Anda di halaman 1dari 13

I.

PENGERTIAN

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan dari pada infeksi
jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respon jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas
hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus atau proses spesifik (Mansjoer, 2000).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah
(osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau
reduksi (osteomielitis eksogen) (Corwin, 2001).

II.

ETIOLOGI

Adapun penyebab penyebab osteomielitis ini adalah:


a. Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus
(70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas,
Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
b. Virus
c. Jamur
d. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002).
Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:
a. Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di
tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa
membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan
pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis
akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
b. Penyebaran langsung

Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar
yang menembus tulang.
c. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada
jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau
minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena
cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya
pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan
demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik
adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada
jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat
menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri,
maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk,
lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis
rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami
infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.

III.

KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS

1) Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :


a. Osteomyelitis primer penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme
berasal dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
b. Osteomyelitis Sekunder terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari
bisul, luka, fraktur, dan sebagainya (Mansjoer, 2000).
2) Osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Osteomyelitis akut

Nyeri daerah lesi

Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional

Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka

Pembengkakan local

Kemerahan

Suhu raba hangat

Gangguan fungsi

Lab: anemia, leukositosis

b. Osteomyelitis kronis

IV.

Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri

Gejala-gejala umum tidak ada

Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur

Lab = LED meningkat

PATOFISIOLOGI

Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas,
dan Escerichia Coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobik.
Awitan Osteomielitis stelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut
fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi
superficial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah
pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen
dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi,
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan
jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan ke bawah
periosteum dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila
proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun yang lebih sering harus
dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya
terbentuk daerah jaringan mati (sequestrum) tidak mudah mencari dan mengalir keluar.

Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak.
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun
tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang ada tetap
rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe
kronis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

V.

MANIFESTASI KLINIS
1) Infeksi dibawa oleh darah

Biasanya awitannya mendadak.

Sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam

tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum).

2) Infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang

Bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan.

3) Infeksi terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung

Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

4) Osteomyelitis kronik

Ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode
berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus.

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endapan darah.
2. Pemeriksaan titer antibodi anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji
sensitivitas.
3. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri
Salmonella.
4. Pemeriksaan Biopsi tulang.
5. Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.

6. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik,
setelah dua minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus.

VII.

PRINSIP PENATALAKSANAAN

Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per
hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab
dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang
terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen.
Begitu spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa
dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap peningkatan semi sintetik atau
sefalosporin. Tujuannya adalah mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai
waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus-menerus
tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila
telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika
dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang yang terkena harus
dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diirigasi secara
langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk menjalankan
rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan
kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang
permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar
dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang
drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan
irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dangan
pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun
dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan
darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

VIII.

PENCEGAHAN
Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan infeksi fokal dapat
menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak dapat
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam setelah operasi akan sangat membantu. Teknik
perawatan luka pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis (Smeltzer, Suzanne C, 2002).

IX.

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan

Identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut, pembangkakan, eritema, demam atau
keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka panjang, cedera, infeksi dan
riwayat bedah ortopedi sebelumnya.
Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya trauma, luka terbuka, tindakan
operasi khususnya operasi tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah sumber
potensial terjadinya infeksi.
2) Pemeriksaan fisik
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila dipalpasi.
Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya
demam biasanya diatas 380, takhikardi, irritable, lemah, bengkak, nyeri, maupun eritema.
3) Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak dapat sembuh, takut
diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di rumah sakit sehingga perawat perlu
mengkaji perubahan-perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
4) Pemeriksaan diagnostic
Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan laju endap darah meningkat.
50% pasien yang mengalami infeksi hematogen secara dini adanya osteomielitis maka
dilakukan scanning tulang. Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.

2. Diagnosa keperawatan
Menurut Smeltzer, Suzanne C, Brendea G. ( 2002 : 2345 ), carpenito (1995 :370), dan
DepKes ( 1995:36 ), diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan osteomielitis
adalah :
a. Gangguan rasa nyaman nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri
c. Resiko terhadap penyebaran infeksi yang berhubungan dengan pembentukan abses
tulang

d. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka dan
ulcerasi.
e. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
3. Perencanaan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi dan tidak terjadi rasa nyeri
Kriteria hasil :

1.

2.

3.

4.
5.

6.

- Klien mengatakan nyeri hilang


- Klien menunjukan tindakan yang santai dan beraktivitas/tidur dengan tepat
- Klien tampak tenang dan kooperatif
Intervensi
Rasional
Pertahankan immobilisasi bagian 1. Menghilangkan rasa nyeri dan
yang sakit dengan tirah baring, gips,
mencegah kesalahan posisi tulang
pembebat.
atau tegangan jaringan yang cedera.
Tinggikan dan dukung ekstremitas 2. Meningkatkan aliran balik vena,
yang terkena.
menurunkan edema dan mengurangi
nyeri.
Dorong
menggunakan
teknik 3. Memfokuskan kembali perhatian,
manajemen stress seperti relaksasi,
meningkatkan rasa kontrol dan
latihan napas dalam, imajinasi
dapat meningkatkan kemampuan
visualisasi.
koping dalam manajemen nyeri
yang mungkin menetap periode
lebih lama
Kaji skala, lokasi dan karakteristik
4. Mempengaruhi pilihan/ pengawasan
nyeri.
keefektifan intervensi.
Berikan
alternatif
tindakan
5. Meningkatkan sirkulasi umum,
kenyamanan, contoh merubah posisi.
menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
Kolaborasi : berikan obat analgetik
6. Dapat menurunkan nyeri/ spasme
yang tepat
otot
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, dan peradangan
Tujuan
: Mempertahankan pergerakan fisik
Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan mobilitas
- Terpeliharanya posisi fungsional
- Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

Intervensi
1. Kaji
derajat
mobilitas
yang
dihasilkan oleh cedera/pengobatan
dan perhatikan persepsi pasien
terhadap immobilisasi.
2. Intruksikan pasien untuk gerak aktif
pada ekstremitas yang sakit dan
yang tidak sakit.

3. Dorong
menggunakan
latihan
isometric mulai dari tungkai yang
tidak sakit

4. Lindungi tulang dengan alat


imobilisasi dan hindarkan stres pada
tulang karena
Tulang menjadi
lemah akibat proses infeksi

1.

2.
3.
4.

1.

2.

3.

4.

Rasional
Klien mungkin dibatasi oleh
pandangan diri tentang keterbatasan
fisik aktual, memerlukan informasi
atau intervensi untuk meningkatkan
kemajuan kesehatan
Meningkatkan aliran darah ke otot
dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot,mempertahankan gerak
sendi,mencegah
kontraktur/atrofi
dan reabsorbsi kalsium karena tidak
digerakan.
Kontraksi otot isometric tanpa
menekuk sendi atau menggerakan
tungkai
dan
membantu
pmempertahankan kekuatan dan
masa otot.catatan : kontraindikasi
pada perdarahan akut atau edema.
Mempertahankan posisi fungsional
ekstremitas,
tangan/kaki
dan
mencegah komplikasi (contoh:
kontraktur)

c. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang


Tujuan : setelah dilakukan intervensi luka sembuh dan penyebaran infeksi tidak terjadi
infeksi
Kriteria hasil :
- Proses infeksi dapat terkontrol
- Bebas drainase purulen, eritema dan panas
Intervensi
Rasionalisasi
Monitor tanda-tanda vital setiap 4 1. Meningkatnya tanda vital antara lain
jam sekali.
suhu
merupakan
indikasi
bertambahnya proses inflamasi.
Berikan cairan dan nutrisi yang 2. Dapat mempercepat penyembuhan.
adekuat (TKTP)
Siapkan klien untuk prosedur eksisi 3. Eksisi
dan
drainage
untuk
dan drainage (Jika diprogramkan).
mengeluarkan abses.
Lakukan perawatan luka dengan 4. Perawatan luka dengan teknik steril
teknik steril (Bila terdapat ulserasi)
dapat
mencegah
terjadinya
kontaminasi mikroorganisme yang

5. Kolaborasi : Lakukan pemeriksaan


leukosit
6. Kolaborasi : berikan obat antibiotik
sesuai indikasi

dapat menyebabkan infeksi semakin


meluas.
5. Adanya
peningkatan
leukosit
merupakan
indikasi
terjadinya
infeksi yang lebih lanjut.
6. Antibiotik
berfungsi
untuk
mengobati infeksi dengan cara
membunuh kuman yang masuk.

d. Kerusakan kontinuitas jaringan dan kulit berhubungan dengan inflamasi, luka atau
ulserasi
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan terpelihara
Kriteria hasil :
- Menyatakan ketidaknyamanan hilang
- Menunjukan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi
Intervensi
Rasional
1. Kaji luka terbuka, benda asing, 1. Memberikan informasi tentang
kemerahan, perdarahan, perubahan
sirkulasi kulit yang membutuhkan
warna, kelabu memutih
intervensi medik lebih lanjut.
2. Ganti balutan setiap hari secara 2. Untuk mempercepat penyembuhan
steril.
dan menghindarkan akumulasi pus.
3. Berikan
diet protein seimbang, 3. Untuk
menyakinkan
adanya
vitamin C dan vitamin D
keseimbangan
nitrogen
dan
merangsang penyembuhan.
e. Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Tujuan : Rasa aman terpenuhi
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah pasien tampak tenang
- Pasien mengerti tentang kondisi luka dan prosedur tindakan
- Pasien mau mengungkapkan perasaannya
Intervensi
Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan klien
1. Untuk mengetahui apakah klien
berada dalam tahap cemas ringan,
sedang atau berat
2. Beri penjelasan mengenai kondisi 2. Dengan penjelasan dapat menambah
luka dan prosedur yang dilakukan.
wawasan klien tentang keadaan luka

3. Tanyakan
kembali
tentang
penjelasan yang telah diberikan.
4. Berikan
reinforcement
positif
apabila klien mau menjelaskan
kembali tentang prosedur tindakan
dan kondisi lukanya

dan prosedur tindakan.


3. Dengan menanyakan kembali akan
dapat diketahui apakah klien telah
paham atau belum.
4. Reinforcement
positif
dapat
memberikan motivasi klien sehingga
dapat mengurangi rasa cemas

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC


Doenges, Marilynn E, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Alih Bahasa I Made Kariasa
dan Ni Made Sumarwati. Jakarta: EGC
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson, dkk. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi
IV. alih bahasa Peter Anugerah. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G.Brenda. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth, Edisi VIII Volume 3. alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta: EGC

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN OSTEOMYELITIS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3

Disusun oleh

Nur Amalia
(17320112053)
Tingkat 2 A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
Dr. Otten 32

Anda mungkin juga menyukai