Anda di halaman 1dari 5

DEMAM CHIKUNGUNYA

Meski belum dipastikan lewat pemeriksaan serologi contoh darah, dari gejala klinis yang dialami
penderita, hampir dipastikan penyakit ? Misterius ? yang melanda Penduduk Bolaang Mangondow
( Sulawesi Utara ), Jember ( Jawa Timur ) dan Kabupaten Bandung ( Jawa Barat ) adalah ? Demam
Chikungunya ?. Hal itu dikemukakan Direktur Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang ( P2B2 )
Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan ( P2M & PL ) Departemen
Kesehatan, Dr Thomas Suroso, MPH ( Selasa 2 Februari 2003 ). Saat ini tim dari P2M&PL, Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan ( Litbangkes ) serta unit penelitian Angkatan Laut AS
( NAMRU ) sedang ke Bolaang Mangondow, Sedangkan contoh darah dari penderita dari Kabupaten
Bandung ( Cikalongwetan ) dan Jember akan diperiksa di laboratorium Litbangkes.
Sejauh ini di Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung ( Desa Mandalamukti ) tercatat ada
218 penderita, di Jember , demikian Kepala Sub-Direktorat Arbovirosis Dr. Rita Kusriastuti,Msc, ada
149 penderita ( Desa BalungLor ) dan kabupaten Bolaang Mangondow, 608 penderita. Chikungunya
berasal dari bahasa Shawill yang berarti ? Yang Berubah Bentuk atau Bungkuk ? mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat ( Arthralgia ), Nyeri sendi ini menurut
lembar data keselamatan ( MSDS ) Kantor Keamanan Laboratorium Kanada, terutama terjadi pada ?
Lutut Pergelangan Kaki Serta Persendian Tangan Dan Kaki ?.
Gejala Demam Chikungunya mirip dengan Demam Berdarah Dengue yaitu Demam yang tinggi,
menggigil, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nyeri sendi dan otot serta bintik-bintik merah
pada kulit terutama badan dan lengan. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada
chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan ( Schok ) maupun kematian. Masa inkubasi dari
demam Chikungunya dua sampai empat hari. Manifestasi penyakit berlangsung tiga sampai 10
hari . Virus ini termasuk ? Self Limiting Disease ? alias hilang dengan sendirinya. Namun rasa nyeri
masih tertinggal dalam hitungan minggu sampai bulan. Tak ada vaksin maupun obat khusus untuk
Chikungunya. ?Cukup minum obat penurun panas dan penghilang rasa sakit yang bisa dibeli di
warung, yang penting cukup istirahat, minum dan makanan bergizi ?, saran Thomas.
Menurut situs Universitas Standford, virus Chikungunya masuk keluarga Togaviridae, genus
alphavirus, dan ditularkan Nyamuk Aedes Aegypti. Virus ini terus menimbulkan epidemi di wilayah
tropis Asia dan Afrika sejak diidentifikasi tahun 1952 di Afrika Timur. Di Indonesia Demam
Chikungunya dilaporkan pertama kali di Samarinda tahun 1973. Kemudian berjangkit di Kuala
Tunkal, Jambi, tahun 1980. Tahun 1983 merebak di martapura, ternate dan Yogyakarta. Setelah
vakum hampir 20 tahun, awal tahun 2001 kejadian luar biasa ( KLB ) demam Chikungunya terjadi
di Muara Enim, Sumatera Selatan dan Aceh. Disusul Bogor bulan Oktober. Demam Chikungunya
berjangkit lagi di Bekasi ( Jawa Barat ), Purworejo dan Klaten ( Jawa Tengah ) tahun 2002. Dari
literatur yang saya baca, memang ada gelombang epidemi 20 tahunan. Mungkin terkait perubahan
iklim dan cuaca, ujar Thomas. Penjelasan lain, menurut situs Keamanan Laboratorium Kanada,
antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus
selanjutnya. Oleh karena itu, perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali.
Menurut Thomas dan Rita, tak ada cara lain untuk mencegah Demam Chikungunya kecuali
mencegah gigitan nyamuk serta memberantas tempat perindukan nyamuk dengan tiga M
( Menutup, Menguras dan Mengubur barang bekas yang bisa menampung air ) atau menaburkan
bubuk abate pada penampungan air sebagaimana mencegah Demam Berdarah.
DEMAM CHIKUNGUNYA
Virus Chikungunya pertama kali diidentifikasi di Afrika Timur tahun 1952. Tidak heran bila namanya
pun berasal dari bahasa Swahlii, Artinya adalah yang berubah bentuk atau bungkuk, Postur
penderitanya memang kebanyakan membungkuk akibat nyeri hebat di persendian tangan dan kaki.
Virus ini termasuk keluarga Togaviridae, Genus alphavirus, dan ditularkan oleh Nyamuk Aedes
Aegypti. Gejalanya adalah demam tinggi, sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, nyeri sendi dan
otot, serta bintik-bintik merah terutama di badan dan tangan, meski gejalanya mirip dengan
Demam Berdarah Dengue, pada Chikungunya tidak ada perdarahan hebat, renjatan ( Schok )
maupun kematian. Masa inkubasi : dua sampai empat hari, sementara Manifestasinya tiga sampai
sepuluh hari. Virus ini tidak ada vaksin maupun obat khususnya, dan bisa hilang sendiri, namun,
rasa nyeri masih tertinggal selama berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Chikungunya, SARS, Lalu Apa Lagi..?
BELAKANGAN ini makin sering berbagai penyakit hewan dari tengah hutan yang merebak (istilah
yang dipakai spill over) ke permukiman penduduk. Sebutlah di antaranya St Louis Encephalitis dan
Sungai Nil Barat (West Nile), yang telah menimbulkan banyak korban. Peredaran virus memang tak
bisa lagi dibatasi oleh posisi geografi. Hutan yang tadinya tertutup menjadi terbuka, daerah yang
dulu terisolir kini bisa dengan mudah berhubungan ke mana saja. Moda perpindahan virus bisa

berupa apa saja.


Virus Sungai Nil Barat misalnya, berhasil menyeberang dari Afrika ke Amerika bersama migrasi
burung. Atau virus Marburg yang sempat masuk ke Eropa lewat monyet-monyet percobaan asal
Afrika Tengah. Makin mudahnya transportasi adalah faktor lain yang mempercepat pola penyebaran
mikro-organisme patogen. Manusia yang sudah terkena spill over, penyakit hewan yang pindah ke
manusia, membawa virus ini ke berbagai kawasan yang dikunjunginya. Terakhir yang dengan cepat
merebak adalah sindrom pernapasan akut parah (SARS). Setelah diidentifikasi, diketahui
penyebabnya adalah coronavirus. Meski di Indonesia belum ditemukan kasusnya, kepanikan sudah
melanda sebagian masyarakat. Padahal, penyakit hewan yang disebabkan oleh virus jenis corona,
juga ada di Indonesia.
Chikungunya
Beberapa minggu sebelum kasus SARS merebak, masyarakat Indonesia direpotkan dengan kasus
chikungunya. Virus penyebabnya tergolong dalam Famili Togaviridae, yang belum diketahui pola
masuknya ke Indonesia.
Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan primata di
tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah
bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan (sylvatic cycle) di antara satwa primata
dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Aeluteocephalus, Ae opok, Ae. furciper, Ae taylori,
Ae cordelierri). Pembuktian ilmiah yang meliputi isolasi dan identifikasi virus baru berhasil dilakukan
ketika terjadi wabah di Tanzania 1952-1953. Baik virus maupun penyakitnya kemudian diberi nama
sesuai bahasa setempat (Swahili), berdasarkan gejala pada penderita. Maka hadirlah chikungunya
yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung (that which contorts or bends up). Setelah
beberapa lama, perangai virus chikungunya yang semula bersiklus dari satwa primata-nyamuksatwa primata, dapat pula bersiklus manusia-nyamuk-manusia. Tidak semua virus asal hewan dapat
berubah siklusnya seperti itu. Di daerah permukiman (urban cycle), siklus virus chikungunya
dibantu oleh nyamuk Ae aegypti. Beberapa negara di Afrika yang dilaporkan telah terserang virus
chikungunya adalah Zimbabwe, Kongo, Burundi, Angola, Gabon, Guinea Bissau, Kenya, Uganda,
Nigeria, Senegal, Central Afrika, dan Bostwana. Sesudah Afrika, virus chikungunya dilaporkan di
Bangkok (1958), Kamboja, Vietnam, India dan Sri Lanka (1964), Filipina dan Indonesia (1973).
Chikungunya pernah dilaporkan menyerang tiga korp sukarelawan perdamaian Amerika (US Peace
Corp Volunteers) yang bertugas di Filipina, 1968. Tidak diketahui pasti bagaimana virus tersebut
menyebar antarnegara. Mengingat penyebaran virus antarnegara relatif pelan, kemungkinan
penyebaran ini terjadi seiring dengan perpindahan nyamuk.
Hasil penelitian terhadap epidemiologi penyakit chikungunya di Bangkok (Thailand) dan Vellore,
Madras (India) menunjukkan bahwa terjadi gelombang epidemi dalam interval 30 tahun. Satu
gelombang epidemi umumnya berlangsung beberapa bulan, kemudian menurun dan bersifat ringan
sehingga sering tidak termonitor. Gelombang epidemi berkaitan dengan populasi vektor (nyamuk
penular) dan status kekebalan penduduk. Pengujian darah (serologik) penyakit chikungunya sering
tidak mudah karena serum chikungunya mempunyai reaksi silang dengan virus lain dalam satu
famili. Untuk memperoleh diagnosis akurat perlu beberapa uji serologik antara lain uji hambatan
aglutinasi (HI), serum netralisasi, dan IgM capture ELISA.
Virus lain
Virus yang termasuk Famili Togaviridae tidak hanya terdapat di Afrika, tetapi juga di Australia dan
Amerika. Salah satu virus dari Australia yang mempunyai kemiripan gejala klinik dengan
chikungunya adalah virus Ross River, menimbulkan penyakit epidemic polyarthritis (EP). Tahun
1943, EP mewabah di Australia Bagian Utara (Northern Territory). Dari Australia penyakit ini
menyebar ke pulau-pulau di Lautan Pasifik, termasuk Kepulauan Bismark, New Guinea, Solomon,
Pulau Rossel, Fiji, Samoa, Wallis, Futuna, Kaledonia Baru , dan Kepulauan Cook. Pada wabah di Fiji
jumlah orang terserang mencapai 50.000. Meskipun tidak bersifat fatal, penyakit ini sangat
mengganggu karena penderitaan pasien dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
bulan. EP perlu diwaspadai, terutama untuk daerah Indonesia bagian timur yang berdekatan dengan
Australia.
Di Afrika masih ada lagi penyakit virus dengan gejala mirip chikungunya, yakni virus O? nyong
nyong (ONN). Istilah "o? nyong-nyong" diambil dari bahasa daerah di Acholi, Uganda, berarti
kelemahan sendi. Penyakit ini ditemukan pertama kali di Uganda tahun 1954, kemudian menyebar
ke Kenya, Tanzania, Malawi, dan Mozambik. Pada wabah tahun 1954 diperkirakan jumlah penderita
dua juta orang. Meskipun demikian, penyakit ini dinilai lebih ringan dibandingkan dengan
chikungunya. Dari Amerika ada 3 penyakit virus dalam Famili Togaviridae yang perlu dicatat, yaitu
Eastern Equine Encephalitis (EEE), Western Equine Encephalitis (WEE), dan Venezuelan Equine
Encephalitis (VEE). Penyakit ini lebih menonjol pada kuda dibandingkan pada manusia, sehingga

dipergunakan istilah "equine" yang berarti kuda. Apabila pada chikungunya dan ONN gejala
menonjol adalah radang sendi, ketiga penyakit menimbulkan radang otak (encephalitis). Virus-virus
ini juga menimbulkan penyakit parah, bahkan bisa fatal pada kuda dan manusia. EEE tersebar di
Pantai Timur Amerika, mulai dari bagian selatan Kanada sampai utara Amerika Selatan. WEE
terdapat di Pantai Barat Amerika, sedangkan VEE di Venezuela, Kolombia, Ekuador, Peru, ke Utara
sampai Meksiko dan Texas.
Sebagai gambaran keganasan wabah EEE tahun 1938 menyebabkan 184.000 ekor kuda terserang
dengan angka kematian 90 persen, WEE menyerang 6.000 ekor kuda di California tahun 1930 dan
50 persennya mati.
Pada orang, EEE dapat menimbulkan kematian antara 50-75 persen dari jumlah yang terserang.
Mereka yang sembuh banyak yang mengalami kelumpuhan. Dari ketiga virus, VEE telah ada
vaksinnya. Namanya TC-83 dan sudah digunakan pada kuda maupun manusia dengan hasil baik. Di
Amerika Selatan VEE punya gelombang epidemi sekitar 10 tahun. Di alam bebas, virus WEE dan
EEE dilestarikan dalam siklus burung-nyamuk-burung. Pada VEE siklus rodensia-nyamuk-rodensia.
Penularan ke manusia dilakukan oleh nyamuk antara lain Aedes sp. Selama musim dingin ketika
nyamuk tidak ada, ketiga virus "bersembunyi" pada rodensia, reptilia dan amphibia.
YANG terakhir tentu saja adalah coronavirus yang menghebohkan itu. Sebenarnya ada dua virus
corona yang menimbulkan penyakit serius (parah) pada hewan dan menimbulkan kerugian ekonomi
cukup besar. Yang pertama adalah penyakit infectious bronchitis (IB) pada ayam. Kematian pada
anak ayam umur 2 hari-4 minggu dapat mencapai 90 persen. Penyakit ini ditandai oleh depresi atau
lesu, mulut selalu membuka dan menutup karena ada kesulitan bernapas. Penyakit ini tersebar luas
di dunia, termasuk Indonesia, namun dapat dikendalikan lewat vaksinasi teratur. Yang kedua,
penyakit transmissible gastro-enteritis (TGE) pada babi. Penyakit ini ditemukan di Eropa, Asia,
Afrika, Amerika Utara, dan Australia. Gejala yang menyolok pada anak babi adalah diare akut,
muntah, dan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Anak babi yang diserang umumnya mati dalam
tempo 5-7 hari. Vaksin TGE juga telah ditemukan. Di Indonesia TGE belum dilaporkan secara resmi,
namun ancaman penyakit yang mematikan ini selalu ada.
Globalisasi
Pada zaman yang serba cepat seperti sekarang-seseorang hari ini dapat berada di Amerika atau
Afrika, dan esok harinya sudah tiba di Bali atau Jakarta-penyebaran virus amat dimungkinkan.
Orangyang tertular penyakit di suatu negara bisa saja membawanya ke Indonesia. Penyakit yang
dibawa ada yang dapat hilang dengan sendirinya, namun dapat pula berlanjut siklusnya bila faktor
pendukungnya ada. Perdagangan satwa langka yang cukup mendapat sorotan beberapa waktu lalu,
bukan tidak mungkin membawa serta virus dari hutan ke tempat yang jauh di negeri orang. Belum
lagi nyamuk yang menyelundup ke dalam kabin pesawat terbang. Dengan kata lain, sangat banyak
jalur yang dapat dilalui oleh penyakit untuk mencapai daerah baru. Diperlukan kesiapan sumber
daya manusia dan kelengkapan laboratorium, dana, serta kemauan agar dapat menjawab penyakit
yang sering disebut misterius. (Soeharsono, Dokter hewan di Denpasar)

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=31

Definisi
Demam chikungunya adalah penyakit virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk (aedes sp) yang
terinfeksi. Penyakit ini digambarkan sebagai demam dengue yang mempunyai karakteristik nyeri
persendian yang hebat dan kadang terus menerus (artritis) dan diikuti demam dan kemerahan pada
kulit. Penyakit ini jarang mengancam jiwa, namun bisa menyerang siapa saja. Penyakit ini
merupakan penyakit epidemik yang timbul dalam jangka waktu 7-8 tahun namun bisa sampai 20
tahun baru timbul kembali.
Tempat yg sering jadi sarang nyamuk yaitu air bersih yang tergenang, seperti:

di bak mandi

di vas bunga
di pot tanaman
di sangkar burung peliharaan
di barang-barang bekas (sampah)

Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul mirip dengan demam dengue yaitu demam, sakit kepala, meriang, mual ,
lemah, muntah, nyeri sendi dan bercak kemerahan pada kulit. Yang membedakan gejala penyakit
ini dengan demam dengue adalah nyeri di persendian yang hebat dan kadang terus menerus
sehingga tangan dan kaki sulit digerakkan. Seringkali pada anak tidak timbul gejala apapun.

Pemeriksaan Laboratorium
Chikungunya dapat di diagnosis dengan pemeriksaan darah ELISA. Karena gejala klinis chikungunya
sangat mirip dengan demam dengue maka pemeriksaan laboratorium sangat penting, terutama
pada daerah yang mempunyai demam dengue.

Tatalaksana
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk demam chikungunya. Secara umum pengobatan yang
dapat dilakukan bersifat suportif dengan hanya mengurangi gejala demam dengan antipiretik, nonsteroid anti-inflamasi drugs (NSAID) untuk mengurangi nyeri pada sendi dan banyak istirahat dan
meningkatkan asupan gizi dapat mempercepat kesembuhan. Bila curiga terkena penyakit ini segera
cari pertolongan (laporkan) ke puskesmas, klinik dokter keluarga, dokter terdekat.

Pencegahan
Tidak ada vaksin untuk melawan infeksi dari virus ini. Pencegahan sangat bergantung dari cara kita
menghindari gigitan nyamuk dan mengontrol sarang nyamuk.

Tips untuk menghidari gigitan nyamuk

Gunakan baju dan celana yang menutupi seluruh lengan dan tungkai.
Gunakan obat anti nyamuk
Penggunaan kelambu

Tips untuk mengurangi sarang nyamuk

Sama dengan pemberantasan sarang nyamuk Aedes pada penyakit demam berdarah

Kuras tempat penyimpanan air (bak mandi, drum, dll) seminggu sekali

Tutup tempat penympanan air

Ganti air dalam vas bunga dan pot tanaman


Kubur sampah yang bisa menampung air
Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk Abate ke
dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3
bulan sekali atau peliharalah ikan ditempat itu.
Takaran penggunaan bubuk Abate adalah sebagai berikut : untuk 10 liter air cukup dengan
1 gram bubuk Abate atau 10 gram untuk 100 liter dan seterusnya. Bila tidak ada alat untuk
menakar, gunakan sendok makan. Satu sendok makan peres (yang diratakan diatasnya) berisi
10 gram Abate. Anda tinggal membaginya atau menambahnya sesuai dengan banyaknya air
yang akan diabatisasi. Takaran tak perlu tepat betul.

http://www.klikdokter.com/illness/detail/42

Anda mungkin juga menyukai