Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.dalam mendefinisikan
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) ada tiga aspek yang perlu di pertimbangkan yaituaspek biologi,aspek ekonomi,dan
aspek social.Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik sehingga
semakin rentannya terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kematian.hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,jaringan serta system organ.secara ekonomi
penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban daripada sebagai sumber daya. banyak
orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat bahkan
ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua sering kali di persepsikan secara
negative sebagai beban keluarga dan masyarakat. Dari aspek social,penduduk lanjut usia
merupakan satu kelompok social sendiri.di Negara barat penduduk lanjut usia menempati strata
social di bawah kaum muda.hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi,pengaruhterhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan social yang semakin
menurun.Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas social yang tinggi yang
harus di hormati oleh warga kaum muda.
Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoum (1995) masa tua adalah suatu
masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.Tetapi bagi orang lain periode ini
adalah permulaan kemunduran.usia tua dipandang sebagai masa kemunduran,masa kelemahan
manusiawi dan social.Pandangan ini tidak memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia
bukanlah kelompok orang yang homogeny.usia tua dialami dengan cara yang berbeda-beda.ada
orang lanjut usia yang mampu melihat arti penting usia tua dalam konteks eksistensi
manusia,yaitu sebagai masa hidup yang memberi mereka kesempatan-kesempatan untuk
tumbuh,berkembang serta berbakti.Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua dengan sikapsikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasif dan pemberontakan,penolokan dan

keputusasaan.Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dengan demikian semakin
cepat kemerosotan jasmani dan mental mereka sendiri.
Proses penuaan adalah sesuatu yang kompleks yang dapat dijelaskan secara kronologis,fisiologis
dan fungsional.
Usia kronologis merujuk pada jumlah tahun seseorang telah hidup. Mudah untuk
diidentifikasikan dan diukur,ini adalah metode objektif yang paling umum digunakan.Di
Amerika serikat,usia tua kadang kala di klasifikasikan dalam tiga kelompok katagoru kronologis:
1)

Tua Awal (usia 65 sampai usia 74 tahun)

2)

Tua Pertengahan (usia 75 sampai usia 84 tahun)

3)

Tua Akhir (usia 85 tahun keatas)

Selain itu,usia kronologis menjadi criteria dalam masyarakat untuk mengatagorikan aktivitasaktivitas

tertentu,seperti

mengemudi,bekerja

sebagai

karyawan,

dan

pengumpulan

pension.dengan berlakunya Socialsecurity Act dan didrikannya medicare,usia 65 tahun menjadi


usia minimum keabsahan untuk pension.Dengan demikian usia 65 tahun adalah usia yang diakui
untuk menjadi warga negara senior di Amerika serikat.Akan tetapi,banyak orang yang menetang
ketentuan ini.
Usia Fisiologis merujuk pada penetapan usia dengan fungsi tubuh.Meskipun perubahan terkait
usia dialami setiap orang,mustahil untuk mengetahui dengan tepat saat perubahan ini
terjadi.itulah sebabnya mengapa usia fisiologis tidak digunakan dalam menetapkan usia
seseorang.
Usia Fungsional merujuk pada kemapuan seseorang berkontribusi pada masyarakat dan
bermanfaat untuk orang lain serta dirinya sendiri.Berdasarkan fakta bahwa tidak semua individu
pada usia yang berdasarkan kurun waktu memiliki fungsi pada tingkat yang sama.banyak orang
secara kurun waktu lebih tua tetapi bugar secara fisik,aktif secara mental, dan anggota
masyarakat yang produktif.ada orang yang muda secara kurun waktu,tetapi secara fisik dan
fungsional tua.
Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat membimbing kearah
strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi terhadap lansia. Perubahan structural yang
paling terlihat terjadi pada otak itu sendiri, walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga
terpengaruh. Perubahan ukuran otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus dan
2

ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh
kehilangan neuron.
Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah diketahui akan terjadi
selama proses penuaan. Perubahan dalam system neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun.
Penurunan dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap terjadinya
perubahan neurologis fungsional. Secara fungsional, mungkin terdapat suatu perlambatan reflek
tendon profunda. Terdapat kecenderungan kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau
gaya berjalan dengan langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai.
Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan secara keseluruhan.

1.2 Tujuan
Mengetahui gangguan-gangguan terhadap fungsi persyarafan pada lansia serta bagaimana
Asuhan Keperawatan yang baik terhadap Lansia dengan gangguan-gangguan yang berbeda.

1.3 Manfaat
a.

Khusus
Memahami dan mengetahui gangguan-gangguan terhadap fungsi persyarafan pada lansia
serta bagaimana Asuhan Keperawatan yang baik terhadap Lansia dengan gangguan-gangguan
yang berbeda.

b. Umum
Memberikan informasi maupun gambaran bagaimana Asuhan Keperawatan yang baik
terhadap Lansia dengan gangguan-gangguan yang berbeda.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS DAN PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia


Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang telah
mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1) Otak
a.

Normal
Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa sudah tidak dapat lagi membesar,
sehingga bila terjadi penambahan komponen rongga kepala sehingga dapat meningkatkan TIK.
Berat otak 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia
20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari
berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90
tahun.Otak mengandung 100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.

b.

Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada
beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron
hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi
fragmentasi dan kematian sel.
Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di
sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme
sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan
degenerasi granulovakuole.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun dan
menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan
gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sesori motorik
untuk menghasilkan ketepatan melambat.

2) Saraf Otonom
a.

Normal

(1) Saraf simpatis


Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta menurunkan aktifitas saluran
cerna.
(2) Saraf Parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b.

Lansia
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang dikatakan sebagai
penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin,
atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada neurotransmisi pada ganglion otonom
yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan
enzim utama kolin-asetilase.Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan
jumlah reseptor kolin.
Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai tanggapan
atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.

3) Sistem Saraf Perifer


a.

Normal

(1)Saraf Aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun tidak, dari kepala, pembuluh darah
dan ekstermitas. Saraf eferen menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat.
(2)Saraf Eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju ke luar dari susunan saraf pusat
ke berbagai sasaran (sel otot/kelenjar).
b.

Lansia

(1)Saraf Aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan penyampaian
informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.

(2)Saraf Eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan terjadinya
penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
4) Medulla Spinalis
a.

Normal
Fungsinya :

(1) Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu ventralis.
(2) Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
(3) Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.
(4) Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
b.

Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi pergerakan otot
dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara maksimal.

2.2

Penyakit yang berhubungan dengan gangguan system neurologis pada lansia


1. Stroke atau cedera cerebrovaskuler
Penyakit ini menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun
structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari
selulruh system pembuluh darah otak, yang menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang
terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh
lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
2. Demensia
Gangguan fungsi kognitif global,progresif,mengganggu fungsi social dan okupasional.

2.3

Gangguan kognitif : gangguan memori,berfikir,menilai,dan intelektual.

Perlu pemeriksaan neurologic lengkap dan neuropsikologik (missal MMSE)

Pemeriksaan Penunjang
1) Elektroensefalogram (EEG
Elektroensefalogram ini adalah rekaman catatan grafik dari gelombang aktivitas listrik otak.
2) Elektromiogram (EMG
Merupakan pemeriksaan untuk mengukur dan mencatat elektrik otot skeletal dan konduksi saraf.
6

3) CT scan
Computed Tomography Scanning dapat memberikan gambaran secara mendetail bagian-bagian
dari otak.Misalnya dapat menentukan bentuk, ukuran dan posisi, mendeteksi adanya perdarahan,
dan edema.
4) Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetik Resonance Imaging menggunakan medan magnet dan sinyal-sinyal frekuensi radio.
Perubahan-perubahan energi yang dihasilkan akan diukur dan digunakan komputer MRI untuk
menghasilkan gambar. Gambar akan tampak sebagai potongan-potongan dua dimensi.
5) Indeks Katz
Indeks Katz dalam aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan alat yang digunakan untuk
menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lanjut usia. Indeks Kartz meliputi keadekuatan
pelaksanaan dalam enam fungsi seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen, dan
makan (Kart, 1963).

2.4

Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier Gangguan Persyarafan Pada Lansia


a. Pencegahan Primer
Penggunaan model promosi, strategi dan intervensi kesehatan dapat diidentifikasi dari sudut
pandang fisik, fungsional, kognisi-komunikasi, persepsi-sensori, dan psikologis.
PENDIDIKAN
Cara yang paling penting untuk menurunkan morbiditas, mortilitas dan disabilitas yang
berhubungan dengan stroke adalah untuk mengurangi insidensi stroke yang pertama kali dan
terjadinya kembali stroke.Pendidikan merupakan suatu komponen pencegahan primer yang
sangat penting. Pencegahan primer ditujukan ke arah gaya hidup sehat, termasuk diet rendah
lemak, garam, dan gula. Latihan secara teratur, yang menjadi suatu komponen penting dari
jadwal lansia, dapat juga berperan terhadap pencegahan.
Walaupun seseorang tidak dapat mengubah riwayat keluarganya, mengajarkan pada
lansia bagaimana cara penatalaksanaannya hipertensi dan diabetes melitus merupakan suatu
tindakan pencegahan primer yang penting. Pemantauan tekanan darah secara teratur dan
memberikan pengobatan antihipertensi secara tepat adalah tindakan perawatan diri sendiri yang
sangat penting untuk mengurangi resiko stroke.

Gaya hidup sehat sebagai pencegahan primer termasuk program pendidikan kesehatan
untuk mengurangi merokok, yang berisiko tinggi terhadap terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Mendidik klien tentang obat antihipertensi termasuk memastikan jadwal waktu dan dosis
yang benar, menggunakan alat bantu memori untuk membantu orang tersebut mengikuti program
pengobatan, dan mengajarkan tentang tindakan pencegahan khusus untuk diikuti ketika sedang
menggunakan obat-obat antihipertensi dan diuretik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder berhubungan dengan pengkajian, diagnosis, penentuan tujuan, dan
intervensi ketika defisit neurologis terjadi.Tujuan secara keseluruhan adalah untuk mencegah
terjadinya kehilangan kesehatan tambahan dan untuk mengembalikan klien pada tingkat
kemampuan berfungsi mereka secara maksimum.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat, penentuan tujuan, dan
intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam gangguan neurologis adalah pengujian
sensasi , koordinasi, fungsi serebral, refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional
di masa lalu atau dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak, kanker,
refleks yang abnormal, kekakuan, dan paralisis adalah pemicu yang harus di evaluasi lebih
lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif ( dalam memori, proses berpikir dalam berbicara,
abstraksi, kelancaran), status mental dan faltor persepsi sensori, dan masalah psikologis
memandu perawat dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan kemampuan fungsional.
POSISI DAN LATIHAN FISIK
Memposisikan klien melibatkan dukungan pada ekstremitas yang paralisis untuk
mencegah masalah sekunder, seperti kontraktur, dekubitus, dan nyeri paralisis pada ekstremitas
menghalangi kembalinya aliran darah vena yang memadai, dengan demikian menyebabkan
akumulasi cairan dalam jaringan.Akumulasi ini menghalangi suplai nutrisi yang memadai untuk
sel-sel, sering mendorong ke arah terjadinya kerusakan jaringan.Kegiatan memposisikan klien
melibatkan pengubahan posisi klien untuk memfasilitasi kesejajaran tubuh yang baik.
Latihan fisik dilaksanakan hanya pada titik resistensi.Perawat secara terus menerus
mengevaluasi kemampuan klien untuk melaksanakan latihan fisik sendiri.Ketika klien telah
stabil dan toleransi terhadap aktivitas meningkat, latihan fisik harus disatukan kedalam AKS
seperti mandi, makan, memposisikan diri di tempat tidur, berpindah dan berdiri.
8

c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk menurunkan efek dari penyakit dan cedera.Tahap
perlindungan kesehatan ini dimulai pada periode awal penyembuhan.Pengawasan kesehatan
selama rehabilitasi untuk meningkatkan fungsi, mobilitas, dan penyesuaian psikososial adalah
hasil yang diharapkan dari pencegahan tersier.Hidup secara produktif dengan keterbatasan dan
defisit, dan meminimalkan residu kecacatan adalah hasil tambahan yang diharapkan.Pencegahan
tersier mempunyai banyak hal untuk ditambahkan pada kualitas hidup dan keseluruhan arti
kehidupan yang diyakini oleh klien.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lansia merupakan masa-masa yang rentan terhadap penyakit, oleh karena itu asuhan
keperawatannya pun berbeda-beda tergantung jenis penyakit dan tingkat ketergantungannya
terhadap pelayanan.
Pengkajian adalah komponen kunci dari diagnosis yang akurat, penentuan tujuan, dan
intervensi. Salah satu komponen pengkajian fisik dalam gangguan neurologis adalah pengujian
sensasi , koordinasi, fungsi serebral, refleks, dan saraf saraf cranial. Masalah fisik dan fungsional
di masa lalu atau dimasa sekarang seperti defek fungsi motorik , kejang, cedera otak, kanker,
refleks yang abnormal, kekakuan, masalah pencernaan dan paralisis adalah pemicu yang harus
di evaluasi lebih lanjut. Selain itu defisit kognitif komunikatif ( dalam memori, proses berpikir
dalam berbicara, abstraksi, kelancaran), status mental dan faktor persepsi sensori, dan masalah
psikologis memandu perawat dalam mengembangkan strategi untuk meningkatkan kemampuan
fungsional.

10

DAFTAR PUSTAKA

Soeparman, Waspadji Sarwono, Buku Ilmu Penyakit Dalam edisi 3, Balai penerbit FKUI Jakarta,
2001 :127
Doengos,
Carpenito
Boneng,

2000,
Lynda

Juall,

2011. Askep

Rencana
Buku
gerontik

Asuhan
Saku

Diagnosa

Keperawatan,
Keperawatan,

pada lansia dengan

gangguan

EGC,
EGC,

2001

sistem persyarafan.

http://blogboneng.blogspot.com/2011/12/askep-gerontik-dengan-gangguan.html

11

Jakarta,

Jakarta.

MAKALAH
PENUAAN PADA PROSES NEUROBEHAVIOR

Nama kelompok:
1. ARDI SUSTYO
2. ELVITIANA
3. NURINA FADHILAH
4. OKTALIA SHANDI N
5. SUMARNI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


(STIKES) PEMKAB JOMBANG
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
12
i

KATA PENGANTAR
Alhamdullillahhirobil alamin, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan hidayahNya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kita
panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya,
beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Sistem Komunitas tepat waktu. Kami menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami
khususnya dan kepada para pembaca umumnya.

Jombang ,12 Oktober 2014

Penyusun

13
ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................................

Kata Pengantar .................................................................................................................... ii


Daftar isi.............................................................................................................................. iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................................

1.2. Tujuan ...............................................................................................................

1.3. Rumusan Masalah .............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1

Anatomi Fisiolgi Sistem Saraf Pada Lansia.....................................................

2.2 Penyakit yg berhubungan dgn gangguan system neurologis pada lansia.. 6


2.3 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................

2.4

Pencegahan .......................................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1

Kesimpulan ..................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 11

iii
14

Anda mungkin juga menyukai