Anda di halaman 1dari 21

1. penyebab kelemahan otot ?

Kelemahan otot bisa disebebkan oleh kelainan di otot, tendon, tulang atau sendi;
tetapi yang paling sering menyebabkan kelemahan otot adalah kelainan pada sistem
saraf.
Kadang kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan seringkali
timbul karena penuaan (sarkopenia).

ETIOLOGINYA
Penyebab Contoh Akibat
Kerusakan otak Stroke atau tumor otak Kelemahan atau kelumpuhan pada sisi yg
berlawanan dengan otak yg mengalami kerusakan
Bisa mempengaruhi kemampuan berbicara, menelan, berfikir & kepribadian
Kerusakan medula spinalis Cedera pada leher atau punggung, tumor medula spinalis,
penyempitan saluran spinal, sklerosis multipel, mielitis transversus, kekurangan vitamin B12
Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan dan tungkai, hilangnya rasa, nyeri punggung
Bisa mempengaruhi fungsi seksual, pencernaan & kandung kemih
Kemunduran saraf pada medula spinalis Sklerosis lateral amiotrofik Hilangnya kekuatan
otot tanpa disertai oleh hilangnya rasa
Kerusakan akar saraf spinalis Ruptur diskus di leher atau tulang belakang bagian bawah
Nyeri leher & kelemahan atau mati rasa di lengan, nyeri punggung bagian bawah, skiatika &
kelemahan atau mati rasa pada tungkai
Kerusakan pada 1 saraf
(mononeuropati) Neuropati diabetik, penekanan lokal Kelemahan atau kelumpuhan otot &
hilangnya rasa di daerah yg dipersarafi oleh saraf yg terkena
Kerusakan pada beberapa saraf
(polineuropati) Diabetes, sindroma Guillain-Barr, kekurangan folat, penyakit metabolik
lainnya Kelemahan atau kelumpuhan otot & hilangnya sensasi di daerah yg dipersarafi oleh
saraf yg terkena
Kelainan pada neuromuscular junction Miastenia gravis, keracunan kurare, sindroma
Eaton-Lambert, keracunan insektisida Kelumpuhan atau kelemahan pada beberapa otot
Penyakit otot Penyakit Cudhenne (distrofi muskuler)
Infeksi atau peradangan (miositis virus akut, polimiositis) Kelemahan otot yg progresif di
seluruh tubuh
Nyeri dan kelemahan otot
Kelainan psikis Depresi, gejala khayalan, histeria (reaksi konversi), fibromialgia Kelemahan
di seluruh tubuh, kelumpuhan tanpa kerusakan saraf
Guyton,ArthurCdanJohnEHall.2007.BukuAjarFisiologiKedokteran,E
/11.Ja

karta:EGC.

2. mengapa merasakan lemah pada kedua tungkai kakinya ?


Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar
secara progresif 8), dalam hitungan jam, hari maupun minggu, 7) ke ekstremitas
atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari

kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan


saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. 8)
Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan 12) dan bahkan 20 %
pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. 2,8) Anak anak biasanya
menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak
untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia . 1)
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan
dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan
sensasi getar. 8) Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia
dan disestesia pada extremitas distal. 11) Rasa sakit dan kram juga dapat
menyertai kelemahan otot yang terjadi. 5) terutama pada anak anak. Rasa sakit
ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang
dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.

3. jaras-jaras pada UMN dan LMN ?


UMN
Kekuatan

LMN

Perese-paralisis

Perese-paralisis

Meningkat/spastic

Menurun

Clonus +

Flaccid

Refleks Patologis

Refleks Fisiologis

Meningkat

Menurun

Tonus

hilang
Atropi

Disuse atropi

Patogenesis paresis spastik sentral yaitu: ada fase akut suatu lesi di traktus kortikospinalis, refleks tendon profunda
akan bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flaksid pada otot . Refleks muncul kembali beberapa hari atau
beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karena spindel otot berespons lebih sensitif terhadap regangan
dibandingkan dengan keadaan normal, terutama fleksor ekstremitas atas dan ekstensor ekstremitas bawah.
Hipersensitivitas ini terjadi akibat hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens pada sel-sel fusimotor (neuron motor )
yang mempersarafi spindel otot. Dengan demikian, serabut-serabut otot intrafusal teraktivasi secara permanen
(prestretched) dan lebih mudah berespons terhadap peregangan otot lebih lanjut dibandingkan normal.
Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat (otak dan/atau medula spinalis) dan akan terlihat lebih
jelas bila terjadi kerusakan pada traktus desendens lateral dan medial sekaligus (misalnya pada lesi medula spinalis).
Patofisiologi spastisitas masih belum dipahami, tetapiyaros motorik tambahan jelas memiliki peran penting, karena
lesi kortikal murni dan terisolasi tidak menyebabkan spastisitas.
Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari:
-

Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus

Peningkatan tonus spastic

Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus
Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks abdominal, refleks plantar, dan refleks kremaster)

Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon, dan Mendel-Bekhterev, serta diinhibisi respons
hindar (flight), dan (awalnya) Massa otot tetap baik
pada pasien ini diberikan edukasi antara lain adalah larangan-larangan seperti dilarang melakukan peregangan yang
mendadak pada punggung, jangan sekali-kali mengangkat benda atau sesuatu dengan tubuh dalam keadaan fleksi
atau dalam keadaan membungkuk, dan menghindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi
kambuhnya gejala

http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Perbedaan+Parese+Tipe+UMN+dan+LMN
+

3. mengapa didapatkan hipestesi pada pemeriksaan sensorik di kedua


kaki ?
1. Gangguan sensibilitas
Parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, muka juga bisa dikenai
dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan sering
dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif
lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui
seperti rasa nyeri setelah suatu aktifitas fisik.
1. Saraf Kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka
sering dimulai pada satu sisi tapi kemudian segera menjadi bilateral, sehingga bisa
ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai kecuali N.I dan
N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.IV atau N.III. Bila N.IX dan N.X terkena
akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan, disfonia dan pada kasus yang
berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis n. laringeus.
1. Gangguan fungsi otonom
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS. Gangguan tersebut
berupa sinus takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial
flushing), hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic
profuse diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan
otonom ini jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.

4. mengapa reflek fisiologis menurun ?


SGB adalah salah satu jenis LMN , cirri-ciri dari LMN yaitu penurunan
pada reflex fisiologis

Gejala dari sgb juga Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah
dan menyebar secara progresif 8), dalam hitungan jam, hari maupun minggu, 7) ke
ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai
dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Perbedaan+Parese+Tipe+UMN+dan+
LMN+

6. diagnosis pada skenario ?


Sindrom guillain barre
7. apa diagnosis bandingnya ?
SINDROMAGUILLAIN-BARRE(SGB)

Definisi
Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yang bersifat
ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi
akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses
autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis.
Guillain-Barr syndrome is thought to be an acute-onset immunemediated demyelinating neuropathy.

Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya
dan
masih
menjadi
bahan
perdebatan.
Beberapa
keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan
terjadinya SGB, antara lain:

Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistematik:
Keganasan
systemic lupus erythematosus
tiroiditis
penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas

SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.


Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%,
yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.

Patogenesis
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui
dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang
terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.
Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon


imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy
3. Acute motor axonal neuropathy
4. Acute motor sensory axonal neuropathy
5. Fishers syndrome
6. Acute pandysautonomia

Criteria diagnosa
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan
timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon
dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai
disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:


Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi

Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:


a. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90%
dalam 4 minggu.
b. Relatif simetris
c. Gejala gangguan sensibilitas ringan
d. Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain
e. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang
sampai beberapa bulan.
f. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala
vasomotor.
g. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

Terapi
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan
secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.
Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih
pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB
dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset
gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan:
Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a.
b.
c.

6 merkaptopurin (6-MP)
azathioprine
cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: muntah, mual dan sakit kepala.

Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95%
terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan.

Misternia Gravis

Definisi
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia
gravis merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang
merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot
voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga
20 kali lebih lama dari normal).
Miastenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot
skelet menjadi lemah dan lekas lelah1.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor
asetilkolin pada sambungan neuromuskular3.
2.2. Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan
neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami
depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan
reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini
menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium
secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang
akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak
berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati
hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh
enzim asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate
motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya
rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara
membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih
banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat
dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat
ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate
menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak
dapat berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara
radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara
histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan adanya
kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus,

sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus.


Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit
motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus3.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa
kelenjar timus mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita
miastenia didapati kelenjar timus yang abnormal. Kira-kira 10% dari
mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita
lainnya terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus
tanpa perubahan di jaringan limfoster lainnya5.
Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan
otoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan
neuromuskular. Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang
progresif lambat. Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu
saja.
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan
sampai pada kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala
kelainan okular disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai
gejala kelainan okular jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati
kesulitan mengunyah dan menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan
ptosis dan diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa
minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia (paralysis ocular).
Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada
pagi hari orang sakit tidak diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan
kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang
hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik, paresis N III interna
(reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra
kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun
adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular
kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya terbatas
pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan
menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada pemeriksaan
dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot
pengunyah, paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan
ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan,

menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup
mulut yang dinamakan sebagai tanda rahang yang menggantung
.Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang
pertama terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan.
Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat
ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi8.

. Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nded., Gajah Mada University Press,
Yogyakarta

Polio
Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV),
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran
darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis).
Etiologi
Poliovirus (genus enterovirus) tipe 1, 2 dan 3; semua tipe dapat menyebabkan
kelumpuhan. Tipe 1 dapat diisolasi dari hampir semua kasus kelumpuhan, tipe 3 lebih
jarang demikian pula tipe 2 paling jarang. Tipe 1 palng sering menyebabkan wabah.
Sebagian besar kasus vaccine associated disebabkan oleh tipe 2 dan 3. Direktorat
Jenderal Pemberantaan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan - Departemen
Kesehatan R.I.
Patofisiologi
Poliomyelitis atau popular dengan nama singkatannya polio - merupakan sejenis
penyakit yang disebabkan oleh virus polio.

``Virus polio biasanya menyerang sistem saraf ke otot manusia dan ini boleh
menyebabkan otot-otot menjadi lumpuh dalam masa beberapa jam sahaja.

``Kadangkala polio menyerang otot pernafasan yang menyebabkan kesukaran bernafas


dan membawa kematian,'' kata Pakar Kesihatan Awam, Jabatan Perubatan Masyarakat,
Pusat Pengajian Sains Perubatan, Universiti Sains Malaysia, Dr. Zaliha Ismail.
patogenesis
virus polio mrpkn kelompok enterovirus yg bersifat neurotropik yaitu menyebabak
kerusakan sel SSP dan menyebabkan inflamasi di sekitarnya. Bagian yg sering di rusak
yaitu medulla spinalis (terutama sel saraf motorik di cornu anterior), medulla oblongata

kususnya sel vastibuler, sel saraf motorik nervi kranialis dan formasio retrikularis,
serebelum, dan korteks serebri. Poliomyelitis juga menyebakan kelaian patologi di luar
susunan saraf, tetapi kelainan itu biasanya merupakan kelainan sekunder. Misalnya
pneumonia akibat aspirasi, dekubitus akibat imobilisasi. Tidak semua sel saraf yang
terinfeksi akan mati, sebagian akan sembuh kembali dan penyembuhan akan terjadi
dalam 3-4 minggu setelah serangan. Yang tersering adalah kematian sel saraf yang
menyebabkan kelupuhan ototbagian proksimal ektremitas atas dan ekstremitas bawah.
Virus masuk badan melalui saluran cerna atau saluran nafas masuk ke tonsil, faring
menyebar ke kelenjar limfe cervical, plakat peyer dan kelenjar limfe mesenterial dan
akhirnya terjadi viremia minor. Ini megakibatkan masuknya virus ke susuna saraf pusat,
jantung, hepar, pancreas, adrena, saluran nafas, kulit dan mukosa
pencegahan
Imunisasi

Polio boleh dicegah melalui imunisasi vaksin pencegah polio. Terdapat dua jenis
vaksinasi polio iaitu melalui suntikan - IPV (Injection Polio Vaccine), dan OPV (Oral Polio
Vaccine), vaksin yang diberikan melalui titisan mulut.

``Vaksin polio yang diberikan kepada setiap kanak-kanak mengikut aturan dan
jadual yang betul akan dapat memberi perlindungan sepanjang hayat.

``Di Malaysia, semua kanak-kanak di bawah umur setahun harus dilengkapi


dengan tiga dos OPV yang diberikan ketika berumur dua, tiga dan empat bulan,'' kata Dr.
Zaliha.
Dos tambahan diberikan pada umur satu setengah tahun dan lima hingga tujuh
tahun. Vaksin ini diberikan bersama imunisasi tiga serangkai.
Hanya selepas suntikan ketiga, barulah tubuh kanak-kanak dapat menghasilkan
antibodi melawan virus polio. Orang dewasa yang ingin ke negara yang endemik juga
disaran mendapatkan imunisasi ini.

Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian Rakyat,
Jakarta
Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem
Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta

8. pemeriksaan apa untuk menentukan diagnosis ? Gejala dan Tanda


kelemahan otot !
Pemeriksaan laboratorium:
Cairan Serebro Spinal (CSS): hasil analisa CSS normal dalam 48 jam
pertama, kemudian diikuti kenaikan kadar protein CSS pada minggu II
tanpa atau disertai sedikit kenaikan lekosit (albuminocytologic
dissociation).
EMG = elektro miografi
Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan
atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan
latensi distal yang memanjang 4,7,9,10) .Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2,
akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan
menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.7)
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira
pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda
equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS. 7)
Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit .
Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada
stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy. 1)

Pemeriksaan elektrofisiologi:
EMG dan Nerve Conduction Velocity (NCV):
o

Minggu I: terjadi pemanjangan atau hilangnya F-response (88%),


prolong distal latencies (75%), blok pada konduksi (58%) dan penurunan
kecepatan konduksi (50%).
Minggu II: terjadi penurunan potensial aksi otot (100%), prolong distal
latencies (92%) dan penurunan kecepatan konduksi (84%).

Pemeriksaan radiologi:
MRI: Sebaiknya MRI dilakukan pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala
SGB. Pemeriksaan MRI dengan menggunakan
kontras gadolinium memberikan gambaran peningkatan penyerapan
kontras di daerah lumbosakral terutama di kauda equina. Sensitivitas
pemeriksaan ini pada SGB adalah 83%.
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&
html=061214-mvib207.htm

EMG = elektro miografi


9. apa hubungan demam dengan kelumpuhan ?
10. macam-macam reflek patologis dan fisiologis ?
Refleks Patologis adalah sebagai berikut :(9)
1. Reflek Hoffman Tromer Jari tengah klien diekstensikan, ujungnya digores,
positif bila ada gerakan fleksi pada ari lainnya.
2. Reflek Jaw Kerusakan kortikospinalis bilateral, eferen dan aferennya
nervous trigeminus, denganmengertuk dagu klien pada posisi mulut terbuka,
hasil positif bila mulut terkatup.
3. Reflek regresi Kerusakan traktus pirimidalis bilateral / otak bilateral.
4. Reflek Glabella Mengetuk dahi diantara kedua mata, hasilnya positif bila
membuat kedua mata klien tertutup.
5. Reflek Snout Mengutuk pertengahan bibir atas, positif bila mulutnya tercucur
saliva.
6. Reflek sucking Menaruh jari pada bibir klien, positif bila klien menghisap jari
tersebut.
7. Reflek Grasp Taruh jari pada tangan klien, positif bila klien memegangnya.
8. Reflek Palmomental Gores telapak tangan didaerah distal, positif bila otot
dagu kontraksi.
9. Reflek rosolimo Ketuk telapak kaki depan, positif bila jari kaki ventrofleksi.

10. Reflek Mendel Bechterew Mengetuk daerah dorsal kaki2 sebelah depan,
positif bila jari kaki ventrofleksi.
Sedangkan refleks fisiologis adalah sebagai berikut :
1. Reflek kornea Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif
bila mengedip (N IV & VII )
2. Reflek faring Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi
muntahan ( N IX & X )
3. Reflek Abdominal Menggoreskan dinidng perut dari lateral ke umbilicus,
hasil negative pada orang tua, wanita multi para, obesitas, hasil positif bila
terdapat reaksi otot.
4. Reflek Kremaster Menggoreskan paha bagian dalam bawah, positif bila
skrotum sisi yang sama naik / kontriksi ( L 1-2 )
5. Reflek Anal Menggores kulit anal, positif bila ada kontraksi spincter ani ( S 34-5 )
6. Reflek Bulbo Cavernosus Tekan gland penis tiba-tiba jari yang lain
masukkan kedalam anus, positif bila kontraksi spincter ani (S3-4 / saraf spinal
)
7. Reflek Bisep ( C 5-6 )
8. Reflek Trisep ( C 6,7,8 )
9. Reflek Brachioradialis ( C 5-6 )
10. Reflek Patela ( L 2-3-4 )
11. Reflek Tendon Achiles ( L5-S2)
12. Reflek Moro Reflek memeluk pada bayi saat dikejutkan dengan tangan
13. Reflek Babinski Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki
mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal sedangkan pada orang
dewasa abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )
14. Sucking reflek Reflek menghisap pada bayi
15. Grasping reflek Reflek memegang pada bayi
16. Rooting reflek Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
Pratama, Tomi.2008.Gerak Reflek pada Manusia.in www.thetom022. wordpress.
com.Last Update 6 Juli 2010.

11. terapi dari diagnosis ?


Terapi

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara


umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh
sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan
(gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.
Tujuan terapi
khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan
melalui sistem imunitas (imunoterapi).
Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan
faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB
memperlihatkan hasil
yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat
bantu nafas
yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan
dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.
Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan
dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan.
Dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis
maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.
2. Obat sitotoksik
Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
! 6 merkaptopurin (6-MP)
! azathioprine
! cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit
kepala.
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
12. mengapa tidak ada gangguan BAB dan BAK ?
Gejala yang timbul mempunyai bentuk sesuai dengan saraf otonom yang rusak,
dapatberupa penurunan fungsi simpatis atau parasimpatis atau menunjukan salah satu
fungsiyang berlebihan. Gangguan yang tampak berupa:

Sinus takhikardia bahkan sampai terjadi aritmia jantung.


Postural Hipotensi ( Merupakan gejala pokok ).

Penurunan tekanan sistolik pada pembuluh darah.Karena hilangnya sistem


simpatik pada refleks pembuluh darah atau gangguansistem aferen dari arteriol
baroreseptor.
Gejala Hipertensi.Diduga ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas renin angiostensin.
Inkontinensia urine atau Retensio urine.Gangguan fungsi kandung kencing
mungkin oleh karena gangguan pada otot sfingter,tetapi sangat jarang dan
bersifat sementara.
Hilangnya fungsi kelenjar keringat.
Flushing pada wajah ( kemerahan )

Kelainan Motorik
Manifestasi klinis utama penderita SGB adalah kelemahan otot -otot
tubuhyang biasanya berkembang secara simetris sepanjang waktu dalam beberapa
hari atauminggu.
(3)
Kelemahan umumnya dimulai dari tungkai bawah lalu meluas ke tubuh, otototot intercostalis, leher dan otot-otot wajah/cranial yang terkena paling
belakang.Keadaan ini disebut Paralysis Asce nding Landry.
(3,7)
K e a d a a n s e p e r t i i n i d a p a t bertahan selama 10 sampai 14 hari (dari 90 kasus),
setelah itu mengalami perbaikan.
(3)
Dan 20% dari kasus SGB bisa berlanjut dan terjadi kelumpuhan otot pernapasan.
(4)
Kelemahan otot dapat berkembang sangat cepat sehingga atrofi otot tidak
terjadi.Tonus otot didapatkan menurun, reflek -refleks tendon menurun atau
hilang dan tidak d i d a p a t k a n r e f l e k p a t o l o g i k .
(3)
1 5 % t e r j a d i k e l u m p u h a n N . V I I d a n 3 % t e r j a d i oftalmoplegia
disamping gejala klasik dari SGB. Dapat te rjadi kelumpuhan
o t o t pernapasan pada pasien yang berat. Sistem otonom dapat terkena
sehingga terjadihipotensi atau hipertensi (10 -30%) dan aritmia (30%),
bahkan dapat terjadi cardiacarrest.

Patfis kelemahan otot


MekanismeKelemahanOtot
Konsep kelemahan merupakan reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex c
Erebri yang dipengaruhi leh dua system penghambat (inhibisi dan system penggera
k/aktivasi).Sampai saat ini masih berlaku dua teori tentang kelelahan otot,yai
tu teori kimia dan teori syaraf pusat (Tarwaka.dkk,2004:107).
1.Teori kimia
Secara teori kimia bahwa terjadinya kelelahan adalah akibat berkurangnya cadanga
N energy dan meningkatnya system metabolism sebagai penyebab hilangnya efisiens

I otot, sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab
sekunder.
2)Teorisyaraf pusat
Bahwa perubahan kimia hanya penunjang proses, yang mengakibatkan dihantarkannya
Rangsangan syaraf oleh syaraf sensosrik ke otak yang disadari sebagai kelelahan
otot.Rangsangan aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gera
Kan sehingga frekuensi potensial gerakan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berk
Urangnya rekuensi ni akan menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi otot dan
Gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Kondisi dinamis dari pekerjaan ak
An meningkatkan sirkulasi darah yang juga mengirimkanzat-zat makanan bagi otot
Dan mengusir asam laktat. Karena suasana kerja dengan otot statis aliran darah akan
menurun,maka asam laktatakanterakumulasidanmengakibatkankelelahanotot
lokal.
Disamping itu juga dikarenakan beban otot yang tidak meratapadajaringanterten
tuyangpadaakhirnyaakanmempengaruhikinerja(performance)seseorang (Eko
Nur
mianto,2003:265).Kelelahandiaturolehsentraldariotak.Padasusunans
yaraf
pusat,terdapatsistemaktivasidaninhibisi.Keduasisteminisalingmengimb
an
gitetapikadangkadangsalahsatudaripadanyalebihdominansesuaidengan
kebutu
han.Sistemaktivasibersifatsimpatis,sedanginhibisiadalahparasimpatis.

Tanda dan gejala kelemahan otot


Atrofi (penciutan otot) bisa merupakan akibat dari:
- kerusakan otot atau sarafnya
- jarang digunakan (karena menjalani tirah baring dalam waktu yang lama).
Dalam keadaan normal, pembesaran otot (hipertrofi) bisa terjadi setelah melakukan olah raga
beban. Pada seseorang yang sakit, hipertrofi terjadi karena otot tersebut bekerja lebih berat untuk
mengkompensasi kelemahan otot yang lainnya. Pembesaran otot juga bisa terjadi jika jaringan otot
yang normal digantikan oleh jaringan yang abnormal, seperti yang terjadi pada amiloidosis dan
kelainan otot bawaan tertentu (misalnya miotonia kongenital).
Fasikulasi (kedutan ototdibawah kulit yang tidak teratur dan tampak dari luar) biasanya
menunjukkan kelainan saraf, meskipun kadang terjadi pada orang yang sehat (terutama jika gugup
atau kedinginan) dan sering terjadi pada otot betis dari orang tua. Otot yang tidak dapat mengendur
(miotonia) biasanya menunjukkan adanya kelainan pada otot, bukan pada sarafnya.
Membedakan kelemahan otot berdasarkan sumbernya;
Kelainan Saraf Kelainan Otot
Otot mengecil tetapi lebih kuat Otot lebih lemah

Terjadi kedutan otot dibawah kulit Kedutan otot tidak terjadi dibawah kulit
Refleks menurun atau hilang sama sekali REfleks tetap ada meskipun otot sangat lemah
Hilangnya rasa di seluruh otot yg melemah Rasa (sentuh & hangat) normal tetapi terdapat nyeri
tumpul

Ganong, William F.2008.Fisiologi Kedokteran.Edisi 22.Jakarta:EGC.


Etiologi
Penyebab kelemahan otot

Kerusakan otak , contoh Stroke atau tumor otak , disebabkan Kelemahan atau kelumpuhan
pada sisi yang berlawanan dengan otak yg mengalami kerusakan Bisa mempengaruhi
kemampuan berbicara, menelan, berfikir & kepribadian

Kerusakan medula spinalis, contoh Cedera pada leher atau punggung, tumor medula spinalis,
penyebab: penyempitan saluran spinal, sklerosis multipel, mielitis transversus, kekurangan
vitamin B12 Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan dan tungkai, hilangnya rasa, nyeri
punggung. Bisa mempengaruhi fungsi seksual, pencernaan & kandung kemih

Kemunduran saraf pada medula spinalis, contoh: Sklerosis lateral amiotrofik , penyebab:
Hilangnya kekuatan otot tanpa disertai oleh hilangnya rasa

Kerusakan akar saraf spinalis, contoh Ruptur diskus di leher atau tulang belakang bagian
bawah, penyebab: Nyeri leher & kelemahan atau mati rasa di lengan, nyeri punggung bagian
bawah, skiatika & kelemahan atau mati rasa pada tungkai

Kerusakan pada 1 saraf (mononeuropati), contoh: Neuropati diabetik, penyebab penekanan


lokal Kelemahan atau kelumpuhan otot & hilangnya rasa di daerah yg dipersarafi oleh saraf yg
terkena

Kerusakan pada beberapa saraf (polineuropati), contoh: Diabetes, sindroma Guillain-Barr?,


kekurangan folat, penyakit metabolik lainnya, penyebab: Kelemahan atau kelumpuhan otot &
hilangnya sensasi di daerah yg dipersarafi oleh saraf yg terkena

Kelainan pada neuromuscular junction, contoh: Miastenia gravis, keracunan kurare, sindroma
Eaton-Lambert, keracunan insektisida, penyebab: Kelumpuhan atau kelemahan pada beberapa
otot

Penyakit otot, contoh: Penyakit Cudhenne (distrofi muskuler) ,Infeksi atau peradangan (miositis
virus akut, polimiositis), penyebab Kelemahan otot yg progresif di seluruh tubuh Nyeri dan
kelemahan otot

Kelainan psikis, contoh Depresi, gejala khayalan, histeria (reaksi konversi), fibromialgia,
penyebab Kelemahan di seluruh tubuh, kelumpuhan tanpa kerusakan saraf

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan otot dilakukan secara sistematis, mulai dari wajah dan leher, lalu lengan dan
akhirnya tungkai.
Dalam keadaan normal, seseorang dapat menahan rentangan lengannya selama beberapa
menit tanpa gemetaran. Ketidakmampuan menahan lengan dengan kokoh bisa merupakan
pertanda adanya kelemahan otot.
Kekuatan melawan tahanan diuji dengan mendorong atau menarik dari arah yang
berlawanan.
Tes fungsional dilakukan dengan meminta penderita melakukan hal-hal berikut:
- Bangkit dari kursi tanpa bantuan lengan
- jongkok dan bangkit dari jongkok
- berdiri diatas jari kaki dan tumit
- menggenggam benda.
Dalam keadaan normal, otot bersifat kokoh tetapi tidak keras dan licin, tidak berbenjolbenjol.
Pemeriksaan neurologis menyeluruh bisa membantu menentukan berbagai kelainan rasa,
koordinasi, gerakan motor dan refleks.
Uji kecepatan penghantaran saraf bisa membantu menentukan fungsi saraf.
Elektromiogram dilakukan untuk menentukan kelainan otot.
Jika kelainan terletak pada otot, maka bisa dilakukan biopsi otot untuk diperiksa dibawah
mikroskop.
Pemeriksaan darah digunakan untuk menentukan laju endah darah (yang akan meningkat
jika terjadi peradangan) dan kadar kreatin kinase (enzim otot yang dilepaskan ke dalam
aliran darah jika terjadi kerusakan otot).

Bedakan UMN dan LMN


Apabila ada riwayat stroke maka jelas ini merupakan UMN. Jadi gimana bedain antara
UMN dan LMN. Dari definisi udah jelas bahwa UMN batasnya adalah korteks motorik ke V
gyrus precentralis sampai cornu anterior medulla spinalis. Sedangkan LMN dari cornu anterior
medulla spinalis ke efektor yaitu otot skelet.

UMN
Kekuatan
Tonus

LMN

Perese-paralisis

Perese-paralisis

Meningkat/spastic

Menurun

Clonus +

Flaccid

Refleks Patologis

Refleks Fisiologis

Meningkat

Menurun
hilang

Atropi

Disuse atropi

Anda mungkin juga menyukai