Menyongsong AFTA 2015 tentu praktisi kesehatan di negara kita akan
berlomba-lomba memenuhi standar kompetensi yang digunakan oleh masyarakat
dunia dengan didasari semangat untuk memberikan pelayanan terbaik. Standar kompetensi minimum internasional yang harus dimilki oleh semua lulusan dokter ini ditetapkan oleh sebuah lembaga yang disebut The Institute for International Medical Education (IIME). IIME menetapkan terdapat 7 standar kompetensi minimum yang harus dikuasai oleh seorang tenaga kesehatan; (1) professional values, attitudes, behavior and ethics, (2) scientific foundation of medicine, (3) clinical skills, (4) communication skills, (5) population health and health systems, (6) management of information, (7) critical thinking and research . Ketujuh aspek yang disebut dengan Global Minimum Essential Requirements (GMER) inilah yang menjadi fokus bagi pemerintah untuk bekerja keras menyiapkan tenaga-tenaga kesehatan dengan kompetensi tinggi dan dapat bersaing di level internasional. Untuk mencapainya, diperlukan berbagai inovasi dan strategi yang dimulai pada level sistem pendidikan kedokteran itu sendiri. Dalam rangka penyiapan standar kompetensi sumber daya tenaga kesehatan di seluruh dunia, IIME dipercaya untuk menetapkan minimum essential competences dalam tiga fase pelatihan dan persiapan lulusan tenaga kesehatan. Fase pertama, pendefinisian kompetensi minimum: Mengembangkan Global Minimum Essential Requirements (GMER) yang memasukkan pengetahuan, skills, etika dan perilaku yang wajib dimiliki oleh setiap dokter. Selain itu, mengidentifikasi dan mengembangkan metode yang diperlukan untuk penilaian kompetensi lulusan dan mengevaluasi apakah sekolah yang menyediakan sarana pendidikan tersebut telah memenuhi kompetensi yang diharapkan. Fase kedua, Implementasi eksperimental: yaitu dengan menggunakan metode penilaian kompetensi untuk mengevaluasi outcome yang ada. Selain itu, dengan memulai program untuk menganalisis kekurangan-kekurangan dalam proses pembelajaran dan mencari terobosan baru untuk menutupi kekurangan tersebut. Fase ketiga yaitu Membandingkan produk-produk sistem pembelajaran tersebut dengan memasuki persaingan global di level internasional. Ada tiga aspek yang kita pandang berkaitan dengan usaha peningkatan mutu sumber daya dan profesionalitas tenaga kesehatan di era global. Terkait usaha peningkatan mutu sumber daya dan profesionalitas tenaga kesehatan Indonesia di era global, setidaknya terdapat tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, aspek analisis tantangan tenaga kesehatan di era global. Salah satu imbas adanya AFTA 2015 (Asean Free Trade Area) adalah semakin luasnya aspek perdagangan dunia. Aliran perdagangan yang terjadi tidak hanya aliran barang publik, tetapi juga perdagangan jasa termasuk jasa tenaga kesehatan yang dapat mengakses dengan bebas ke berbagai Negara. Sebagai langkah
antisipasi, pemerintah perlu mengembangkan standar kompetensi untuk penyiapan
skills dan endurance tenaga kesehatan lebih baik lagi. Kedua, aspek proses pengembangan SDM kesehatan. Satu hal yang perlu diperhatikan untuk menyesuaikan perkembangan dunia adalah dengan meningkatkan akses informasi dunia luar sehingga akan menghasilkan lulusanlulusan yang mempunyai cakrawala berpikir yang luas dan terbuka dengan perkembangan dunia luar. Perlu juga menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan di luar negeri untuk memaksimalkan usaha tersebut. Ketiga, melakukan berbagai inovasi sistem pembelajaran yang memudahkan mahasiswa memahami ilmu kedokteran dengan lebih tersistematis dan komprehensif. Selain itu, kontrol kualitas perlu dilakukan dengan proses assesment yang bagus dan objektif. Sebenarnya apabila ditanyakan mengenai kesiapan Indonesia menghadapi AFTA 2015, tentu jawabannya belum. Namun harus ada upaya yang dilakukan baik oleh pemerintah, badan atau organisasi yang terkait, lingkungan pendidikan kesehatan, maupun masyarakat khususnya mahasiswa kesehatan. Bagi pemerintah, membuat aturan mengenai proses masuknya tenaga kesehatan khususnya dokter gigi dari luar negeri misalnya diadakan test penyetaraan standar kompetensi dengan Negara Indonesia. Bagi lingkungan pendidikan yaitu perbaikan sistem uji kompetensi sehingga kualitas dokter gigi di Indonesia sama. Pada fakultas, lebih memperbaiki sistem pengajaran sehingga kualitas mahasiswa nantinya yang diluluskan dapat bersaing dengan lulusan dari luar negeri. Selain itu fasilitas dalam proses belajar mengajar ditingkatkan, kita harus mengejar teknologi yang dimiliki Negara tetangga. Dari segi pengajar juga harus memiliki kemampuan yang baik untuk mentransfer ilmu dan mengembangkan dunia kedokteran gigi dengan melakukan penelitian sehingga dapat dipublikasikan ke kancah Internasional sehingga kedokteran gigi Indonesia tidak diragukan lagi dan masyarakat dalam negeri percaya terhadap kualitas dokter gigi dalam negeri. Sedangkan dari segi mahasiswa kesehatannya sendiri perlu ditanamkan sikap keingin tahuan yang besar mengenai ilmu-ilmu maupun alat-alat dibidang kesehatan terbarukan sejak menimba ilmu di perguruan tinggi, sehingga mahasiswa kita nantinya setelah lulus mampu menjadi tenaga kesehatan yang handal dan mampu menjawab perubahan jaman yang begitu cepat. Tantangan AFTA 2015 ini merupakan tanggung jawab dari seluruh komponen Indonesia, karena semua usaha di atas tidak akan berhasil jika tidak adanya satu pemikiran dan kerjasama yang solid antar komponen tersebut.