Anda di halaman 1dari 8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perdarahan Intraserebral


Perdarahan intrasereblar merupakan salah satu bagian dari stroke hemoragik.
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global (menyeluruh) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.5
Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar
otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.6
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak intrasereblar, sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
kemudian masuk ke dalam jaringan otak, bukan disebabkan oleh trauma.6
2.2. Epidemiologi Perdarahan Intraserebral
Dua pertiga kasus stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat
barat, 80% stroke yang diderita adalah jenis iskemik, dan 20% adalah stroke
hemoragik. Sedangkan insidensi di negara berkembang, seperti Indonesia,
menunjukkan angka 234/100.000 penduduk. Di Indonesia diketahui 85% penderita
stroke menderita jenis stroke non hemoragik dan 10-15% stroke hemoragik.7
Perdarahan intraserebral (PIS) meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan
peredaran darah otak (GPDO), terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak
serta serebelum (20%). Sebuah penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa stroke
hemoragik merupakan 8-13% dari semua stroke di Amerika Serikat, 20-30% stroke
di Jepang dan China. Sedangkan data di Asia Tenggara menunjukkan stroke
perdarahan 26%, terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebellar 1%, brainstem
2%, dan perdarahan sub arakhnoid 4%.8

2.3. Etiologi Perdarahan Intraserebral


Etilogi terbanyak adalah hipertensi yang berlangsung lama atau kronis (6090%), deformitas pembuluh darah bawaan, tumor otak yang kaya pembuluh darah,
dan kelainan hemostasis darah. Faktor resiko untuk perdrahan intrasereblar adalah
hipertensi, kelainan jantung, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus. obesitas,
polisitemia vera, merokok, usia lanjut dan herediter.9
Perdarahan intraserebral ini juga dapat dicetuskan oleh stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak, yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah otak intraserebral.9
2.4. Patogenesis Perdarahan Intraserebral
Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga
menyebabkan iskemia (penurunan aliran) dan hipoksi di bagian distal. Penyebab
stroke hemoragik adalah hipertensi, pecahnya aneurisma, atau malformasi
arteriovenosa (hubungan yang abnormal). Hemoragi dalam otak secara signifikan
meningkatkan tekanan intrakranial, yang memperburuk cedera otak yang
dihasilkannya.10
2.5. Manifestasi Klinis Perdarahan Intraserebral
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis. Gejala yang paling sering adalah ketidakmampuan berdiri atau berjalan
(ataksia) Tingkat kesadaran bervariasi mulai dari normal, penurunan kesadaran yang
berat sampai koma. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK).6
2.6. Diagnosis Perdarahan Intraserebral
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis, dapat ditentukan berdasarkan:
a. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka
sesuai dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya secara mendadak.
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke
4

hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan


anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini. 11
Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis11
Gejala

Stroke Hemoragik

Stroke Non Hemoragik

Mendadak

Mendadak

Sedang Aktif

Istirahat (terutama

Onset atau awitan


Saat Onset

stroke akibat trombus)


-

+++

Kejang

Muntah

+++

Peringatan
Nyeri Kepala

Penurunan Kesadaran

b. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan
antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-tandanya11
Tanda

c.

Stroke Hemoragik

Stroke Infark

Bradikardi

++ (dari awal)

(hari ke-4)

Udem Papil

Sering +

Kaku Kuduk

Tanda Kernig, Brudzinski

++

Algoritma dan penilaian dengan skor stroke


Untuk membedakan stroke iskemik dan hemoragik juga dapat menggunakan
algoritma dan penilaian yang diambil berdasarkan manifestasi klinis dan
pemeriksaan fisik pada pasien. Algoritma dan penilaian dengan skor untuk
membedakan stroke yang sering dipakai di Indonesia antara lain:11

Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada11


Penderita stroke akut
dengan atau tanpa

Penurunan kesadaran, nyeri


kepala, dan reflek babinski
Ketiganya atau 2 dari
ketiganya ada (+)

ya

stroke perdarahan
intraserebral

ya

stroke perdarahan
intraserebral

ya

stroke perdarahan
intraserebral

ya

stroke iskemik akut atau


stroke infark

ya

stroke iskemik akut atau


stroke infark

tidak

penurunan kesadaran (+) nyeri


kepala (-) dan reflek babinski (-)

tidak
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (+) dan reflek babinski (-)

tidak
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (-) dan reflek babinski (+)

tidak
penurunan kesadaran (-) nyeri
kepala (-) dan reflek babinski (-)

Gambar 1. Algoritma Gajah Mada 11

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score (SSS)


Tabel 3. Siriraj stroke score (SSS) 11

Catatan :

1. SSS > 1

= Stroke hemoragik

2. SSS < -1

= Stroke non hemoragik

d. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu


Tabel 4. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu. 11
Pemeriksaan
a. Funduskopi

Stroke Hemoragik

Stroke Non Hemoragik

Perdarahan retina dan

Crossing Phenomenon

korpus vitreum

Silver wire arteries

b. Pungsi Lumbal
-

Tekanan

Meningkat

Normal

Warna

Merah

Jernih

c. Arteriografi

Ada Shift

Oklusi

d. CT-Scan

Pemeriksaan Radiologi

e. MRI

Pemeriksaan Radiologi

e. Pemeriksaan Radiologi
Penggambaran perdarahan pada CT ditentukan oleh derajat atenuasi pancaran
sinar X, yang mana proporsional untuk densitas protein hemoglobin (relative
konsentrasi plasma) dalam hematom.

Gambar 18.

Penggambaran CT pada pendarahan. Serial CT scans pada hematoma

thalamus dekstra. (A) Akut ICH (Iintra Cerebral Hemorrhage) di thalamus kanan
ditunjukkan oleh adanya daerah hiperdens di daerah thalamus kanan dengan atenuasi
rata-rata 65 HU (B) CT yang diambil 8 hari setelah (A); disekeliling hematom menjadi
isodens dengan otak sedangkan pusat hematom memiliki atenuasi rata-rata 45 HU. (C)
CT yang diambil 13 hari setelah (A) menunjukkan evolusi hematoma dengan penurunan
atenuasi. (D) CT yang diambil 5 bulan kemudian setelah (A) menunjukkan arena kecil
ensephalomalasia di lokasi hematom sebelumnya. 12

Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal akut:

Gambar 21. MRI menunjukkan hematoma akut pada region frontal kiri. Axial T1-WI dan T2-WI
menunjukkan hipointensitas akibat hematoma. Sebuah lingkaran kecil dari edema vasogenik
melingkupi hematoma terlihat pada T2-WI. 13

Gambaran MRI pada hemoragik intraparenkimal subakut kronis.

Gambar 24. MRI menunjukkan hematoma kronik sebagai space-occupying lesion di fossa
posterior kiri. hematoma menunjukkan komponen subakut medial yang luas dan komponen
kronik lateral yang kecil. kronik komponen (panah) hipointens pada T1WI dan T2WI .
Hipointensitas ini diperjelas akibat efek darah mekar pada GRE. 13

2.7. Tatalaksana Perdarahan Intraserebral


Terapi Umum
a. Breathing

: menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit


ekstensi untuk mencegah lidah jatuh ke belakang, pemberian
oksigen 2-3 L/menit.

b. Blood

: kontrol tekanan darah dan nadi

c. Brain

: mengurangi edema, memenuhi intake cairan dengan


pemberian cairan isotonis seperti RL 12 jam/kolf, atasi
gelisah dan kejang.
8

d. Bladder

: pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output urine

e. Bowel

: memenuhi asupan makanan, kalori dan elektrolit

f. Burn

: demam diatasi.

Terapi Khusus
a. Anti udema: manitol bolus 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit, kemudian
dilanjutkan dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48
jam. Target osmolaritas 300-320 mosm/L atau dengan gliserol 10% 10 ml/kg
dalam 3-4 jam atau dengan furosemide 1 mg/kgBB IV. Pemberian steroid
tidak diberikan secara rutin, bila ada indikasi harus diikuti oleh pengamatn
yang ketat.
b. Obat homeostasis: Transamic acid 6 gram/hari IV (2 minggu), berperan
sebagai antiinflamasi dan mencegah perdarahan ulang.
c. Anti hipertensi: bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan
diastolik > 140 mmHg berikan : Nikardipin 5-15 mg/jam infus kontinyu atau
Diltiazem 5-40 mg/kg/menit infus kontinyu. Bila tekanan sistolik 180-230
mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah arterial
rata-rata 130 mmHg berikan : Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit,
ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimmum 300 mg atau
berikan dosis awal bolus diikuti oleh Labetalol drip 2-8 mg/menit atau
Nikardipin 5-15 mg/jam infus kontinyu atau Diltiazem 5-40 mg/kg/menit
infus kontinyu

atau Nimodipin. Bila tekanan sistolik <180 mmHg atau

tekanan diastolic < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti hipertensi.
d. Bila terdapat kejang diatasi segera dengan Diazepam IV perlahan atau dengan
antikonvulsan lain.
e. Neurotropik agent: Piracetam 3x400 mg.
f. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia dan skala Glasgow > 4,
dan hanya dilakukan pada penderita dengan : peradarahan serebelum dengan
diameter lebih dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum dapat dilakukan VP shunting,
perdarahan lobus diatas 60 cc dengan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut disertai dengan ancaman herniasi.
9

g. Rehabilitasi: penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan


dimobilisasi sesegera mungkin bila klinis neurologis dan hemodinamik stabil.
Perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap 2 jam untuk mencegah
dekubitus.
2.8. Komplikasi dan Prognosis Perdarahan Intraserebral
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari glasgow coma scale yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertambahan volume hematoma,
prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan
resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral, yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral, juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

10

Anda mungkin juga menyukai