TINJAUAN PUSTAKA
Pendarahan Uterus Abnormal merupakan perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang
dianggap normal.PUA ada dua macam, yaitu PUA organic dan PUA nonorganik (disebut juga
perdarahan Uterus Disfungsional/ PUD).
Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal (PUD), berbagai
komplikasi kehamilan, penyakit sistematik, kelainan endometrium (polip), masalah-masalah
serviks atau uterus (leiomyoma) atau kanker. Namun pola pendarahan abnormal sering kali
sangat membantu dalam menegakan diagnose secara individual.
Batasan Perdarahan Uterus Abnormal
Batasan
Oligomenorea
polimenorea
Menoragia
Menometroragia
Metroragia atau
pendarahan antara haid dengan penyebab a.1 penyakit servik, AKDR, endometritis, polip,
mioma submukosa, hiperplasia indometrium, dan keganasan.
Bercak
intermenstrual
Perdarahan pasca
bulan.
Perdarahan uterus
abnormal akut
Perdarahan uterus
disfungsi (PUD)
Vulvitas
2. Vaginitis
3. Servitis
4. Endometritis
5. Salving-oophoritis
6. Hiprplasia dan neo oplasia
1. Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic, sarcoma
botryoides.
2. Serviks: polip, papilloma, karsinoma.
3. Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma, penyakit
trofoblastik.
4. Myometrium:
leiomoima,
leomiosarkoma,
miosis
stroma
endolimfatik (hemangioperisioma).
5. Ovarium: tumor-tumor sel teka granulose yang menghasilkan
estrogen; tumor-tumor lain atau kista dapat merangsang hormone
stromaovarium.
6. Tuba falopii: karsinoma.
7. Trauma
1. Perdarahan post operatif
2. Laserasi obstetric
3. Benda asing dalam vagina
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
5. Endometriosis
6. Adenomiosis
7. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa
1. Kelainan hematologic atau sistemik
1. Trombositopenia
2. Penyakit von willebrand
3. Terapi antikoagulan
4. Koagulasi intravascular diseminata
5. Hipertensi
6. Hipotiroidi (lebih banyak terjadi pada hipotiroidi dari pada hipertiroidi)
7. Leukemia
8. Penyakit hepar
terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh untuk mencari kemungkinan kelainan yang
bersifat nonstruktural (COEIN). Dalam sistem ini bila terdapat kelainan anatomik maka di
belakang huruf yang bersangkutan diberi kode 1. Sebaliknya bila tidak ditemukan kelainan
anatomik, diberi kode 0. Kelainan anatomik yang mungkin menjadi penyebab PUA antara lain:
a.
Polip (P): polip endometrium diketahui melalui proses pencitraan namun tidak dibedakan
menurut ukuran maupun jumlah polip yang didapat. Dalam perkembangannya
dimungkinkan untuk membuat subklasifikasi polip berdasar dimensi, lokasi, jumlah,
morfologi, dan histologinya.
b.
c.
Leiomioma (L): dalam sistem ini mioma uteri diklasifikasikan secara primer, sekunder,
dan tersier. Penggolongan primer dimaksudkan untuk menunjukkan ada atau tidaknya
mioma uteri. Penggolongan sekunder adalah untuk membedakan mioma submukosa
(SM) dengan mioma jenis lain (0-others). Penggolongan tersier adalah untuk
menentukan derajat "gangguan" yang ditimbulkan mioma terhadap endometrium.
d.
Koagulopati (C): di luar dugaan, sekitar 13% PUA ternyata disebabkan oleh koagulopati
terutama penyakit von Willebrand. Untuk mempermudah penapisan kemungkinan
koagulopati sebagai penyebab PUA, dapat digunakan panduan sebagai berikut:
perdarahan pascasalin
b.
Kelainan endometrium (f:): bila PUA terjadi pada wanita dengan siklus yang reguler tanpa
adanya kelainan struktural yang jelas, maka perlu dipertimbangkan kelainan
hemostasis lokal pada endometrium sebagai penyebabnya. Dalam hal ini terjadi
ketidakseimbangan antara zat vasokonstriktor (endotelin-1 dan prostaglandin F2a)
dengan vasodilator (prostaglandin E2 dan prostasiklin). Selain itu inflamasi dapat pula
menjadi penyebab PUA. Mengingat saat ini belum ada tes yang spesifik untuk
mengetahui kelainan-kelainan di endometrium tersebut, maka disebutkan kategori ini
merupakan eksklusi apabila faktor-faktor lain telah diselidiki.
d.
latrogenik (I): sesuai dengan arti istilah ini, maka PUA yang ditimbulkan merupakan akibat
dari intervensi medis yang diberikan. Komponen terpenting dari golongan ini adalah
penggunaan hormon seks steroid eksogen. Gejala yang sering dikeluhkan pasien
biasanya berupa perdarahan sela (breakthrough bleeding).
e.
Tidak terklasifikasi-not classified (N): beberapa kelainan yang jarang ditemukan seperti
malformasi arteriovenosa dan hipertrofi miometrium yang diduga menjadi penyebab
PUA digolongkan ke dalam kategori ini
PEMERIKSAAN
A.Data subjektif
Gejala saat ini
kesan
Perdarahan Pervaginam
Kuantitas
Penyemburan
(PUD)
Abortus imminens, kehamilan ektopik,
kontrasepsi oral
Durasi
Menorrhagia
Diskarsia
(Hipermenorrhoe)
Polip endometrium
Spotting (antara
menstruasi,postmenstruasi, post
monopouse)
Warna
1. Merah segar
2. Noda coklat
vagina
-Interval
Siklik
Ovulator
Non siklik
-setelah amenorrhoe
Komplikasi kehamilan (persisten dengan
volume yang kurang normal : kehamilan
Perdarahan antara menstruasi
(misalnya setelah koitus atau
pembilasan)
Gejala penyerta
Infeksi pelvis
Kelainan gestasional
1. Kontrasepsi oral
Infeksi pelvis, kehamilan ektopik.
1. AKDR
B.Data Objektif
1. Pemeriksaaan Fisik
1) Pemeriksaan umum
a. Suhu meningkat menandakan infeksi pelvis
b. takikardi dan hipotensi nenandakan hipovolemia (pendarahan eksta peritoneal atau intra
peritoneal),sepsis.
c. Petekiae atau ekimosis menandakan kelainan koagulasi.
2. Pemeriksaan abdomen dan pelvis
Inspeksi dan palpasi misalnya menunjukan kehamilan atau iritasi peritoneum. Uterus yang
membesar menandakan adanya kehamilan ektopuik maupun missed abortion, uterus yang lebih
besar (dari ukuran kehamilan bila dilihat darimHPHT) kemungkuinan menandakan kehamilan
mola, kehamilan ganda ataupun kehamilan dalam suatu uterus fibroid.
1. Spekulum digunakan untuk memeriksa kuantitas darah dan sumber perdarahan, laserasi
vagina, lesi servik, perdarahan ostium uteri, benda asing.
2. Bimanual digunakan untuk pemeriksaan patologis.
3. Tes laboratorium dan ultrasonografi(USG/TVS)
1. 4. Data diagnostik tambahan
1. Biopsy endometrium atau kuretase yang dapat memberikan suatu diagnosis
hitologi spesifik.
2. Biopsy vulva, vagina atau serviks, lesi harus dibiopsi kecuali jika lesi khas untuk
penyakit trofoblastik metastatic dan dapat berdarah hebat bila dibiopsi.
3. Cairan serviks dikirim untuk pewarnaan gram terutama jika dicurigai adanya
infeksi.
4. Tes kehamilan terhadap hCG. Tes positif kuat mengesankan adanya jaringan
trofoblastik baik intra maupun ekstrauterin.
5. Diterminasi serangkaian hematocrit.
6. Tes koagulasi dapat dilakukan bila dicurigai adanya kelainan koagulasi.
7. Tes fungsi tiroid dapat diindikasikan sewaktu evaluasi lanjutan.
Penatalaksanaan PUA
Pengobatan harus diarahkan kepada diagnosis yang spesifik. Keperluan untuk segera dirawat
dirumah sakit tergantung pada kuantitas kehilangan darah dan adanya enemia atau hipivolemia.
Apabila perdarahan pervaginam hebat, penanganan daruratnya meliputi cairan intravena,
transfuse darah, dan diagnosis etiologik segera.
Tindakan spesifik yang dapat diindikasikan meliputi :
1. Kuretase endometrium terhadap produk-produk konsepsi yang tertahan .
2. Antibiotika untuk infeksi pelvis.
3. Penamponan vagina atau serviks untuk lesi-lesi serviks maligna.
4. Laporan untuk kehamilan ektopik.
5. Penjahitan laserasi vagina.
6. Radiasi untuk lesi-lesi kegnasan.
7. Pengeluaran AKDR .
8. Histerektomi untuk leiomiomata.
Penatalaksanaan pembedahan pada perdarahan uterus abnormal
Tindakan
Alasan
Histeroskopi operatif
Mimektomi (abdominal,
Mioma uteri.
Laparoskopik, histeroskopik)
Reseksi endometrial
transervikal
menometrogia resisten.
Mioma uteri.
Histerektomi
Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan
atau terlambat proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan releasing
factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa premenopause proses
terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan lancer. Perdarahan Uterus Disfungsional dapat
dibedakan menjadi penyebab dengan siklus Ovulasi dan penyebab yang berhubungan dengan
siklus anovulasi.
Namun ada beberapa kondisi yang dikaitkan dengan perdarahan Rahim disfungsional, antara
lain:
Kegemukan (obesitas)
Faktor kejiwaan
Walaupun jarang, pendarahan Rahim dapat terjadi karena: tumor organ reproduksi, kista
ovarium (polycystic ovary disease / PCOS).
Perdarahan Rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal
ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormone estrogen berlebihan sedangkan hormone
progesterone rendah. Akibatnya dinding Rahim (endometrium) mengalami penebalan berlebihan
(hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yan gmemadai. Kondisi
inilah penyebab terjadinya perdarahan Rahim karena dinding Rahim yang rapuh.
Gambar klinik
Perdarahan Rahim yang dapat terjadi tiap saat dalam siklus menstruasi. Jumlah perdarahan
bias sedikit-sedikit dan terus menerus atau banyak dan berulang. Pada siklus ovulasi biasanya
perdarahan bersifat spontan, teratur dan lebih bias diramalkan serta seringkali disertai masa tidak
nyaman sedangkan pada anovulasi merupakan kebalikanya. Selain itu gejala yang dapat timbul
diantaranya seperti mood ayunan, kekeringan atau kelembutan vagina serta juga dapat
menimbulkan rasa lelah yang berlebihan
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan homeostasis seperti
ptekie, selain itu perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan penyakit
metabolic, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.
Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan kelainan organik,
yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu)
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan epnunjang yang dapat dilakukan adalah biopri endometrium (pada wanita yang
sudah menikah), laboratorium darah dan hemostasis, USG, serta radio immuno assay.
Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang lengkap harus dilakukan dalam pemeriksaan pasien.
Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan adanya penyakit sistemik, maka penylidikan
lebih jauh diperlukan. Abnormalitas pada pemeriksaan pelvis harus diperiksa dengan USG dan
laparoskopi jika diperlukan.
Perdarahan siklik (regular) didahului oleh tanda premenstruasi (mastalgia, kenaikan berat badan
karena meningkatnya cairan tubuh, perubahan mood, atau kram abdomen ) lebih cenderung
bersifat ovulatori. Sedangkan, perdarahan lama yang terjadi dengan interval tidak teratur setelah
mengalami amenore berbulan bulan, kemungkinan bersifat anovulatori.
Peningkatan suhu basal tubuh (0,3-0,6C), peningkatan kadar progesterone serum (>3 ng/ml) dan
atau perubahan sekretorik pada endometrium yang terlihat pada biobsi yang dilakukan saat onset
perdarahan, semuanya merupakan bukti ovulasi.
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah : Hemoglobin, uji fungsi thiroid, dan kadar HCG, FSH, LH,
prolactin dan androgen serum jika ada indikasi atau krining gangguan perdarahan jika
tampilan yang mengarah kesana.
2. Deteksi patologi endometrium melalui (a) dilatasi dan kuretase dan (b) histeroskopi.
Wanita tua dengan gangguan menstruasi, wanita muda dengan perdarahan tidak teratur
atau wanita muda (<40 tahun) yang gagal berespon terhadap pengobatan harus menjalani
sejumlah pemeriksaan endometrium. Penyakit organik traktus genitaliamungkin
terlewatkan bahkan saat kuretase. Maka penting untuk melakukan kuretase ulang dan
investigasi lain yang sesuai pada seluruh kasis perdarahan uterus abnormal berulang atau
berat. Pada wanita yang memerlukan investigasi, histeroskopi lebih sensitive
dibandingkan dilatasi dan kuretase dalam mendeteksi abnormalitas endometrium.
3. Laparoskopi: laparoskopi bermanfaat pada wanita yang tidak berhasil dalam uji coba
terapautik.
Penatalaksanaan
Tujuan penanganan perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah untuk mengontrol
perdarahan yang keluar, mencegah komplikasi, memperbaiki keadaan umum pasien, memelihara
fertilitas dan menginduksi ovulasi bagi pasien yang menginginkan anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. May K, Octavia-lacob A, Sweeney C, Kennedy S, Kirtley S. NHS evidence-women's health.
Heavy menstrual bleeding annual evidence update.Edisi. Oxford: Nuffield Department of
Obstetrics & Gynaecology, University of Oxford; 2009.
2. National Collaborating Centre for Women's and Children's Health. Heavy Menstrual Bleeding.
Clinical Guideline.Edisi January 2007.
3. Fraser IS, Critchley HOD, Munro MG. Terminologies and definitions around abnormal uterine
bleeding. Dalam: O'Donovan PJ, Miller CE, penyunting. Modern Management of Abnormal
Uterine Bleeding.Edisi ke- 1. London: Informa Health Care; 2008. h. 17-24.
4. Munro MG, Critchley HO, Fraser IS, Group FMDW.The FIGO classification of causes of
abnormal uterine bleeding in the reproductive years. Fertil Steril. 2011;95(7):2204-8, 8 e1-3.
5. Munro MG, Critchley HO, Fraser IS. The FIGO systems for nomenclature and classification of
causes of abnormal uterine bleeding in the reproductive years: who needs them? Am J Obstet
Gynecol. 2012.
6. Munro MG, Critchley HO, Fraser IS. The FIGO classification of causes of abnormal uterine
bleeding: Malcolm G. Munro, Hilary O.D. Crithcley, Ian S. Fraser, for the FIGO Working Group
on Menstrual Disorders. Int J Gynaecol Obstet. 2011;113(1):1-2.
7. Wootcock JG, Critchley HO, Munro MG, Broder MS, Fraser IS. Review of the confusion in
current and historical terminology and definitions for disturbances of menstrual bleeding. Fertil
Steril. 2008;90(6):2269-80
8. Ben Zion Taber, M.D. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC :
Jakarta.
9. Benson C, Ralph. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta.