Anda di halaman 1dari 10

Sudah diketahui dengan jelas bahwa korupsi yang terjadi di negara Indonesia ini sudah

sedemikian rumit dan mengurat akar, sehingga sangat sulit untuk memulai mengurai dari mana
kegiatan advokasi bisa dilakukan. Kesulitan ini bisa disebabkan kompleksnya permasalahan
korupsi, kompleksnya pelaku korupsi, dan kompleksnya aturan dan penegak hukum yang
seharusnya berdiri di depan mengawal sekaligus mengamankan kekayaan negara dari tangantangan koruptor yang tidak bertanggungjawab.
Terungkapnya kasus korupsi di negeri ini adalah bukti belum mapannya dunia
pendidikan. Artinya orang-orang yang bergelar profesor, doktor, dan gelar akademik lainnya pun
tidak terlepas dari jeratan korupsi. Korupsi yang dilakukan dengan cara berjamah di Kejaksaan
Agung atau di mana pun juga merupakan bukti tidak berhasilnya pembinaan mental bangsa
Indonesia. Pendidikan selama belum mampu memberikan kontribusi nyata terhadap pencegahan
korupsi yang dilakukan alumni pendidikan sendiri. Kenyataan demikian menjadikan dunia
pendidikan kita semakin jauh dari realitas kehidupan umat manusia.
Pemberantasan korupsi tidak cukup teratasi hanya dengan mengandalkan proses penegakkan
hukum. Membumihanguskan korupsi juga perlu dilakukan dengan tindakan preventif, antara lain
dengan menanamkan nilai religius, moral bebas korupsi atau pembelajaran anti korupsi melalui
berbagai lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan tidak hanya sekolah, akademi, institut, atau universitas. Juga termasuk
lembaga pendidikan dan pelatihan yang dikelola pemerintah dirancang khusus untuk
meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan. Lembaga pendidikan memiliki posisi sangat
strategis dalam menanamkan mental antikorupsi. Dengan menanamkan mental anti korupsi sejak
dini di lembaga pendidikan baik pada level dasar, menengah maupun tinggi, generasi penerus
bangsa di negeri ini diharapkan memiliki pandangan yang tegas terhadap berbagai bentuk praktik
korupsi. Pembelajaran antikorupsi yang diberikan di berbagai level lembaga pendidikan,
diharapkan dapat menyelamatkan generasi muda agar tidak menjadi penerus atau mewarisi
tindakan korup yang dilakukan pendahulunya.
Lembaga pendidikan mestinya tidak hanya melahirkan kaum intelektual, ilmuwan yang pandai,
cerdas dan terampil atau aparatur yang dibekali berbagai kemahiran dan keterampilan yang
mendukung aktivitasnya. Tetapi juga harus mampu melahirkan sumberdaya manusia yang
memiliki rasa, memegang nilai religius dan moral yang salah satunya adalah antikorupsi.
Lembaga pendidikan bertujuan mendidik, bukan sekadar mengajar. Mendidik dalam hal ini
adalah menanamkan nilai luhur dan budi pekerti kepada peserta didik. Boleh jadi nilai anti
korupsi termasuk di dalamya. Sedangkan tugas mengajar lebih difokuskan pada proses belajarmengajar, dalam arti pengembangan kemampuan intelektual peserta didik. Pembelajaran anti
korupsi juga harus menjadi agenda pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan
yang dikelola pemerintah untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintah.
Menurut catatan ICW (Banjarmasin Post, 25 Januari 2007), pada 2006 tren korupsi berdasarkan
lembaga, eksekutif menempati peringkat pertama sebagai lembaga terkorup (69 persen) disusul
BUMN/BUMD urutan kedua (49 persen) dan legislatif DPR/DPRD pada peringkat ketiga (17
persen). Oleh karena itu, selayaknya penanaman nilai moral antikorupsi atau pembelajaran

antikorupsi menjadi fokus perhatian dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan
di lembaga pendidikan dan pelatihan milik pemerintah.
Untuk melakukan kerja-kerja anti korupsi yang terencana dan tersistematis yang akan
mendukung terjadinya gerakan sosial anti korupsi yaitu dapat dimulai dari diadakannya program
pembelajaran anti korupsi. Pendidikan dirasa mampu mencegah atau setidaknya memberi
gambaran awal bahwa korupsi merugikan banyak kalangan dan menyengsarakan diri sendiri.
Institusi pendidikan dipandang sebagai institusi yang mengajarkan kepada peserta didik arti ilmu
pengetahuan bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Program pendidikan anti korupsi bertujuan untuk memberikan pemahaman yang sama dan
terpadu serta terbimbing dalam rangka menekan kerugian negara yang disebabkan oleh tindakan
korupsi. Kemudian harapannya berdampak pada adanya respon atau tanggapan balik dari rakyat
untuk bisa menyuarakan kearifannya mengenai penyimpangan korupsi (Tim MCM, 2005: 42 ).
Di samping itu juga bertujuan untuk membentuk kesadaran publik terhadap setiap kegiatan yang
mengarah kepada adanya tindakan korupsi oleh para penguasa atau pengambil kebijakan yang
tidak mempedulika rakyat (Tim MCW, 2005: 43). Menurut Azyumardi Azra (dalam Suara Karya
Online edisi 30 Agustus 2006) perlunya penanaman nilai anti korupsi di lembaga pendidikan
ialah agar siswa lulus dan kelak sudah terjun di masyarakat dapat membedakan mana yang
termasuk korupsi dan mana yang bukan sehingga mampu menghindarinya.
Memerangi korupsi melalui pendayagunaan jalur pendidikan formal sebagai suatu bagian
menangani korupsi merupakan salah satu strategi yang diharapkan cukup signifikan, mengingat
masyarakat terdidik inilah yang perannya dimasyarakat cukup dominan. Mereka tidak cukup
hanya dibekali pengetahuan dan kemampuan bagaimana melakukan sesuatu pekerjaan atau
jabatan dalam masyarakat, tetapi yang lebih utama dalah bagaimana menggunakan ilmu dan
cara-cara tersebut dengan benar, tanpa harus melakukan korupsi, bahkan termasuk kiat-kiat
utnuk melawan korupsi, dorongan atau motivasi untuk aktif berperan dalam upaya memerangi
atau memberantas korupsi (Tim LP3 UMY, 2004: 212).Isi atau Materi Pendidikan Anti
Korupsi (PAK)
Materi Pendidikan Anti Korupsi (PAK) untuk tingkat SMA dan SMP terdiri dari Pengenalan
Korupsi, Dampak Korupsi, Upaya Perlawanan Terhadap Korupsi, Warung Kejujuran dan
pemilihan pelajar Panutan/Unggul. Materi untuk kelas 4, 5 dan 6 SD disisipkan kedalam
beberapa mata ajaran diantaranya pelajaran Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA/IPS dan
Kesenian dan Budaya. Materi Anti Korupsi untuk siswa SD terdiri dari 7 nilai : Kejujuran,
Keberanian, Tanggungjawab, Kesederhanaan, Kepedulian, Daya Juang dan Keadilan.
Menurut laporan KPK tahun 2007 dalam pengembangan modul pendidikan, telah dibuat 3 modul
untuk siswa SMP dan telah siap untuk dipublikasikan pada tahun 2008. Selain itu juga, untuk
pendidikan pengembangan karakter anti korupsi bagi SD, telah dibuat modul pendidikan untuk
siswa kelas 4, 5, dan 6. Khusus untuk pendidikan pengembangan siswa Taman Kanak-kanak
(TK) telah dibuat buku dongeng anti korupsi yang berisi pesan moral yang memadukan cerita
sederhana dengan tokoh dan karakter hewan-hewan lucu. Implementasi kegiatan pendidikan
dengan pendekatan dongeng akan dilaksanakan pada tahun 2008.

Dalam modul yang disusun oleh Pusat Studi Urban Unika Soegijapranata Semarang bekerjasama
dengan Insitute of Social Studies, The Netherlands, disebutkan bahwa modul yang terbagi
menjadi tiga modul adalah pengantar bagi pembelajaran anti korupsi untuk para peserta didik
SMP. Pada modul tersebut dimulai dengan proses kognisi yakni pengetahuan tentang apa
korupsi, dan mengapa korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai
moralitas dan peraturan/hukum. Modul lainnya adalah mengantarkan para peserta didik untuk
belajar sambil mengalami, yakni mengalami untuk berpikir kritis, mengalami untuk mengambil
keputusan dan menentukan pilihannya sendiri.
Menurut KPK dalam situsnya www.kpk.go.id, pendidikan anti korupsi bagi pelajar SMP adalah
langkah awal yang ditempuh KPK untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih
baik sedari usia muda. Pelajar adalah mereka yang dalam waktu relatif singkat akan segera
bersentuhan dengan beberapa aspek pelayanan publik. Sehingga apabila mereka dapat
memahami lingkup, modus, dampak dari korupsi baik dalam lingkup paling dekat dan dalam
skala yang paling kecil hingga lingkup makro dan mencakup skala yang besar, minimal pelajar
tersebut nantinya mulai berani berkata TIDAK untuk korupsi
Program pendidikan anti korupsi tidak hanya menyentuh pelajar dan mahasiswa saja, akan tetapi
dikembangkan pula untuk Sektor Swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan para Penyelenggara
Negara (PN). Salah satunya adalah program pemberdayaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas peran dan fungsi DPRD. DPRD memiliki
dua peran yang amat penting, yaitu sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan
sebagai wakil rakyat. Kedua peran DPRD tersebut diwujudkan dalam dalam tiga fungsi, yaitu
legislasi, anggaran dan pengawasan. Dengan peran dan fungsi tersebut DPRD menempati posisi
yang sangat strategis dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat (Annual Report KPK tahun 2007:
67-68).
Sedangkan siapa saja yang menjadi sasaran pendidikan anti korupsi, TIM MWC (2005: 44)
membagi sasaran program pendidikan anti korupsi menjadi dua bagian.Pertama, kelompok inti
yang terdiri dari perseorangan maupun kelompok yang peduli terhadap aktivitas perjuangan anti
korupsi yang mempunyai basis massa homogen dalam suatu komunitas tertentu, seperti
kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok PKL, rakyat miskin kota, mahasiswa, komunitas
pengangguran, komunitas buruh dan pelajar yang selama ini mereka selalu termarginalisasi oleh
sistem yang dikembangkan oleh pengambil kebijakan. Kedua, kelompok antara, yang terdiri dari
perseorangan maupun kelompok yang peduli terhadap aktivitas perjuangan anti korupsi yang
merupakan jangkar dari kelompok inti, seperti LSM, mahasiswa, kelompok-kelompok menengah
lainnya yang konsern terhadap nasib masyarakat akibat tindakan dari beberapa orang atau
kelompok yang mempunyai hobby korupsi uang negara yang nota bene-nya adalah uang untuk
pembangunan masyarakat.
Dalam pelaksanaan pendidikan anti korupsi dapat digunakan berbagai macam media dan metode.
Diantaranya dengan menggunakan media Ular Tangga Anti Korupsi dan dengan permainan
Gobak Sodor yang telah dikembangkan di SMP Keluarga Kudus. Bisa juga melalui program
warung kejujuran.

Pendekatan yang dilakukan dalam pendidikan anti korupsi mengambil pengalaman-pengalaman


berupa best practices masyarakat transparansi internasional dan pengalaman kita dengan
pendidikan P4. Hal yang harus dihindari adalah adanya indoktrinasi, pembelajaran yang
menekankan pada aspek hafalan semata-mata. Pendidikan anti korupsi haruslah bermakna
belajar dengan mengalami atauexperiential lerning jadi tidak sekedar mengkondisikan para
peserta didik hanya untuk tahu, namun juga diberi kesempatan untuk membuat keputusan dan
pilihan untuk dirinya sendiri.
Peserta didik kita seringkali hanya diberi pengetahuan normatif sesuatu hal namun tidak diberi
kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri mengapa siswa harus mengambil keputusan
tertentu dan bertanggung jawab atas keputusan yang telah siswa ambil. Sebagai contoh belajar
mengalami adalah salah satunya diilustrasikan dengan adanya laboratorium kejujuran/integritas,
yakni tempat para peserta didik disediakan kantin dan toko tempat mereka membayar sendiri
tanpa ada kasir yang menerima pembayaran uang.
Laboratorium ini ada di sebuah SMP swasta di Kudus. Para siswa bertangung jawab pada
tindakannya sendiri dengan tetap membayar dengan jujur pada makanan, buku atau alat tulis
lainnya yang mereka beli meskipun tanpa adanya pengawas atau penjaga toko. Siswa bebas
memilih dan membeli apa yang mau dibeli. Siswa tinggal menuliskan barang apa yang telah
dibeli dan langsung membayar, jika ada uang kembalian siswa boleh langsung mengambil uang
kembalian di kotak uang yang telah disediakan.
Model Pendidikan Anti Korupsi
Keberhasilan untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi akan dipengaruhi pula oleh cara
penyampaiannya dan pendekatan pembelajaran yang dipergunakan. Untuk tidak menambah
beban siswa yang sudah cukup berat, perlu dipikirkan secara matang bagaimana model dan
pendekatan yang akan dipilih. Ada beberapa model untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi
yang dapat dipilih yang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Menurut Elwina
dan Riyanto (2008) model-model tersebut antara lain:

Model sebagai Mata Pelajaran Tersendiri

Pendidikan anti korupsi disampaikan sebagai mata pelajaran tersendiri seperti bidang studi yang
lain. Dalam hal ini guru bidang studi pembelajaran anti korupsi harus membuat Garis Besar
Pedoman Pengajaran (GBPP), Satuan pelajaran (SP), Rencana Pengajaran (RP), metodologi
pengajaran, dan evaluasi pengajaran. Selain itu, pembelajaran anti korupsi sebagai mata
pelajaran harus masuk dalam jadwal yang terstruktur.
Keunggulan pendidikan anti korupsi sebagai mata pelajaran adalah meteri lebih terfokus dan
terencana dengan matang. Dengan demikian, pelajaran lebih terstruktur dan terukur sebagai
informasi. Ada jam yang sudah ditentukan sebagai kesempatan untuk memberikan informasi
secara pasti. Guru dapat membuat perencanaan dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengembangkan kreativitasnya.

Kelemahan dari model adalah tuntutan yang ketat sehingga pembelajaran anti korupsi lebih
banyak menyentuh aspek kognitif belaka, tidak sampai pada kesadaran dan internalisasi nilai
hidupnya. Selain proses internalisasinya kurang menonjol, aspek afektifnya pun kurang
mendapat kesempatan untuk dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
model ini adalah bahwa penanaman nilai seolah-olah hanya ditumpukan pada satu orang guru
(Zuriah, 2007: 90). Hal seperti ini dapat mengakibatkan bidang studi pembelajaran anti korupsi
hanya sebatas pengetahuan yang dangkal dan ini berarti pembelajaran anti korupsi menjadi
gagal.

Model Terintegrasi dalam Semua Mata Pelajaran

Penanaman nilai anti korupsi dalam pendidikan anti korupsi juga dapat disampaikan secara
terintegrasi dalam semua mata pelajaran. Guru dapat memilih nilai-nilai yang akan ditanamkan
melalui materi bahasan mata pelajarannya. Nilai-nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui
beberapa pokok atau sub pokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup. Dengan model
seperti ini, semua guru adalah pengajar pembelajaran anti korupsi tanpa kecuali.
Keunggulan model ini adalah semua guru ikut bertanggungjawab akan penanaman nilai-nilai anti
korupsi kepada siswa. Pemahaman nilai hidup anti korupsi dalam diri anak tidak melulu bersifat
informative-kognitif, melainkan bersifat terapan pada tiap mata pelajaran (Suparno, 2002: 43).
Kelemahan dari model ini adalah pemahaman dan persepsi tentang nilai-nilai anti korupsi yang
akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua guru. Tidak boleh ada perbedaan persepsi dan
pemahaman tentang nilai karena bila hal ini terjadi maka justru akan membingungkan anak.

Model di Luar Pembelajaran

Penanaman nilai anti korupsi dapat ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan di luar pembelajaran
misalnya dalam kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan insidental. Penanaman nilai dengan model
ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman nilai melalui suatu kegiatan untuk dibahas
dan dikupas nilai-nilai hidupnya. Model ini dapat dilaksanakan oleh guru sekolah yang
bersangkutan yang mendapat tugas tersebut atau dipercayakan pada lembaga di luar sekolah
untuk melaksanakannya, misalnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Keunggulan metode ini adalah anak sungguh mendapat nilai melalui pengalaman-pengalaman
konkret. Pengalaman akan lebih tertanam dalam jika dibandingkan sekadar informasi apalagi
informasi yang monolog. Anak-anak lebih terlibat dalam menggali nilai-nilai hidup dan
pembelajaran lebih menggembirakan. Kelemahan metode ini adalah tidak ada struktur yang tetap
dalam kerangkan pendidikan dan pengajaran di sekolah, membutuhkan waktu lebih banyak.
Model ini juga menuntut kreativitas dan pemahaman akan kebutuhan anak secara mendalam,
tidak hanya sekadar acara bersama belaka, dibutuhkan pendamping yang kompak dan
mempunyai persepsi yang sama. Dan kegiatan semacam ini tidak bisa hanya diadakan setahun
sekali atau dua kali tetapi berulang kali.

Model pembudayaan, pembiasaan nilai dalam seluruh aktivitas dan suasana


sekolah

Penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat juga ditanamkan melalui pembudayaan dalam seluruh
aktivitas dan suasana sekolah. Pembudayaan akan menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk
menumbuhkan budaya anti korupsi sekolah perlu merencanakan suatu kebudayaan dan kegiatan
pembiasaan. Pembiasaan adalah alat pendidikan. Bagi anak yang masih kecil, pembiasaan sangat
penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak di
kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian
yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok manusia yang
berkepribadian yang buruk pula (Djamarah, 2002: 72). Berdasarkan pembiasaan itulah anak
terbiasa menurut dan taat kepada peraturan-peraturan yang beralaku di sekolah dan masyarakat,
setelah mendapatkan pendidikan pembiasaan yang baik di sekolah pengaruhnya juga terbawa
dalam kehidupan sehari-hari di rumah dan sampai dewasa nanti.
Menanamkan kebiasaan yang baik memang tidak mudah dan kadang-kadang membutuhkan
waktu yang lama untuk menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui pembiasaan pada anak-anak
Tetapi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Karena itu adalah
penting, pada awal kehidupan anak, menanamkan nilai-nilai anti korupsi melalui kebiasaankebiasaan yang baik dan jangan seklai-kali mendidik anak berdusta, tidak disiplin, menyontek
dalam ulangan dan sebagainya.

Model Gabungan

Model gabungan berarti menggunakan gabungan antara model terintegrasi dan di luar
pembelajaran secara bersama-sama. Penanaman nilai lewat pengakaran formal terintegrasi
bersama dengan kegiatan di luar pembelajaran. Model ini dapat dilaksanakan baik dalam kerja
sama dengan tim oleh guru maupun dalam kerja sama dengan pihak luar sekolah.
Keunggulan model ini adalah semua guru terlibat dan bahkan dapat dan harus belajar dari pihak
luar untuk mengembangkan diri dan siswa. Anak mengenal nilai-nilai hidup untuk membentuk
mereka baik secara informativ dan diperkuat dengan pengalaman melalui kegiatan-kegiatan yang
terencana dengan baik.
Kelemahan model ini adalah menuntut keterlibatan banyak pihak, banyak waktu untuk
koordinasi, banyak biaya dan kesepahaman yang mendalam, terlihat apabila melibatkan pihak
luar sekolah. Selain itu, tidak semua guru mempunyai kompetensi dan keterampilan untuk
menanamkan nilai-nilai anti korupsi.
Metode Atau Cara Penyampaian Nilai-Nilai Anti Korupsi
Untuk metode atau cara penyampaian nilai-nilai anti korupsi Elwina & Riyanto (2008)
menyarankan bahwa dalam menanamkan nilai-nilai anti korupsi sebaiknya menggunakan cara
yang demokratis, merupakan suatu upaya pencarian bersama, aktivitas bersama, menggunakan
metode keteladanan, pengalaman langsung atau simulasi, live in serta melakukan klarifikasi nilai.

Metode demokratis

Metode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup
dengan langsung melibatkan anak untuk menemukan nilai-nilai tersebut dalam pendampingan
dan pengarahan guru. Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan
penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi
satu-satunya dalam menemukan nilai-nilai anti korupsi yang dihayatinya. Guru berperan sebagai
penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut.
Metode ini dapat digunakan untuk menanamkan nilai-nilai diantaranya keterbukaan, kejujuran,
penghargaan pada pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati dan toleransi. Melalui
metode ini anak diajak untuk mulai berani mengungkapkan gagasan, pendapat, maupun
perasaannya. Tahap demi tahap anak diarahkan untuk menata jalan pikiran, cara berbicara, dan
sikap hidupnya. Dengan cara ini anak diajak untuk belajar menentukan nilai hidup secara benar
dan jujur.

Metode Pencarian bersama

Metode ini menekankan pada pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru. Pencarian
bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, di mana
proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentative
untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini
siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang berkembang dan menjadi
perhatian bersama. Dengan menemukan permasalahan, mengkritisi dan mengolahnya, anak
diharapkan dapat mengambil nilai-nilai yang ada dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian anak akan aktif sejal dalam proses pencarian tema atau permasalahan yang
muncul dalam pendampingan guru.
Selain menemukan nilai-nilai dari permasalahan yang diolah, anak juga diajak untuk secara kritis
analitis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut. Anak diajak untuk tidak
cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat
duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap. Anak diajak untuk melihat realita
tidak hanya hitam-putih, tetapi lebih luas lagi yaitu adanya kemungkinan realita abu-abu.

Metode siswa aktif atau aktivitas bersama

Metode ini menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Guru
memberikan pokok bahasan dan anak dalam kelompk mencari dan mengembangkan proses
selanjutnya. Anak membuat pengamatan, pembahasan analisis sampai proses penyimpulan atas
kegiatan mereka. Metode ini mendorong anak untuk mempunyai kreativitas, ketelitian, kecintaan
terhadap ilmu pengetahuan, kerja sama, kejujuran, dan daya juang.

Metode keteladanan

Dalam dunia pendidikan, apa yang terjadi dan tertangkap oleh anak bisa jadi tanpa disaring akan
langsung dilakukan. Proses pembentukan kepribadian pada anak akan dimulai dengan melihat

orang yang akan diteladani. Guru dapat menjadi tokoh idola dan panutan bagi anak. Dengan
keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh. Keselarasan
antara kata dan tindakan dari guru akan amat berarti bagi seorang anak, demikian pula apabila
terjadi ketidakcocokan antara kata dan tindakan guru maka perilaku anak juga akan tidak
benar. Dalam hal ini guru dituntut memiliki ketulusan, keteguhan, kekonsistenan hidup.
Proses penanaman nilai-nilai anti korupsi kepada anak melalui proses keteladanan pada mulanya
dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan
(Sanjaya, 2006: 179). Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita tidak boleh korupsi;
menjelaskan bahaya dari tindakan korupsi atau mengapa kita harus jujur, tidak mencontek pada
waktu ulangan. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh
suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.

Metode Live In

Metode Live in dimaksudkan agar anak mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain
langsung dengan situasi yang sangat berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman
langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan,
permasalahan, termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara
periodik.
Dengan cara ini anak diajak untuk mensyukuri hidupnya yang jauh lebih baik dari orang lain,
tumbuh sikap toleran dan sosial yang lebih tinggi pada kehidupan bersama. Anak perlu mendapat
bimbingan untuk merefleksikan pengalaman tersebut, baik secara rasional intelektual maupun
dari segi batin rohaninya. Hal ini perlu dijaga jangan sampai anak menanggapi pengalaman ini
berlebihan, tetapi haruslah secara wajar dan seimbang.

Metode penjernihan nilai atau klarifikasi nilai.

Latar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman dapat membawa perbedaan
pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup. Adanya berbagai pandangan hidup dalam
masyarakat membuat bingung seorang anak. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap
dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik, ia akan mengalami pembelokan nilai
hidup. Oleh karena itu, dibutuhkan proses penjernihan nilai atau klarifikasi nilai dengan dialog
afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif.
Teknik mengklarifikasi nilai atau penjernihan nilai dapat diartikan sebagai teknik pengajaran
untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam
dalam diri siswa (Sanjaya, 2006: 282). Kelemahan yang sering terjadi dalam pembelajaran nilai
atau sikap, (termasuk pembelajaran anti korupsi) adalah proses pembelajaran dilakukan secara
langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa
memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan
atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk
dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam
menyelaraskan nilai lama dan nilai baru.

Pembelajaran anti korupsi pada prinsipnya adalah menggunakan metode yang melibatkan
seluruh aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta kecerdasan sosial. Maka pemahaman
konsep, pengenalan konteks, reaksi dan aksi menjadi bagian penting dari seluruh metode
pendidikan nilai-nilai anti korupsi. Metode atau cara penyampaian nilai-nilai anti korupsi ini juga
penting karena dengan cara penyampaian yang tidak tepat, tujuan yang akan dicapai juga sulit
diperoleh. Supaya tujuan yang akan dicapai dapat diperoleh, dalam penyampaian nilai-nilai anti
korupsi, harus digunakan cara-cara yang menarik dan disesuaikan dengan kemampuan anak
didik.
Model dan metode pelaksanaan Pendidikan Anti Korupsi di SMP Keluarga Kudus
Dari beberapa model dan metode yang dipaparkan di atas, ternyata masing-masing model dan
metode memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri. Untuk menentukan metode yang
akan digunakan untuk menyampaikan nilai-nilai anti korupsi harus disesuaikan dengan kondisi
siswa, guru, sarana dan prasarana yang ada.
Adapun penerapannya di SMP Keluarga Kudus dapat disimpulkan bahwa model dan metode
penyampaian pembelajaran anti korupsi yang diterapkan di SMP Keluarga Kudus tidak hanya
dilaksanakan dengan menggunakan satu model dan metode penyampaian. Di sana telah
digunakan berbagai kombinasi yang merupakan gabungan dari berbagai metode dan model.
Sehingga masing-masing model dan metode yang digunakan akan saling melengkapi satu
dengan yang lainnya, saling menutupi kelemahan dari metode satu dengan menggunakan metode
lainnya.
Adapun model yang biasa diterapkan dalam pembelajaran anti korupsi di SMP Keluarga Kudus
yaitu dengan menggunakan model sebagai mata pelajaran tersendiri dan model
pembiasaan. Pendidikan anti korupsi (PAK) sebagai mata pelajaran tersendiri seperti mata
pelajaran lainnya. Dalam hal ini wali kelas atau guru yang memberikan materi anti korupsi harus
membuat silabus yang biasanya telah disusun diawal tahun pelajaran yang dimusyawarahkan
bersama. Selain itu pembelajaran anti korupsi yang dilaksanakan di SMP Keluarga Kudus juga
telah masuk dalam jadwal yang terstruktur diadakan selama 1 kali jam pelajaran setiap
minggunya yaitu setiap hari Sabtu. Pada prinsipnya pembelajaran anti korupsi yang telah
dilaksanakan di SMP Keluarga Kudus selama ini lebih menekankan praktek anti korupsi dalam
kehidupan sehari-hari, tujuannya agar siswa terlatih untuk tidak korupsi.
Untuk mendukung praktek anti korupsi tersebut penanaman nilai-nilai anti korupsi dapat juga
ditanamkan melalui pembudayaan dalam seluruh aktivitas dan suasana sekolah. Pembudayaan
akan menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk menumbuhkan budaya anti korupsi sekolah perlu
merencanakan suatu kebudayaan dan kegiatan pembiasaan. Bagi anak yang masih kecil,
pembiasaan sangat penting. Karena dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan
menjadi milik anak di kemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia
yang berkepribadian yang baik pula. Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan membentuk sosok
manusia yang berkepribadian yang buruk pula. Untuk menumbuhkan budaya pembiasaan anti
korupsi maka di SMP Keluarga Kudus telah dibuat sebuah warung atau kantin kejujuran dan
telepon kejujuran.

Sedangkan metodenya menggunakan metode demokratis dan metode penjernihan nilai. Dalam
praktiknya anak diajak untuk membahas kasus korupsi yang sedang marak di Indonesia. Tahap
demi tahap anak diajak untuk melihat dan menilai apa yang terjadi dalam masyarakat dan
akhirnya pada apa yang telah mereka lakukan. Anak diajak untuk melihat duduk permasalahan
dan berani mengambil sikap dan pilihan dalam hidupnya. Tema kegiatan diskusi tersebut
biasanya diambil dari kasus korupsi yang saat itu sedang marak-maraknya. Dalam diskusi itu,
guru hanya berperan sebagai fasilitator dan meluruskan jika dalam diskusi tersebut telah keluar
dari tema diskusi. Anak juga diajak untuk secara kritis melihat nilai-nilai hidup yang ada dalam
masyarakatnya dan bersikap terhadap situasi tersebut.
Penjernihan nilai (klarifikasi nilai) dalam kehidupan amat penting. Apabila bias tentang nilai dan
sikap hidup ini dibiarkan maka akan menyesatkan. Apabila yang salah ini biarkan dan seolah
dibenarkan maka akan terjadi kekacauan pandangan di dalam hidup bersama. Teknik klarifikasi
nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik
pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap
baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan
tertanam dalam diri siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada waktu berlangsung pembelajaran anti korupsi di
SMP Keluarga Kudus, anak diajak untuk membahas kasus korupsi yang sedang marak di
Indonesia. Tahap demi tahap anak diajak untuk melihat dan menilai apa yang terjadi dalam
masyarakat dan akhirnya pada apa yang telah mereka lakukan. Anak diajak untuk melihat duduk
permasalahan dan berani mengambil sikap dan pilihan dalam hidupnya. Anak juga diajak untuk
secara kritis melihat nilai-nilai hidup yang ada dalam masyarakatnya dan bersikap terhadap
situasi tersebut. Penjernihan nilai dalam kehidupan amat penting. Apabila bias tentang nilai dan
sikap hidup ini dibiarkan maka akan menyesatkan. Apabila yang salah ini biarkan dan seolah
dibenarkan maka akan terjadi kekacauan pandangan di dalam hidup bersama.

Anda mungkin juga menyukai