Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
: Daerah kulit dengan garis garis nyata disertai dengan penebalan kulit,
akibat garukan dan gosokan
Eflouresensi
Eritem
Central healing
Skuama
: Lapisan tanduk dari epidermis mati, yang menumpuk pada kulit, yang
dapat berkembang sebagai akibat perubahan inflamasi
Plak
Hiperpigmentasi
Lesi multiple
PERTANYAAN
1.Apa yang menyebabkan kulit bruntus?
2.Mengapa kelainannya hilang timbul?
3.Apakah hubungan kenaikan berat badan dengan gejala yang timbul?
4.Kenapa gatal terutam pada saat berkeringat?
5.Bagaimana cara menjaga kulit menurut islam?
6.Kenapa gejala timbul saat sedang menstruasi?
7.Apa diagnosis dari kasus pada scenario?
8.Mengapa gatal terjadi pada lipatan paha?
9.Apakah hubungan dengan pemakaian celana yang berlapis?
10.Apa terapi yang diberikan dokter, dan kenapa harus control secara rutin?
11.Kenapa bisa timbul hiperpigmentasi?
12.Menandakan apakah adanya central healing
2
JAWABAN
1,3,4,11. Karena orang gemuk lebih mudah untuk berkeringat, keringatnya menyebabkan
lembap dan jamur mudah untuk berkembangbiak. Serta keringat juga dapat menyebabkan adanya
beruntus, karena beruntus gatal digaruk dan menyebabkan iritasi (kemerahan)
2. Karena kemungkinan gejala dirasakan terutama saat menstruasi yang pada saat itu terjadi
perubahan hormonal dan berpengaruh kepada kulit
5. Dengan menjaga hygene yang baik
6,8,9. Menstruasi dengan pemakaian celana berlapis dapat menyebabkan mudah lembap, dengan
begitu jamur akan lebih mudah untuk berkembangbiak, menimbulkan rasa gatal dengan digaruk
akan menyebabkan iritasi. Serta pada saat menstruasi terjadi perubahan hormonal yang dapat
menyebabkan hiperpigmentasi
7. Dermatofitosis
10. Anti jamur. Karena gejala yang dirasakan hilang timbul maka diperlukan control secara rutin
untuk memantau atas terapi yang diberikan dokter
12. Infeksi yang disebabkan oleh jamur
HIPOTESIS
Perempuan yang sedang menstruasi akan terjadi perubahan hormonal yang dapat memperngaruhi
kulit, dan lebih mudah juga untuk berkeringat. Lebih mudah berkeringat juga dapat disebabkan
oleh orang gemuk atau pada yang mengalami peningkatan berat badan. Factor pemakaian celana
berlapis juga memicu untuk berkeringat. Dari keringat yang berlebih tersebut akan membuat
lembap dan jamur akan mudah untuk berkembang biak, jamur tersebut pada kulit dapat
menyebabkan beruntus menimbulkan gatal, apabila digaruk akan timbul kemerahan. Apabila
kondisi ini berlangsung lama akan menyebabkan hiperpigmentasi, hiperpigmentasi sendiri juga
dapat disebabkan pada saat menstruasi yang dapat mengakibatkan perubahan hormonal. Tanda
tanda kelainan kulit seperti ini merupakan infeksi penyakit kulit karena jamur.
SASARAN BELAJAR
1. Mampu memahami dan menjelaskan Anatomi kulit
2. Mampu memahami dan menjelaskan Fisiologi kulit
3. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis
3.1. Definisi
3.2. Etiologi
3.3. Klasifikasi
4. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatofitosis
4.1. Definisi
4.2. Epidemiologi
4.3. Klasifikasi
4.4. Etiologi
4.5. Patofisiologi
4.6. Manifestasi klinis
4.7. Diagnosis dan diagnosis banding
4.8. Tata laksana
4.9. Prognosis
4.10.
Komplikasi
4.11.
Pencegahan
5. Mampu memahami dan menjelaskan menajaga kulit menurut pandangan Islam dan menutup
au
Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan
paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.
keterangan:
A
Melanocyt
Langerhans cell
Merkels cell
Nervnda
1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran
Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk
melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik
dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
Mengusir mikroorganisme patogen
Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal
jika bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete
ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan
yang disebut fingers prints.
2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2
lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks
(cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.
3) Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini
terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
a. Sel lemak
o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
o Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan
o Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti
otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan
penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan
energi
b. Vaskularisasi
Dikulit diatur oleh 2 pleksus:
o Pleksus superfisialis
o Pleksus profunda
Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
-
Kelenjar Apokrin
Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut
K. seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)
2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang
rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
Turunan Kulit
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus pili,
yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan ikat
yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup
folikel rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk
oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks. Sel-sel
folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada
permulaan perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel
terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan menghasilkan
berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan
terjepit diantara dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke
sarung folikel dan berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan
rambut menegak dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi
keadaan yang tampak pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem
saraf simpatis dan penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.
Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif
bermitosis menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian
pangkal kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula. Lempeng kuku
tumbuh dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku merupakan lanjutan
stratum germinatif, terdiri atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua atau tiga lapisan
spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang berbentuk bulan , disebut lunula.
Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan
kuku bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang seperti, adanya
lekukan dan kekeruhan sering ditemukan pada infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek,
konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam
rematik. Kuku yang kering dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.
10
11
6.Pembentukan pigmen
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah
serta besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar
matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangantangan dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag. Warna kulit juga dipengaruhi
oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
7.Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas makin gepeng
dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilangdan keratinosit ini menjadi
sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan member
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
8.Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.
9.Fungsi Ekspresi Emosi
Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi
sebagai alat untuk menentukan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dapat
dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan oleh
kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar
keringat, ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan
rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak
semakin merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas.Semua fungsi kulit pada manusia
berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.
3. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis
3.1 Definisi
Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dibagi
menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.
3.2 Etiologi
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.
12
3.3 Klasifikas
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala
klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan kardiovaskular.
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari
jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of
Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1.
Aktinomikosis
2.
Nokardiosis
3.
Antinomikosis misetoma
4.
Blastomikosis
5.
Parakoksidiodomikosis
6.
Lobomikosis
7.
Koksidiodomikosis
8.
Histoplasmosis
9.
Histoplasmosis Afrika
10.
Kriptokokosis
11.
Kandidiosis
12.
Geotrikosis
13.
Aspergillosis
14.
Fikomikosis
15.
Sporotrikosis
16.
Maduromikosis
17.
Rinosporidiosis
18.
Kromoblastomikosis
19.
13
Gejala klinis :
Pembengkakan
Abses
Fistel multiple
14
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan
sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk
fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir butir sering bersama sama eksudat mengalir ke luar
dari jaringan.
Diagnosis:
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun bila
disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula
penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang kadang
perlu dipertimbangkan. Obat obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin
dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik, tetapi
pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar.
Obat obat baru antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma
maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak
begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat alat dalam merupakan kecualian
SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran
kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah
membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi pada
daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR
dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit
atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain bentuk kulit
yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi
infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium yodida
jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat
diberikan.
KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur
yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai
dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk
15
vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada
di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan,
muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber
penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi
pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan
penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu
kegiatan penderita sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.
Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin
graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di
JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir ini
memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium
carrionii.
ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS
Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcammacam jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam
buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan
Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai
dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis, otozigomikosis,
zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit
jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan
sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada
orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor predisposisi.
Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadangkadang dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di
Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan India.
Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus
subkutan yang perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya
keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam
dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas,
hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
16
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida. Mulai
dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi,
penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan dipertahankan terus
sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik.
Dosis yang diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini
umumnya baik
B.Mikosis superfisialis
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:
-
Pitriasis versikolor
Piedra hitam
Piedra putih
Otomikosis
Keratomikosis
4.
4.1.
Definisi
Setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit dan mengenai stratum
korneum kulit, rambut dan kuku, termasuk onikomikosis dan berbagai macam bentuk tinea.
Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis. 4
Jamur dermatofit dinamai sesuai dengan genusnya (mycrosporum, trichophyton, dan
epidermophyton) dan spesiesnya misalnya, microsporum canis, t. rubrum). Beberapanya hanya
menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainya terutama menyerang hewan (zoofilik), walau
kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi dikulit pada manusia,
keberadaaan jamur tersebut sering menyebabkan suatu reaksi inflamasi yang hebat (misalnya,
cattle ringworm).
4.2.
Epidemiologi
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi
di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun
angka ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
17
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis yang
dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu
antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak
ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis Oral, dan
Kandidiasis Vulvovaginalis.
Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah
sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans,
E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan
Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan
penyakit di dunia.9
Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak
121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus
penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pitiriasis versikolor.
Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa
kasus di laporkan di Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum.
Perkiraan insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis merupakan penyakit
kulit yang menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis,
tinea cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus dermatomikosis
melalui pemeriksaan sampel di Eropa.
Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia
sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.9
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
27% Trichophyton mentagrophytes
7% Trichophyton verrucosum
3% Trichophyton tonsurans
Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum versicolor,
Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and Trichophyton
violaceum.
18
4.3.
Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadangkadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1.
Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
2.
Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
3.
4.
Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati
dengan steroid topical kuat.
4.4.
Etiologi
19
SPECIES
Microsporum audouinii
Anthropophilic
Microsporum canis
Microsporum cooeki
Microsporum ferrugineum
Anthropophilic
Microsporum gallinae
Zoophilic (fowl)
Microsporum gypseum
Microsporum nanum
Microsporum persicolor
20
Natural Reservoir
Ajelloi
Geophilic
Concentricum
Anthropophilic
Equinum
zoophilic (horse)
Erinacei
zoophilic (hedgehog)
Flavescens
geophilic (feathers)
Gloriae
Geophilic
Interdigitale
Anthropophilic
Megnini
Anthropophilic
Mentagrophytes
Phaseoliforme
Geophilic
Rubrum
Anthropophilic
Schoenleinii
Anthropophilic
Simii
Soudanense
Anthropophilic
Terrestre
Geophilic
Tonsurans
Anthropophilic
Vanbreuseghemii
Geophilic
Verrucosum
Violaceum
Anthropophilic
Yaoundei
anthropophilic
21
4.5.
Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau
tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian
debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau
sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya
didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke
jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di
stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi
peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal
afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang
liapt paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
22
Manifestasi klinis
Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa
dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor
sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan
Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak
menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain,
biasanya di kulit.
23
Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi
24
pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu
dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah
dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh
jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch,
yang pada klinik tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan
lampu wood terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit, melampaui
batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini
biasanya disertai tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.
2.
Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi
berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya.
Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3.
Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang
terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat
sebagai titik hitam. Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata,
dermatitis seboroik dan psoriasis (Siregar, 2005). 13
Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique)
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
1.
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas
terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah
tengah biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada
umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat
sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2.
Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan
pada sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris
et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama
dengan tinea unguium.
3.
Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan
melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.
Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus.
Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar
yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati,
25
penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea
korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya
tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang
menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan microsporum
gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur
penyebab, akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan
penderita penderita.
4.7.
Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah
mungkin.
Interpretasi
2. Pemeriksaan KOH
Cara pengambilan spesimen :
a) Kulit tidak berambut :
c) Kuku
Tekan kaca penutup perlahan-lahan agar sediaan yang sudah lisis menipis
dan rata.
Interpretasi
-
Pada pemeriksaan, elemen jamur tampak seperti garis dan memiliki indeks
bias berbeda dengan sekitarnya, pada jarak tertentu dipisahkan oleh sekat
dan dijumpai butir butir bersambung seperti rantai (artrospora).
Kandidosis : tampak sel ragi berbentuk lonjong atau bulat, blastospora (sel
ragi bertunas) dan pseudohifa.
Tinea capitis
Ciri-ciri case:
Botak/allopecia (rambut mudah patah)
Rambut kusam, rapuh, tidak mengkilat
Kulit bersisik abu-abu (gray patch type)
Papul yang eritem
Ada faktor resiko (kontak dengan teman, hewan, dll)
Diagnosis Banding
Gejala
Tinea capitis
Allopecia
Areata
Trikotilomania
Dermatitis
Seboroik
Allopecia
(pd kepala)
Batas
Tegas,
eromatous
Tegas,
bulat/lonjong
Tidak tegas
Tegas,
tidak
erimatous
Rambut
28
Skuama
Berminyak dan
kekuningan
Nyeri
-/+
Gatal
Papul eritem
eritema
kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu-abu,
mudah dicabut dari akarnya, kemudian terjadi alopesia.
Gatal, dan sensari terbakar pada daerah inguinal, lipatan paha, anus, bawah
perut.
Tinea Kruris
Ciri-ciri kasus:
Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna kekuningan,
dan batasnya tidak tegas.
2. Erythrasma batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, pada fluoresensi berwarna merah
bata yang khas dengan sinar Wood.
3. Candidiasis lesi relativ lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
4. Psoriasis skuama lebih tebal dan berlapis-lapis
Diagnosis Kerja
Tinea Cruris: inflamasi yang disebabkan jamur dermatofita pada superfisial terutama di daerah
inguinal, gluteal, dan suprapubik.
Etiologi T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum
30
Epidemiologi:
-
Laki:perempuan = 3:1
Faktor Resiko:
Manifestasi klinis
-
Lesi pada genitokrural saja, atau meluas ke anus, gluteal, atau perut bagian
bawah
Lesi berbatas tegas dan inflamasi pada bagian tepi lebih nyata
Kulit telapak serta jari mengelupas dan ada lesi putih di sela-sela jari
Tinea Manum
Ciri-ciri case:
Diagnosis Banding
1. Psoriasis :
2. Keratoderma palmaris
31
3. Dermatitis
Diagnosis Kerja
Tinea Manus
Merupakan dermatofitosis pada daerah palmar dan interdigital di tangan.
Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, dan Epidermophyton
floccosum.
Epidemiologi:
o Merupakan dermatofitosis terbanyak di dunia
o Ditularkan melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi, dari tanah
atau melalui autoinokulasi.
o Hampir selalu bersamaan dengan tinea pedis/unguinum
Faktor resiko:
o Menderita dermatofitosis jenis lainnya seperti tinea pedis
o Higienitas kurang terjaga
o Sanitasi lingkungan yang buruk
o Imunitas yang menurun
Manifestasi Klinis
o Gatal (++)
o Telapak tangan yang hiperkeratotik kalau sudah kronik
o Kulit kering
o Skuama (+)
o Biasanya unilateral
o Inflamasi berupa vesikel atau bullae yang jarang ditemukan
o Bisa dikatakan tinea pedis yang bermanifestasi klinis di tangan
32
4.8.
Tata laksana
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal
pada kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal
pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai.
Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah
Infeksi
Rekomendasi
Alternatif
Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
berturut-turut.
Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-12
bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d sembuh
(12-18 bulan)
Tinea capitis
Griseofulvin
Terbinafine
250
mg/hr/4
mgg
500mg/day
Itraconazole
100
mg/hr/4mgg
(
10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)
Tinea corporis
Tinea cruris
Tinea pedis
Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh (3selama 4-6 minggu
widespread
6 bulan).
non-responsive
tinea.
Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
33
Prognosis
DUBIA AD BONAM, bila penatalaksaan dilakukan dengan rutin dan tepat maka
dermatofitosis dapat sembuh total.
4.10. Komplikasi
4.11. Pencegahan
Tinea capitis
Tinea Cruris
Tinea Manus
35
37
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilmans. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and
Parker, K.L: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, New York 2006)
Budimulja, U.: Penyelidikan dermatofitosis di RS Dr.Cipto Mangunkusomo Jakarta. Tesis
(Jakarta 1980)
Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003
Conant, N.F.: Smith, D.T.: Baker, R.D. and Callaway, J.L: Manual of clinical mycology; 3rd ed.
(W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Tronto 1971)
Grunwald, M.H.: Adverse drug reacions of the new oral antifungial agents-terbinafine,
gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37: 410-4315
Harjandi: Widaty, S.: Bramono K.: Folikulitis pitisporum. Laporan kasus Kongres PMKI,2000.
Hutapea, O.N,: LAporan pendahuluan mengenai cutaneous sporothricosis pada para petani di
Sumetera Utara, KONAS PADVI, Surabaya, 1976, 1: 340-348
http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menjaga_
kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan erupsi di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, Jakrta: tesis, Program
Pendidikan Dokter Spesialis FKUI, Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the Philippines;
Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6 (1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic Actinomycetes
(W.B. Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I, hal 334-339
(KONAS PADVI,Surabaya 1976)
38