dua orang anak manusia pun terucap di tengahtengah kejenuhan perkuliahan yang sudah berlangsung hampir 2 jam penuh. Baru setahun belakangan mereka sering terlihat bersama dan perasaan itu pun tumbuh di hati Rhea. Tapi ia tetap diam dan terus mengagumi Liam dari balik punggung lelaki itu. Tak ada yang tahu. Salah satu kesalahan terbesar Rhea adalah menerima cinta lelaki bodoh bernama Fariq. Rhea tidak mencintainya tapi entah mengapa waktu itu ia menganggukkan kepalanya untuk pernyataan cinta Fariq. Sejak itu juga ia dan Liam sudah jarang bersama dan Rhea menyesal. Namun penyesalan Rhea tak berarti apapun sekarang. Liam takkan mau kembali padanya meskipun ia memutuskan hubungannya dengan Fariq. Akhirnya Rhea menyerah dan berhenti memikirkan cara untuk mengembalikan hubungan baiknya dengan Liam. Sekarang Liam lebih banyak menghabiskan waktu dengan organisasi kampus. Ia juga jarang terlihat di kampus dan lebih banyak absen saat perkuliahan dimulai. Rhea tentu khawatir hanya saja ia tak bisa berbuat apapun. Setiap kali akan mengirimkan pesan pada Liam, jari-jarinya malah berhenti bekerja. Sekarang ada rasa asing di hatinya setiap kali ingin menghubungi lelaki yang pernah sangat dekat dengannya itu. Akhirnya Rhea menekan tombol merah pada ponselnya dan memasukkan benda mungil itu ke dalam tas. Fariq sudah menunggunya di dalam mobil kemudian Rhea berlari menyebrangi hujan menuju mobil Fariq.
Mading kampus hari ini sedang
menerbitkan jadwal praktek bina desa yang sebentar lagi akan diadakan untuk para mahasiswa tingkat akhir. Rhea sedang melipat payung birunya saat Liam juga berada disana sedang membaca mading lekat. Ia tidak menyadari kehadiran Rhea dan sebaliknya. Tangan gadis itu masih sibuk mengelap ujung sepatunya yang basah karena genangan air hujan sementara matanya terus menatap Liam tanpa kedip berharap lelaki itu menatapnya. Tentu saja harapan itu palsu. Liam pergi setelah puas berdiri cukup lama disana tanpa sudi menunjukkan wajahnya pada Rhea. Rhea mendesah sedih. Ia teringat pada janji yang ia dan Liam buat setahun lalu mengenai praktek bina desa. Ia sudah berjanji akan menjadi rekan satu kelompok Liam. Namun mengingat keadaan renggang di antara mereka membuat Rhea merasa serba salah. Ia pun memberanikan diri untuk menemui Liam di belakang kampus saat sore hari. Respon Liam hanya sekedar. Rhea benar-benar malu karenanya. Tapi ia tetap akan memenuhi janjinya. Rhea akan menjalani praktek bersama Liam meskipun sikap Liam begini padanya. Aku sedang tidak butuh bantuanmu sikap Liam benar-benar dingin pada Rhea. Sudah memasuki hari ke 13 praktek mereka di Desa Marwoto dan Rhea masih menunjukkan perhatiannya pada Liam yang jelas-jelas menampakkan sikap bencinya pada Rhea. Ayo kita pergi ke air terjun di pinggir hutan ide cemerlang datang dari Liam di hari Minggu pagi yang cerah. Rhea sumringah mendengar ide Liam. Sejak mereka tiba di desa ini, Rhea, Liam dan 3 teman mereka belum pernah berkunjung kemanapun. Kau di rumah saja sambung Liam.
Matanya menatap Rhea. Rhea meneguk ludahnya
lalu mengangguk kaku. Akhirnya Liam dan 3 teman sekelompok lainnya berangkat meninggalkan Rhea di rumah. Rhea mendesah. Ia masih mampu bertahan dengan rasa benci Liam pada dirinya karena rasa cintanya untuk Liam. Rhea keluar dari kamarnya dan mendapati Liam sedang tertidur di sofa ruang tengah rumah sewa sepetak ini. Untuk sesaat Rhea diam menikmati menatap wajah lelaki tercintanya itu. Lisa, Marco dan Velila masih tidur siang di kamar mereka jadi tak ada yang akan mengganggu kegiatan Rhea. Bibirnya memajang senyum merekah. Rasa bahagia membuncah seluruh sisi paru-parunya sekarang. Liam memang tampan bahkan saat ia tidur. Belum pernah ia merasakan perasaan ini sebelumnya. Rhea bukan gadis yang tertutup. Ia sudah berkali-kali jatuh hati pada lelaki dan tidak pernah menyembunyikan perasaannya. Jika ia suka tanpa sungkan ia akan mengutarakannya. Begitulah Rhea. Tanpa perlu repot memikirkan resiko penolakan ia akan berkata suka pada lelaki yang telah merebut hatinya. Tapi pada Liam berbeda. Sudah satu tahun perasaan itu tinggal di hatinya dan ia mampu menahannya dalam diam. Cinta yang ia simpan untuk Liam membuat hatinya tenang. Tak ada rasa terburu-buru disana. Justru ia merasakan nikmat dengan terus berakting bersikap biasa saja padahal hatinya sangat ingin memeluk lelaki itu. Malam harinya mereka semua berkumpul di teras rumah untuk bermain kartu. Keisengan untuk menghabiskan malam minggu di tengah desa pedalaman. Rhea urung ikut. Ia duduk di pinggir sambil menikmati permainan teman-temannya. Sudah empat ronde berakhir dan bedak sudah hampir meliputi seluruh wajah Liam. Ia memang
tidak terlalu baik dalam hal bermain kartu. Rhea
ikut tertawa menatap Liam yang berusaha menutupi wajahnya saat Velila akan mengabadikan wajah Liam melalui tabletnya. Lalu Lisa menarik tangan Liam dan mereka malah berfoto bersama. Sangat dekat, membuat sesuatu tak mengenakkan terjadi di ulu hati Rhea sekarang. Rhea tak bisa menghindar meskipun ia ingin. Tak ada alasan Rhea untuk cemburu. Liam dan Lisa memang dekat tapi tak ada hubungan apapun diantara mereka. Dan kedekatan dua manusia itu mendatangkan rasa khawatir di hatinya sekarang. Velila sedang menunjukkan foto-foto mereka saat di air terjun dan lagi-lagi ada foto mereka disana. Lisa dan Liam. Rhea menghela napas. Hatinya ingin berteriak tapi bibirnya harus memaksakan senyum saat Velila bertukas, Mereka serasi ya ?. Masih ada 1 minggu lagi untuk mereka tinggal di tempat ini tapi Rhea sudah merasa tidak betah. Ia ingin kembali ke rumah. Hanya suasana rumah yang mampu menghilangkan rasa cemburunya terhadap Liam. Hari ini mereka semua berpamitan. Praktek pengabdian desa selesai dan mereka sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan. Saatnya bagi Rhea untuk berpisah sementara dengan Liam. Untuk 1 bulan ke depan ia tidak akan melihat wajah tampan pangeran hatinya dan Rhea merasa tidak masalah. Memang sebaiknya mereka berjauhan agar Rhea tidak perlu melihat Liam dekat dengan gadis-gadis. Sebelum Liam pergi, Rhea ingin menyampaikan sesuatu pada lelaki itu tapi hatinya ragu. Sesuatu mengenai perubahan rambut Liam yang awalnya panjang terurai sekarang harus dipotong cepak karena kebutuhan praktek pengabdian desa. Mereka sedang berjalan beriringan menuju loket
penukaran tiket di terminal bus. Hati Rhea
sekarang bimbang. Ia ingin bicara panjang lebar dengan Liam tapi ia tak yakin Liam akan mendengarkan. Liam membencinya, ia tahu itu. Rhea menghela napas. Akhirnya ia memilih satu kalimat yang paling penting dari sekian banyak paragraf yang ingin ia utarakan pada Liam. Kau tetap tampan dengan rambut pendek. Tidak perlu merasa malu kata Rhea dengan senyum. Ia tak yakin Liam mendengarkan tapi hatinya merasa lega. Setidaknya sudah terucap, pikir Rhea. Liam berjalan terus menuju antrian sedangkan Rhea berdiri tak jauh dari sana sambil memasukkan jari-jarinya ke dalam saku jaket. Mereka berpisah. Rhea naik bus ke kotanya bersama dengan Marco, Lisa dan Velila sementara Liam naik dengan bus berbeda menuju kampung halamannya. Bus sudah berangkat dan tak lupa Rhea mengirimkan pesan pada Liam untuk berhati-hati saat di perjalanan karena ia tahu benar bahwa Liam adalah seseorang yang cukup teledor. Dan tak ada balasan. Rhea hanya tersenyum kecil. Dalam hati ia terus berdoa untuk menghilangkan rasa cemas yang dideranya selama perjalanan pulang. Ia benar-benar mengkhawatirkan lelaki itu. Ini bukan kisah romantis yang berakhir bahagia seperti roman-roman zaman dahulu. Ini adalah kenyataan. Dan hingga hari ini Rhea masih berpacaran dengan Fariq tapi cintanya hanya untuk Liam, satu-satunya lelaki yang namanya senantiasa selalu ada di dalam doa Rhea. Terkadang cinta yang sempurna bukan datang dari hubungan yang sempurna. Cinta Rhea sempurna untuk Liam meskipun Liam matimatian membenci Rhea. Perasaan itu terus ada di hati Rhea dari jauh. Rhea tak berharap apapun dan