketimuran.

Menciptakan gesekan psikologis yang menyebabkan kesenjangan sosial


pada golongan masyarakat.

Terlupakannya nilai-nilai sejarah dan usaha penghomatan kepada negara


sebagai akibat tidak langsung dari paham materialis.

Seringkali kita temui para individu yang cenderung kurang peduli atau
bahkan tidak lagi peduli dengan kepentingan yang tidak
mengutamakan dirinya sendiri. Inilah dampak langsung yang
ditimbulkan paham materialis terhadap masyarakat Kota Surabaya,
yang membentuk para individu sibuk dan mempunyai prinsip
mengedepankan kepentingannya sendiri dan bersedia melakukan
apapun untuk pencapaian prinsipnya.
Contoh nyata adalah pada saat diadakannya Kerja Bakti atau kerja
bersama-sama bergotong-royong, para individu ini memandang
bahwa Kerja Bakti tidak berdampak langsung atau tidak memberi
nilai lebih terhadap apa yang dia miliki, sehingga muncul rasa enggan
untuk bergabung untuk bekerja sama, sekali lagi karena mereka
merasa mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan kerja
keras yang dia jalankan sendiri.
Padahal yang demikian tidak sesuai dengan prinsip hidup masyarakat
Indonesia yang pada umumnya adalah bekerja sama dan
mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Masih berhubungan dengan pembahasan sebelumnya bahwa banyak


generasi muda Kota Surabaya kurang menghargai sesuatu yang tidak
memberikan dampak atau nilai langsung terhadap kehidupan pribadi,
sendirinya mereka memasang tolak ukur atau penilaian untuk
menentukan apa yang layak dan tidak layak mereka jalani.
Sebagai contoh adalah ketika menolong orang lain yang
membutuhkan, ada kalanya para pelaku materialisme ini merasa
bahwa mereka harus yakin akan mendapatkan suatu imbal balik
setelah atau bahkan sebelum mereka memberikan pertolongan,
karena kembali lagi kepada tolak ukur mereka yang mengedepankan
nilai material, bukan lagi rasa manusiawi dan jiwa sosial, yang jelas
bertentangan dengan nilai moral kebangsaan maupun nilai moral
keagamaan.

Seiring terjadinya globalisasi yang termasuk sebagai jalan masuk


paham materialis, pada akhirnya akan membawa masyarakat Kota
Surabaya kepada gaya hidup hedonis yang konsumtif.
Gaya hidup hedonis sendiri adalah gaya hidup mewah di mana para
pelakunya berusaha keras untuk memenuhi segala kebutuhannya
dengan tolak ukur nilai material dan rasa gengsi.
Jelas sekali gaya hidup seperti ini sangat rawan jika terus saja
dibiarkan, karena sudah banyak contoh nyata dalam kehidupan
masyarakat Indonesia, bahwa ada pihak-pihak yang rela
menghalalkan segala cara untuk mencapai kehidupan yang mereka
rasa menyenangkan, dan tentunya tidak jarang pihak-pihak ini
melakukan korupsi hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka yang
berlebihan dan bahkan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang
telah ada.
Masyarakat Kota Surabaya menjadi konsumtif untuk memenuhi
segala yang mereka rasa butuhkan dan demi menaikkan gengsi dan
pengakuan dari masyarakat, tanpa memilah-milah lagi apa yang
mereka butuhkan.

Perbedaan yang mencolok pada kehidupan bermasyarakat dapat


menimbulkan kesenjangan sosial, yang akhirnya membawa
masyarakat Kota Surabaya kepada kesenjangan sosial.
Pada satu pihak merasa kehidupannya cukup mewah dan
bergelimang harta, mendapatkan kemudahan akses pada banyak
bidang, pendidikan dan pekerjaan bagus yang menghasilkan uang
lebih, dan ada kalanya mereka masih belum puas dengan segala
pencapaian tersebut; sedangkan di sisi lain ada masyarakat yang
kurang beruntung dengan kehidupan pas-pas-an, keterbatasan akses
serta kemiskinan yang meraja lela.

Kota Surabaya dikenal sebagai Kota Pahlawan dengan


masyarakatnya yang sangat menghormati para pahlawan yang telah
gugur sebelum masa sekarang. Sayangnya, banyak kita temui orangorang yang sedemikian sibuknya bekerja untuk mencapai sesuatu
hingga melupakan hari-hari bersejarah maupun jasa para pahlawan
yang demi memerdekakan Indonesia bersedia mengorbankan
nyawanya.
Sebagai contoh, pada saat tiba tanggal 17 Agustus, sepekan sebelum
dan sesudah Hari Kemerdekaan, kita diwajibkan untuk mengibarkan
bendera merah-putih di halaman rumah masing-masing untuk
mengenang perjuangan para pahlawan serta menghormati
kemerdekaan itu sendiri, yang pada nyatanya masih saja ada yang
tidak mengibarkan dengan alasan mereka sibuk bekerja sehingga
lupa atau bahkan menilai bahwa mengibarkan bendera merah-putih
tidak ada manfaatnya secara langsung yang dapat dia peroleh
karenanya.
Atau para siswa maupun pekerja profesional di Kota Surabaya yang
enggan belajar sejarah hanya karena materi tersebut tidak membantu
mereka dalam pekerjaannya sehingga tidak dapat menghasilkan uang
tambahan, sehingga mereka memilih untuk belajar hal-hal eksak
terkini yang mungkin mereka anggap lebih berguna di kemudian.

MENJAGA DAN MENUMBUHKAN JIWA


NASIONALISME DI KALANGAN GENERASI MUDA

1. Lingkungan Keluarga

Menyadari tanggung jawab masing-masing anggota


keluarga.
Memberikan pendidikan sejak dini tentang sikap
nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.
Memberikan contoh atau tauladan tentang rasa
kecintaan dan penghormatan pada bangsa.
Memberikan pengawasan yang menyeluruh
kepada anak terhadap lingkungan sekitar.
Menciptakan kerukunan hidup antaranggota
keluarga.

ll. Lingkungan Sekolah

Memberikan pelajaran tentang pendidikan


pancasila dan kewarganegaraan dan juga bela
Negara.
Belajar dengan keras untuk meraih prestasi
Mengembangkan sikap membantu sesama
teman.
Mengutamakan kepentingan bersama.
Menaati tata tertib sekolah.
Menumbuhkan semangat persaudaraan dan
mengembangkan pergaulan.

ll. Lingkungan Masyarakat

Selalu membina semangat kebersamaan.


Mengembangkan sikap rasa memiliki lingkungan
tempat tinggal.
Menciptakan kerukunan bertetangga.
Menghormati norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Menjaga ketertiban masyarakat dengan
mematuhi aturan yang ada.
Mengikuti siskamling dan kerja bakti.

lll. Peran Pemerintah

Menggalakkan berbagai kegiatan yang


dapat meningkatkan rasa nasionalisme,
seperti seminar dan pameran
kebudayaan.
Mewajibkan pemakaian batik kepada
pegawai negeri sipil setiap hari Jumat.
Lebih mendengarkan dan menghargai
aspirasi pemuda untuk membangun
Indonesia agar lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai