Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya besar bangsa Indonesia dalam meningkatkan status kesehatan
mayarakat dalam tiga dasawarsa terakhir ini belum memberikan hasil yang
memuaskan. Kondisi ini menuntut perlu adanya reformasi total kebijakan
pembangunan nasional.
Meskipun di masa pemerintahan orde baru, diungkapkan secara jelas
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan masunia Indonesia baik
fisik, mental, maupun spritual, tetapi kenyataannya tidak. Pembangunan nasional
tidak berjalan sebagaimana mestinya, terjadi ketimpangan dalam pembangunan
bangsa, dimana sektor ekonomi yang lebih mendominasi, seolah-olah
keberhasilan dan kemajuan bangsa ini hanya bertumpu pada satu kaki yaitu sektor
ekosomi. Sektor pendidikan dan kesehatan juga memiliki konstribusi yang tidak
kalah pentingnya. Buktinya indeks pembangunan manusia Indonesia ditentukan
oleh ketiga domean tersebut.
Salah satu masalah kesehatan yang tak kunjung habus dalam beberapa
tahun terakhir ini adalah masalah gizi buruk. Gizi buruk merupakan salah satu
masalah kesehatan tahunan, dimana hampir setiap tahun terjadi kasus gizi buruk
di semua daerah di Indonesia.
Gizi buruk merupakan salah satu masalah gizi dari empat masalah gizi
utama di Indonesia. Gizi buruk dikategorikan sebagai masalah gizi makro,
sedangkan masalah kurang vitamin A, anemia, dan gangguan akibat kekurangan
yodium diklasifikasikan sebagai masalah gizi mikro.
Masalah gizi buruk adalah kompleks sifatnya, maka penanganannya juga
harus bersifat lintas sektor. Disini dibutuhkan peran penting dukungan sosial.
Sukungan sosial dibutuhkan karena masalah gizi buruk disebabkan oleh banyak
faktor baik itu faktor internal maupun eksternal. Agar upaya pembinaan suasana
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk berhasil dengan baik
maka advokasi kesehatan juga perlu dilakukan.
B. Identifikasi Masalah
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sekitar 11 juta anak
meninggal setiap tahun sebelum mencapai umur 5 tahun atau tiap 20 menit
perhari terjadi kematian 30.000 anak. Hampir 4 juta kematian tersebut terjadi
pada umur 28 hari setelah melahirkan. WHO melaporkan bahwa dari jumlah
kematian tersebut, masalah gizi buruk berkontribusi sekitar 54%. Distribusi atau
penyebaran kasus gizi buruk yang dilaporkan oleh WHO adalah 70% berada di
Asia, 26% di afrika dan 4% berada di Amerika Latin.
Sementara data secara nasional belum ada kepastian jelas, fenomena gizi
buruk ditanah air menyerupai fenomena gunung es. Dengan demikian jumlah
kasus gizi buruk yang dilaporkan adalah yang dapat dilihat atau dipantau. Namun
demikian, Depkes melaporkan bahwa kasus gizi buruk di Indonesia untuk tahun
2005 sekitar 71.000 dan 232 diantaranya meninggal dunia.
2
E. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal gizi buruk
2. Tujuan Khusus
1) Untuk menggali informasi tentang penyebab dari gizi buruk
2) Untuk menggali informasi tentang penyakit apa saja yang ditimbulkan
oleh gizi buruk
3) Untuk menggali informasi dampak dari masalah gizi buruk.
F. Metode Kepustakaan
Metode dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode
kepustakaan.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Faktor diet
Menurut konsep klasik, yang mengandung cukup energi tetapi kurang
protein akan menyebabkan anak menjadi kwashiorkor. Sedangkan diet yang
kurang energi walaupun zat-zat esensialnya seimbang akam menyebabkan
anak menderita marasmus.
b. Faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan makanan tertentu yang sudah turuntemurun dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk. Ada kalanya pentangan
tersebut didasarkan pada keagamaan tetapi ada pula yang merupakan tradisi
yang turun-temurun.
c. Faktor kepadatan penduduk
Dalam Word Food Conference di Roma pada tahun 1974 (Pudjiadi
2003) telah dikemukakan bahwa meningkatnya penduduk secara cepat tanpa
dibarengi dengan bertambahnya bahan makanan setempat yang memadai
merupakan sebab utama krisis pangan. MC Laren 1982 (Pudjiadi 2003)
memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang banyak jika
suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan kadar hygieneyang buruk,
misalnya di kota-kota dengan kemungkinan pertumbuhan penduduk yang
sangat cepat, sedangkan kwasiorkor akan terdapat dalam jumlah yang sangat
banyak di desa-desa dengan penduduk yang mempunyai kebiasaan untuk
memberikan makanan tambahan berupa tepung, terutama pada anak-anak
yang tidak dapat atau tidak cukup mendapat asi.
5
d. Faktor infeksi
Telah lama diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi gizi.
Malnutrisi walaupun masih ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi.
e. Faktor kemiskinan
Gizi buruk merupakan masalah-masalah negara miskin dan merupakan
problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat negara tersebut. Dalam
penelitian WHO tentang malnutrition menunjukkan bahwa kemiskinan
memiliki peranan yang cukup besar. Hal ini lebih banyak terjadi pada negaranegara berkembang dan terbelakang. Tidak jarang terjadi bahwa petani miskin
harus menjual tanah miliknya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
akibat terdapatnya otak dengan jumlah sel yang kurang walaupun besarnya otak
itu normal.
Jika gizi buruk terjadi setelah masa divisi sel otak terlewati, hambatan
sistesis protein akan menghasilkan otak dengan jumlah sel yang normal tapi
dengan ukuran yang lebih kecil. Perubahan terakhir ini dapat hilang kembali
dengan perbaikan diet.
Salah satu masalah kesehatan yang tak kunjung habis dalam beberapa
tahun terakhir ini adalah masalah gizi. Gizi buruk merupakan salah satu masalah
kesehatan tahunan dimana hampir setiap tahun terjadi kasus gizi buruk.
Sementara di Cilacap dilaporkan bahwa kasus gizi buruk tahun 2005 meningkat
50% dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2004 terdapat 400 kasus dan pada
tahun 2005 meningkat 602 kasus. Di Jawa Timur tercatat sekitar 6.000 orang
menderita marasmus kwasiorkor atau rata-rata 1.800 1.900 perbulan pada
tahun 2005.
Gambaran gizi buruk tersebut di atas menjadi salah satu indikator bahwa
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan gizi buruk yang dilakukan selama
ini masih lemah.
Masalah gizi buruk pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu
untuk memecahkan masalah gizi buruk diperlukan komitmen politik. Seberapa
jauh para pengambil kebijakan mengalokasikan anggaran untuk pencegahan dan
penanggulangan gizi buruk sangat bergantung pada cara pandang dan kepedulian
mereka terhadap masalah gizi buruk dalam konteks pembangunan nasional.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fenomena gizi buruk yang menimpa bangsa kita menjadi indikasi bahwa
proses pembinaan kesehatan bangsa selama ini belum berhasil. Meskipun upaya
pembinaan kesehatan bangsa, bukan merupakan upaya yang sesekali jadi namun
harus tetap diupayakan kerjasama antara Departemen Kesehatan (sebagai leading
sektor) dengan stake holder perlu terus digalakkan dan ditingkatkan.
Dalam Piagam/Perjanjian Ottawa mengenai promosi kesehatan, salah satu
poin menjelaskan bahwa masyarakat yang menjadi sasaran primer dari setiap
program kesehatan perlu didukung dengan cara memperkuat kegiatankegiatannya. Disadari sepenuhnya bahwa permasalahan gizi buruk adalah
kompleks sifatnya, dengan demikian perlu adanya kerjasama dalam mencegah
dan menaggulangi gizi buruk.
Tanpa kemitraan yang baik upaya pencegahan dan penanggulangan gizi
buruk melalui upaya promotif dan preventif yang menjadi fokus paradigma sehat
2010. Sebab kemitraan yang berbasis pada upaya promotif dan preventif yang
menjadi fokus paradigma sehat 2010. Sebab kemitraan yang berbasis pada upaya
promotif dan preventif dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat
untuk lebih meningkatkan pengetahuannya tentang cara-cara penanggulangan dan
pencegahan gizi buruk sehingga masyarakat dapat hidup secara produktif.
B. Saran-saran
Setelah membaca pembahasan diatas maka kita dapat mengetahui penyebab
serta dampak dari gizi buruk itu. Untuk mengantisipasi terjadi gizi buruk terutama
pada bayi dengan itu diharapkan bagi para ibu untuk memperbaiki pola makan
dengan menyiapkan pola makan 4 sehat 5 sempurna setiap sebagai upaya untuk
mencegah terjadi gizi buruk.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Sekretariat Jenderal Depkes RI. 2002. Kemitraan Menuju Indonesia Sehat 2010,
Jakarta
2. Notoatmodjo, Soekidjo 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT Rineka
Cipta, Jakarta
3. Sampoerno. Does 1998. Paradigma Sehat dan Promosi Kesehatan di Saat Krisis.
Jakarta
11
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar .....................................................................................................
ii
Abstrak ..................................................................................................................
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................
PEMBAHASAN ...............................................................................
PENUTUP .........................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................
B. Saran-Saran .................................................................................
10
11
BAB II
BAB III
12
ii
ABSTRAKSI
NURINDAH SARI NURDIN. Lahir pada tanggal 6 April 1989. Anak ke-3
dari 3 bersaudara. Anak dari pasangan Drs. H. Nurdin dan Hj. Hasnah, S.Pd. sejak
kecil tinggal di daerah Pinrang. Tamat SD pada tahun 2001. SMP 2004 dan SMA
2007 dan sekarang sedang kuliah di salah satu lembaga kesehatan STIKES BINA
BANGSA MAJENE. Penulis baru pertama kali menyusun karya tulis ilmiah sebagai
syarat untuk masuk ke jenjang berikutnya. Sejak kecil bercita-cita ingin menjadi
perawat dan harapannya itu sedikit demi sedikit diwujudkan dengan sekolah di
STIKES BINA BANGSA MAJENE karena tujuan utamanya hanya ingin membantu
sesama manusia, dan menjadi perawat pemula.
iii
13