PENGERTIAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah
(osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau
reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).
II.
ETIOLOGI
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar
yang menembus tulang.
c. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau
minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan
demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik
adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat
menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri,
maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis
rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami
infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.
III.
KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS
Pembengkakan local
Kemerahan
Gangguan fungsi
b. Osteomyelitis kronis
IV.
PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas,
dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi,
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan
jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.
Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe
kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
V.
MANIFESTASI KLINIS
1) Infeksi dibawa oleh darah
Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.
3) Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung
4) Osteomyelitis kronik
Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.
VII.
PRINSIP PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per
hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab
dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang
terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa
dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai
waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila
telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika
dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus
dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara
langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar
dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang
drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan
irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan
pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun
dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan
darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
VIII.
PENCEGAHAN
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
IX.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan
Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan
riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber
potensial terjadinya infeksi.
2) Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi.
Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya
demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
3) Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
4) Pemeriksaan diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat.
50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Smeltzer, Suzanne C, Brendea G. ( 2002 : 2345 ), carpenito (1995 :370), dan
DepKes ( 1995:36 ), diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan osteomielitis
adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
c. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses
tulang
d. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka dan
ulcerasi.
e. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Perencanaan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan tidak terjadi rasa nyeri
Kriteria hasil :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Intervensi
1. Kaji
derajat
mobilitas
yang
dihasilkan oleh cedera/pengobatan
dan perhatikan persepsi pasien
terhadap immobilisasi.
2. Intruksikan pasien untuk gerak aktif
pada ekstremitas yang sakit dan
yang tidak sakit.
3. Dorong
menggunakan
latihan
isometric mulai dari tungkai yang
tidak sakit
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
4.
Rasional
Klien mungkin dibatasi oleh
pandangan diri tentang keterbatasan
fisik aktual, memerlukan informasi
atau intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan
Meningkatkan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot,mempertahankan gerak
sendi,mencegah
kontraktur/atrofi
dan reabsorbsi kalsium karena tidak
digerakan.
Kontraksi otot isometric tanpa
menekuk sendi atau menggerakan
tungkai
dan
membantu
pmempertahankan kekuatan dan
masa otot.catatan : kontraindikasi
pada perdarahan akut atau edema.
Mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas,
tangan/kaki
dan
mencegah komplikasi (contoh:
kontraktur)
d. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka atau
ulserasi
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan terpelihara
Kriteria hasil :
- Menyatakan ketidaknyamanan hilang
- Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi
Rasional
1. Kaji luka terbuka, benda asing, 1. Memberikan informasi tentang
kemerahan, perdarahan, perubahan
sirkulasi kulit yang membutuhkan
warna, kelabu memutih
intervensi medik lebih lanjut.
2. Ganti balutan setiap hari secara 2. Untuk mempercepat penyembuhan
steril.
dan menghindarkan akumulasi pus.
3. Berikan
diet protein seimbang, 3. Untuk
menyakinkan
adanya
vitamin C dan vitamin D
keseimbangan
nitrogen
dan
merangsang penyembuhan.
e. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Tujuan : Rasa aman terpenuhi
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah pasien tampak tenang
- Pasien mengerti tentang kondisi luka dan prosedur tindakan
- Pasien mau mengungkapkan perasaannya
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien
1. Untuk mengetahui apakah klien
berada dalam tahap cemas ringan,
sedang atau berat
2. Beri penjelasan mengenai kondisi 2. Dengan penjelasan dapat menambah
luka dan prosedur yang dilakukan.
wawasan klien tentang keadaan luka
3. Tanyakan
kembali
tentang
penjelasan yang telah diberikan.
4. Berikan
reinforcement
positif
apabila klien mau menjelaskan
kembali tentang prosedur tindakan
dan kondisi lukanya
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOMYELITIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3
Disusun oleh
Nur Amalia
(17320112053)
Tingkat 2 A