PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Katarak kongenital adalah kekeruhan dari lensa yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan
pada lensa ini akan menggangu perkembangan fungsi penglihatan normal bila
tidak terdeteksi saat bayi lahir dan dapat menyebabkan kebutaan yang cukup
berarti akibat penanganannya yang kurang tepat.1,2,3
Katarak kongenital bisa disebabkan oleh infeksi pada waktu kehamilan
oleh virus, gangguan metabolik maupun karena janin mengalami gangguan
genetika karena suatu sindrom. Infeksi yang paling sering menyebabkan katarak
kongenital ialah rubella, chicken pox, cytomegalovirus, herpes simpleks, herpes
zoster, poliomyelitis, influenza, Eipstein-Barr virus, syphilis dan toxoplasmosis.4
Insiden katarak kongenital di Amerika Serikat sebesar 1.2 6.0 per
10.000 kasus, WHO memperkirakan tingkat kejadian katarak kongenital lebih
tinggi pada negaranegara berkembang.5 Di Singapura, insiden katarak kongenital
diperkirakan 1:5.000 sampai 1:10,000 lahir hidup, pada negara-negara
berkembang insiden sampai 1:1.000 lahir hidup, terjadinya peningkatan insiden
katarak kongenital disebabkan oleh infeksi intra uterin dan program imunisasi
yang jelek. 8
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pasien datang berobat
biasanya sudah dalam keadaan terlambat, dengan berbagai komplikasi seperti
nistagmus, ambliopia dan strabismus. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah, perhatian orang tua
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
hialin
dikeluarkan
oleh
sel-sel
lensa.
Serat-serat
sekunder
memanjangkan diri dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel
subkapsuler yang hanya selapis dan kebelakang di bawah kapsul lentis. Seratserat ini saling bertemu dan membentuk saluran lentus yang membentuk huruf
Y yang tegak di anterior dan terbalik di posterior. Inilah yang membentuk
susbstansia yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pembentukan lensa selesai
pada umur 7 bulan kehidupan fetus tetapi pertumbuhan dan proliferasi serta
serat-serat sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat karena
lensa menjadi bertambah besar secara perlahan. Kemudian terjadi kompresi dari
serat-serat tersebut disusul oleh proses sklerosis.2,
infantil.. Oleh sebab itu katarak kongenital dan katarak infantil sering
disamakan.8,9
Epidemiologi
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10% kebutaan pada anak-
anak diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total katarak kongenital di
seluruh dunia belum diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan sekitar 5001500 bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan insiden 1,2-6
kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200 bayi tiap
tahunnya lahir dengan katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus per 10.000
kelahiran.5,6
Kemala S dan Hafid A dalam suatu penelitian di RSUP Dr. M Djamil
Padang dari tahun 1993-1999, terdapat 30 pasien katarak kongenital yang telah
dioperasi. Sebagian besar pasien-pasien katarak kongenital ini dioperasi pada usia
diatas 6 bulan (73%). Katarak kongenital bilateral ditemukan lebih banyak dari
pada katarak kongenital unilateral dengan perbandingan 63 % : 37 %.7,10
2.4.3
Etiologi
10
Katarak bilateral
Idiopatik
Katarak herediter (paling banyak autosomal dominan, juga autosomal
resesif atau X-link
Penyakit genetic dan metabolic
Sindrom down
Sindrom Hallermann-Streiff syndrome
Lowe syndrome
Galactosemia
Marfan syndrome
Trisomy 13-15
Hipoglikemia
Sindrom Alport
Myotonic dystrophy
Fabry disease
Hypoparathyroidism
Sindrom Conradi
Infeksi Maternal
Rubella
Sitomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Ocular anomalies
Aniridia
Anterior segment dysgenesis syndrome
Toxic
Corticosteroids
Radiation
Katarak Unilateral
Idiopatik
Anomali congenital
Persistent fetal vasculature (PFV)
Anterior segment dysgenesis
Posterior Lenticonus
Posterior pole tumor
Traumatik
Rubella
Masked bilateral cataract
2.4.4
Patogenesis
12
2.4.5
Klasifikasi
Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital sebagai berikut :
13
14
15
didapatkan
pada
anak-anak.Kadang-kadang
bersifat
herediter.
Kekeruhannya berupa cakram dengan diameter lebih dari nukleus lensa, biasanya
5 mm, mengelilingi bagian tengah yang jernih, korteks diluarnya juga jernih.
16
Biasanya progresif tapi lambat.Kelainan ini selalu bilateral, tetapi dapat dengan
kepadatan yang berbeda dan dapat menyebabkan ambliopia.Ukuran mata dan
diameter kornea normal.Kadang-kadang keluhan sangat ringan tapi dapat juga
kekeruhannya bertambah, sehingga visus sangat terganggu. Bila kekeruhan sangat
tebal sehingga fundus tidak terlihat pada pemeriksaan ophtalmoskop maka perlu
dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.12,14
17
2.4.6
Gambaran Klinis
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila
pupil terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan leukoria, pada
setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya.Walaupun 60 % pasien dengan leukoria adalah katarak
kongenital. Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti
retrolensa dan lain-lain.2,18
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada
saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila
terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf
mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.6,13
18
Pemeriksaan Dini
Skrining katarak kongenital dilakukan dengan memeriksa opasitas media
okuler dan malformasi okuler. Pemeriksaan ini dilakukan dengan red reflex.
Rekomendasi skrining katarak kongenital adalah segera setelah lahir dan 6-8
minggu setelah kelahiran.21
Kasus yang dirujuk adalah jika terdapat opasitas pada refleks, tidak adanya
refleks merah, dan refleks putih (leukokorea). Kasus rujukan segera yang harus
dilakukan dokter umum adalah saat ditemukannya perbedaan warna, intensitas,
dan kejernihan refleks, atau tidak terdapatnya abnormalitas tetapi terdapat riwayat
leukokorea pada keluarga atau bayangan putih mata pada kamera.21
2.4.8
Diagnosis
2.4.8.1 Anamnesis
Gejala yang sering di keluhkan oleh orang tua pasien adalah adanya bintik
putih pada mata. Bila katarak binokular, maka penglihatan kedua mata buruk
sehingga orang tua biasanya membawa anaknya dengan keluhan anak kurang
mampu melihat, tidak dapat fokus, atau kurang beraksi terhadap sekitarnya.
Anamnesis yang lengkap mengenai onset atau durasi, respon anak terhadap sekitar
nya, dan performa anak di sekolah perlu digali lebih dalam untuk menegakkan
diagnosis.17
19
20
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada
saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila
terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf
mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.Selain
itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus, strabismus, dan
fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari sinar melalui
lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-gerak terus karena
sinar tetap tidak ditemukan.19
Katarak kongenital sering terjadi bersamaan dengan kelainan okular atau
kelainan sistemik lainnya. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik.Kelainan okular yang dapat ditemukan antara
lain mikroptalmos, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atofi
retina dan lain-lain. Sedangkankelainan non okular yang didapati antara lain :
retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit jantung kongenital, facies
mongoloid dan sebagainya.
Pemeriksaan mata yang dianjurkan pada seluruh bayi baru lahir untuk
skrining katarak kongenital, yaitu :
21
terhadap
katarak.Kekeruhan
kapsul
anterior
tidak
signifikan
secara
Slit lamp (dengan kedua mata sudah didilatasikan terlebih dahulu) dapat
membantu melihat morfologi katarak, posisi lensa dan melihat
makula
USG untuk menilai segmen posterior bila tidak dapat dinilai dengan
funduskopi
22
Laboratorium
Katarak unilateral biasanya tidak berhubungan dengan penyakit-penyakit
sistemik atau metabolic sehingga tidak memerlukan pemeriksaan
laboratorium
Katarak bilateral berhubungan dengan penyakit-penyakit sistemik atau
metabolic. Jika diketahui adanya riwayat keluarga aau pemeriksaan lensa
orang tua anak menunjukkan katarak secara kongenital maka dilakukan
evaluasi laboratorium meliputi pemeriksaan urine, TORCH titer, Level
kalsium, fosfor, red cell galaktokinase dalam darah, serum ferritin
Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak
menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif.Pada kasus yang sedang hingga berat, yang
menyebabkan gangguan pada penglihatan, operasi katarak merupakan terapi
pilihan.16
23
Tindakan bedah pada katarak congenital yang umum dikenal adalah disisio
lensa, ekstraksi linear, dan ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak
kongenital bergantung pada:
Katarak
total
bilateral,
sebaiknya
dilakukan
pembedahan
memilih untuk
melakukan operasi lebih awal, idealnya sebelum pasien berumur 2 bulan, untuk
mencegah terjadinya ambliopia yang reversible dan nistagmus sensoris.17
Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) merupakan terapi operasi
pilihan.Berbeda dengan ekstraksi lensa dewasa, sebagian besar ahli bedah
mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreum anterior dengan menggunakan
alat mekanis dan pemotong korpus vitreum.Hal ini untuk mencegah pembentukan
24
kekeruhan kapsul sekunder, atau katarak ikutan, oleh karena pada mata yang
muda kekeruhan lensa terjadi sangat cepat.2,10
Tindakan bedah pada disisio lentis adalah dengan menusuk atau merobek
kapsul anterior lensa dengan harapan badan lensa yang cair keluar. Badan lensa
yang keluar akan mengalir bersama cairan mata (aquos humor), atau difagositosis
oleh makrofag. Setelah terjadi absorbsi sempurna, maka mata menjadi afakia atau
tidak mempunyai lensa lagi.
Disisio lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea
sentralisnya harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan.
Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk
perkembangan ini fovea sentralis harus mendapatkaan rangsangan cahaya yang
cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya
fovea sentralisnya tidak dapat berkembang 100%, visusnya tidak akan mencapai
5/5 walaupun dioperasi. Operasi dilakukan pada satu mata dahulu. Bila mata ini
sudah tenang, mata sebelahnya dapat dioperasi pula.
Fakoemulsifikasi jarang diperlukan, karena nukleus lensa pada mata bayi
dan anak lebih lunak.Ekstraksi Katarak Intra Kapsular di kontra indikasikan pada
katarak kongenital, karena menyebabkan traksi korpus vitreum dan hilangnya
ligamen Wieger kapsul hyaloid. 2 Komplikasi pasca operasi yang dapat terjadi
antara lain adalah glaukoma, infeksi mata dan ablasio retina.6
Koreksi optis sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan (IOL)
setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa kontak. 2,9
25
Konsultasi
Konsultasi dengan ahli mata diperlukan untuk mencegah hilangnya
2.6
26
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Penegakkan
diagnosis
katarak
kongenital
berdasarkan
anamnesis,
27
1. Perlunya skrining rutin pada bayi baru lahir untuk menentukan katarak
kongenital.
2. Diperlukan penelitian mengenai prevalensi katarak kongenital di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Congenital.
Diakses
dari:
www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital .
3. Rahl JS. Congenital and Infantile Cataract. Evidence Based Ophtalmology.
Chapter 8. Wormald. Diakses dari www.wormaldChapter8/htm pada
tanggal 31 Mei 2008. 47-51.
4. Ilyas Sidarta. Penglihatan Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam: Ilmu
Penyakit Mata). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005 : 200-210.
5. Sayuti K , Ardy H . 2000. Katarak Kongenital di RSUP Dr M Djamil
Padang. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas .
6. Royal National Institute of Blind People (RNIB). 2007. Cataract
Congenital. Diakses dari http://www.eyehealth@rnib.org.uk.
7. Ilyas Sidarta. Penglihatan Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam: Ilmu
Penyakit Mata). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005 : 200-210.
8. Rahl JS. Congenital and Infantile Cataract. Evidence Based Ophtalmology.
Chapter 8. Wormald. Diakses dari www.wormaldChapter8/htm pada
tanggal 31 Mei 2008. 47-51.
9. Subramanian Manju. 2006.
Cataract
Congenital.
Diakses
dari
http://www.MedlinePlus MedicalEncyclopedia.htm.
10. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lensa (dalam: Oftalmologi
Umum, Suyono JK, ed). Ed 14. Jakarta: Widya Medika. 2000: 175-184.
11. Lee David A . Higginbotham Eve J . Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology. Thieme. New York. 1999 : 303-331.
12. Wong TY . The Ophthalmology Examination Review. World Scientific.
Singapore. 2001 : 9-12
28
Companies. 2007.
21. Russel HC. Congenital cataract, practice. BMJ.2011; 342.
29