Anda di halaman 1dari 7

MIASTENIA GRAVIS

Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah
gangguang yang memengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah
kesadaran seseorang (volunter). Miastenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satusatunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter
dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10-20 kali lebih lama dari normal). (Price dan
Wilson, 1995).
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot-otot volunter yang dipengaruhi oleh fungsi saraf kranial. Serangan dapat terjadi
pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40
tahun.
2.2 Etiologi
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada
neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor
neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika
rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan Ach dibebaskan yang dapat
memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran
postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya
kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
1.
Autoimun : direct mediated antibody
2.
Virus
3.
Pembedahan
4.
Stres
5.
Alkohol
6.
Tumor mediastinum
7.
Obat-obatan :
Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin:
B-blocker (propranolol)
Lithium
Magnesium
Procainamide
Verapamil
Chloroquine
Prednisone
2.3 Anatomi Fisiologi
Sebelum memahami tentang miastenia gravis, pengetahuan tentang anatomi dan fungsi
normal darineuromuscular junction sangatlah penting. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang
beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf
membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular
(Howard, 2008; Newton, 2008). Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya
yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat

saraf. Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah
sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction
Celah sinaps merupakan jarak antara membran presinaptik dan membran post sinaptik.
Lebarnya berkisar antara 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan
lapisan tipis dengan serat retikular seperti busa yang dapat dilalui oleh cairan ekstraselular secara
difusi (Newton, 2008). Terminal presinaptik mengandung vesikel yang didalamnya berisi asetilkolin
(ACh). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma bagian terminal namun dengan cepat diabsorpsi ke
dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil, yang dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal
suatu lempeng akhir motorik (motor end plate) (Howard, 2008; Newton, 2008).
Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin
dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Bila potensial aksi menyebar ke seluruh
terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam terminal. Ion-ion kalsium ini
kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan
bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps. Asetilkolin yang
dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada
membran post sinaptik
2.4 Patofisisologi
Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medulla spinalis dan batang otak
mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk sarafsaraf spinal dan cranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu
merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot
yang dipersarafi dinamakan unit mototrik. Meskipun setiap neuron mototrik mempersarafi banyak
serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik. Daerah khusus yang
merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau
hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan
otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang
mempunyai lebar sekitar 200. Unsur presinaps terdiri dari akson terminal dengan vesikel sinaps
yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam
akson terminal (bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran presinaps. Unsur
postsinaps terdiri dari membrane postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut otot. Membran
postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur atau palung
sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan
(celah-celah subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps
memiliki reseptor-reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang
selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada membrane postsinaps juga terdapat suatu
enzim yang dapat menghancurkan asetil kolin yaitu asetil kolinesterase. Celah sinaps adalah ruang
yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin,
dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membrane akson terminal
presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetil kolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetil
kolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetil kolin pada membran
postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun
kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium danp engeluaran ion kalium secara tiba-tiba

menyababkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP
ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan
dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang
mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi,
asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal jumlah asetilkolin
yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada Miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan
cedera autoimun. Pada klien dengan Miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak
normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak digunakan. Secara mikroskopis
beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot
rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.

2.5 Manifestasi Klinis


1) Kelemahan otot mata dan waja(hampir selalu ditemukan)
Ptosis
Diplobia
Otot mimik
2) Kelemahan otot bulbar
Otot-otot lidah
Suara nasal, regurgitasi nasal
Kesulitan dalam mengunyah
Kelemahan rahang yang berat dapat menyebabkan rahang terbuka
Kesulitan menelan dan aspirasi dapat terjadi dengan cairan batuk dan tercekik saat
minum
Otot-otot leher
Otot-otot fleksor leher lebih terpengaruh daripada otot-otot ekstensor
3) Kelemahan otot anggota gerak
4) Kelemahan otot pernafasan
Kelemahan otot interkostal dan diaphragma menyebabkan retensi CO 2 hipoventilasi
menyebabkan kedaruratan neuromuscular
Kelemahan otot faring dapat menyebabkan gagal saluran nafas atas
KLASIFIKASI

KLINIS

KELOMPOK I
Hanya menyerang otot otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat
MIASTENIA OKULAR
ringan, tak ada kasus kematian
KELOMPOK
MIASTENIA UMUM
MIASTENIA UMUM
RINGAN

MIASTENIA UMUM

awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke


otot otot rangka dan bulbar
Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik
Angka kematian rendah
Awitan bertahap dan sering disertai gejala gejala okular, lalu

SEDANG

berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot otot rangka


dan bulbar
Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan
dengan miastenia gravis umum ringan. Otot otot pernapasan tidak
terkena
Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan dan aktifitas klien
terbatas, tetapi angka kematian rendah

MIASTENIA UMUM
BERAT

1.
Fulminan akut:
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot otot rangka dan bulbar dan
mulai terserangnya otot otot pernapasan.
Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan
Respons terhadap obat buruk
Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya
tinggi
Tingkat kematian tinggi
2. Lanjut :
Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua tahun setelah awitan
gejala gejala kelompok I atau II
Miastenia gravis dapat berkembang secara perlahan atau tiba tiba
Respons terhadap obat dan prognosis buruk

KRISIS MIASTENIA

Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi gagal nafas


mengancam jiwa
Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan
atas yg berkembang menjadi bronkhitis atau pnemoni,pekerjaan fisik yg
berlebihan, melahirkan,

2.6 Pemeriksaan diagnostic


1) Laboratorium
Anti-acetylcholine receptor antibody
85% pada miastenia umum
60% pada pasien dengan miastenia okuler
Anti-striated muscle
Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
Interleukin-2 receptor
Meningkat pada MG
Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2) Imaging
X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum
anterior
CT scan thoraks

3)

4)

5)
6)

7)

8)

Identifikasi timoma
MRI otak dan orbita
Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yang terletak diatas bidang kedua mata selama 30
dettk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia
Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan terjadi kelemahan pita suara apabila
suara hilang
Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengn mempertahankan posisi saat mengangkat kaki
dengan sudut 45 pada posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan
diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
Tes tensilon (edrophonium chloride)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg apabila perbaikan (-)
dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir
4-5 menit
Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
Tes kolinergik
Tes Prostigmin (neostigmin):
Injeksi prostigmin 1,5 mg im,
dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya seperti nausea, vomitus,
berkeringat. Perbaikan terjadi pada 10-15 menit, mencapai puncak dalam 30 menit, berakhir
dalam 2-3 jam
Pemeriksaan EMNG:
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10%
antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat
dapat sampai 80%
Pemeriksaan antibodi AChR
Antibodi AChR ditemukan pada 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar
ini tidak berkorelasi dengan beratnya penyakit

9) Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yang abnormal, terbanyak berupa hiperplasia,
sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dengan CT scan mediastinum, tetapi pada
timus hiperplasia hasil CT sering normal
10) Pengobatan
Mestinon
Antikolinesterase: menghambat destruksi Ach
Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4
jam. Dosis optimal bervariasi tigkat kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg
tiap 3 jam dapat menimbulkan Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi,
hipersalivasi, emesis, diare
Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam

Kortikosteroid: Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) dinaikkan pelan-pelan sampai


respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan
mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan), turunkan dosis sangat pelan-pelan sampai dosis
pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat
Imunosupresan
Obat: azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednisone
Obat lain: Cyclosporine, Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
Intravenous Imunoglobulin
Dosis: 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
Pada MG berat
Plasmapharesis
Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yang beredar dalam serum
penderita
2.7 Penatalaksanaan
Pada pasien dengan Miastenia gravis harus belajar dalam batasan yang ditetapkan oleh
penyakit yang mereka derita ini. Mereka memerlukan tidur selam 10 jam agar dapat bangun dalam
keadaan segar, dan perlu menyelingi kerja dengan istirahat. Selain itu mereka juga harus menghindari
factor-faktor pencetus dan harus minum obat tepat pada waktunya. Walaupun belum ada penelitian
tentang strategi pengobatan yang pasti, tetapi Miastenia gravis merupakan kelainan neurologik yang
paling dapat diobati. Antikolinesterase (asetilkolinesterase inhibitor) dan terapi imunomudulasi
merupakan penatalaksanaan utama pada miastenia gravis. Antikolinesterase biasanya digunakan pada
miastenia gravis yang ringan. Sedangkan pada pasien dengn miastenia gravis generalisata, perlu
dilakukan terapi imunomudulasi yang rutin. Terapi imunosupresif dan imunomodulasi yang
dikombinasikan dengan pemberian antibiotik dan penunjang ventilasi, mampu menghambat terjadinya
mortalitas dan menurunkan morbiditas pada penderita miastenia gravis. Pengobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat dan terbukti memiliki
onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih lama sehingga dapat mencegah terjadinya
kekambuhan.
1.
Periode istirahat yang sering selama siang hari menghemat kekuatan.
2.
Obat antikolinesterase diberikan untuk memperpanjang waktu paruh
asetilkolin di taut neuro moskular. Obat harus diberikan sesuai jadwal seetiap hari untuk
mencegah keletihan dan kolaps otot.
3.
Obat anti inflamasi digunakan untuk membatasi serangan autoimun.
4.
Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan,dan bantuan pernapasan
jika perlu.
5.
Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan
pernapasan,sampai gejala hilang. Terapi antikolinesisterase ditunda sampaikadar toksik obatb
diatasi.
6.
Krisis miastenia dan krisis kolinergik terjadi dengan cara yang sama,namun
diatasi secara berbeda. Pemberian tensilon dilakukan untuk membedakan dua gangguan
tersebut.
2.8 Komplikasi

Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi bila otot yang
mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan
akut dan pasien seringkali membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama
krisis berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasimakanan, dan
pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit
sebelumnya (misal, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang
ditappering secara cepat, aktivitasberlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan
stress emosional.
1. Gagal nafas
2. Disfagia
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama:
Osteoporosis, katarak, hiperglikem
Gastritis, penyakit peptic ulcer
Pneumocystis carinii
2.9 Prognosis
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik dari pada orang dewasa.
Dalam perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama otot-otot tubuh bagian
atas, 10% Miastenia gravis tetap terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasan
yang dapat fatal, 10%,cepat atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat,
mencapai puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun dan 20%
antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit terjadi pada 10% Miastenia gravis.
3.0 Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara
cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala
umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa
menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan
beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut.
Mekanisme imunogenik memegang peranan yang sangat penting pada patofisiologi miastenia gravis.
Mekanisme pasti tentang hilangnya toleransi imunologik terhadap reseptor asetilkolin pada penderita
miastenia gravis belum sepenuhnya dapat dimengerti. Miastenia gravis dapat dikatakan sebagai
penyakit terkait sel B, dimana antibodi yang merupakan produk dari sel B justru melawan reseptor
asetilkolin. Gejala klinis miastenia gravis antara lain; Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis,
Kelemahan otot penderita semakin lama akan semakin memburuk. Kelemahan tersebut akan
menyebar mulai dari otot ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot ekstremitas. Sewaktu-waktu
dapat pula timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut penderita sukar untuk ditutup. Selain
itu dapat pula timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum molle, dan laring sehingga timbullah
kesukaran menelan dan berbicara. Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan suara sengau.
Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu dapat keluar dari hidungnya.

Anda mungkin juga menyukai