Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Apabila mendengar kalimat MATEMATIKA yang terasa adalah
kengerian, bahkan banyak yang mengatakan bahwa matematika adalah sulit, ini
disebabkan karena matematika adalah ilmu abstrak. Anggapan manusia akan
metamatika yang begitu sulitnya telah meluas ke dalam masyarakat ini membuat
cara kerja otak manusia terbatasi, sedangkan otak sendiri adalah ujung pangkal
dari semua, pusat dari seluruh syaraf dalam tubuh.
Maka dari itu, perlu sugesti baru agar mindset manusia bisa berubah,
misalkan membuat negasi dari matematika itu sulit, menjadi matematika itu
mudah. Selain men-sugesti bahwa matematika itu mudah, perlu adanya bukti
nyata bahwa matematika benar-benar mudah.
Bersandar pada Hans Freudenthal, seorang matematikawan asal Belanda
yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insani (human
activities) dan harus dikaitkan dengan realitas. Banyak pakar yang mulai
mengembangkan Pendidikan Matematika Realistik (PMR)1
Pendidikan Matematika Real, yang sistemnya bisa disesuaikan dengan
budaya serta kondisi lingkungan setempat, iniliah yang menjadi salah satu alasan
mengapa PMR dapat diterima di Indonesia dan dikenal dengan nama Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI).

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang hendak di capai dalam penyusunan makalah ini, antara
lain :
1. Apakah Pendidikan Matematika Real?
2. Apa saja prinsip Pendidikan Matematika Real?

Ade rusliana, Artikel Pendidikan Matematika, diakses dari http://blogindonesia.com/blogarchive-4552-15.html pada tanggal 17 September 2013.
1

3. Apa saja kelebihan dan kerumitan Pendidikan Matematika Real?

1.3. Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari pembahasan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui maksud dari Pendidikan Matematika Real.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Pendidikan Matematika Real.
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kerumitan Pendidikan Matematika
Real.

1.4. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

Bagi Mahasiswa :

Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui lebih dalam tentang


Pendidikan Matematika Real.

Bagi Siswa :

Mendapatkan pengetahuan tentang Pendidikan Matematika Real.

Mendapatkan mindset baru bahwa matematika tidaklah sulit.

Bagi Pendidik :

Menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran Pendidikan


Matematika Real.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pendidikan Matematika Realistik
Pembelajaran matematika relaistik pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.2
Pendidikan matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendidikan dalam
pembelajaran matematika di Belanda. Penggunaan kata realistic sebenarnya
berasal dari bahasa belanda zich realiseren yang berati untuk dibayangkan.3
Ide utama dari model pembelajaran PMR adalah manusia harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika.
Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan
memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak.
Pendidikan matematika dengan menggunakan metode atau pendekatan
metematika realistik diharapakan lebih mempermudah siswa-siswi untuk
mempelajari matematika, karena pada dasarnya, matematika realistik menggunakan
pendekatan yang dimulai dengan hal-hal yang nyata, dapat dibayangkan, dekat
dengan siswa dan lingkungannya serta menjadikan matematika sebagai aktivitas
siswa. Sehingga, dapat diartikan matematika realistik lebih mengedepankan tentang
penggunaan suatu situasi yang bisa dibayangkan (imagineable) atau nyata (real)
dalam pemikiran

Siti Chotijah, Pembelajaran Pendidikan Matematika Realistik, diakses dari


http://sitichotijah269.wordpress.com/tugas-kuliah/tugas-internet-desing/artikelpembelajaran-matematika-realistik-rme/ pada tanggal 15 September 2013.
3

Selly Purwanti, Pembelajaran Pendidikan Matematika Reaistik, diakses dari


http://sellypermata83.blogspot.com/2013/03/pembelajaran-pendidikan-matematika.html
pada tanggal 15 September 2013.

2.2. Prinsip Pendidikan Matematika Real


Menurut Sofa (2008) Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu: guided
reinvention and progressive mathematizing, didactical phenomenology, selfdeveloped models. Ketiga prinsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai
berikut4:
1. Guided reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali
terbimbing/pematematikaan progresif)
Prinsip ini menuntut guru memberikan penjelasan serta penerangan tentang
rumus serta materi ajar di awal pelajaran, lalu melepaskan diharapkan para siswa
dapat menemukan rumus itu kembali dengan di berikan bimbingan terbatas. Pada
dasarnya, pendekatan PMR diatas menekankan prinsip penemuan kembali (reinvention).
2. Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang
menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu masalah kontekstual untuk
digunakan dalam pembelajaran dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua
alasan, yaitu: (1) untuk mengungkapkan berbagai macam aplikasi suatu topik yang
harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas
tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai poin-poin untuk suatu proses
pematematikaan progresif.5
3. Self-developed models (model-model dibangun sendiri).
Prinsip ini membangun berbagai model-model yang berfungsi sebagai
jembatan

antara

pengetahuan

informal

dan

matematika

formal.

Dalam

menyelesaikan masalah kontekstual siswa diberi kebebasan untuk membangun

Selly Purwanti, Pembelajaran Pendidikan Matematika Reaistik, diakses dari


http://sellypermata83.blogspot.com/2013/03/pembelajaran-pendidikan-matematika.html
pada tanggal 15 September 2013.
5

Ibid

sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan.


Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagai
model yang dibangun siswa.
Berbagai model tersebut pada mulanya mungkin masih mirip dengan
masalah kontekstualnya. Ini merupakan langkah lanjutan dari re-invention dan
sekaligus menunjukkan bahwa sifat bottom up mulai terjadi. Model-model tersebut
diharapkan akan berubah dan mengarah kepada bentuk matematika formal. Dalam
PMR diharapkan terjadi urutan pengembangan model belajar yang bottom up.
2.3. Kelebihan dan Kerumitan Penerapan Pendidikan Matematika Realistik
Beberapa kelebihan dari Pendidikan Matematika Realistik (PMR) menurut
Sofa (2008) antara lain sebagai berikut:
1) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan
dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
3) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal
dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang
bisa

menemukan atau menggunakan

bersungguh-sungguh

cara

dalam mengerjakan

sendiri, asalkan

soal

atau

orang

masalah

itu

tersebut.

Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan


cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang
paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.
4) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan
sesuatu

yang utama

dan untuk mempelajari matematika

orang

harus

menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep


matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya
guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran
yang bermakna tidak akan terjadi.
Sedangkan menurut Sofa (2008) beberapa kerumitan dalam penerapan
pendekatan PMR lain sebagai berikut :
1) Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan
pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah
untuk dipraktekkan,

misalnya mengenai

siswa, guru

dan

peranan

soal

kontekstual. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang
mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi, tetapi sebagai pihak yang aktif
mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai
pendamping bagi siswa.
2) Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat
PMR tidak selalu mudah

untuk

setiap

dipelajari siswa, terlebih

lagi karena

topik
soal-soal

matematika

yang

perlu

tersebut

harus

bisa

diselesaikan dengan bermacam-macam cara.


3) Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk
menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.
4) Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal
kontekstual, proses pematematikaan horizontal dan proses
vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang

pematematikaan

sederhana, karena proses dan

mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa
membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan matematika realistik (PMR) merupakan suatu pendidikan
dalam pembelajaran matematika di Belanda. Penggunaan kata realistic
sebenarnya berasal dari bahasa belanda zich realiseren yang berati untuk
dibayangkan.
Ide utama dari model pembelajaran PMR adalah manusia harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika.
Upaya untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika ini dilakukan dengan
memanfaatkan realita dan lingkungan yang dekat dengan anak.
Menurut Sofa (2008) Ada tiga prinsip utama dalam PMR, yaitu:
1. Guided reinvention and progressive mathematizing,
2. Didactical phenomenology,
3. Self-developed models.
Beberapa kelebihan dari Pendidikan Matematika Realistik

(PMR)

menurut Sofa (2008) antara lain sebagai berikut:


1) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa
tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan
dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.
2) PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut
pakar dalam bidang tersebut.
Sedangkan menurut Sofa (2008) beberapa kerumitan dalam penerapan
pendekatan PMR lain sebagai berikut:

1) Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan


pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah
untuk dipraktekkan,

misalnya mengenai

siswa, guru

dan

peranan

soal

kontekstual.
Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang

sebagai

pihak yang

mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi, tetapi sebagai pihak yang aktif
mengkonstruksi

konsep-konsep

matematika.

Guru dipandang

lebih sebagai

pendamping bagi siswa.


2) Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat
PMR tidak selalu mudah

untuk

setiap

dipelajari siswa, terlebih

lagi karena

topik
soal-soal

matematika

yang

perlu

tersebut

harus

bisa

diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

Anda mungkin juga menyukai