DAN
ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
TAHUN ANGGARAN 2014
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Umum .......................................................................................................
1-1
1.2
1-2
1.3
1-3
1.4
1-4
BAB 2
2.1
Umum .......................................................................................................
2-1
2.2
2-3
2.2.1
2-3
2.2.2
2-5
2.2.3
2-6
2.2.4
2-6
2.3
2-8
2.3.1
2-8
2.3.2
Inflasi ........................................................................................................
2-15
2.3.3
2-16
2.3.4
2-17
2.3.5
2-18
2.4
2-21
BAB 3
3.1
Pendahuluan .............................................................................................
3-1
3.2
3-1
3.2.1
3-1
3.2.1.1
3-2
3.2.1.2
3-7
3.2.2
3-10
Daftar Isi
Halaman
BAB 4
4.1
Pendahuluan .............................................................................................
4-1
4.2
4-2
4.2.1
4-4
4.2.2
4-8
4.2.2.1
4-9
4.2.2.2
4-20
4.2.3
4-21
4.3
4-26
4.4
4-29
BAB 5
5.1
Pendahuluan .............................................................................................
5-1
5.2
5-1
5.2.1
5-2
5.2.1.1
5-2
5.2.1.2
5-2
5.2.1.2.1
5-3
5.2.1.2.2
5-7
5.2.1.2.3
5-8
5.2.2
5-8
5.2.2.1
5-9
5.2.2.2
5-10
5.2.2.3
5-11
5.2.2.4
5-12
5.3
5-12
5.3.1
5-12
ii
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
1-3
Tabel 1.2
1-5
Tabel 2.1
2-3
Tabel 2.2
2-6
Tabel 2.3
2-9
Tabel 2.4
2013-2014 ...............................................................................................
2-14
Tabel 2.5
2-21
Tabel 3.1
3-2
Tabel 3.2
3-4
Tabel 3.3
3-8
Tabel 4.1
4-2
Tabel 4.2
4-3
Tabel 4.3
4-5
Tabel 4.4
4-6
Tabel 4.5
4-10
Tabel 4.6
4-22
Tabel 4.7
4-28
Tabel 5.1
5-3
Tabel 5.2
5-7
Tabel 5.3
5-8
Tabel 5.4
5-9
Tabel 5.5
5-11
Tabel 5.6
5-12
Tabel 5.7
5-13
Tabel 5.8
5-13
iii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 2.1
2-4
Grafik 2.2
2-5
Grafik 2.3
2-5
Grafik 2.4
2-7
Grafik 2.5
2-7
Grafik 2.6
2-17
Grafik 2.7
2-17
Grafik 2.8
2-18
Grafik 2.9
2-19
Grafik 2.10 Lifting Minyak Bumi (Ribu Barel Per Hari) ..........................................
2-20
Grafik 2.11 Lifting Gas Bumi (Ribu Basrel Setara Minyak Per Hari) ...............................
2-20
Grafik 3.1
3-4
Grafik 3.2
3-4
Grafik 3.3
3-5
Grafik 3.4
3-5
Grafik 3.5
3-5
Grafik 3.6
3-6
Grafik 3.7
3-6
Grafik 3.8
3-6
Grafik 3.9
3-7
3-8
3-9
3-9
3-9
3-9
3-10
Grafik 5.1
5-2
Grafik 5.2
5-4
Grafik 5.3
5-5
iv
Daftar Grafik
Halaman
Grafik 5.4
Penyertaan Modal Negara Lainnya APBN 2014 dan APBNP 2014 ............
5-6
Grafik 5.5
Penerbitan Surat Berharga Negara (Neto) APBN 2014 dan APBNP 2014
5-9
Grafik 5.6
Penarikan Pinjaman Luar Negeri APBN 2014 dan APBNP 2014 ...............
5-10
Pendahuluan
Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, kondisi perekonomian nasional menunjukkan
perkembangan yang berbeda dengan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN
tahun 2014, terutama pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga SPN tiga bulan, lifting minyak, dan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2013
mencapai 5,8 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan target APBNP-nya sebesar
6,3 persen. Tekanan pada pertumbuhan ekonomi tersebut terus berlanjut pada triwulan I tahun
2014, sehingga pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dari target APBN
2014 sebesar 6,0 persen. Selain itu, rata-rata lifting minyak bumi periode Desember tahun
2013 sampai dengan Juni tahun 2014 mencapai 797 ribu barel per hari, jauh lebih rendah bila
dibandingkan dengan target dalam APBN-nya sebesar 870 ribu barel per hari. Perbedaan antara
realisasi dan target tersebut diperkirakan memberikan tekanan yang sangat berat terhadap
pelaksanaan APBN tahun 2014, baik dari sisi pendapatan maupun belanja negara.
Pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan diperkirakan turun secara signifikan.
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh perkiraan lebih rendahnya target pertumbuhan
ekonomi tahun 2014 dibandingkan dengan asumsi dalam APBN-nya. Selain itu, capaian realisasi
penerimaan perpajakan pada tahun 2013 yang lebih rendah dari target APBNP tahun 2013
juga berpengaruh terhadap penurunan target penerimaan perpajakan tahun 2014. Di sisi lain,
penerimaan negara bukan pajak diperkirakan lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2014, terutama disebabkan oleh meningkatnya penerimaan SDA migas sebagai
akibat dari pelemahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Di sisi belanja negara, pelaksanaan APBN tahun 2014 juga mengalami tantangan yang berat,
terutama karena meningkatnya beban subsidi energi secara signifikan, sebagai akibat langsung
dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp10.500 per USD
menjadi sekitar Rp11.600 per USD. Selain itu, tekanan terhadap belanja negara juga berasal
dari beberapa kewajiban atas kegiatan tahun 2013 yang harus dibayar pada tahun 2014, seperti
subsidi BBM dan subsidi listrik, dana bagi hasil, serta kewajiban lainnya.
Penurunan target pendapatan negara yang diiringi dengan peningkatan beban belanja negara,
termasuk tambahan alokasi untuk anggaran pendidikan, menyebabkan defisit APBN tahun
2014 yang semula ditargetkan sebesar 1,69 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB),
berpotensi membengkak menjadi lebih dari 3,0 persen terhadap PDB. Hal tersebut berarti
melebihi ambang batas maksimum defisit sebesar 3,0 persen dari PDB, sebagaimana tercantum
dalam Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Untuk itu, perlu
dilakukan langkah-langkah pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN, dengan menjaga
defisit dalam batas yang aman.
Dalam rangka mengendalikan dan mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014 dan menjaga
defisit APBN dalam batas yang aman, perlu dilakukan langkah-langkah konsolidasi fiskal, pada
komponen-komponen utama APBN. Langkah tersebut meliputi optimalisasi penerimaan, baik
1-1
Bab 1
Pendahuluan
pajak maupun bukan pajak; efisiensi dan pengendalian belanja negara; serta peningkatan
kapasitas pembiayaan anggaran. Hal ini diharapkan lebih menjamin terlaksananya APBN tahun
2014 secara lebih aman, dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Langkahlangkah pengamanan APBN tersebut dituangkan dalam pengajuan RAPBNP tahun 2014.
Pengajuan RAPBNP tahun 2014 dimaksud, telah sesuai dengan dasar hukum perubahan APBN
tahun 2014, yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013, yang
mengamanatkan bahwa Pemerintah dapat mengajukan RUU tentang Perubahan atas APBN
Tahun Anggaran 2014 apabila terjadi (1) perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak
sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN tahun anggaran 2014; (2) perubahan pokokpokok kebijakan fiskal; (3) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran
antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan/atau (4) keadaan yang
menyebabkan saldo anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran yang berjalan.
Penyampaian RUU APBNP tahun anggaran 2014 beserta Nota Keuangannya kepada DPR
bertujuan agar langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2014 dapat segera
dibahas dan ditetapkan bersama dengan DPR, serta segera dapat dilaksanakan secara efektif.
Laju inflasi diperkirakan cenderung lebih rendah didukung oleh membaiknya pasokan
barang kebutuhan masyarakat dan harga komoditas internasional yang cenderung turun.
Selain itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil diharapkan dapat menjaga
laju inflasi sepanjang tahun 2014.
3) Tingkat bunga SPN tiga bulan dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen.
Kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian di sektor
keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat bunga obligasi pemerintah.
Namun, masih tingginya permintaan obligasi pemerintah menjadi faktor positif bagi
pencapaian tingkat suku bunga sesuai target yang ditetapkan.
4) Nilai tukar Rupiah dari Rp10.500 per USD menjadi Rp11.600 per USD.
Isu kebijakan tapering off oleh The Fed telah menimbulkan tekanan yang sangat signifikan
pada nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai keseimbangan
baru yang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Sinergi kebijakan
fiskal, moneter dan sektor riil diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
1-2
Pendahuluan
Bab 1
5) Lifting minyak dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari dan lifting gas
dari 1.240 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.224 ribu barel setara minyak per
hari.
Dengan mempertimbangkan realisasi lifting minyak dan gas bumi pada triwulan I
tahun 2014, sampai dengan akhir tahun 2014 lifting minyak dan gas bumi diperkirakan
lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tidak tercapainya target lifting tersebut antara lain: permasalahan lisensi
dan lahan, kompensasi serta masalah internal perusahaan.
Rincian asumsi dasar ekonomi makro tahun 2014 disajikan dalam Tabel 1.1.
TABEL 1.1
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO TAHUN 2014
Indikator Ekonomi
2013
2014
Realisasi
APBN
APBNP
5,8
6,0
5,5
b. Inflasi (% yoy)
8,4
5,5
5,3
10.460,0
10.500,0
11.600,0
4,5
5,5
6,0
106,0
105,0
105,0
825,0
870,0
818,0
1.213,0
1.240,0
1.224,0
1-3
Bab 1
Pendahuluan
1-4
Pendahuluan
Bab 1
2014
LKPP Audited
APBN
APBNP
A. Pendapatan Negara
I. Pendapatan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
Tax Ratio
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Penerimaan Hibah
1.438.891,1
1.432.058,6
1.077.306,7
11,45
354.751,9
6.832,5
1.667.140,8
1.665.780,7
1.280.389,0
12,35
385.391,7
1.360,1
1.635.378,5
1.633.053,4
1.246.107,0
12,38
386.946,4
2.325,1
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
II. Transfer ke daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer
D.Surplus (Defisit) Anggaran
% Defisit terhadap PDB
1.650.563,7
1.137.162,9
513.260,4
430.354,7
82.905,7
(98.637,2)
(211.672,7)
(2,33)
1.842.495,3
1.249.943,0
592.552,3
487.931,0
104.621,3
(54.069,0)
(175.354,5)
(1,69)
1.876.872,8
1.280.368,6
596.504,2
491.882,9
104.621,3
(106.041,1)
(241.494,3)
(2,40)
E. Pembiayaan
237.394,6
243.199,7
(5.805,2)
Kelebihan/(kekurangan) Pembiayaan
25.721,9
175.354,5
241.494,3
196.258,0
(20.903,5)
254.932,0
(13.437,7)
1-5
Bab 2
BAB 2
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR
EKONOMI MAKRO
2.1 Umum
Perkembangan ekonomi global dalam dua tahun terakhir masih kurang menggembirakan.
Pemulihan ekonomi dunia yang diharapkan dapat terjadi di tahun 2013, ternyata masih
tertunda. Pada tahun tersebut, laju pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,0 persen,
melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai 3,2
persen. Perlambatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh masih lemahnya kinerja ekonomi di
negara-negara maju seiring dengan pengetatan kebijakan moneter di masing-masing negara.
Di samping itu, perekonomian negara berkembang, khususnya Tiongkok dan India, yang pada
tahun-tahun sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global, menunjukkan
perlambatan yang cukup signifikan.
Dalam tahun 2013, kondisi pasar keuangan global juga diwarnai gejolak, khususnya yang terjadi
di beberapa negara emerging markets (EMs) akibat isu ketidakpastian kebijakan pengetatan
moneter di Amerika Serikat (AS). Isu tersebut menyebabkan harga saham di negara-negara
berkembang mengalami penurunan sebagai dampak berbaliknya aliran modal ke negara-negara
maju. Hal ini selanjutnya mengakibatkan pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang.
Selain itu, sentimen negatif terhadap defisit neraca berjalan karena melemahnya permintaan
global, turut menjadi faktor pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang.
Dalam rangka merespon dan memitigasi dampak gejolak eksternal tersebut, Pemerintah dan
Bank Indonesia telah berkoordinasi dan bersama-sama lebih memfokuskan kebijakan untuk
mengembalikan stabilitas ekonomi. Di sisi lain, kebijakan stabilisasi yang telah diterapkan
membawa konsekuensi berupa perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan langkahlangkah yang diambil, perekonomian domestik diharapkan memiliki landasan yang lebih kuat
untuk tumbuh secara berkelanjutan dengan stabilitas yang tetap terjaga dalam beberapa tahun
ke depan.
Masih lemahnya kinerja ekonomi global tahun 2013 akan berdampak pula pada outlook ekonomi
dunia tahun 2014. Prospek ekonomi global tahun 2014 juga masih menghadapi tantangan dan
risiko tekanan dari kebijakan tapering off yang mulai dilaksanakan oleh Bank Sentral Amerika
Serikat (the Fed) pada awal 2014. Kebijakan tersebut menimbulkan gejolak nilai tukar dan arus
likuiditas global yang sangat signifikan, khususnya oleh negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Gejolak-gejolak tersebut pada gilirannya menjadi risiko tersendiri bagi kinerja
ekonomi mancanegara.
Berdasarkan perkembangan indikator-indikator yang ada, berbagai institusi keuangan dunia
telah melakukan revisi terhadap outlook kinerja ekonomi global tahun 2014. Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund-IMF) pada Juli 2013 memprediksi pertumbuhan
ekonomi dunia tahun 2014 mencapai 3,8 persen. Angka tersebut telah menjadi acuan
pertumbuhan ekonomi dunia dalam APBN 2014. Pada April 2014, IMF telah merevisi ke bawah
angka pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,6 persen. Demikian halnya dengan perkiraan
pertumbuhan volume perdagangan yang pada awalnya diperkirakan akan tumbuh sebesar
2-1
Bab 2
5,4 persen, kini direvisi menjadi hanya 4,3 persen. Perkembangan perekonomian global yang
kurang menggembirakan tersebut akan berdampak pula pada perkembangan ekonomi domestik,
terutama melalui transmisi perdagangan dan arus lalu lintas modal.
Isu kebijakan tapering off oleh the Fed telah memberikan tekanan yang sangat signifikan pada
nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia. Isu tersebut menimbulkan perubahan aliran
lalu lintas likuiditas global. Dana-dana yang dalam beberapa tahun terakhir telah bergerak ke
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai mengalir kembali ke Amerika Serikat.
Kondisi tersebut telah menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya,
dalam hal ini bagi Indonesia adalah pelemahan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah yang pada
semester I 2013 bergerak pada kisaran Rp9.600 - Rp9.800 per dolar AS, kemudian melemah
hingga mencapai di atas Rp12.000 per dolar AS di akhir 2013. Namun kemudian, respon
kebijakan yang telah diambil mampu meredam kejatuhan Rupiah lebih dalam. Pergerakan
Rupiah pada tahun 2014 mencapai titik keseimbangan baru yang diperkirakan berada di atas
asumsi Rp10.500 per dolar AS yang ditetapkan dalam APBN 2014.
Pergerakan arus modal dan pelemahan nilai tukar Rupiah juga membawa implikasi bagi
peningkatan tingkat suku bunga di dalam negeri seiring likuiditas yang relatif mengetat.
Kondisi tersebut juga diperkirakan akan mendorong peningkatan suku bunga rata-rata Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan menjadi sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam APBN
2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen.
Masih lemahnya kinerja ekonomi global juga berdampak pada prospek kinerja ekspor Indonesia.
Ekspor diperkirakan kembali melambat di tahun 2014, antara lain bersumber pada penurunan
ekspor ke Tiongkok dan juga dampak strategi pemerintah untuk menggeser peran ekspor
barang mentah, khususnya bahan mineral pertambangan mentah. Pada saat yang sama, impor
diperkirakan akan melemah, dipengaruhi antara lain oleh pelemahan nilai tukar Rupiah, dan
menurunnya kebutuhan bahan input untuk produksi ekspor. Pertumbuhan Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan meningkat namun masih belum cukup kuat. Peningkatan
tersebut antara lain didukung oleh tren investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA dan
Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) yang terus meningkat.
Di sisi lain, kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian
di sektor keuangan berdampak pada tingginya biaya kredit di dalam negeri serta melemahnya
dukungan kredit bagi sektor riil. Konsumsi rumah tangga merupakan komponen pembentuk
PDB dengan pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Bonus demografi, peningkatan kelompok
penduduk berpendapatan menengah, dan aktivitas pemilu legislatif dan presiden diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di atas 5,0 persen. Perlambatan
perekonomian juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
fiskal melalui penyesuaian anggaran belanja tahun 2014. Dengan faktor-faktor tersebut, laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
dalam APBN 2014 yang sebesar 6,0 persen.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah potensi tidak tercapainya asumsi lifting minyak
dan gas bumi. Risiko pada lifting migas tersebut antara lain disebabkan beberapa kendala teknis
yang menyebabkan keterlambatan pengoperasian sumur-sumur baru. Realisasi lifting minyak
dan gas bumi pada tahun 2014 diperkirakan di bawah asumsi yang ditetapkan di dalam APBN
2014.
2-2
Bab 2
2013
Proyeksi
Apr'13
Proyeksi
Jul'13
Proyeksi
Apr'14
Dunia
3,0
4,0
3,8
3,6
Negara Maju
1,3
2,2
2,1
2,2
1,9
3,0
2,7
2,8
Eropa
-0,5
1,1
0,9
1,2
Jepang
1,5
1,4
1,2
1,4
4,7
5,7
5,4
4,9
Tiongkok
7,7
8,2
7,7
7,5
India
4,4
6,2
6,3
5,4
ASEAN-5
5,2
5,5
5,7
4,9
AS
Negara Berkembang
Sumber: WEO-IMF
2-3
Bab 2
2-4
Bab 2
masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,3 persen (WEO, Juli 2013). Revisi
tersebut antara lain dipengaruhi oleh tekanan inflasi di dalam negeri yang masih cukup tinggi.
Namun, sejak awal 2014, tekanan inflasi mulai dapat diredam ke tingkat single digit.
Sementara itu, kondisi ekonomi kawasan ASEAN diperkirakan masih mengalami tekanan, antara
lain disebabkan oleh perlambatan perekonomian Tiongkok serta ketegangan politik yang terjadi
di Thailand. Hal tersebut mendorong perkiraan pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 tahun
2014 mencapai 4,9 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013
sebesar 5,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ASEAN-5 tahun 2014 tersebut juga lebih rendah
bila dibandingkan dengan perkiraan awal sebesar 5,7 persen (WEO, Juli 2013).
2-5
Bab 2
2010
2011
2012
2013
Dunia
3,6
4,9
3,9
3,6
3,5
Negara Maju
1,5
2,7
2,0
1,4
1,5
5,9
7,3
6,0
5,8
5,5
Negara Berkembang
Sumber: WEO-IMF, April 2014
*) Proyeksi
2014
*)
2-6
Bab 2
Apr-14
May-14
Mar-14
Jan-14
Feb-14
Dec-13
Oct-13
Nov-13
Sep-13
Jul-13
Aug-13
Jun-13
Apr-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Feb-13
90
Thailand
Filipina
Indonesia - RHS
95
100
90
95
100
105
110
105
110
115
depr esia si
115
m ulai berkembangnya
isu pengurangan
st im ulus The Fed
120
125
130
2-7
Bab 2
2-8
Bab 2
pelemahan kinerja impor sebagai dampak menurunnya kebutuhan bahan baku input untuk
produksi serta dampak tekanan nilai tukar (lihat Tabel 2.3).
TABEL 2.3
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGELUARAN
2013-2014
(persen, yoy)
URAIAN
2013
2014
APBN
APBNP
5,3
5,3
5,3
Konsumsi Pemerintah
4,9
3,0
5,2
PMTB
4,7
7,3
5,5
Ekspor
5,3
7,2
1,4
Impor
1,2
7,1
0,2
5,8
6,0
5,5
Pada tahun 2013 pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,3 persen, sama
dengan kondisi di tahun 2012. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut cukup tinggi
meskipun adanya tekanan yang bersumber pada kebijakan penyesuaian harga BBM dalam
negeri. Kebijakan kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM, mampu mengurangi tekanan
yang terjadi, khususnya bagi kelompok masyarakat kurang mampu. Pada saat yang sama,
bauran kebijakan moneter dan fiskal mampu meredam tekanan inflasi yang terjadi sehingga
daya beli masyarakat masih terjaga. Memasuki triwulan pertama 2014, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga masih meningkat. Selain hasil dari kebijakan untuk tetap menjaga laju inflasi,
dampak pelaksanaan kegiatan kampanye dan pemilu legislatif di berbagai wilayah Indonesia
telah memberikan dorongan tambahan bagi kegiatan konsumsi baik di akhir tahun 2013 dan
awal 2014.
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun 2014 yang tertuang dalam APBNP 2014
diperkirakan mencapai tingkat yang sama dengan perkiraan dalam APBN 2014, yaitu 5,3
persen. Walaupun masih terdapat berbagai risiko tekanan dan kondisi yang kurang kondusif,
pelaksanaan pesta demokrasi pemilu legislatif dan pemilu presiden diyakini akan mampu
berdampak positif bagi daya beli masyarakat. Di samping itu, faktor bonus demografi dan
tren peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah (middle income) akan
memberikan landasan yang cukup kuat bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Beberapa
indikator lain seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), juga memberi sinyal masih kuatnya
konsumsi masyarakat. Berbagai upaya pengendalian harga akan terus dilakukan Pemerintah
untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.
Di tahun 2013, komponen pertumbuhan konsumsi pemerintah meningkat signifikan sebesar
4,9 persen bila dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun 2012 yang hanya sebesar
1,3 persen. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh membaiknya efektivitas
penyerapan anggaran dan kelanjutan program reformasi birokrasi pada kementerian/lembaga
negara. Memasuki triwulan pertama 2014, konsumsi pemerintah tumbuh pada tingkat yang
relatif moderat, tetapi masih lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan yang sama tahun 2013.
Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pola normal belanja pemerintah yang baru akan
meningkat di semester kedua.
2-9
Bab 2
Pertumbuhan konsumsi pemerintah di tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 5,2 persen,
lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang sebesar 3,0 persen.
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor belanja barang dan pegawai yang meningkat
seiring dengan adanya rencana remunerasi beberapa K/L di tahun 2014 dan adanya upaya untuk
meningkatkan efektivitas penyerapan belanja pemerintah seperti percepatan dan pemutakhiran
sistem lelang proyek Pemerintah. Selain itu, belanja Pemilu juga ikut mendorong kinerja
konsumsi pemerintah.
Di tahun 2013, pertumbuhan PMTB menunjukkan perlambatan dan mencapai 4,7 persen,
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012. Perlambatan kinerja tersebut
terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor produksi akibat perlambatan permintaan
global. Selain itu, melambatnya kinerja PMTB juga disebabkan oleh menurunnya impor barang
modal akibat meningkatnya biaya impor sebagai dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada
triwulan pertama 2014, pertumbuhan PMTB kembali meningkat meskipun belum setinggi
pertumbuhannya pada periode 2010-2012. Selain dipengaruhi oleh masih meningkatnya
realisasi PMA dan PMDN, peningkatan pertumbuhan PMTB tersebut antara lain disebabkan
oleh pertumbuhan impor mesin dan peralatan yang mulai tumbuh positif. Pada periode 2013,
komponen tersebut mencatat pertumbuhan negatif. Namun pemerintah menyadari bahwa
pertumbuhan PMTB ke depan masih dihadapkan beberapa tantangan dan risiko.
Dalam APBN Perubahan tahun 2014, laju pertumbuhan PMTB tahun 2014 diperkirakan tumbuh
5,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsinya dalam APBN 2014 yang sebesar
7,3 persen. Revisi tersebut terutama didasarkan pada dampak pelemahan nilai tukar Rupiah
yang menyebabkan kenaikan biaya impor barang modal. Di sisi lain, kebijakan tapering off oleh
The Fed diperkirakan akan menyebabkan penurunan arus modal masuk ke pasar Indonesia
sehingga menimbulkan tekanan likuiditas pasar domestik serta tingkat suku bunga. Kedua faktor
tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan investasi. Sementara itu, perlambatan
perekonomian global juga akan memberi tekanan pada permintaan global yang akhirnya akan
berdampak pada kinerja ekspor dan aktivitas sektor produksi. Hal tersebut akan menyebabkan
berkurangnya prospek dan minat pemilik modal untuk melakukan investasi. Faktor lainnya
adalah potensi sikap wait and see pelaku usaha dan investor untuk menunggu hasil pemilu
dan arah kebijakan pemerintah baru.
Namun, perbaikan kinerja PMA dan PMDN tahun 2014 yang diperkirakan masih terus
meningkat, sehingga diharapkan mampu memperlambat penurunan PMTB lebih dalam.
Masih cukup baiknya potensi kinerja PMA dan PMDN di antaranya didasarkan pada faktorfaktor besarnya pasar Indonesia, pelaksanaan program-program pembangunan infrastruktur,
perbaikan iklim usaha dan iklim layanan administrasi publik, serta penerapan Undang-undang
Minerba yang mewajibkan investasi berupa pembangunan smelter.
Perbaikan kinerja investasi di tahun 2014 juga didukung oleh komitmen beberapa perusahaan
untuk melakukan investasi dan penambahan kapasitas produksinya, baik dalam bentuk
pengembangan bangunan atau pabrik maupun penambahan mesin-mesin. Peningkatan investasi
juga akan didukung oleh langkah-langkah penguatan sektor keuangan melalui kebijakan
financial deepening serta perbaikan intermediasi perbankan. Selain itu, kemudahan pembuatan
izin memulai usaha dan akses terhadap ketersediaan listrik serta peningkatan akses terhadap
kredit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga diharapkan akan meningkatkan
investasi di tahun 2014.
2-10
Bab 2
Di tahun 2013, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih belum benar-benar pulih. Di
sisi ekspor, pertumbuhan riil ekspor barang dan jasa mencapai 5,3 persen, meningkat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012 sebesar 2,0 persen. Namun, laju pertumbuhan
tersebut lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir (8,4 persen).
Perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan negara mitra dagang utama
Indonesia. Selain itu, melemahnya kapasitas produksi dan lifting migas domestik menyebabkan
menurunnya kinerja ekspor migas. Di sisi impor, pertumbuhan riil impor barang dan jasa
tahun 2013 mencapai 1,2 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya di
tahun 2012 sebesar 6,7 persen. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya
permintaan impor barang modal akibat melambatnya aktivitas produksi dalam negeri serta
tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Pada triwulan pertama 2014, pertumbuhan ekspor dan impor telah mengalami tekanan yang
berat. Ekspor pada periode tersebut telah mencatat pertumbuhan negatif. Penurunan tersebut
terutama didorong oleh penurunan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Pemerintah Tiongkok pada
saat ini tengah melakukan upaya memperlambat kinerja ekonomi serta transformasi arah
kebijakan ekonomi dalam negerinya dengan mengalihkan sumber pertumbuhan dari ekspor
ke permintaan domestik. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan impor bahan baku
yang dibutuhkan bagi produksi barang-barang ekspor.
Selain faktor kebijakan negara mitra dagang, perlambatan ekspor Indonesia juga dipengaruhi
oleh menurunnya ekspor barang mineral mentah Indonesia yang selama ini menjadi salah
satu komoditi ekspor primadona. Kebijakan pelarangan barang mineral mentah dimaksudkan
untuk mendorong pasokan dalam negeri dalam rangka pengembangan industri domestik,
serta menggantikan peran ekspor komoditi primer dengan produk-produk manufaktur yang
memiliki nilai tambah lebih besar. Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut akan berdampak
pada penurunan ekspor Indonesia, namun dalam jangka panjang perekonomian diperkirakan
akan memperoleh manfaat yang lebih besar. Pada periode tersebut, komponen impor juga
kembali mencatat pertumbuhan negatif sebagaimana yang telah terjadi di triwulan terakhir
2013. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penurunan kebutuhan impor bahan
input untuk aktivitas ekonomi, serta dampak depresiasi nilai tukar Rupiah.
Komponen ekspor dan impor yang dalam APBN 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 7,2 persen
dan 7,1 persen, mengalami penyesuaian mendalam pada APBN Perubahan 2014 dan diperkirakan
tumbuh melambat masing-masing sebesar 1,4 persen dan 0,2 persen. Kebijakan tapering off
yang dilakukan oleh AS dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan perekonomian mitra dagang
sehingga menekan pertumbuhan ekspor Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
yang melambat juga diperkirakan berdampak kepada kinerja ekspor mengingat besarnya peran
Tiongkok sebagai tujuan ekspor Indonesia. Risiko penurunan ekspor dalam jangka pendek
diperkirakan terjadi di sektor pertambangan sebagai dampak dari pemberlakuan Undangundang Minerba. Namun dalam jangka panjang, diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor
produk minerba yang cukup signifikan. Selain itu, kebijakan tersebut dalam jangka panjang juga
akan mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar serta mengurangi ketergantungan
bahan baku impor.
Secara umum, kinerja sektor-sektor ekonomi dan lapangan usaha di tahun 2013 masih mencatat
perkembangan yang cukup baik. Seluruh sektor ekonomi masih mencatat pertumbuhan
positif, meskipun relatif lebih rendah dari kinerja tahun 2012. Pertumbuhan tertinggi masih
tetap diraih oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh double digit
sebesar 10,2 persen, diikuti oleh sektor keuangan dan sektor konstruksi. Dari sisi kontribusi
Nota Keuangan dan APBNP 2014
2-11
Bab 2
terhadap pertumbuhan ekonomi, sumber utama pertumbuhan sektoral berasal dari sektor
industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan
komunikasi.
Sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan PDB mampu tumbuh
sebesar 5,6 persen di tahun 2013. Melemahnya permintaan dunia dan negara mitra dagang
utama Indonesia menjadi penyebab melambatnya sektor industri pengolahan. Selain itu,
perlambatan sektor industri pengolahan juga dipengaruhi oleh pelemahan pada nilai tukar
Rupiah terkait kendala naiknya biaya impor barang modal. Industri migas mengalami
peningkatan pertumbuhan walaupun masih tetap tumbuh negatif pada industri gas alam cair
sedangkan pengilangan minyak bumi tumbuh positif. Sementara itu, industri nonmigas masih
mampu tumbuh tinggi yaitu sekitar 6,22 persen.
Sektor pertanian mengalami perlambatan yang cukup signifikan, dari 4,2 persen di tahun
2012 menjadi 3,5 persen di tahun 2013. Perlambatan tersebut terutama terjadi pada subsektor
tanaman pangan dan perkebunan. Melambatnya laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan
terutama terkait dengan faktor iklim yang kurang kondusif pada tahun 2013. Pada subsektor
perkebunan, penurunan kinerja pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya
permintaan global yang tercermin pada kecenderungan melemahnya harga komoditas
perkebunan di pasar internasional.
Memasuki triwulan pertama 2014, hampir seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan bila
dibandingkan dengan kondisi triwulan yang sama tahun 2013. Di sektor pertanian, subsektor
tanaman bahan pangan mengalami perlambatan yang cukup signifikan akibat dampak banjir
dan kondisi cuaca yang kurang kondusif. Demikian halnya terjadi pada subsektor perikanan yang
bersumber pada penuruan hasil tangkapan ikan laut dan nelayan kecil akibat cuaca yang kurang
kondusif. Sumber pendorong pertumbuhan sektor tersebut terutama berasal dari subsektor
perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi dan cengkeh yang mengalami peningkatan produksi
akibat dampak tingginya permintaan dan harga di pasar internasional.
Pada triwulan pertama tahun 2014, sektor pertambangan mencatat pertumbuhan yang lebih
rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2013.
Penurunan tersebut disebabkan oleh gangguan produksi tambang migas di Pertamina serta
penurunan produksi tambang non migas akibat pelarangan ekspor bahan mineral mentah.
Sementara itu, sektor industri mengalami perlambatan yang lebih didorong oleh pertumbuhan
negatif industri pengolahan migas. Di sisi lain, industri makanan, minuman dan tembakau
mencatat peningkatan pertumbuhan yang didorong oleh peningkatan permintaan terkait
aktivitas pemilu. Beberapa industri lainnya mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya
permintaan oleh negara-negara mitra dagang.
Selanjutnya, di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, bencana alam dan penurunan impor
yang terjadi di triwulan pertama 2014 telah menyebabkan penurunan kinerja subsektor
perdagangan. Sebaliknya, kinerja sektor hotel dan restoran masih mengalami peningkatan,
didorong oleh aktivitas pemilu calon legislatif dan calon kepala negara. Secara garis besar,
penurunan yang terjadi pada subsektor perdagangan relatif lebih kuat sehingga menyebabkan
perlambatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Sektor transportasi dan komunikasi masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, antara lain
didorong oleh penambahan rute-rute baru kereta api, peningkatan aktivitas transportasi laut
akibat mulai berlakunya azas cabotage, serta masih meningkatnya pengguna dan pelanggan
telepon seluler.
2-12
Bab 2
Berikutnya, pertumbuhan sektor keuangan, jasa perusahaan, dan riil estat relatif lebih rendah
bila dibandingkan dengan kinerjanya pada triwulan yang sama tahun 2013. Perlambatan
terutama bersumber pada penurunan kinerja subsektor perbankan dan subsektor riil estat
akibat ketatnya persaingan dan likuiditas, serta penurunan margin perusahaan-perusahaan
di sektor tersebut. Perbaikan kinerja terlihat pada subsektor jasa perusahaan dan subsektor
lembaga keuangan nonbank, yang dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan premi asuransi,
serta jasa konsultan dan periklanan pada kegiatan kampanye pemilu .
Dalam APBN Perubahan tahun 2014, sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 3,3 persen,
sedikit lebih rendah dari perkiraan dalam APBN 2014. Bencana banjir di awal tahun 2014 yang
terjadi di berbagai daerah di Indonesia menyebabkan bergesernya musim tanam dan penurunan
produksi. Di samping itu, masih terdapat beberapa risiko yang dapat mengganggu produksi
sektor pertanian seperti meningkatnya aktivitas vulkanik dalam negeri dan dampak perkiraan
terjadinya El Nino. Namun di sisi lain, berbagai kebijakan Pemerintah di sektor pertanian seperti
pencetakan sawah baru, pembatasan pengalihfungsian lahan persawahan untuk kepentingan
lain, dan bantuan penyediaan Saprodi melalui skema subsidi diharapkan mampu memberi
dorongan bagi kinerja sektor pertanian.
Sementara itu, sektor industri pengolahan tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,5
persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang mencapai 6,1
persen. Hal tersebut disebabkan oleh kendala biaya impor bahan baku yang relatif mahal dan
masih relatif lemahnya permintaan global, khususnya negara mitra dagang utama Indonesia.
Perkiraan pertumbuhan sektor tersebut sejalan dengan perkiraan kinerja PMTB.
Dalam rangka memperkuat kinerja sektor industri, selain kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan dalam RKP tahun 2014, Pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah paket
kebijakan, khususnya sebagai respon terhadap tekanan-tekanan yang dapat mengganggu
kinerja sektor industri dan pertumbuhan ekonomi. Serangkaian kebijakan tersebut tertuang
dalam paket kebijakan Agustus 2013, Oktober 2013, dan Desember 2013. Beberapa kebijakan
baru yang diharapkan dapat meningkatkan daya tahan sektor industri tersebut antara lain
pengurangan PPh untuk industri tertentu, kemudahan impor untuk kebutuhan ekspor, dan
dukungan jaminan pengembangan infrastruktur. Untuk industri kecil menengah, Pemerintah
melakukan penyederhanaan kemudahan berusaha untuk UMKM seperti kemudahan pembuatan
izin memulai usaha, akses terhadap ketersediaan listrik, dan kemudahan mendapatkan kredit.
Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan kebijakan untuk mendorong investasi di sektor industri
seperti mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi.
Di tahun 2014, sektor konstruksi diperkirakan akan tetap tumbuh sebesar 6,1 persen, lebih
rendah dari APBN 2014 sebesar 7,0 persen. Tingginya suku bunga dan rendahnya tingkat
investasi akibat ketatnya likuiditas mempengaruhi penurunan perkiraan pertumbuhan pada
sektor tersebut. Akan tetapi, pertumbuhan pada sektor konstruksi masih didukung oleh
pertumbuhan properti seperti real estate. Selain itu, komitmen Pemerintah dalam peningkatan
kualitas infrastruktur seperti penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik, gardu induk,
gardu distribusi, penambahan jaringan transmisi dan distribusi, serta penyediaan tempat tinggal
bagi masyarakat melalui pembangunan rusunawa, peningkatan kualitas rumah swadaya, dan
penataan lingkungan pemukiman kumuh diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sektor
tersebut.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh 5,4 persen, lebih rendah dari
perkiraan APBN 2014 sebesar 7,0 persen. Penurunan perkiraan pertumbuhan pada sektor
Nota Keuangan dan APBNP 2014
2-13
Bab 2
tersebut, khususnya subsektor perdagangan, dipengaruhi oleh pelemahan kinerja impor dan
naiknya tingkat suku bunga. Namun di sisi lain, masih terdapat terjadi dorongan positif pada
sektor tersebut yang bersumber pada aktivitas pemilu yang tercermin dari konsumsi rumah
tangga dan belanja partai politik. Pelaksanaan pemilu yang aman dan damai diharapkan mampu
mendorong pertumbuhan industri ritel seiring dengan meningkatnya omzet penjualan serta
mendorong peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia yang
mampu meningkatkan pertumbuhan subsektor perhotelan (lihat Tabel 2.4).
T A BEL 2.4
PERKI RA A N PERT UMBUHA N EKONOMI MENURUT
L A PA NGA N USA HA , 2013-2014
(persen , y oy )
2013
Realisasi
A PBN
A PBNP
3,5
3,5
3,3
Pertambangan
1 ,3
0 ,0
0 ,8
Industri Pengolahan
5 ,6
6,1
5 ,5
5 ,6
6,2
5 ,1
Konstruksi
6,6
7 ,0
6,1
5 ,9
7 ,0
5 ,4
1 0 ,2
1 0 ,2
9,7
7 ,6
6,7
7 ,1
Jasa-jasa
5 ,5
5 ,4
5 ,1
PDB
5 ,8
6,0
5 ,5
URA I A N
Pertanian
2014
Bab 2
Bila disimak lebih mendalam, defisit neraca perdagangan tahun 2013 terutama disebabkan oleh defisit
pada neraca perdagangan migas yang mencapai US$12,6 miliar sebagai dampak peningkatan konsumsi
dan impor BBM domestik serta penurunan kapasitas produksi dan lifting minyak dalam negeri. Di sisi
lain, kinerja neraca perdagangan nonmigas masih cukup baik dan mencatat surplus sebesar US$8,6
miliar. Namun surplus tersebut tidak mampu menutup defisit yang terjadi pada neraca perdagangan
migas. Kinerja neraca perdagangan tersebut, pada gilirannya mempengaruhi kinerja transaksi berjalan
(current account) pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), yaitu mendorong pelebaran defisit
transaksi berjalan dari defisit sebesar 2,8 persen terhadap PDB pada tahun 2012 menjadi 3,3 persen
terhadap PDB di tahun 2013.
Pelebaran defisit transaksi berjalan tersebut merupakan konsekuensi wajar dari negara-negara dengan
ekonomi terbuka dan dalam tahap pengembangan seperti Indonesia. Mengingat tabungan nasional
tidak dapat memenuhi semua kebutuhan investasi, maka defisit transaksi berjalan harus dikelola
pada tingkat yang wajar dan aman (sustainable) yang didukung oleh pembiayaan yang memadai, dan
bebas dari masalah struktural, seperti ketergantungan pada ekspor berbasis komoditas atau subsidi
BBM yang tidak tepat sasaran. Untuk mengelola defisit transaksi berjalan pada tingkat yang wajar
dan berkelanjutan, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah strategi dan kebijakan untuk mengatasi
permasalahan yang dialami dalam dua tahun terakhir.
2.3.2 Inflasi
Hingga saat ini, harga komoditas energi masih berfluktuasi seiring dengan masih berlanjutnya
kekhawatiran terhadap perkembangan harga komoditas energi di pasar internasional. Secara
historis, tekanan harga komoditas energi akan memberikan dorongan terhadap peningkatan
harga komoditas bahan pangan di pasar internasional, mengingat beberapa komoditas bahan
pangan menjadi sumber bagi penyediaan bahan bakar alternatif. Kondisi tersebut berdampak
terhadap peningkatan tekanan inflasi yang bersumber dari komoditas energi, yang pada
gilirannya juga mendorong tekanan inflasi bahan pangan. Kondisi di pasar internasional
tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan harga komoditas sejenis
di pasar domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari dalam negeri hingga saat ini antara lain
dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim atau cuaca yang mempengaruhi pasokan bahan pangan,
kelancaran distribusi, faktor ekspektasi, serta rangkaian kebijakan di bidang harga seperti upah
minimum provinsi (UMP), tarif tenaga listrik (TTL), dan harga BBM domestik bersubsidi.
Hingga April tahun 2014, perkembangan harga bahan pangan relatif terkendali, meskipun
harga beberapa komoditas bahan pangan menunjukkan peningkatan karena adanya gangguan
cuaca dan bencana alam. Peningkatan harga komoditas beras menunjukkan peningkatan seiring
dengan gangguan produksi yang disebabkan oleh bencana alam di beberapa sentra produksi
beras di Jawa. Namun, peningkatan produksi beras di beberapa sentra beras nasional di Sumatra
dan Sulawesi serta relatif terjaganya penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog sepanjang
tahun 2013, mampu mengurangi tekanan dari kenaikan harga beras tidak semakin meningkat.
Bila dilihat dari komponen pembentuk inflasi hingga April 2014, komponen inflasi harga
diatur Pemerintah (administered prices) tercatat sebesar 17,64 persen (yoy), bergerak jauh
di atas nilai rata-rata historisnya. Tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok
tersebut merupakan dampak penetapan rangkaian kebijakan reformasi di bidang energi yang
dilaksanakan mulai tahun 2013 serta ekspektasi inflasi sebagai dampak rencana lanjutan
kebijakan di bidang energi. Setelah menjadi penyumbang laju inflasi tahun 2013 karena adanya
gangguan pasokan dan kebijakan pengendalian importasi produk hortikultura, laju inflasi
2-15
Bab 2
komponen bergejolak (volatile foods) mulai menunjukkan tekanan yang cenderung menurun,
seiring dengan pergerakan harga komoditas bahan pangan secara umum yang relatif stabil. Laju
inflasi komponen volatile foods mencapai 6,57 persen (yoy), relatif rendah setelah mencapai
tingkat tertinggi pada Agustus 2013. Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation)
tercatat sebesar 4,66 persen (yoy), sedikit mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
posisi awal tahun. Peningkatan komponen inflasi inti antara lain dipengaruhi oleh gejolak nilai
tukar Rupiah dan fluktuasi harga jual emas di pasar internasional serta dampak lanjutan dari
tekanan inflasi yang bersumber dari gejolak harga pangan tahun 2013.
Realisasi laju inflasi di awal tahun 2014 cenderung menurun. Sampai dengan triwulan I tahun
2014 tercatat inflasi sebesar 7,32 persen (yoy). Pada bulan April 2014 terjadi deflasi 0,02
persen (mtm) sehingga sampai dengan April 2014 inflasi mencapai 7,25 persen (yoy). Dengan
melihat berbagai kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga laju inflasi pasca
penerapan kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013 serta relatif
terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, diharapkan gejolak inflasi dari
sumber eksternal dapat diredam dan laju inflasi di tahun 2014 dapat terkendali. Laju inflasi
pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,3 persen yaitu masih berada pada rentang sasaran
inflasi tahun 2014 sebesar 4,5 1 persen.
2-16
Bab 2
dapat memberikan dorongan agar perkembangan nilai tukar Rupiah ke depan dapat bergerak
stabil pada rentang keseimbangan saat ini. Selain itu, berbagai upaya pemerintah melalui
bauran kebijakan untuk melonggarkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah serta
meningkatnya ketahanan fiskal (fiscal sustainability) juga dapat dilaksanakan. Bauran kebijakan
tersebut diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada pasar sehingga meningkatkan
arus modal masuk. Sampai dengan akhir April 2014, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi
dengan posisi rata-rata sebesar Rp11.744 per dolar AS, melemah sebesar 17,38 persen dari
periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah
terhadap dolar AS diperkirakan akan berfluktuasi dengan kecenderungan melemah pada kisaran
Rp11.600 per dolar AS sepanjang tahun 2014, melemah bila dibandingkan dengan asumsinya
dalam APBN 2014 sebesar Rp10.500 per dolar AS.
12
10
8
6
4
5 tahun
10 tahun
Apr-14
Jan-14
Feb-14
Mar-14
Nov-13
Dec-13
Sep-13
Oct-13
Aug-13
Jun-13
Jul-13
Apr-13
May-13
Jan-13
Feb-13
Mar-13
Su mb er : Bl oomb erg
des
jan
feb
mar
apr
may
jun
jul
aug
sep
oct
nov
dec
jan
feb
mar
2-17
Bab 2
negara (SPN) 3 bulan. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan juga tidak lepas dari tekanan di sepanjang
semester II tahun 2013. Hingga akhir tahun 2013, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan
mencapai 4,5 persen, lebih tinggi dari rata-rata tingkat suku bunga pada tahun sebelumnya
yang mencapai 3,2 persen (lihat Grafik 2.8).
Per sen
GRAFIK 2.8
SUKU BUNGA SPN 3 BULAN, 2011-2014
7,0
r ata rata suku bunga
SPN 2011: 4,8 persen
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
2011
2012
2013
2014
Hingga akhir April tahun 2014, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,8 persen
dan masih menunjukkan tren meningkat dari periode sebelumnya. Peningkatan tersebut
terutama dipengaruhi oleh dampak pelaksanaan kebijakan tapering off oleh the Fed. Dengan
mempertimbangkan implementasi kebijakan the Fed yang masih akan berlanjut di sepanjang
tahun 2014, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan masih akan menghadapi tekanan. Rata-rata
tingkat suku bunga SPN 3 bulan hingga akhir tahun 2014 diperkirakan sekitar 6,0 persen atau
sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam APBN
2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen.
2-18
Bab 2
US$/brl
150
130
110
90
70
ICP
50
30
2009
2010
2011
WTI
2012
BRENT
2013
2014
2-19
Bab 2
899 juta barel per hari, lebih rendah dari target sebesar 945 ribu barel per hari. Hal yang
sama terjadi di tahun 2013 dengan realisasi hanya mencapai 825 ribu barel per hari dari
asumsi sebesar 840 ribu barel per hari. Penurunan yang cukup signifikan tersebut disebabkan
oleh penurunan produksi yang secara alamiah terjadi di seluruh lapangan yang antara lain
disebabkan oleh tingkat eksplorasi yang sudah sangat tinggi, mulai berairnya sumur minyak
sehingga meninggalkan produksi puncaknya, serta beberapa gangguan pada fasilitas produksi
(lihat Grafik 2.10)
Realisasi lifting minyak bumi
GRAFIK 2.10
LIFTING MINYAK BUMI (RIBU BAREL PER HARI),
selama periode Desember 2013
2009-2014
Maret 2014 baru mencapai sekitar
965
960
954
797 ribu barel per hari. Hal tersebut 980
945
944
960
930
940
disebabkan oleh cuaca buruk pada
920
899
A PBN
Januari 2014, gangguan operasi, 900
870
880
861
dan penurunan alamiah produksi 860
840
A PBNP
825
sumur-sumur minyak yang tua. 840
818
820
Sementara itu, lapangan minyak 800
yang baru belum siap berproduksi 780
760
2009
2010
2011
2012
2013
2014
maksimal terutama Blok Cepu.
APBNP
Realisasi
Tren penurunan produksi dan
lifting minyak diperkirakan masih Su mber:Kementerian ESDM
akan berlanjut di tahun 2014. Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar
870 ribu barel per hari diperkirakan hanya akan terealisasi sebesar 818 ribu barel per hari.
Terkait dengan lifting gas bumi,
GRA FIK 2.11
LIFTING GAS BUMI
selama periode 2009-2010,
(RIBU BA REL SETARA MINYAK PER HARI),
realisasi lifting gas bumi cenderung
2008-2014
meningkat dan mencapai level
1.400
1 .360
tertinggi di tahun 2010 yaitu
1.350
sebesar 1.328 ribu barel setara
1 .269
1 .260
minyak per hari (MBOEPD). Akan 1.300
1
.224
1.250
1 .214 1 .240 1 .224
tetapi selama kurun waktu tahun
1 .195
2011-2013, realisasi lifting gas 1.200 1 .146
bumi terus mengalami penurunan 1.150
menjadi 1.214 MBOEPD pada tahun 1.100
2013, yang disebabkan beberapa 1.050
faktor seperti permasalahan lisensi, 1.000
masalah lahan, kompensasi, dan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
masalah internal perusahaan.
Realisasi
APBN
Faktor-faktor tersebut diperkirakan
akan terus berlanjut di tahun 2014
Sumber: Kementerian ESDM
(lihat Grafik 2.11).
Selama periode Desember 2013 s.d. Maret 2014, realisasi lifting gas bumi mencapai 1.301
ribu barel setara minyak per hari dan untuk keseluruhan tahun 2014, lifting gas diperkirakan
mencapai 1.224 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan
asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 1.240 ribu barel setara
minyak per hari.
2-20
Bab 2
TABEL 2.5
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO APBN DAN APBNP, 2013-2014
2013
Indikator Ekonomi
2014
Realisasi
APBN
APBNP
5,8
6,0
5,5
8,4
5,5
5,3
4,5
5,5
6,0
10.460
10.500
11.600
106
105
105
825
870
818
1.213
1.240
1.224
2-21
Bab 3
BAB 3
PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA
3.1 Pendahuluan
Perkembangan realisasi dan proyeksi pendapatan negara tahun 2014 dipengaruhi oleh
perkembangan kondisi ekonomi dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah serta realisasi
APBNP 2013. Faktor ekonomi yang memengaruhi perubahan pendapatan negara antara lain
pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, harga minyak mentah Indonesia (ICP), serta lifting
minyak dan gas bumi. Dalam APBNP 2014, asumsi pertumbuhan ekonomi direvisi ke bawah
menjadi 5,5 persen dari 6,0 persen. Nilai tukar diperkirakan Rp11.600/US$, melemah dari
asumsi dalam APBN 2014 sebesar Rp10.500/US$. Sementara itu, lifting minyak bumi dikoreksi
ke bawah menjadi 818 ribu barel per hari.
Selain perkembangan ekonomi makro, perubahan pendapatan negara khususnya penerimaan
perpajakan, dalam tahun 2014 juga dipengaruhi oleh besaran basis perhitungan yang menjadi
baseline penerimaan perpajakan. Pada saat perhitungan target APBN 2014, basis perhitungan
yang digunakan adalah target dalam APBNP 2013. Karena realisasi dari beberapa pos penerimaan
APBNP 2013 lebih rendah dari targetnya, maka target pendapatan negara tahun 2014 perlu
disesuaikan dengan basis perhitungan yang baru, yaitu realisasi tahun 2013. Penyesuaian
dengan basis perhitungan yang baru dan perubahan kondisi ekonomi makro membuat proyeksi
penerimaan perpajakan menjadi lebih rendah dari target dalam APBN 2014. Namun, Pemerintah
telah melakukan extra effort agar penurunan penerimaan perpajakan tidak lebih besar.
3-1
Bab 3
TABEL 3.1
PENDAPATAN NEGARA, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
APBNP
Realisasi
1.497 .521,4
1.432.058,6
1 .1 48.364,7
1 .07 7 .306,7
349.1 56,7
2014
% thd.
APBNP
% thd
APBN
APBN
APBNP
95,6
1.665.7 80,7
1.633.053,4
93,8
1 .280.389,0
1 .246.1 07 ,0
97 ,3
354.7 51 ,9
1 01 ,6
385.391 ,7
386.946,4
1 00,4
4.483,6
6.832,5
152,4
1.360,1
2.325,1
17 1,0
1.502.005,0
1.438.891,1
95,8
1.667 .140,8
1.635.37 8,5
98,1
98,0
3-2
Bab 3
dari sektor regional; (c) penggalian potensi pajak Wajib Pajak Bendahara yang dilakukan melalui
beberapa upaya, antara lain pengembangan sistem informasi keuangan daerah, rekonsiliasi
nasional antara realisasi belanja Pemerintah dengan realisasi setoran pajak, dan registrasi
ulang Wajib Pajak Bendahara; serta (d) penggalian potensi pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dengan memanfaatkan data internal
dan eksternal secara lebih optimal.
Kelima, penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta
perlakuan yang adil dan wajar. Keenam, optimalisasi pemanfaatan data dan/atau informasi
berkaitan dengan perpajakan dengan institusi lain dan otoritas pajak luar negeri melalui
(a) optimalisasi implementasi Pasal 35 A UU KUP; dan (b) meningkatkan kerjasama perpajakan
internasional dalam pertukaran informasi. Ketujuh, penguatan penegakan hukum bagi penggelap
pajak, melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,
penyidikan, dan penagihan pajak.
Untuk mengamankan target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2014, Pemerintah akan
tetap berupaya melanjutkan dan memperbaki kebijakan teknis di bidang kepabeanan dan cukai.
Di bidang kepabeanan, Pemerintah akan melakukan kebijakan antara lain (a) mendorong early
submission pemberitahuan impor dan mensosialisasikan penyebaran informasi melalui portal
pengguna jasa (PPJ); (b) mempercepat eksekusi pemeriksaan fisik; (c) memastikan kapasitas dan
penyelarasan post-clearance control terutama melalui kegiatan audit; (d) melakukan otomasi
sistem komputer pelayanan ekspor; (e) mengaudit eksportir komoditi terkena bea keluar;
(f) meluncurkan program authorized economic operator; (g) meningkatkan ketersediaan
informasi dengan memperbaiki interaksi verbal kepada pengguna layanan (customers)
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui pembentukan customs call center; dan
(h) memulai kerjasama yang efektif antar pemangku kepentingan (stakeholders) yang relevan
melalui stakeholders lab guna menurunkan waktu impor.
Selanjutnya, di bidang cukai, Pemerintah akan melakukan beberapa kebijakan antara lain:
(a) menaikkan tarif cukai MMEA dengan kenaikan rata-rata sebesar 11,62 persen untuk produksi
dalam negeri dan 11,70 persen untuk impor; (b) operasi pengawasan dan penindakan terhadap
barang kena cukai (BKC) ilegal dan pelanggaran hukum lainnya dengan melakukan penyisiran
wilayah produksi, distribusi, dan pemasaran; (c) monitoring terhadap pengusaha/pabrik BKC
secara berkala; (d) monitoring terhadap peredaran atau distribusi hasil tembakau dan harga
transaksi pasar; (e) intensifikasi pengawasan lapangan berbasis data profilling dan manajemen
risiko; (f) evaluasi kebijakan pembebasan cukai untuk BKC di kawasan perdagangan bebas;
(g) penerapan sistem aplikasi cukai secara sentralisasi (SAC-S); (h) sosialisasi dan penyuluhan
kepada stakeholders; serta (i) audit terhadap para pengusaha BKC.
Berdasarkan perkembangan terkini dan langkah-langkah kebijakan fiskal yang akan ditempuh di
tahun 2014, penerimaan perpajakan dalam APBNP 2014 diperkirakan mencapai Rp1.246.107,0
miliar, atau turun 2,7 persen dari targetnya dalam APBN 2014. Penurunan tersebut terutama
dipengaruhi oleh lebih rendahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi dalam APBNP 2014 dari
asumsinya dalam APBN 2014. Selain itu, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 yang
tidak mencapai target juga menyebabkan basis perhitungan untuk perhitungan penerimaan
perpajakan tahun 2014 menjadi lebih rendah, sehingga proyeksi penerimaan perpajakan dalam
APBNP 2014 menjadi lebih rendah.
3-3
Bab 3
Penerimaan perpajakan dalam APBNP 2014 terdiri atas penerimaan pajak dalam negeri sebesar
Rp1.189.826,6 miliar dan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar Rp56.280,4
miliar. Proyeksi penerimaan perpajakan tersebut termasuk PPh ditanggung Pemerintah (PPh
DTP) dan bea masuk ditanggung Pemerintah (BM DTP) yang jumlahnya diperkirakan sebesar
Rp6.513,8 miliar. Penerimaan pajak dalam negeri masih didominasi oleh penerimaan PPh dan
PPN. Sementara itu, penerimaan perdagangan internasional terutama berasal dari bea masuk.
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada
Grafik 3.1 dan Tabel 3.2.
TABEL 3.2
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
1. Penerim aan Pajak Dalam Negeri
2014
% thd
APBNP
LKPP
1.099.943,6
1.029.850,1
93,6
1.226.47 4,2
1.189.826,6
538.7 59,9
506.442,8
94,0
586.306,5
569.866,7
97 ,2
7 4.27 8,0
88.7 47 ,5
1 1 9,5
7 6.07 3,6
83.889,8
1 1 0,3
464.481 ,9
41 7 .695,4
89,9
51 0.232,8
485.97 6,9
95,2
423.7 08,3
384.7 1 3,5
90,8
492.950,9
47 5.587 ,2
96,5
a. Pajak penghasilan
1 ) Miny ak dan Gas Bumi
2) Non-Miny ak dan Gas Bumi
b. Pajak Pertambahan Nilai
c. Pajak bumi dan bangunan
d. Cukai
e. Pajak lainny a
2. Penerim aan Pajak Perdagangan Internasional
APBN
APBNP
% thd
APBN
APBNP
97 ,0
27 .343,8
25.304,6
92,5
25.441 ,9
21 .7 42,9
85,5
1 04.7 29,7
1 08.452,1
1 03,6
1 1 6.284,0
1 1 7 .450,2
1 01 ,0
5.402,0
4.937 ,1
91 ,4
5.491 ,0
5.1 7 9,6
94,3
48.421,1
47 .456,6
98,0
53.914,8
56.280,4
104,4
a. Bea masuk
30.81 1 ,7
31 .621 ,3
1 02,6
33.936,6
35.67 6,0
1 05,1
b. Bea keluar
1 7 .609,4
1 5.835,4
89,9
1 9.97 8,2
20.604,4
1 03,1
1.148.364,7
1.07 7 .306,7
93,8
1.280.389,0
1.246.107 ,0
97 ,3
JUMLA H
Sumber : Kementerian Keuangan
GRAFIK 3.1
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 20132014
GRAFIK 3.2
PENERIMAAN PPh MIGAS, 20132014
Triliun Rp
1.300,0
Triliun Rp
88,7
90,0
53,9
83,9
56,3
1.200,0
76,1
80,0
1.100,0
47,5
1.226,5
1.189,8
70,0
1.000,0
1.029,9
900,0
2013 LKPP
60,0
APBN
2014
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
APBNP 2014
Penerimaan PPh dalam APBNP 2014 diperkirakan mencapai Rp569.866,7 miliar, terdiri atas
penerimaan PPh migas sebesar Rp83.889,8 miliar dan PPh nonmigas sebesar Rp485.976,9
miliar. Bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2014, proyeksi PPh dalam APBNP
2014 turun 2,8 persen. Penurunan proyeksi penerimaan PPh tersebut terutama dipengaruhi
oleh turunnya proyeksi PPh nonmigas.
Penerimaan PPh migas dalam APBNP 2014 sebesar Rp83.889,8 miliar tersebut berarti
meningkat 10,3 persen bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2014. Peningkatan
tersebut dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Realisasi
penerimaan PPh migas tahun 2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada Grafik 3.2.
3-4
Bab 3
GRAFIK 3.3
PENERIMAAN PPh NONMIGAS, 20132014
Triliun Rp
600,0
510,2
486,0
500,0
417,7
400,0
300,0
200,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
GRAFIK 3.4
PENERIMAAN PPN, 20132014
493,0
Triliun Rp
475,6
500,0
384,7
400,0
300,0
200,0
100,0
0,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
GRAFIK 3.5
PENERIMAAN PBB, 20132014
Triliun Rp
30,0
25,3
25,4
21,7
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
3-5
Bab 3
3-6
GRAFIK 3.6
PENERIMAAN CUKAI, 20132014
Triliun Rp
117,5
116,3
118,0
116,0
114,0
112,0
108,5
110,0
108,0
106,0
104,0
102,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
GRAFIK 3.7
PENERIMAAN PAJAK LAINNYA, 20132014
5,5
Triliun Rp
5,5
5,4
5,3
5,2
5,2
5,1
4,9
5,0
4,9
4,8
4,7
4,6
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
GRAFIK 3.8
PENERIMAAN BEA MASUK, 20132014
Triliun Rp
35,7
36,0
35,0
33,9
34,0
33,0
31,6
32,0
31,0
30,0
29,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP 2014
Bab 3
penerimaan bea keluar didominasi oleh pengenaan bea keluar atas CPO dan produk
turunannya. Dalam APBNP 2014, penerimaan bea keluar diperkirakan mencapai
Rp20.604,4 miliar, naik Rp626,2 miliar atau 3,1 persen bila dibandingkan dengan
target APBN 2014. Beberapa faktor yang memengaruhi penerimaan bea keluar yaitu
(a) membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi global yang berpengaruh terhadap meningkatnya
permintaan dan konsumsi CPO dan produk turunannya; (b) kebijakan pelarangan ekspor bijih
mineral atau unprocessed ores dan rencana pengaturan kembali ekspor produk mineral; dan
(c) penerapan bea keluar atas konsentrat tembaga dan mineral lainnya sesuai dengan PMK 06/
PMK.011/2014. Apabila dilihat dari trennya,
GRAFIK 3.9
harga CPO pada bulan April 2014 mencapai
PENERIMAAN BEA KELUAR, 20132014
sebesar US$972,9 per MT atau mengalami Triliun Rp
25,0
kenaikan sebesar 8,4 persen bila dibandingkan
20,6
20,0
dengan harga rata-rata bulan JanuariMaret
20,0
15,8
2014 yang sebesar US$897,7 per MT atau lebih
15,0
tinggi sebesar 14,3 persen bila dibandingkan
dengan harga CPO pada periode yang sama
10,0
tahun sebelumnya. Kenaikan harga tersebut
5,0
berdampak terhadap kenaikan tarif bea keluar
CPO menjadi sebesar 13,5 persen pada bulan
0,0
2013 LKPP
APBN
APBNP 2014
April 2014 atau lebih tinggi dari rata-rata
2014
tarif bea keluar CPO pada tiga bulan pertama
Sumber: Kementerian Keuangan
tahun 2014 yang mencapai sebesar 11,0 persen
(lihat Grafik 3.9).
3-7
Bab 3
TABEL 3.3
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
A. Penerim aan Sum ber Day a Alam
1 . Miny ak dan Gas Bumi
a. Miny ak Bumi
b. Gas Bumi
2. Non-Miny ak dan Gas Bumi
a. Pertambangan Mineral dan Batubara
b. Kehutanan
APBNP
2014
Realisasi
% thd
APBNP
APBN
APBNP
% thd
APBN
203.7 30,0
226.406,2
111,1
225.954,7
241.114,6
106,7
1 80.61 0,4
203.629,4
1 1 2,7
1 96.508,3
21 1 .668,2
1 07 ,7
1 29.339,2
1 35.329,2
1 04,6
1 42.943,1
1 54.7 50,4
1 08,3
51 .27 1 ,2
68.300,2
1 33,2
53.565,2
56.91 7 ,8
1 06,3
23.1 1 9,6
22.7 7 6,8
98,5
29.446,4
29.446,4
1 00,0
1 8.099,0
1 8.620,5
1 02,9
23.599,7
23.599,7
1 00,0
4.254,0
3.060,4
7 1 ,9
5.01 7 ,0
5.01 7 ,0
1 00,0
c. Perikanan
250,0
229,4
91 ,7
250,0
250,0
1 00,0
d. Panas Bumi
51 6,7
866,6
1 67 ,7
57 9,7
57 9,7
1 00,0
36.456,5
34.025,6
93,3
40.000,0
40.000,0
100,0
90,3
82,3
85.47 1,5
69.67 1,9
81,5
94.087 ,6
84.968,4
D. Pendapatan BLU
23.498,7
24.648,2
104,9
25.349,4
20.863,4
349.156,7
354.7 51,9
101,6
385.391,7
386.946,4
JUMLA H
#DIV/0!
100,4
3-8
Bab 3
GRAFIK 3.12
PENDAPATAN BAGIAN LABA BUMN, 20132014
GRAFIK 3.11
PENERIMAAN SDA NONMIGAS, 20132014
Triliun Rp
30,0
25,0
0,2
20,0
3,1
0,9
0,3
0,3
5,0
0,6
5,0
0,6
18,6
40,0
40,0
APBN
2014
APBNP
2014
38,0
15,0
10,0
Triliun Rp
40,0
36,0
23,6
23,6
34,0
34,0
5,0
32,0
0,0
2013 LKPP
Minerba
Panas Bumi
APBN 2014
Kehutanan
Perikanan
30,0
APBNP 2014
2013
LKPP
GRAFIK 3.13
PNBP LAINNYA, 20132014
94,1
Triliun Rp
100,0
85,0
90,0
80,0
69,7
70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
2013
LKPP
APBN
2014
APBNP
2014
GRAFIK 3.14
PENDAPATAN BLU, 20132014
Triliun Rp
26,0
25,5
24,7
24,0
22,0
20,9
20,0
18,0
2013
LKPP
APBN
2014
APBNP
2014
3-9
Bab 3
GRAFIK 3.15
PENERIMAAN HIBAH, 20132014
Triliun Rp
6,0
6,8
5,0
4,0
3,0
2,3
2,0
1,4
1,0
0,0
2013 LKPP
APBN
2014
APBNP
2014
3-10
Bab 4
BAB 4
PERUBAHAN BELANJA NEGARA
4.1 Pendahuluan
Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN tahun 2014 ditetapkan dengan
mengacu pada prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2014, pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro, serta hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR-RI dalam
seluruh rangkaian pembahasan APBN tahun 2014. Selanjutnya, apabila terdapat perkembangan
ekonomi makro yang harus diikuti dengan perubahan pada asumsi dasar ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal, perlu dilakukan perubahan terhadap besaran belanja negara
dalam APBN tahun 2014. Berkaitan dengan itu diharapkan agar perhitungan besaran-besaran
belanja negara dalam APBN menjadi lebih realistis, kredibel, dan tidak melanggar undangundang yang berlaku.
Dalam perkembangannya, sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang
APBN tahun 2014, telah terjadi berbagai perkembangan dan perubahan berbagai indikator
ekonomi makro secara signifikan sehingga menyebabkan asumsi yang dipakai pada APBN tidak
sesuai lagi dengan kondisi riil saat ini dan perkiraan ke depan. Asumsi dasar ekonomi makro
yang mengalami perubahan dan berpengaruh signifikan terhadap belanja negara antara lain:
(1) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang diperkirakan mengalami depresiasi
dari semula diasumsikan Rp10.500 per USD menjadi Rp11.600 per USD; (2) lifting minyak
mentah Indonesia yang semula diasumsikan sebesar 870 ribu barel per hari, diperkirakan
hanya akan mencapai 818 ribu barel per hari; (3) lifting gas yang semula diasumsikan sebesar
1.240 ribu barel setara minyak per hari, diperkirakan hanya akan mencapai 1.224 ribu barel
setara minyak per hari; dan (4) tingkat bunga SPN 3 bulan yang semula diasumsikan sebesar
5,5 persen menjadi 6,0 persen. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut diperkirakan
akan berdampak pada berbagai besaran belanja negara tahun 2014 antara lain: kenaikan
pembayaran bunga utang, kenaikan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta perubahan
besaran dana bagi hasil minyak dan gas bumi pada pos transfer ke daerah. Selain itu, adanya
beberapa kewajiban Pemerintah sebagai konsekuensi hasil audit realisasi APBN tahun 2013
juga turut mempengaruhi besaran belanja negara dalam APBN tahun 2014. Perubahan volume
belanja negara tersebut, pada akhirnya akan berpengaruh pada kebutuhan penyediaan anggaran
pendidikan.
Selanjutnya, untuk mengantisipasi dampak dari perkembangan kondisi ekonomi yang bermuara
pada penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro tersebut, serta dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014, maka penyesuaian atas berbagai besaran APBN, termasuk
belanja negara mutlak diperlukan. Penyesuaian tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga
keseimbangan berbagai tujuan, yaitu pencapaian prioritas nasional dengan tetap menjaga
kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan jangka panjang. Melalui proses penyesuaian
tersebut, anggaran belanja negara diharapkan dapat tetap efisien, realistis dan tetap mampu
mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2014.
Penyesuaian besaran-besaran belanja negara tersebut dilakukan melalui perubahan kebijakan
fiskal di bidang belanja negara. Pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut antara lain:
(1) upaya pengendalian subsidi energi; (2) pengalokasikan anggaran cadangan belanja untuk
4-1
Bab 4
kebutuhan yang bersifat kontraktual, dan tunggakan tagihan atas beberapa kegiatan tahun-tahun
sebelumnya; serta (3) pemotongan belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Kebijakan
pemotongan belanja K/L tersebut dilakukan untuk anggaran yang bersumber dari rupiah murni,
dengan tidak mengurangi anggaran kebutuhan belanja pegawai dan barang untuk operasional
kantor, anggaran pendidikan, tetap menjaga upaya pencapaian program prioritas nasional,
serta dengan mengecualikan pemotongan pada kegiatan-kegiatan terkait dengan pelaksanaan
BPJS bidang kesehatan dan Pemilu 2014.
Dengan mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro yang telah disesuaikan dan perubahan
kebijakan di bidang belanja negara, maka volume anggaran belanja negara dalam APBNP
tahun 2014 mencapai Rp1.876.872,8 miliar atau 18,7 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut
menunjukkan peningkatan Rp34.377,5 miliar atau 1,9 persen dari pagu anggaran belanja negara
yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.842.495,3 miliar. Peningkatan volume
belanja negara tersebut, di satu sisi disebabkan oleh peningkatan belanja pemerintah pusat
sebesar Rp30.425,6 miliar, sementara di sisi lain, alokasi transfer ke daerah diperkirakan naik
sebesar Rp3.951,9 miliar, terutama sebagai akibat dari kenaikan dana bagi hasil minyak bumi
dan gas alam seiring dengan kenaikan target penerimaan minyak bumi dan gas alam.
Peningkatan besaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp30.425,6 miliar, disebabkan oleh
peningkatan belanja non K/L (melalui BA BUN) sebesar Rp65.975,2 miliar, utamanya terkait
dengan peningkatan besaran subsidi energi, dan penurunan belanja K/L sebesar Rp35.549,6
miliar. Ilustrasi yang lebih rinci dari komposisi belanja negara tersebut disajikan dalam Tabel
4.1.
TABEL 4.1
BELANJA NEGARA, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
I.
LKPP
Audited
2014
APBN
APBNP
1.137.162,9
582.940,2
554.222,7
1.249.943,0
637.841,6
612.101,4
1.280.368,6
602.292,0
678.076,6
513.260,4
430.354,7
82.905,7
592.552,3
487.931,0
104.621,3
1.650.563,7
1.842.495,3
Perubahan
Nominal
30.425,6
(35.549,6)
65.975,2
2,4
(5,6)
10,8
596.504,2
491.882,9
104.621,3
3.951,9
3.951,9
0,0
0,7
0,8
0,0
1.876.872,8
34.377,5
1,9
4-2
Bab 4
ditetapkan dalam APBN tahun 2014 pada tingkat 1,69 persen. Perkiraan peningkatan defisit
tersebut, selain dapat mengganggu pelaksanaan APBN tahun 2014 juga berpotensi menyebabkan
terganggunya pencapaian keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) dalam jangka menengah.
Untuk meminimalkan potensi terganggunya pencapaian keberlanjutan fiskal tersebut sekaligus
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, kombinasi kebijakan yang diambil Pemerintah
di bidang belanja pemerintah pusat, antara lain: (1) kebijakan pengendalian subsidi energi; dan
(2) pemotongan anggaran belanja K/L.
Dengan berbagai perkembangan dan langkah-langkah kebijakan di atas, serta memperhatikan
dampaknya terhadap perubahan anggaran pendidikan, maka anggaran belanja pemerintah
pusat dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp1.280.368,6 miliar, atau 12,7 persen terhadap
PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi Rp30.425,6 miliar atau 2,4 persen bila dibandingkan
dengan anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp1.249.943,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat
dalam tahun anggaran 2013 sebesar Rp1.137.162,9 miliar, maka perkiraan alokasi anggaran
belanja pemerintah pusat dalam APBNP tahun 2014 tersebut, berarti menunjukkan peningkatan
Rp143.205,7 miliar atau 12,6 persen.
Peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp30.425,6 miliar tersebut, disebabkan
oleh peningkatan beberapa komponen belanja pemerintah pusat di satu sisi, dan penurunan
beberapa komponen lainnya di sisi lain, antara lain: (1) peningkatan alokasi subsidi, terutama
subsidi BBM dan subsidi listrik, (2) peningkatan pembayaran bunga utang sebagai konsekuensi
dari meningkatnya tingkat bunga SPN 3 bulan dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, (3) penurunan belanja K/L secara umum akibat dari kebijakan penghematan
dan pemotongan belanja K/L, dan (4) tambahan beberapa komponen cadangan belanja, seperti
cadangan bencana alam, dan cadangan untuk perlindungan sosial. Selain itu, belanja pemerintah
pusat dalam APBNP tahun 2014 juga menampung perubahan-perubahan/realokasi yang diatur
dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang APBN Tahun Anggaran 2014,
seperti revisi anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, baik dalam maupun luar
negeri, perubahan pagu penggunaan PNBP/BLU, serta realokasi anggaran dari BA BUN ke
BA K/L. Gambaran mengenai alokasi belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja adalah
sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.2.
TABEL 4.2
BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain
JUMLAH
LKPP
audited
2014
APBN
APBNP
221.688,8
169.722,7
180.864,2
113.035,5
355.045,2
1.303,0
92.136,1
3.367,5
262.978,3
215.550,0
184.193,5
121.285,5
333.682,6
3.542,7
91.806,4
36.904,0
258.435,6
195.206,8
160.790,5
135.453,2
403.035,6
2.853,3
96.655,4
27.938,3
1.137.162,9
-
1.249.943,0
-
1.280.368,6
Perubahan
Nominal
(4.542,7)
(20.343,3)
(23.403,0)
14.167,7
69.353,0
(689,5)
4.849,0
(8.965,6)
(1,7)
(9,4)
(12,7)
11,7
20,8
(19,5)
5,3
(24,3)
30.425,6
2,4
4-3
Bab 4
4-4
Bab 4
memenuhi kebutuhan pembiayaan anggaran defisit. Pembayaran bunga utang dihitung dengan
mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi, antara lain: (1) asumsi nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, yaitu USD, Yen, maupun dengan beberapa mata uang asing lainnya;
(2) tingkat bunga SPN tiga bulan yang digunakan sebagai referensi bunga instrumen variabel
rate dan yield SBN; (3) asumsi penerbitan SBN neto untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan
anggaran; (4) perkiraan biaya yang timbul dari pengadaan utang baru, antara lain: diskon
penerbitan dan biaya penerbitan); (5) total outstanding utang pemerintah; dan (6) perkiraan
utang baru dalam tahun berjalan.
Berdasarkan kebijakan fiskal dan perkembangan indikator perekonomian, pemerintah
menetapkan asumsi dasar ekonomi makro terutama untuk tingkat bunga SPN tiga bulan dan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam APBNP tahun 2014 masing-masing
sebesar 6,0 persen per tahun dan Rp11.600 per USD, maka alokasi pembayaran bunga utang
dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp135.453,2 miliar. Pembayaran bunga
utang tersebut apabila dijabarkan terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar
Rp120.566,2 miliar, dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp14.887,0 miliar.
Pembayaran bunga utang luar negeri tersebut sudah termasuk kebutuhan pembayaran belanja
terkait dengan pendapatan hibah (Banking Commission) sebesar Rp400,0 juta. Rincian alokasi
pembayaran bunga utang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.
TABEL 4.3
PEMBAYARAN BUNGA UTANG 2013-2014
(miliar Rupiah)
2013
Uraian
LKPP
Audited
2014
APBN
APBNP
Perubahan
Nominal
98.711,1
109.101,6
120.566,2
11.464,6
10,5
14.324,4
12.183,9
14.887,0
2.703,1
22,2
113.035,5
121.285,5
135.453,2
14.167,7
11,7
Dibandingkan dengan pagu APBN tahun 2014, pembayaran bunga utang mengalami peningkatan
sebesar Rp14.167,7 miliar atau sebesar 11,7 persen. Peningkatan ini terjadi karena terdapat
peningkatan pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar 10,5 persen, dan peningkatan
pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 22,2 persen. Perubahan pagu alokasi pembayaran
bunga utang tersebut diperkirakan karena: (1) peningkatan tingkat bunga SPN 3 bulan;
(2) depresiasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat;
(3) peningkatan dalam penerbitan SBN neto dari Rp205.068,8 miliar dalam APBN tahun 2014
meningkat menjadi Rp264.983,7 miliar dalam APBNP tahun 2014; dan (4) perkiraan biaya
yang timbul akibat dari pengadaan utang baru dalam tahun berjalan, misalnya untuk diskon
penerbitan dan biaya penerbitan.
Peningkatan dalam pembayaran bunga utang tersebut merupakan suatu konsekuensi yang tidak
dapat dihindari oleh pemerintah, akan tetapi pemerintah berupaya untuk tetap konsisten dalam
menjaga dan menurunkan imbal hasil (yield) penerbitan SBN melalui langkah-langkah, antara
lain: (1) efisiensi dalam pengelolaan utang; (2) meningkatkan likuiditas pasar SBN dalam negeri;
Nota Keuangan dan APBNP 2014
4-5
Bab 4
(3) meningkatkan kepercayaan pasar melalui pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan
utang yang prudent; dan (4) mengoptimalkan pilihan tenor penerbitan dan pilihan instrumen
yang tepat sehingga dapat mengurangi realisasi diskon yang harus dibayarkan oleh pemerintah.
Selanjutnya anggaran subsidi dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan akan mengalami
kenaikan yang signifikan yaitu mencapai sebesar Rp403.035,6 miliar. Jumlah tersebut berarti
mengalami kenaikan sebesar Rp69.353,0 miliar atau 20,8 persen bila dibandingkan dengan
alokasi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp333.682,6 miliar. Perubahan
besaran subsidi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) perubahan subsidi
BBM, dan LPG Tabung 3 kg serta subsidi listrik akibat perubahan nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat; (2) perubahan bauran energi (fuel mix); dan (3) perubahan anggaran
subsidi pajak. Rincian perubahan besaran subsidi dalam tahun 2014 selengkapnya disajikan
pada Tabel 4.4.
TABEL 4.4
SUBSIDI, 2013-2014
(Miliar Rupiah)
2013
URAIAN
I. ENERGI
1. Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg *)
2. Subsidi Listrik
II.NON ENERGI
LKPP
audited
2014
APBN
APBNP
Perubahan
Nominal
%
24,2
309.979,7
282.100,3
350.310,5
68.210,2
210.000,0
210.735,5
246.494,2
35.758,7
17,0
99.979,7
71.364,8
103.816,3
32.451,5
-
45,5
1.142,8
45.065,5
51.582,3
52.725,1
1. Subsidi Pangan
20.310,1
18.822,5
18.164,7
2. Subsidi Pupuk
17.617,8
21.048,8
21.048,8
3. Subsidi Benih
414,4
1.564,8
1.564,8
1.518,3
2.197,1
2.197,1
1.127,7
3.235,8
3.235,8
6. Subsidi Pajak
JUMLAH
(657,8)
2,2
(3,5)
4.077,1
4.713,2
6.513,8
1.800,6
38,2
355.045,2
333.682,6
403.035,6
69.353,0
20,8
Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 kg dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp246.494,2 miliar, yang
berarti mengalami peningkatan Rp35.758,7 miliar atau 17,0 persen lebih tinggi dibandingkan
dengan pagunya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp210.735,5 miliar. Peningkatan tersebut
disebabkan oleh: (1) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan
(2) perkiraan kekurangan pembayaran tahun 2013 sebesar Rp46.910,5 miliar. Selanjutnya,
kebutuhan belanja subsidi BBM tersebut telah memperhitungkan langkah-langkah kebijakan
pengendalian beban subsidi BBM tahun 2014 antara lain: (1) optimalisasi program konversi
minyak tanah ke LPG Tabung 3 Kg; (2) konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (3) peningkatan
pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar gas (BBG);
(4) melanjutkan pelaksanaan pentahapan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi; dan
(5) penyempurnaan regulasi kebijakan subsidi BBM dan LPG tabung 3 Kg. Untuk mengurangi
beban anggaran subsidi BBM dalam tahun 2014, anggaran subsidi BBM sebesar Rp46.267,0
miliar akan dilakukan carry over ke tahun 2015.
4-6
Bab 4
Sementara itu, beban subsidi listrik dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp103.816,3 miliar, yang
berarti mengalami peningkatan sebesar Rp32.451,5 miliar atau 45,5 persen bila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp71.364,8 miliar. Peningkatan anggaran subsidi listrik dibanding dengan pagunya dalam APBN
tahun 2014 tersebut disebabkan oleh: (1) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat; dan (2) risiko perubahan berbagai parameter subsidi listrik seperti perubahan bauran
energi (fuel mix), dan (3) perkiraan kekurangan subsidi listrik tahun 2013 sebesar Rp21.793,9
miliar. Untuk mengurangi beban anggaran subsidi listrik dalam tahun 2014, anggaran subsidi
listrik sebesar Rp3.733,0 miliar akan dilakukan carry over ke tahun 2015.
Selanjutnya, alokasi anggaran subsidi pangan dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp18.164,7
miliar, yang berarti turun Rp657,8 miliar atau 3,5 persen dari pagunya dalam APBN tahun
2014 sebesar Rp18.822,5 miliar. Perubahan alokasi subsidi pangan tersebut, berkaitan dengan
perubahan Harga Pembelian Beras (HPB) Perum Bulog yang semula dalam APBN tahun 2014
sebesar Rp8.333,00/kg menjadi Rp8.047,69/kg. Perubahan HPB tersebut dalam rangka
menyesuaikan dengan hasil audit BPK. Selain itu, Pemerintah juga memberikan margin fee
kepada Perum Bulog sebagai kompensasi atas penugasan Pemerintah.
Terkait dengan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP), alokasi anggaran subsidi pajak DTP
dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan menjadi sebesar Rp6.513,8 miliar, yang berarti naik
Rp1.800,6 miliar atau 38,2 persen dari pagu anggaran subsidi pajak DTP yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2014 sebesar Rp4.713,2 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi
pajak DTP dari pagunya dalam APBN tahun 2014 tersebut, disebabkan oleh meningkatnya
perkiraan beban subsidi PPh sebesar Rp2.281,8 miliar akibat adanya penyesuaian kenaikan
kurs, sehingga menyebabkan subsidi pajak untuk PPh DTP Imbal Hasil SBN Valas mengalami
kenaikan. Di samping itu, beban subsidi fasilitas bea masuk diperkirakan mengalami penurunan
sebesar Rp481,2 miliar.
Dalam APBNP tahun 2014, alokasi anggaran belanja hibah mengalami penurunan sebesar
Rp689,5 miliar dari pagu yang dianggarkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp3.542,7
miliar menjadi sebesar Rp2.853,3 miliar. Penurunan alokasi anggaran belanja hibah tersebut
disebabkan oleh adanya penurunan rencana penarikan dana pada program Mass Rapid Transit
(MRT) sebesar Rp853,9 miliar sebagai akibat keterlambatan dalam jadwal proyek pada paket
layang dan bawah tanah yang mengakibatkan bergesernya penyerapan nilai proyek/anggaran
pada tahun 2014. Selain itu, terdapat komponen belanja hibah dalam APBNP tahun 2014 yang
mengalami peningkatan yaitu program Water Resources and Irrigation Sector Management
Project-Phase II (WISMP-2) sebesar Rp32,4 miliar sebagai akibat adanya perubahan rencana
tahunan yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan telah dikoordinasikan dengan kementerian
teknis terkait. Selanjutnya, dalam APBNP tahun 2014 terdapat komponen belanja hibah
lainnya, yaitu (1) program hibah Microfinance Innovation Fund sebesar Rp97,1 miliar; dan
(2) pemberian hibah Pemerintah dalam rangka pembangunan asrama mahasiswa Indonesia
di Kampus Universitas Al Azhar Mesir sebesar Rp34,9 miliar yang merupakan realokasi dari
belanja lain-lain.
Secara lebih rinci, belanja hibah dalam APBNP tahun 2014 adalah sebagai berikut: (1) program
MRT sebesar Rp2.025,5 miliar; (2) program WISMP-2 sebesar Rp178,7 miliar; (3) Hibah Air
Minum sebesar Rp206,0 miliar; (4) Hibah Air Limbah sebesar Rp29,8 miliar; (5) Infrastructure
Enhancement Grant (IEG)-Sanitasi sebesar Rp7,8 miliar; (6) Development of Seulawah Agam
Geothermal in NAD Province sebesar Rp54,6 miliar; (7) program Hibah Australia-Indonesia
4-7
Bab 4
Untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp93,4 miliar; (8) Provincial Road Improvement and
Maintenance (PRIM) sebesar Rp122,0 miliar; (9) Hibah Air Minum Tahap I sebesar Rp3,5 miliar;
(10) Hibah Microfinance Innovation Fund sebesar Rp97,1 miliar; dan (11) Hibah Pemerintah
dalam rangka pembangunan asrama mahasiswa Indonesia di Kampus Universitas Al Azhar
Mesir sebesar Rp34,9 miliar.
Selanjutnya, anggaran bantuan sosial dalam APBNP tahun 2014 dialokasikan sebesar
Rp96.655,4 miliar. Jumlah ini menunjukkan peningkatan sebesar Rp4.849,0 miliar atau 5,3
persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp91.806,4 miliar. Lebih tingginya
alokasi anggaran bantuan sosial tersebut terutama dikarenakan tambahan alokasi anggaran
untuk pembayaran tunggakan Jamkesmas tahun 2013 sebesar Rp3.367,0 miliar dan tambahan
alokasi dana cadangan penanggulangan bencana alam melalui BA BUN (on call) sebesar
Rp1.000,0 miliar yang digunakan untuk cadangan kegiatan penanganan bencana alam selama
tahun 2014.
Dengan demikian, alokasi anggaran bantuan sosial dalam APBNP tahun 2014 terdiri atas
anggaran melalui K/L sebesar Rp93.355,4 miliar, dan dana cadangan penanggulangan bencana
alam melalui BA BUN sebesar Rp3.300,0 miliar, di luar Rp700,0 miliar yang telah direalokasi
dari BA BUN ke BA BNPB untuk tambahan dana on call.
Anggaran belanja lain-lain dalam APBNP tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp27.938,3
miliar. Jumlah alokasi ini berarti lebih rendah sebesar Rp8.965,6 miliar atau 24,3 persen jika
dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp36.904,0
miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja lain-lain dalam APBNP tahun 2014 disebabkan
antara lain: (1) ditiadakannya anggaran cadangan risiko energi yang semula dalam APBN
tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp10.407,5 miliar; (2) direalokasikannya sebagian anggaran
BA 999.08 ke beberapa anggaran BA K/L dan BA Pengelolaan Hibah (999.02), hal tersebut
dimungkinkan karena sesuai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, seperti anggaran cadangan pengamanan
Pemilu direalokasi ke BA Kepolisian Negara Republik Indonesia (BA 060) sebesar Rp1.000,0
miliar, cadangan pelaksanaan Pemilu direalokasi ke BA Badan Pengawasan Pemilihan Umum
(BA 115) sebesar Rp757,6 miliar dan BA Komisi Pemilihan Umum (BA 076) sebesar Rp1.370,5
miliar, serta cadangan keperluan mendesak direalokasi ke BA Kementerian Pertahanan (BA
012) sebesar Rp293,1 miliar, BA Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BA 089)
sebesar Rp39,1 miliar, BA Mahkamah Konstitusi (BA 077) sebesar Rp14,5 miliar, BA Kementerian
Perindustrian (BA 019) sebesar Rp8,4 miliar, dan BA Pengelolaan Hibah/BA 999.02 (hibah
pembangunan asrama mahasiswa Indonesia di kampus Universitas Al-Azhar Mesir) sebesar
Rp34,9 miliar; (3) turunnya alokasi cadangan beras Pemerintah (CBP) menjadi Rp1.000,0
miliar dari yang semula dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.000,0 miliar; serta (4) naiknya
alokasi cadangan risiko kenaikan harga tanah (land capping) menjadi Rp1.600,0 miliar dari
yang semula dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp300,0 miliar.
4-8
Bab 4
terhadap anggaran yang dialokasikan melalui K/L dengan menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran (chief operational officer) maupun anggaran yang dialokasikan melalui
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (chief financial officer).
Dari anggaran belanja pemerintah pusat dalam APBNP tahun 2014 sebesar Rp1.280.368,6
miliar, anggaran yang dialokasikan melalui K/L mencapai 47,0 persen atau sebesar Rp602.292,0
miliar, sementara 53,0 persen lainnya atau sebesar Rp678.076,6 miliar dialokasikan melalui
bagian anggaran BUN (belanja non K/L). Penjelasan lebih lanjut atas alokasi melalui bagian
anggaran K/L dan bagian anggaran BUN, akan diuraikan sebagai berikut.
4-9
NO.
KODE
BA
KEMENT ERIAN NEGARA/LEMBAGA
2013
LKPP
(AUDITED)
APBN
LUNCURAN
PNPM
PAGU
PHLN/PDN
PAGU
PNBP/BLU
TOTAL
PERUBAHAN
TABEL 4.5
ANGGARAN BELANJA K/L TAHUN 2014
2014
REFORMASI
BIROKRASI
PERUBAHAN
KEPERLUAN
MENDESAK
DAN
REALOKASI
DARI BA BUN
% THD
APBN
MILIAR RUPIAH
APBNP
88,6%
PENGHEMATAN
PEMILU
7 1 3,1
PEMOTONGAN
2.888,2
7 .1 59,9
92,4%
99,1 %
88,1 %
(96,6)
(15=14/5)
(37 1 ,9)
(14=5+13)
(13=-6+7 +
8+9+10+11+12)
(12)
(11)
(10)
(9)
89,6%
(8)
96,6
2.595,0
(7 )
37 1 ,9
(300,8)
(6)
809,6
(5)
3.260,1
(4)
649,4
(3)
2.335,3
(2)
(1)
001
1
002
(65,2)
3,1
300,8
2.895,7
350,7
2.385,9
004
92,6%
93,3%
41 9,0
1 3.7 97 ,0
96,4%
7 .225,1
4.885,8
6.647 ,1
(1 .1 06,0)
83.300,3
MAHKAMAH AGUNG
(351 ,4)
005
(3.07 6,4)
1 01 ,0%
7 .607 ,5
88,0%
97 ,3%
94,6%
-
7 3,0
1 3.61 3,0
1 8.204,8
88,2%
90,0%
3.57 0,2
(506,9)
2.629,3
89,2%
2.005,5
23,1
1 .065,0
(1 .857 ,6)
1 4.341 ,5
(1 1 4,1 )
(293,0)
36.003,2
(292,7 )
9,5
(1 .921 ,8)
45,4
244,6
(4.367 ,4)
0,7
545,9
(28,7 )
37 9,9
493,7
561 ,9
1 .67 5,0
351 ,4
1 4.903,1
4.521 ,3
8,4
5.237 ,2
430,2
1 4.448,2
86.37 6,7
1 .31 3,4
94,9%
5.094,8
7 .534,5
1 .903,0
1 02,2%
87 .7 06,7
1 8.7 1 1 ,7
301 ,3
47 .47 6,5
7 6.557 ,9
1 1 4,9
1 5.47 0,6
1 .893,1
1 .01 7 ,4
(4.1 03,1 )
292,7
01 0
KEMENTERIAN PERTAHANAN
6.996,2
2.922,3
4.367 ,4
(4.486,0)
2.1 1 9,7
01 1
1 5.931 ,3
1 6.67 8,3
1 6.263,2
382,9
3.862,9
01 2
KEMENTERIAN KEUANGAN
2.7 97 ,7
40.37 0,5
3.860,8
01 3
KEMENTERIAN PERTANIAN
1 1 .1 86,1
2.67 3,0
01 5
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
31 .7 1 8,3
10
01 8
3.367 ,0
11
01 9
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
006
12
020
007
13
022
2.349,6
14
46.459,0
80.661 ,0
15
7 1 .829,8
87 ,6%
1 04,4%
35.360,5
3.961 ,9
51 .568,5
KEMENTERIAN KESEHATAN
(558,9)
2.1 66,3
024
7 5,5
023
16
1 .1 93,1
17
2.000,0
87 ,0%
6.684,3
(999,4)
558,9
1 .1 02,3
4.520,8
49.402,2
4.57 4,9
41 .887 ,4
999,4
KEMENTERIAN AGAMA
7 .683,6
88,1 %
84,8%
026
1 5.822,0
4.507 ,3
025
KEMENTERIAN SOSIAL
5.7 48,7
19
027
(806,7 )
18
20
(7 7 2,8)
88,6%
7 4.522,2
91 ,8%
87 ,2%
(37 7 ,7 )
(9.625,9)
291 ,3
448,3
88,4%
89,0%
(26,2)
(66,0)
1 94,3
1 ,2
1 54,6
1 .507 ,7
(24,0)
6,1
7 ,4
(1 97 ,2)
6,9
9.7 86,6
4,5
84.1 48,1
40,5
66,0
430,3
51 4,3
28,5
7 7 2,8
80.330,6
31 7 ,5
1 97 ,2
6.521 ,5
446,3
21 8,4
5.31 4,0
206,2
1 .7 04,9
6.1 1 3,0
27 2,0
6.569,7
033
1 .620,2
034
KEMENTERIAN KEHUTANAN
23
035
032
24
036
029
25
040
21
26
22
27
4-10
Bab 4
Perubahan Belanja Negara
2013
LKPP
(AUDITED)
APBN
2014
PERUBAHAN
MILIAR RUPIAH
(62,6)
(8,2)
945,8
555,0
1 23,5
89,3%
89,6%
87 ,2%
89,9%
93,8%
% THD
APBN
7 ,1
(1 38,4)
1 91 ,6
1 .420,4
APBNP
(23,1 )
(1 64,9)
TOTAL
PERUBAHAN
PAGU
PNBP/BLU
PAGU
PHLN/PDN
91 ,4%
LUNCURAN
PNPM
1 5,3
1 46,2
87 ,1 %
87 ,0%
REFORMASI
BIROKRASI
62,6
(1 3,7 )
1 .830,1
88,4%
PENGHEMATAN
PEMILU
PEMOTONGAN
1 31 ,6
(27 3,6)
1 .521 ,4
90,8%
KODE
BA
61 7 ,7
20,3
(225,0)
27 ,5
97 ,4%
NO.
1 09,2
(3,6)
1 .1 43,5
3.251 ,0
(15=14/5)
800,5
-
(30,8)
(327 ,7 )
(14=5+13)
6,5
KEPERLUAN
MENDESAK
DAN
REALOKASI
DARI BA BUN
(2)
(13=-6+7 +
8+9+10+11+12)
041
1 .084,2
23,1
1 85,2
(12)
(1)
042
938,3
21 4,7
1 .585,4
20,1
1 5,6
(11)
28
224,5
1 .607 ,2
1 59,8
(10)
29
043
KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
1 62,1
27 3,6
(9)
30
047
044
KEMENTERIAN PEMBERDAY AAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK
2.1 03,8
225,0
(8)
31
3,6
(7 )
32
048
BADAN INTELIJEN NEGARA
1 .597 ,2
31 ,0
(6)
33
050
LEMBAGA SANDI NEGARA
37 ,2
(5)
34
051
DEWAN KETAHANAN NASIONAL
(4)
35
052
(3)
36
46,5
327 ,7
97 ,1 %
1 02,2%
1 .1 7 4,3
4.41 8,4
98,3%
3.57 8,7
96,5
422,4
3.968,5
3.558,0
1 .1 04,7
(1 2,6)
(61 ,9)
054
37 9,1
37
055
282,5
43,4
38
4.321 ,9
3.67 7 ,2
056
39
1 2,6
87 ,1 %
87 ,2%
1 05,3
PERPUSTAKAAN NASIONAL
290,3
88,7 %
435,1
57 4,2
87 ,3%
3.61 9,9
057
(42,4)
7 03,1
87 ,3%
458,8
059
(84,9)
2.445,9
3.235,6
41
40
(89,7 )
2.522,9
89,0%
(355,4)
97 ,0%
(365,6)
1 .008,8
43.603,9
(1 24,3)
(1 .37 1 ,7 )
88,6%
97 ,1 %
66,7
1 1 3,3
1 .432,9
(2,0)
1 3.880,9
42,4
(1 85,0)
84,9
(1 .529,5)
332,8
89,7
0,4
060
659,1
355,4
1 .001 ,9
063
209,1
7 92,8
365,6
3,8
42
607 ,2
2.801 ,3
43
064
1 .049,7
2.888,4
1 24,3
44
065
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
2.41 1 ,7
2.468,0
6,2
2.486,9
45
066
68,7
1 .1 33,1
46
067
7 4,3
44.97 5,6
47
068
1 .1 1 7 ,3
48
07 4
1 .37 0,5
43.394,5
49
90,1 %
(2.900,0)
96,4%
208,2
1 85,0
(7 ,7 )
1 .61 7 ,9
92,6%
90,9%
1 5.41 0,4
59,1
1 .437 ,4
(5,9)
92,9%
5.904,2
993,0
93,4%
1 4,5
667 ,3
87 ,4%
(7 9,7 )
7 68,2
07 5
22,2
(51 ,2)
690,2
07 6
21 5,9
0,1
(99,1 )
(53,8)
51
21 3,0
50
MAHKAMAH KONSTITUSI
5,9
07 7
65,0
1 ,5
52
7 3,4
81 ,3
07 8
1 .07 2,7
53
1 .034,9
51 ,2
07 9
7 1 8,5
3,6
54
7 1 0,1
080
99,1
57 ,4
55
822,0
7 89,2
081
464,7
56
082
1 .1 67 ,0
57
4-11
2013
KEPERLUAN
MENDESAK
DAN
REALOKASI
DARI BA BUN
REFORMASI
BIROKRASI
LUNCURAN
PNPM
PAGU
PHLN/PDN
PAGU
PNBP/BLU
TOTAL
PERUBAHAN
2014
PENGHEMATAN
PEMILU
PERUBAHAN
PEMOTONGAN
MILIAR RUPIAH
(1 0,8)
221 ,7
90,5
84,6
89,9%
88,7 %
% THD
APBN
(1 4,1 )
(1 0,2)
APBNP
KODE
BA
APBN
62
088
087
2.7 02,5
1 .067 ,2
57 9,8
1 53,6
2.7 01 ,4
1 .233,4
543,0
1 25,6
346,2
84,6
40,7
8,6
39,1
7 6,4
(1 1 9,4)
(563,9)
(346,2)
30,9
(40,7 )
(8,6)
1 .7 61 ,9
4.001 ,3
2.355,2
1 .264,3
502,3
1 1 7 ,0
87 ,6%
87 ,2%
1 02,5%
92,5%
93,2%
94,0%
90,9%
-
(15=14/5)
63
089
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
7 29,7
(14=5+13)
64
090
(7 3,0)
1 0,8
NO.
LKPP
(AUDITED)
(13=-6+7 +
8+9+10+11+12)
(12)
-
(11)
95,4
1 4,1
1 0,2
(10)
89,0
235,8
1 00,7
1 2,7
(9)
1 31 ,8
(8)
(2)
245,6
(7 )
083
85,7
(6)
084
802,6
(5)
58
(1)
085
533,6
(4)
59
086
(3)
61
60
65
1 5,3
93,7 %
90,8%
90,7 %
559,5
67 0,7
(68,3)
(57 ,4)
563,9
1 34,7
1 .881 ,2
4.565,2
1 .648,4
4.297 ,3
091
092
67
66
68,3
93,1 %
57 ,4
7 7 ,7
61 6,9
(5,8)
87 ,4%
1 25,8%
7 39,0
2.304,4
87 ,0%
524,8
47 3,0
7 35,6
37 5,0
466,7
(54,1 )
4,1
(1 09,5)
093
095
9,8
1 0,0
86,9%
87 ,3%
68
83,5
7 00,0
1 45,7
69
86,5
(21 ,3)
KOMISI Y UDISIAL RI
236,9
84,0
1 .902,7
1 00
1 .831 ,3
54,1
(1 1 ,0)
(286,1 )
70
2.969,3
1 09,5
845,1
429,1
1 03
37 2,8
71
1 .801 ,6
21 ,3
1 67 ,0
1 05
1 87 ,8
1 1 ,0
286,1
1 04
95,0
2.1 88,8
73
1 06
1 1 9,0
1 .846,4
72
74
88,5%
1 08
1 07
92,6%
87 ,0%
76
62,0
332,0
75
(5,0)
96,5%
87 ,0%
(49,6)
1 68,9
1 .066,9
(25,2)
(38,9)
5,0
49,6
67 ,0
381 ,6
25,2
65,1
38,9
90,8
1 94,1
1 .1 05,9
846,9
205,0
110
1 09
111
78
79
112
92,1 %
87 ,0%
77
80
263,6
92,3%
1 1 5,3%
1 7 1 ,0
3.7 59,5
90,0%
(1 4,6)
921 ,8
87 ,0%
(39,2)
497 ,6
967 ,6
94,4%
(7 6,7 )
341 ,3
(1 08,0)
602.292,0
(50,9)
(35.549,6)
(4.891,7 )
2.162,0
7 57 ,6
29,2
(259,9)
3.141,5
1 4,6
39,2
10.194,4
1 85,6
7 6,7
302,8
3.261 ,9
1 08,0
(3.159,9)
1 60,4
998,5
50,9
290,7
1 .687 ,5
1 .07 5,6
43.025,1
SEKRETARIAT KABINET
863,4
392,2
7 7 6,7
637 .841,6
114
115
233,3
113
83
116
582.940,2
81
84
117
82
85
118
JUMLAH
86
4-12
Bab 4
Mahkamah Agung
Anggaran belanja Mahkamah Agung dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp7.159,9 miliar,
atau mengalami penurunan sebesar Rp65,2 miliar (0,9 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp7.225,1 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari BA BUN dalam rangka pelaksanaan
reformasi birokrasi sebesar Rp350,7 miliar, tambahan anggaran yang bersumber dari hibah
dalam negeri sebesar Rp3,1 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp419,0 miliar
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Mahkamah Agung dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp7.156,8 miliar, dan hibah sebesar Rp3,1 miliar.
Kementerian Sekretariat Negara
Anggaran belanja Kementerian Sekretariat Negara dalam APBNP tahun 2014 mencapai
Rp2.005,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp114,1 miliar (5,4 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.119,7
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan kenaikan pagu
penggunaan PNBP sebesar Rp0,7 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp114,9
miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Sekretariat Negara dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari
rupiah murni sebesar Rp1.788,8 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp0,8 miliar, dan pagu
penggunaan BLU sebesar Rp215,9 miliar.
Kementerian Dalam Negeri
Anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp13.797,0
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp1.106,0 miliar (7,4 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp14.903,1 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran untuk biaya administrasi
kependudukan sebesar Rp545,9 miliar, luncuran DIPA Lanjutan PNPM Mandiri Perdesaan
tahun 2013 sebesar Rp23,1 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp1.675,0 miliar
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Dalam Negeri dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp11.862,5 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp28,3 miliar, pinjaman luar
negeri sebesar Rp1.497,0 miliar, dan hibah sebesar Rp409,2 miliar.
Kementerian Pertahanan
Anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp83.300,3
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp3.076,4 miliar (3,6 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp86.376,7 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut antara lain disebabkan: (1) realokasi dari Bagian Anggaran BUN yang
digunakan untuk kegiatan pengamanan Pemilu tahun 2014 sebesar Rp100,1 miliar, kegiatan
operasional pengamanan daerah rawan dan pengamanan pulau terluar sebesar Rp193,0 miliar,
pengamanan mantan Presiden dan Wakil Presiden sebesar Rp50,3 miliar, serta kegiatan Sail
Raja Ampat sebesar Rp36,5 miliar dan (2) luncuran pagu pinjaman dalam negeri tahun 2011
dan 2012 sebesar Rp1.065,0 miliar. Selain itu, alokasi anggaran Kementerian Pertahanan juga
mengalami pemotongan sebesar Rp4.521,3 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan
APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Pertahanan
4-13
Bab 4
dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp68.228,0 miliar, pinjaman
luar negeri sebesar Rp13.007,3 miliar, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp2.065,0 miliar.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Anggaran belanja Kementerian Hukum dan HAM dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp7.607,5
miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp73,0 miliar (1,0 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp7.534,5 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut antara lain karena adanya realokasi dari BA BUN dalam rangka
pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp493,7 miliar, tambahan anggaran belanja yang
bersumber dari hibah dalam negeri sebesar Rp9,5 miliar, dan adanya pemotongan anggaran
sebesar Rp430,2 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan
demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Hukum dan HAM dalam APBNP tahun
2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp6.027,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp1.570,1 miliar, dan hibah sebesar Rp9,5 miliar.
Kementerian Keuangan
Anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp18.204,8
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp506,9 miliar (2,7 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp18.711,7 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya percepatan penarikan pinjaman luar negeri
sebesar Rp244,6 miliar, realokasi dari BA BUN dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi
sebesar Rp561,9 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp1.313,4 miliar dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi
anggaran Kementerian Keuangan dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp17.171,5 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp657,7 miliar, dan pinjaman luar
negeri sebesar Rp375,6 miliar.
Kementerian Pertanian
Anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp13.613,0
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp1.857,6 miliar (12,0 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp15.470,6 miliar.
Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran yang bersumber
dari lanjutan kegiatan/luncuran pinjaman luar negeri sebesar Rp29,9 miliar, hibah luar negeri
sebesar Rp15,5 miliar, serta adanya pemotongan anggaran sebesar Rp1.903,0 miliar dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi
anggaran Kementerian Pertanian dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni
sebesar Rp13.131,0 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp68,3 miliar, pagu penggunaan
BLU sebesar Rp30,6 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp364,2 miliar, dan hibah sebesar
Rp19,0 miliar.
Kementerian Perindustrian
Anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp2.629,3
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp293,0 miliar (10,0 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.922,3 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari Bagian Anggaran BUN untuk
tambahan anggaran belanja pembayaran gaji, operasional, dan kegiatan transisi Otorita Asahan
tahun 2014 sebesar Rp8,4 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp301,3 miliar
4-14
Bab 4
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Perindustrian dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari
rupiah murni sebesar Rp2.454,8 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp101,4 miliar, pagu
penggunaan BLU sebesar Rp62,0 miliar, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp11,1 miliar.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Anggaran belanja Kementerian ESDM dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp14.341,5 miliar,
atau mengalami penurunan sebesar Rp1.921,8 miliar (11,8 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp16.263,2 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya penurunan pagu penggunaan PNBP sebesar Rp28,7
miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp1.893,1 miliar dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian
ESDM dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp12.616,6 miliar, pagu
penggunaan PNBP sebesar Rp1.639,5 miliar, dan pagu penggunaan BLU sebesar Rp85,3 miliar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam APBNP tahun 2014 mencapai
Rp76.557,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp4.103,1 miliar (5,1 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp80.661,0
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya pengurangan pagu penggunaan
BLU pada 7 (tujuh) Perguruan Tinggi Negeri eks Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebagai
implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi sebesar
Rp4.486,0 miliar, tambahan hibah sebesar Rp376,5 miliar, dan pinjaman luar negeri sebesar
Rp6,4 miliar. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp66.178,3 miliar,
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp2.041,2 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp5.975,0
miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp1.983,4 miliar, dan hibah sebesar Rp380,0 miliar.
Kementerian Kesehatan
Anggaran belanja Kementerian Kesehatan dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp47.476,5
miliar, atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.017,4 miliar (2,2 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp46.459,0 miliar.
Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran untuk
pembayaran tunggakan tagihan Jamkesmas sebesar Rp3.367,0 miliar, dan adanya pemotongan
anggaran sebesar Rp2.349,6 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun
2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Kesehatan dalam APBNP
tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp40.425,2 miliar, pagu penggunaan PNBP
sebesar Rp355,7 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp6.640,6 miliar, PLN sebesar Rp13,9
miliar, dan hibah sebesar Rp41,1 miliar.
Kementerian Agama
Anggaran belanja Kementerian Agama dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp51.568,5 miliar,
atau mengalami kenaikan sebesar Rp2.166,3 miliar (4,4 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp49.402,2 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran untuk pembayaran tunjangan
profesi guru sebesar Rp2.000,0 miliar, realokasi BA BUN dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi sebesar Rp1.193,1 miliar, tambahan pagu anggaran belanja yang bersumber dari
4-15
Bab 4
pinjaman luar negeri sebesar Rp60,2 miliar dan tambahan hibah dalam negeri sebesar Rp15,3
miliar. Selain itu, alokasi anggaran Kementerian Agama juga mengalami pemotongan anggaran
sebesar Rp1.102,3 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan
demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Agama dalam APBNP tahun 2014 bersumber
dari rupiah murni sebesar Rp49.843,4 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp390,6 miliar,
pagu penggunaan BLU sebesar Rp578,5 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp540,7 miliar,
hibah sebesar Rp15,3 miliar, dan surat berharga syariah negara project based sukuk (SBSN
PBS) sebesar Rp200,0 miliar.
Kementerian Kehutanan
Anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp4.507,3
miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp806,7 miliar (15,2 persen) apabila dibandingkan
dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp5.314,0 miliar. Perubahan
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya penurunan pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp377,7 miliar, tambahan anggaran yang bersumber dari hibah luar negeri sebesar Rp1,2
miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp430,3 miliar dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian
Kehutanan dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp3.531,7 miliar,
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp900,8 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp22,2 miliar,
dan hibah sebesar Rp52,5 miliar.
Kementerian Pekerjaan Umum
Anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBNP tahun 2014 mencapai
Rp74.522,2 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp9.625,9 miliar (11,4 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp84.148,1
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya lanjutan DIPA PNPM Mandiri
tahun 2013 sebesar Rp6,1 miliar, perubahan anggaran yang bersumber dari pinjaman luar
negeri sebesar Rp255,7 miliar, dan penurunan hibah luar negeri sebesar Rp101,0 miliar. Selain
itu, alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum juga mengalami pemotongan anggaran
sebesar Rp9.786,6 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan
demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dalam APBNP tahun
2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp66.627,5 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar
Rp24,4 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp25,0 miliar, pinjaman luar negeri sebesar
Rp7.570,7 miliar, dan hibah sebesar Rp274,6 miliar.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam APBNP tahun 2014
mencapai Rp291,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp26,2 miliar (8,2 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp317,5 miliar.
Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari BA BUN dalam rangka
pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp6,9 miliar, tambahan anggaran yang bersumber dari
hibah luar negeri sebesar Rp7,4 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp40,5 miliar
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam APBNP tahun 2014
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp283,9 miliar, dan hibah sebesar Rp7,4 miliar.
4-16
Bab 4
4-17
Bab 4
alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran yang bersumber dari hibah
luar negeri sebesar Rp15,6 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp46,5 miliar
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian PPN/Bappenas dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp566,2 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp291,0 miliar, dan hibah sebesar
Rp286,3 miliar.
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Anggaran belanja Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam APBNP tahun 2014
mencapai Rp3.558,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp61,9 miliar (1,7 persen)
apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp3.619,9 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran
belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri sebesar Rp40,8 miliar dan hibah luar negeri
sebesar Rp2,6 miliar, serta adanya pemotongan anggaran sebesar Rp105,3 miliar dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, alokasi anggaran Kementerian
Komunikasi dan Informatika dalam APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp927,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp780,8 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar
Rp1.800,0 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp46,8 miliar, dan hibah sebesar Rp2,6 miliar.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)
Anggaran belanja Polri dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp43.603,9 miliar, atau mengalami
penurunan sebesar Rp1.371,7 miliar (3,0 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi
anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp44.975,6 miliar. Perubahan alokasi anggaran
tersebut dikarenakan adanya realokasi anggaran Bagian Anggaran BUN untuk pengamanan
Pemilu tahun 2014 sebesar Rp1.000,0 miliar dan kegiatan Sail Raja Ampat sebesar Rp1,9
miliar, tambahan anggaran belanja yang bersumber dari hibah sebesar Rp4,8 miliar, dan adanya
luncuran pinjaman dalam negeri sebesar Rp108,4 miliar. Selain itu, alokasi anggaran Polri
juga mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp2.486,9 miliar dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Polri dalam
APBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp37.958,5 miliar, pagu penggunaan
PNBP sebesar Rp3.302,6 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp280,3 miliar, pinjaman luar
negeri sebesar Rp1.699,3 miliar, pinjaman dalam negeri sebesar Rp358,4 miliar, dan hibah
sebesar Rp4,8 miliar.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Anggaran belanja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam APBNP tahun 2014 mencapai
Rp66,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp2,0 miliar (2,9 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp68,7
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari BA BUN
untuk pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp3,8 miliar, tambahan anggaran belanja yang
bersumber dari hibah luar negeri sebesar Rp0,4 miliar, dan adanya pemotongan anggaran
sebesar Rp6,2 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan
demikian, alokasi anggaran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam APBNP tahun 2014
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp66,3 miliar, dan hibah sebesar Rp0,4 miliar.
4-18
Bab 4
4-19
Bab 4
tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp1.145,2 miliar, pagu penggunaan PNBP
sebesar Rp7,0 miliar, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp112,0 miliar.
Kementerian Pemuda dan Olahraga
Anggaran belanja Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam APBNP Tahun 2014 mencapai
Rp1.761,9 miliar dan mengalami penurunan sebesar Rp119,4 miliar (6,3 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN Tahun 2014 sebesar Rp1.881,2
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi anggaran dari BA
BUN untuk pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp15,3 miliar, dan adanya pemotongan
anggaran sebesar Rp134,7 miliar dalam rangka pengamanan pelaksanaan APBN Tahun 2014.
Alokasi anggaran Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam APBNP Tahun 2014 seluruhnya
bersumber dari rupiah murni.
Komisi Yudisial
Anggaran belanja Komisi Yudisial dalam APBNP Tahun 2014 mencapai Rp77,7 miliar dan
mengalami penurunan sebesar Rp5,8 miliar (6,9 persen) apabila dibandingkan dengan pagu
alokasi anggarannya dalam APBN Tahun 2014 sebesar Rp83,5 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi anggaran dari BA BUN untuk pelaksanaan
reformasi birokrasi sebesar Rp4,1 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp9,8
miliar dalam rangka pengamanan pelaksanaan APBN Tahun 2014. Alokasi anggaran Komisi
Yudisial dalam APBNP Tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Anggaran belanja BNPB dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp2.304,4 miliar, atau mengalami
kenaikan sebesar Rp473,0 miliar (25,8 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi
anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.831,3 miliar. Perubahan alokasi anggaran
tersebut dikarenakan adanya realokasi dana on call dari dana cadangan pada Bagian Anggaran
BUN sebesar Rp700,0 miliar yang digunakan untuk kegiatan tanggap bencana alam, dan
tambahan anggaran untuk pelaksanaan reformasi birokrasi sebesar Rp10,0 miliar. Selain itu
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, alokasi anggaran BNPB juga
mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp236,9 miliar. Alokasi anggaran BNPB dalam
APBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Anggaran belanja Bawaslu dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp3.759,5 miliar, atau mengalami
kenaikan sebesar Rp497,6 miliar (15,3 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi
anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp3.261,9 miliar. Perubahan alokasi anggaran
tersebut dikarenakan adanya realokasi dari Bagian Anggaran BUN sebesar Rp757,6 miliar yang
digunakan dalam rangka pengawasan penyelenggaraan Pemilu tahun 2014. Namun demikian,
terkait dengan pelaksanaan pemilihan umum Presiden yang dilaksanakan satu putaran, maka
dilaksanakan kebijakan penghematan anggaran Pemilu di Bawaslu sebesar Rp259,9 miliar.
Alokasi anggaran Bawaslu dalam APBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
4-20
Bab 4
anggaran untuk BA BUN mencapai Rp678.076,6 miliar. Jumlah ini berarti meningkat sebesar
Rp65.975,2 miliar atau 10,8 persen dari APBN tahun 2014. Peningkatan alokasi belanja
tersebut, antara lain disebabkan beberapa faktor, yaitu: (1) peningkatan belanja subsidi terutama
subsidi BBM dan subsidi listrik yang dikelompokkan dalam BA BUN pengelola anggaran
subsidi; (2) peningkatan alokasi pembayaran bunga utang yang dikelompokkan dalam BA
BUN pengelola utang pemerintah; (3) penurunan belanja hibah sebagai akibat penurunan
pinjaman yang diterushibahkan yang dikelompokkan dalam BA BUN pengelola hibah;
(4) perubahan beberapa komponen cadangan (cadangan risiko fiskal, dana cadangan bencana
alam, dan cadangan perlindungan sosial), serta perubahan akibat realokasi beberapa komponen
dari BA BUN ke BA K/L (dana cadangan bencana alam dan kegiatan terkait Pemilu tahun
2014) pada BA BUN Pengelola Belanja Lainnya; serta (5) penurunan cadangan dana dukungan
kelayakan pada proyek kerja sama yang dikelompokkan dalam BA BUN Pengelola Transaksi
Khusus.
4-21
Bab 4
harga yang terjangkau kepada masyarakat; (4) terlaksananya penyaluran subsidi pangan dan
penyediaan beras bersubsidi untuk rumah tangga sasaran (RTS); (5) terlaksananya penyaluran
subsidi pupuk dan subsidi benih dalam bentuk penyediaan pupuk dan benih unggul murah bagi
petani; (6) terlaksananya penyaluran subsidi transportasi umum untuk penumpang kereta api
kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi; dan (7) meningkatnya implementasi tata kelola
pemerintahan pada instansi pemerintah melalui terobosan kinerja secara terpadu, menyeluruh,
penuh integritas, akuntabel, serta taat dan menjunjung tinggi hukum.
TABEL 4.6
BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI, 2013 - 2014
(Miliar Rupiah)
2013
NO.
FUNGSI
2014
APBNP
Perubahan
LKPP
APBN
7 05.7 24,2
7 94.7 7 2,4
856.1 1 8,6
61 .346,2
7 ,7
87 .51 0,1
86.306,8
83.221 ,2
(3.085,6)
(3,6)
Nominal
PERTAHANAN
EKONOMI
LINGKUNGAN HIDUP
1 0.590,4
33.7 90,0
KESEHATAN
1 7 .57 7 ,0
1 3.07 7 ,7
1 2.1 1 2,2
(965,5)
(7 ,4)
1 .81 8,8
2.052,8
1 .7 24,4
(328,4)
(1 6,0)
AGAMA
(1 7 ,6)
10
PENDIDIKAN
11
PERLINDUNGAN SOSIAL
T OT AL
36.1 20,4
37 .952,6
35.920,5
(2.032,1 )
(5,4)
1 08.082,6
1 28.27 4,3
1 1 3.986,6
(1 4.287 ,7 )
(1 1 ,1 )
1 2.1 7 8,9
1 0.338,3
(1 .840,6)
(1 5,1 )
31 .487 ,2
27 .086,1
(4.401 ,1 )
(1 4,0)
3.87 2,8
4.463,5
3.67 9,8
(7 83,7 )
1 1 4.969,1
1 31 .31 3,6
1 29.224,9
(2.088,7 )
(1 ,6)
1 7 .1 07 ,5
8.063,1
6.955,9
(1 .1 07 ,2)
(1 3,7 )
1.137 .162,9
1.249.943,0
1.280.368,6
30.425,6
2,4
Keterangan : *) Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengalami perubahan nomenklatur pada tahun 201 4
Sumber : Kementerian keuangan
4-22
Bab 4
pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI menuju Minimum Essential
Force (MEF).
Anggaran Fungsi Ketertiban dan Keamanan
Selanjutnya, anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam APBNP tahun 2014 dialokasikan
sebesar Rp35.920,5 miliar. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar Rp2.032,1 miliar atau
5,4 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp37.952,6 miliar. Lebih rendahnya
alokasi anggaran fungsi ketertiban dan keamanan tersebut terutama dikarenakan adanya
pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi ketertiban dan keamanan antara lain
Polri, Mahkamah Agung, Badan Intelijen Negara, dan Kejaksaan Agung. Namun demikian,
alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu :
(1) meningkatnya kemampuan memantau dan mendeteksi secara dini ancaman bahaya serangan
terorisme; (2) meningkatnya penyelesaian penanganan perkara terorisme; (3) meningkatnya
penyelenggaraan fungsi manajemen kinerja Polri secara optimal untuk membangun citra Polri;
(4) meningkatnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat agar mampu melindungi seluruh
warga masyarakat Indonesia dalam beraktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang
bebas dari bahaya, ancaman, dan gangguan yang dapat menimbulkan cidera; (5) meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian yang tercermin pada terselenggaranya
pelayanan kepolisian sesuai dengan Standar Pelayanan Kamtibmas Prima; (6) tertanggulanginya
dan menurunnya jenis kejahatan (kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan
yang berimplikasi kontijensi, dan kejahatan terhadap kekayaan negara) tanpa melanggar HAM;
serta (7) dapat dikembangkannya langkah-langkah strategis, dan pencegahan suatu potensi
gangguan keamanan baik kualitas maupun kuantitas, sampai kepada penanggulangan sumber
penyebab kejahatan, gangguan ketertiban dan konflik di masyarakat dan sektor sosial, politik,
dan ekonomi sehingga gangguan kamtibmas menurun.
Anggaran Fungsi Ekonomi
Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan
ekonomi yang didukung oleh pembangunan transportasi, pertanian, infrastruktur, dan energi
didanai melalui pengalokasian anggaran pada fungsi ekonomi. Dalam APBNP tahun 2014,
alokasi anggaran pada fungsi ekonomi dialokasikan sebesar Rp113.986,6 miliar, berarti menurun
sebesar Rp14.287,7 miliar atau 11,1 persen dibandingkan dengan alokasinya pada APBN tahun
2014, yaitu sebesar Rp128.274,3 miliar. Perubahan tersebut dikarenakan adanya pemotongan
belanja pada beberapa K/L yang membawahi fungsi ekonomi, seperti pada Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun demikian turunnya
alokasi anggaran fungsi ekonomi tersebut diharapkan tidak mengganggu pencapaian sasaran
yang diharapkan, diantaranya: (1) meningkatnya kapasitas dan kualitas jaringan infrastruktur
transportasi yang terintegrasi dalam mendukung penguatan konektivitas nasional pada koridor
ekonomi dan sistem logistik nasional, baik yang menghubungkan sentra-sentra produksi dan
outlet nasional, maupun di wilayah terpencil, perdalaman, perbatasan, serta wilayah terdepan
dan terluar; (2) meningkatnya efisiensi pergerakan orang dan barang serta memperkecil
kesenjangan pelayanan angkutan antarwilayah; (3) terjaganya stabilitas harga komoditas pangan
dalam negeri; (4) terkendalinya impor bahan pangan, terutama beras; (5) meningkatnya produksi
perikanan budidaya dan produktivitas perikanan tangkap; (6) meningkatnya rasio elektrifikasi,
melalui perluasan jangkauan pelayanan dengan pembangunan jaringan transmisi dan gardu
4-23
Bab 4
induk; serta (7) meningkatnya penerapan inisiatif energi bersih (Green Energy Initiatives)
melalui peningkatan pemanfaatan energi terbarukan.
Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup
Dalam APBNP tahun 2014, anggaran fungsi lingkungan hidup dialokasikan sebesar Rp10.338,3
miliar. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan sebesar Rp1.840,6 miliar atau 15,1 persen
dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp12.178,9 miliar. Namun demikian, alokasi
anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu :
(1) meningkatnya kuantitas dan kualitas data dan informasi spasial, dengan memprioritaskan
pada tersedianya data spasial untuk mendukung pembangunan wilayah koridor ekonomi
Indonesia dan wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan KAPET); (2)
meningkatnya akses terhadap data dan informasi spasial; (3) penyelesaian dan terlengkapinya
peraturan operasionalisasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
(4) meningkatnya target legalisasi aset tanah yang dibiayai Pemerintah; (5) pembangunan
peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan meliputi terselesaikannya tata
batas kawasan hutan (batas luar dan fungsi), beroperasinya kesatuan pengelolaan hutan,
meningkatnya hasil rehabilitasi hutan dan lahan, dan penyusunan rencana pengelolaan daerah
aliran sungai terpadu; (6) meningkatnya populasi spesies prioritas utama yang terancam punah;
serta (7) menurunnya hotspot (titik api) di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, dan Pulau
Sulawesi dan luas kebakaran hutan.
Anggaran Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi perumahan dan fasilitas umum dalam
APBNP tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp27.086,1 miliar yang berarti lebih rendah Rp4.401,1
miliar atau 14,0 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp31.487,2 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L
yang menjalankan fungsi perumahan dan fasilitas umum antara lain Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perumahan Rakyat. Namun demikian,
alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu:
(1) pembangunan twin block rumah susun sederhana sewa; (2) fasilitasi dan stimulasi
pembangunan perumahan swadaya baru; (3) fasilitasi dan stimulasi pertumbuhan kualitas
perumahan swadaya; (4) fasilitasi pembangunan prasarana sarana, dan utilitas kawasan
perumahan dan permukiman; (5) pembangunan sistem pengelolaan air minum (SPAM)
perdesaan; (6) pembangunan infrastruktur sanitasi (air limbah dan drainase) dan persampahan;
(7) meningkatnya layanan prasarana air baku dan terjaganya layanan air; (8) meningkatnya
ketersediaan air irigasi dengan pengembangan jaringan irigasi.
Anggaran Fungsi Kesehatan
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi kesehatan dalam APBNP tahun
2014 dialokasikan sebesar Rp12.112,2 miliar yang berarti lebih rendah Rp965,5 miliar
atau 7,4 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp13.077,7 miliar.
Lebih rendahnya alokasi anggaran pada fungsi kesehatan tersebut terutama disebabkan
adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi kesehatan diantaranya
Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional. Namun demikian, alokasi anggaran pada fungsi
kesehatan tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu:
4-24
Bab 4
(1) meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu, anak dan reproduksi; (2) meningkatnya
kualitas penanganan masalah gizi masyarakat; (3) meningkatnya efektifitas pengawasan
obat dan makanan dalam rangka keamanan, mutu dan manfaat/khasiat obat dan makanan;
(4) meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan; (5) terselenggaranya
pendidikan tinggi dan pertumbuhan mutu SDM kesehatan; dan (6) meningkatnya penduduk
yang mendapatkan jaminan kesehatan.
Anggaran Fungsi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif dalam
APBNP tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp1.724,4 miliar yang berarti lebih rendah Rp328,4
miliar atau 16,0 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.052,8 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L
yang menjalankan fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif antara lain Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Kementerian KUKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun demikian, alokasi anggaran tersebut tetap
diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, antara lain: (1) meningkatnya jumlah
wisatawan mancanegara dan jumlah pergerakan wisatawan nusantara; (2) meningkatnya
kontribusi pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja nasional; (3) meningkatnya kontribusi
pariwisata terhadap PDB; (4) meningkatnya nilai investasi terhadap nilai investasi nasional;
(5) meningkatnya perolehan devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman; (6) meningkatnya
pengeluaran wisatawan nusantara; (7) meningkatnya partisipasi tenaga kerja di bidang ekonomi
kreatif; (8) meningkatnya kontribusi unit usaha di bidang ekonomi kreatif terhadap unit usaha
nasional; dan (9) meningkatnya kuantitas dan kualitas lulusan perguruan tinggi kepariwisataan
yang terserap di pasar kerja; serta (10) meningkatnya profesionalisme tenaga kerja pariwisata
dan ekonomi kreatif yang disertifikasi.
Anggaran Fungsi Agama
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi agama dalam APBNP tahun 2014 dialokasikan
sebesar Rp3.679,8 miliar yang berarti lebih rendah Rp783,7 miliar atau 17,6 persen dari alokasinya
dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp4.463,5 miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran tersebut
terutama disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi agama
yaitu Kementerian Agama. Namun demikian, alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk
pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu: (1) meningkatnya kualitas kerukunan umat beragama;
(2) meningkatnya kualitas penyelenggaran haji; (3) meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan
beragama; serta (4) meningkatnya tatakelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Anggaran Fungsi Pendidikan
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi pendidikan dalam APBNP tahun 2014
dialokasikan sebesar Rp129.224,9 miliar yang berarti lebih rendah Rp2.088,7 miliar atau 1,6
persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp131.313,6 miliar. Lebih rendahnya
alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya perubahan alokasi pada Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan sehubungan dengan adanya pengurangan pagu penggunaan
BLU pada tujuh perguruan tinggi eks BHMN sebagai implementasi Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Namun demikian, alokasi anggaran tersebut tetap
diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, antara lain: (1) meningkatnya taraf
pendidikan masyarakat, yang ditandai dengan: (a) meningkatnya rata-rata lama sekolah
penduduk usia 15 tahun ke atas, (b) menurunnya angka buta aksara penduduk usia 15
4-25
Bab 4
Bab 4
2014 diperkirakan sebesar Rp2.351,4 miliar (6,2 persen lebih tinggi dibandingkan dalam APBN
tahun 2014 yang sebesar Rp2.214,0 miliar), termasuk Kurang Bayar DBH CHT sebesar Rp124,1
miliar (dalam APBN tahun 2014, tidak ada alokasinya). DBH SDA Minyak Bumi dalam APBNP
tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp26.458,2 miliar (17,5 persen lebih tinggi dibandingkan
dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp22.511,8 miliar), termasuk Kurang Bayar DBH SDA
Minyak Bumi sebesar Rp2.471,9 miliar (Rp2.114,5 miliar lebih tinggi dibandingkan dalam
APBN tahun 2014 yang sebesar Rp357,5 miliar). DBH SDA Gas Bumi dalam APBNP tahun 2014
diperkirakan sebesar Rp21.256,4 miliar (30,1 persen lebih tinggi dibandingkan dalam APBN
tahun 2014 yang sebesar Rp16.337,4 miliar), termasuk Kurang Bayar DBH SDA Gas Bumi
sebesar Rp1.879,7 miliar (yang dalam APBN tahun 2014, tidak ada alokasinya). Sementara itu,
DBH yang mengalami kenaikan karena adanya tambahan alokasi kurang bayar adalah DBH
SDA pertambangan umum, yaitu mengalami kenaikan sebesar Rp757,6 miliar.
DBH yang mengalami penurunan terdiri atas DBH: (1) Pajak Penghasilan (PPh) dan (2) Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB). Pertama, DBH PPh dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar
Rp23.354,9 miliar (9,2 persen lebih rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar
Rp25.714,0 miliar), termasuk Kurang Bayar DBH PPh sebesar Rp1.190,2 miliar (Rp312,3 miliar
lebih tinggi dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp877,9 miliar). Turunnya
perkiraan DBH PPh terutama dipengaruhi oleh lebih rendahnya asumsi pertumbuhan ekonomi
dalam APBNP tahun 2014, lebih rendahnya realisasi PPh Non-Migas Tahun 2013 yang digunakan
sebagai base line, serta melambatnya pertumbuhan PPh Non-Migas pada Triwulan I Tahun 2014.
Kedua, DBH PBB dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp20.409,8 miliar (14,5
persen lebih rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp23.859,2 miliar),
termasuk Kurang Bayar DBH PBB sebesar Rp22,7 miliar (Rp16,5 miliar lebih tinggi dibandingkan
dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp6,2 miliar). Penurunan DBH PBB terutama disebabkan
turunnya penerimaan PBB Pertambangan Migas.
DBH yang tidak mengalami perubahan baik dari perubahan target penerimaannya maupun
alokasi kurang bayarnya terdiri atas DBH SDA kehutanan, perikanan, dan pertambangan panas
bumi. Masing-masing DBH tersebut sama dengan dalam APBN-nya, yaitu DBH SDA kehutanan
sebesar Rp2.572,3 miliar, perikanan sebesar Rp200,0 miliar, dan pertambangan panas bumi
sebesar Rp467,1 miliar.
Dari uraian di atas, tambahan kurang bayar dalam APBNP tahun 2014 mencapai Rp5.204,7
miliar. Tambahan tersebut mencakup kurang bayar DBH Pajak sebesar Rp452,9 miliar dan DBH
SDA sebesar Rp4.751,8 miliar. Tambahan kurang bayar DBH Pajak tersebut terdiri atas kurang
bayar DBH (1) PPh sebesar Rp312,3 miliar, (2) PBB sebesar Rp16,5 miliar, (3) CHT sebesar
Rp124,1 miliar. Selanjutnya, tambahan kurang bayar DBH SDA tersebut terdiri atas kurang
bayar DBH SDA (1) Minyak Bumi sebesar Rp2.114,5 miliar, (2) Gas Bumi sebesar Rp1.879,7
miliar, dan (3) Pertambangan Umum sebesar Rp757,6 miliar. Dengan adanya tambahan Kurang
Bayar DBH yang mencapai Rp5.204,7 miliar tersebut dan Kurang Bayar DBH yang sudah ada
dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.248,0 miliar, maka jumlah Kurang Bayar DBH dalam
APBNP tahun 2014 menjadi Rp7.452,7 miliar.
Alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam APBNP tahun 2014 dapat dilihat lebih rinci pada
Tabel 4.7.
4-27
Bab 4
TABEL 4.7
TRANSFER KE DAERAH, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
URAIAN
2014
Selisih
APBN
LKPP
APBNP
Nominal
I. DANA PERIMBANGAN
A.
i PBB TA Berjalan
ii. Kurang Bayar PBB
c. Cukai Hasil Tembakau
i.
CHT TA Berjalan
487.931,0
491.882,9
3.951,9
88.463,1
113.711,7
117.663,6
3.951,9
46.006,5
51.787,2
46.116,0
(5.671,1)
(11,0)
19.091,5
18.111,5
980,0
25.714,0
24.225,2
23.365,0
860,2
1.488,8
23.354,9
22.299,6
21.135,1
1.164,5
1.055,3
(2.359,1)
(1.925,6)
(2.229,8)
304,3
(433,5)
(9,2)
(7,9)
(9,5)
35,4
(29,1)
24.763,5
1.471,1
17,7
23.859,2
1.029,5
25,8
20.409,8
(441,6)
8,1
(3.449,4)
(30,0)
45,6
(14,5)
24.763,5
-
23.853,0
6,2
2.214,0
20.387,1
22,7
2.351,4
(3.465,9)
16,5
137,4
(14,5)
265,9
6,2
2.151,5
2.151,5
0,8
3,5
2.214,0
2.227,3
13,3
124,1
124,1
0,6
-
42.456,6
61.924,5
71.547,5
9.623,0
15,5
29.330,0
38.849,2
47.714,6
8.865,4
22,8
15.530,9
22.511,8
26.458,2
3.946,4
17,5
15.530,9
22.154,4
23.986,3
1.832,0
8,3
13.799,1
357,5
16.337,4
2.471,9
21.256,4
2.114,5
4.919,0
591,5
30,1
18,6
16.337,4
19.376,6
3.039,3
1.879,7
1.879,7
11.636,7
239,0
239,0
11.397,8
11.397,8
889,1
19.835,9
890,3
857,5
32,8
18.945,6
18.022,3
923,3
2.572,3
20.593,5
939,9
857,5
82,4
19.653,6
18.022,3
1.631,2
2.572,3
757,6
49,6
49,6
708,0
708,0
-
3,8
5,6
151,2
3,7
76,7
-
434,1
434,1
30,1
30,1
424,8
424,8
149,8
1.446,9
1.432,4
14,5
136,9
117,0
19,9
988,6
976,0
12,6
200,0
1.446,9
1.432,4
14,5
136,9
117,0
19,9
988,6
976,0
12,6
200,0
451,0
451,0
-
467,1
463,7
3,4
467,1
463,7
3,4
311.139,3
341.219,3
341.219,3
30.752,4
33.000,0
33.000,0
82.905,7
104.621,3
104.621,3
13.445,6
16.148,8
16.148,8
12.445,6
13.648,8
13.648,8
6.222,8
4.356,0
1.866,8
6.222,8
1.000,0
6.824,4
4.777,1
2.047,3
6.824,4
2.500,0
6.824,4
4.777,1
2.047,3
6.824,4
2.500,0
a. Provinsi Papua
571,4
2.000,0
2.000,0
428,6
500,0
500,0
115,7
523,9
523,9
69.344,4
87.948,6
87.948,6
43.049,8
22.453,0
2.394,2
1.387,8
59,6
60.540,7
24.074,7
1.853,6
1.387,8
91,8
60.540,7
24.074,7
1.853,6
1.387,8
91,8
513.260,4
592.552,3
596.504,2
3.951,9
0,7
b. Pertambangan Umum
i. Iuran Tetap
- Iuran Tetap TA Berjalan
- Kurang Bayar Iuran Tetap
ii. Royalti
- Royalti TA Berjalan
- Kurang Bayar Royalti
c. Kehutanan
i.
B.
C.
B.
C.
DANA PENYESUAIAN
1.
2.
3.
4.
5.
430.354,7
Minyak Bumi
A.
4-28
Bab 4
4-29
Bab 5
BAB 5
PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN
ANGGARAN
5.1 Pendahuluan
Dalam APBNP 2014, Pemerintah merencanakan untuk melebarkan defisit dari 1,69 persen
menjadi 2,4 persen terhadap PDB. Pengajuan APBNP 2014 tersebut sebagai langkah
pengamanan agar defisit anggaran pada akhir tahun 2014 tidak lebih dari 3 persen, sehingga
tidak melanggar batas defisit kumulatif seperti tercantum dalam penjelasan pasal 12 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara. Dengan adanya tambahan
defisit anggaran tersebut, pembiayaan anggaran juga meningkat. Dengan adanya keterbatasan
sumber pembiayaan nonutang, maka sebagian besar tambahan pembiayaan anggaran tersebut
akan dipenuhi dari pembiayaan utang. Sumber utama pembiayaan utang tersebut berasal
dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman program. Sementara
itu, Pemerintah juga menyiapkan pinjaman siaga sebagai antisipasi apabila terjadi kesulitan
mengakses pembiayaan dalam negeri, terutama penerbitan SBN, dan terjadinya realisasi defisit
anggaran yang melampaui target dalam APBNP 2014.
Selain itu, dalam APBNP 2014 Pemerintah juga merencanakan alokasi pembiayaan anggaran
baik berupa tambahan alokasi maupun alokasi baru, antara lain (a) PMN kepada Organisasi/
Lembaga Keuangan Internasional, antara lain dengan adanya tambahan alokasi untuk Asian
Development Bank (ADB), International Bank for Reconstructioan and Development (IBRD),
International Finance Corporation (IFC), International Fund for Agricultural Development
(IFAD), dan alokasi baru untuk Islamic Corporation for The Development of The Private Sector
(ICD), (b) PMN lainnya yaitu dengan adanya tambahan alokasi untuk ASEAN Infrastructute
Fund (AIF) dan alokasi baru untuk International Rubber Consortium Limited (IRCo).
Untuk pinjaman proyek, dalam APBNP 2014 direncanakan meningkat terutama menampung
percepatan penarikan pinjaman dan lanjutan proyek pada Kementerian Negara/Lembaga serta
proyek penerusan pinjaman kepada BUMN dan Pemda.
5-1
Bab 5
GRAFIK 5.1
DEFISIT DAN RASIO UTANG TERHADAP PDB
2013 - 2014
% thd PDB
3,00
2,50
% thd PDB
26,50
2 6,15
2 5,59
2 ,40
2 ,51
26,00
25,50
25,00
2,00
24,50
1 ,69
1,50
24,00
23,50
1,00
23,00
2 3 ,22
22,50
0,50
22,00
0,00
21,50
APBN 2014
Defisit
APBNP 2014
5-2
Bab 5
perubahan apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2014; dan (2) pengeluaran
pembiayaan sebesar negatif Rp18.628,2 miliar, naik sebesar negatif Rp3.455,9 miliar dari
alokasinya dalam APBN 2014 sebesar negatif Rp15.172,3 miliar. Kenaikan tersebut terutama
disebabkan tambahan alokasi Cadangan Pembiayaan untuk Dana Pengembangan Pendidikan
Nasional sebesar negatif Rp8.359,1 miliar yang sebelumnya tidak dialokasikan dalam APBN
2014. Sementara itu, alokasi Dana Investasi Pemerintah dan Kewajiban Penjaminan justru
mengalami penurunan. Dana Investasi Pemerintah turun dari semula negatif Rp14.105,6
miliar menjadi negatif Rp9.305,0 miliar. Sedangkan Kewajiban Penjaminan turun dari semula
negatif Rp1.066,7 miliar, menjadi negatif Rp964,1 miliar. Penjelasan lebih rinci tentang alokasi
Dana Investasi Pemerintah, Kewajiban Penjaminan dan Cadangan Pembiayaan untuk Dana
Pengembangan Pendidikan Nasional disampaikan sebagai berikut.
TABEL 5.1
PEMBIAYAAN NONUTANG, 2013 - 2014
(miliar rupiah)
2013
2014
Uraian
LKPP Audited
APBN
Perubahan
APBNP
Nominal
34.174,1
4.398,5
5.398,5
1.000,0
4.174,1
-
4.398,5
-
4.398,5
250,0
1.000,0
250,0
1.000,0
(3.455,9)
30.000,0
(16.121,3)
(14.172,3)
(17.628,2)
1.500,2
(11.915,5)
(3.997,1)
1.000,0
(14.105,6)
(5.005,6)
(3.000,0)
(2.000,0)
(1.000,0)
(585,6)
(149,4)
(390,5)
(31,5)
(14,1)
(1.420,0)
(1.000,0)
(420,0)
(4.000,0)
(1.000,0)
(3.000,0)
1.000,0
(9.305,0)
(5.305,0)
(3.000,0)
(2.000,0)
(1.000,0)
(724,6)
(202,1)
(461,7)
(41,3)
(17,5)
(2,1)
(1.580,4)
(1.000,0)
(551,4)
(29,0)
(4.000,0)
(1.000,0)
(3.000,0)
(2.000,0)
(2.000,0)
(592,3)
(171,1)
(372,8)
(30,1)
(8,7)
(9,6)
(1.404,8)
(404,8)
(500,0)
(500,0)
(3.335,8)
(1.000,0)
(1.209,3)
(1.126,5)
(4.582,6)
(706,0)
18.052,8
4.800,6
(299,4)
(139,0)
(52,6)
(71,1)
(9,8)
(3,4)
(2,1)
(160,4)
(131,4)
(29,0)
-
(5.100,0)
(1.066,7)
-
(964,1)
(8.359,1)
5.100,0
102,6
(8.359,1)
(9.773,8)
(12.229,7)
(2.455,9)
%
22,7
0,0
24,4
(34,0)
6,0
23,7
35,2
18,2
31,1
23,7
0,0
11,3
31,3
(100,0)
(9,6)
25,1
5-3
Bab 5
tersebut. Dalam APBNP 2014, Dana Investasi Pemerintah diperkirakan sebesar Rp9.305,0
miliar, turun Rp4.800,6 miliar (34,0 persen) jika dibandingkan dengan yang ditetapkan dalam
APBN 2014 sebesar Rp14.105,6 miliar. Penurunan tersebut disebabkan realokasi cadangan
pembiayaan sebesar Rp5.100,0 miliar. Sementara itu, alokasi untuk dana bergulir dalam APBNP
2014 tidak mengalami perubahan. Penjelasan yang lebih rinci mengenai alokasi pembiayaan
untuk Dana Investasi Pemerintah dalam APBN 2014 dan APBNP 2014 disajikan dalam Grafik
5.2.
GRAFIK 5.2
DANA INVESTASI PEMERINTAH
APBN 2014 DAN APBNP 2014
6.000,0
miliar rupiah
5.000,0
5.100,0
5.005,6
4.000,0
4.000,0
5.305,0
4.000,0
3.000,0
2.000,0
1.000,0
-
APBN 2014
Penyertaan Modal Negara
Dana Bergulir
APBNP 2014
Cadangan Pembiayaan
Dalam APBNP 2014, alokasi PMN direncanakan sebesar Rp5.305,0 miliar. Jumlah tersebut
menunjukkan peningkatan sebesar Rp299,4 miliar (6,0 persen) dari alokasinya dalam APBN
2014 sebesar Rp5.005,6 miliar. Peningkatan alokasi PMN tersebut digunakan untuk (1) PMN
pada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional (LKI) yaitu pada International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD), Asian Development Bank (ADB), International Fund
for Agricultural Development (IFAD), International Finance Corporation (IFC), dan Islamic
Corporation for the Development of Private Sector (ICD); serta (2) PMN Lainnya yaitu pada
ASEAN Infrastructure Fund (AIF) dan International Rubber Consortium Limited (IRCo).
Penjelasan mengenai perubahan alokasi PMN dapat disampaikan sebagai berikut.
A. Penyertaan Modal Negara kepada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional
(LKI)
Alokasi PMN kepada Organisasi/LKI dalam APBNP 2014 direncanakan sebesar Rp724,6 miliar,
meningkat Rp139,0 miliar atau 23,7 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN
2014 sebesar Rp585,6 miliar. Peningkatan PMN tersebut berupa tambahan nilai rupiah yang
diperlukan untuk membayar kekurangan PMN tahun 2013 akibat melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada saat pembayaran, dan penyesuaian nilai tukar
yang dipakai, menyesuaikan dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
yang dipakai dalam APBNP 2014. Alokasi PMN pada organisasi/LKI dalam APBNP 2014
diperuntukkan sebagai berikut: (1) IBRD sebesar Rp202,1 miliar; (2) ADB sebesar Rp461,7
miliar; (3) IFAD sebesar Rp41,3 miliar; (4) IFC sebesar Rp17,5 miliar, serta (5) ICD sebesar
Rp2,1 miliar. Ilustrasi mengenai PMN kepada Organisasi/LKI dalam APBN 2014 dan APBNP
2014 disajikan pada Grafik 5.3.
5-4
Bab 5
miliar rupiah
GRAFIK 5.3
PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA ORGANISASI /LKI
APBN 2014 DAN APBNP 2014
500,0
450,0
400,0
350,0
300,0
250,0
200,0
150,0
100,0
50,0
-
461 ,7
390,5
APBN 2014
APBNP 2014
202,1
1 49,4
31 ,5
International Bank
for Reconstruction
and Development (IBRD)
Asian
Development
Bank (ADB)
41 ,3
International
Fund for
Agricultural and
Development (IFAD)
1 4,1
1 7 ,5
International
Finance
Corporation (IFC)
2,1
The Islamic
Corporation for
the Development
of Private Sector (ICD)
5-5
Bab 5
miliar rupiah
1.000,0
1 .000,0
1 .000,0
APBN 2014
APBNP 2014
800,0
551 ,4
600,0
420,0
400,0
200,0
-
29,0
Selanjutnya, penjelasan tentang PMN Lainnya pada AIF dan IRCo dapat disampaikan sebagai
berikut.
ASEAN Infrastructure Fund (AIF)
Pada APBNP 2014, Pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan PMN Lainnya pada AIF
sebesar Rp551,4 miliar atau naik Rp131,4 miliar (31,3 persen) dari alokasinya dalam APBN 2014
sebesar Rp420,0 miliar. Kenaikan alokasi PMN tersebut merupakan tambahan nilai rupiah yang
diperlukan untuk membayar kekurangan pembayaran PMN pada tahun 2013 akibat melemahnya
nilai tukar rupiah akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD dan untuk menyesuaikan
nilai tukar yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran PMN tahun 2014.
International Rubber Consortium Limited (IRCo)
Pada APBNP 2014, Pemerintah merencanakan untuk mengalokasikan PMN Lainnya pada IRCo
sebesar Rp29,0 miliar. PMN kepada IRCo baru dialokasikan dalam APBNP 2014. PMN tersebut
adalah sebagai tindak lanjut kesepakatan 3 negara pendiri IRCo pada pertemuan tingkat menteri
International Tripartite Rubber Council (ITRC) tahun 2011 di Bali. Ketiga negara pendiri IRCo
berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan kekurangan modal awal sebesar USD7,5 juta pada
tahun 2013, dengan rincian Thailand sebesar USD3,33 juta, Indonesia sebesar USD2,5 juta,
dan Malaysia sebesar USD1,667 juta.
IRCo merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh Thailand, Indonesia, dan Malaysia
dan secara resmi terdaftar di Bangkok, Thailand pada tahun 2004. IRCo didirikan dengan modal
5-6
Bab 5
awal USD12,0 juta. Dari modal tersebut, ketiga negara baru membayar sebesar USD4,5 juta,
dengan rincian Thailand sebesar USD2,0 juta, Indonesia USD1,5 juta, dan Malaysia sebesar
USD1,0 juta. Perbandingan penyertaan modal antara Thailand : Indonesia : Malaysia adalah
2 : 1,5 : 1.
3.
APBN 2014
APBNP 2014
Asumsi kurs APBN 2014 sebesar Rp10.500 Asumsi kurs APBNP 2014 Rp11.600
Data Outstanding Penjaminan
Data Outstanding Penjaminan
- FTP I : Outstanding Debt per Sept 2012 - FTP I : Outstanding Debt per Des 2013
- PDAM : Proyeksi realisasi pembayaran
pokok pinjaman s.d. Sept 2012
Menggunakan Transition matrix default
study
- PLN
: Standard & Poors th. 2011
- PDAM : Pefindo th. 2011
5-7
Bab 5
TABEL 5.3
ANGGARAN KEWAJIBAN PENJAMINAN, 2013 - 2014
(miliar rupiah)
2013
No
2
3
LKPP
(audited )
2014
APBN
APBNP
Perubahan
Nominal
611,2
1.017,9
913,7
35,0
2,1
2,2
0,1
5,7
59,8
46,7
48,2
1,5
3,2
706,0
1.066,7
964,1
Jumlah
(104,2) (10,2)
(102,6) (9,6)
5-8
Bab 5
2013
Jenis Pem biay aan Utang
LKPP
Audited
APBN
APBNP
I.
SBN (Neto)
224.67 2,5
II.
264.983,7
59.914,9-
29,2
(35,7 )
(5.805,2)
(20.903,5)
(13.437 ,7 )
7 .465,9
55.27 9,8
39.1 32,7
54.1 29,6
1 4.996,8
38,3
1 8.426,4
3.900,0
1 6.899,6
1 2.999,6
333,3
36.853,4
35.232,7
37 .230,0
1 .997 ,2
32.97 2,9
34.006,5
33.822,6
(1 83,9)
3.880,6
1 .226,3
3.407 ,4
2.1 81 ,1
1 7 7 ,9
(1 .226,3)
(3.407 ,4)
(2.1 81 ,1 )
1 7 7 ,9
(57 .204,4)
(58.81 0,0)
(64.1 59,9)
(5.349,9)
47 4,5
963,0
2.17 8,0
1.214,9
61 5,7
1 .250,0
2.423,4
1 .1 7 3,4
(1 41 ,3)
Jum lah
5,7
(0,5)
(3.880,6)
205.068,8
219.341,8
(287 ,0)
185.128,3
(245,4)
253.7 24,0
41 ,5
68.595,7
9,1
126,2
93,9
(1 4,5)
37 ,1
2 05.068,8
200.000,0
150.000,0
100.000,0
50.000,0
-
APBN 2014
APBNP 2014
5-9
Bab 5
37 .230,0
35.232,7
35.000
30.000
25.000
20.000
1 6.899,6
15.000
10.000
5.000
3.900,0
0
Pinjam an Program
APBN 2014
Pinjam an Proyek
APBNP 2014
Rencana penarikan pinjaman program dalam APBNP 2014, seperti yang disajikan dalam Tabel
5.4, mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga mencapai 333,3 persen jika dibandingkan
dengan penarikannya dalam APBN 2014. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya kebutuhan
pembiayaan utang sebagai akibat pelebaran defisit APBNP 2014, depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, dan untuk mengurangi tambahan utang melalui tambahan
penerbitan SBN yang cukup besar. Pinjaman program dalam APBNP 2014 direncanakan
dapat dipenuhi dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), The Agencie Francaise de
Development (AFD), dan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW).
Sementara itu, penarikan pinjaman proyek dalam APBNP 2014 diperkirakan sebesar Rp37.230,0
miliar, mengalami perubahan sebesar Rp1.997,2 miliar (5,7 persen) jika dibandingkan dengan
rencana yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp35.232,7 miliar. Perubahan rencana
penarikan pinjaman proyek tersebut berkaitan dengan penurunan rencana penarikan pinjaman
proyek Pemerintah Pusat dan peningkatan pinjaman proyek yang diteruspinjamkan (penerusan
pinjaman/subsidiary loan agreement/SLA) kepada Pemda dan/atau BUMN.
Penurunan rencana penarikan pinjaman proyek Pemerintah Pusat disebabkan oleh penurunan
pinjaman yang diterushibahkan terkait adanya penyesuaian pelaksanaan Construction of Jakarta
5-10
Bab 5
Mass Rapid Transit Project (I) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di sisi lain rencana
penarikan pinjaman proyek K/L diperkirakan meningkat sehubungan dengan adanya rencana
percepatan dan lanjutan penarikan pinjaman proyek tahun sebelumnya pada Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sementara itu peningkatan penerusan pinjaman terutama disebabkan adanya tambahan pagu
pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina yang berasal dari sisa dana
penerusan pinjaman tahun anggaran 2013 yang dilanjutkan ke tahun anggaran 2014, serta
tambahan pagu pada PT Sarana Multi Infrastruktur sehubungan dengan percepatan penarikan
atas sisa pinjaman proyek Indonesian Infrastructure Financing Facility. Rincian perubahan
penerusan pinjaman dalam APBN dan APBNP 2014 disajikan pada Tabel 5.5.
TABEL 5.5
RINCIAN PENERUSAN PINJAMAN, 2014
(miliar rupiah)
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PENGGUNA
PT Perusahaan Listrik Negara
PT Sarana Multi Infrastruktur
PT Pertamina
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Kota Bogor
Pemerintah Kabupaten Muara Enim
JUMLAH
APBN
(529,9)
(210,0)
(252,4)
(24,2)
(167,4)
(12,5)
(30,0)
(1.226,3)
APBNP
(2.274,2)
(433,1)
(453,3)
(13,3)
(167,4)
(20,9)
(45,1)
(3.407,4)
Perubahan
(1.744,3)
(223,1)
(200,9)
10,8
(8,4)
(15,1)
(2.181,1)
Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang jatuh tempo dalam APBNP 2014 diperkirakan
Rp64.159,9 miliar atau naik Rp5.349,9 miliar (9,1 persen) jika dibandingkan dengan alokasinya
yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp58.810,0 miliar. Kenaikan kewajiban pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri tersebut terutama disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, dan proyeksi perhitungan terkini atas kewajiban pembayaran
pokok utang yang akan jatuh tempo sampai dengan akhir tahun 2014.
5-11
Bab 5
T A BEL 5.6
KOMIT MEN PINJA MA N SIA GA , 2014
No
Kreditur
Komitmen
(miliar USD)
(miliar Rp)
2,0
23.200,0
0,5
5.800,0
1 ,5
1 7 .400,0
1 ,0
1 1 .600,0
5,0
58.000,0
W or l d Bank
5-12
Bab 5
mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit dengan realisasinya. Apabila realisasi
defisit melebihi target defisit yang ditetapkan maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang
harus diantisipasi pemenuhan sumber pembiayaannya.
T ABEL 5.7
PERKEMBANGAN DEVIASI ANT ARA ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
DAN REALISASINY A, 2009-2013*
Uraian
Pertumbuhan ekonomi (%)
Inflasi (%)
Suku bunga SPN 3 bulan (%)**
Nilai tukar (Rp/USD)
Harga minyak (USD/barel)
Lifting minyak (ribu barel/hari)
Lifting gas (ribu barel/hari)***
2009
0,2
(1,7)
0,1
(92,0)
0,6
(16,0)
-
2010
0,3
1,7
0,1
(113,0)
(0,6)
(11,1)
-
2011
0,0
(1,9)
(0,8)
79,0
16,5
(46,9)
-
2012
(0,3)
(2,3)
(1,8)
400,0
7,7
(67,0)
-
2013
(0,6)
1,2
(0,5)
860,0
(2,0)
(15,0)
(2,7)
Ket er a n g a n :
*
A n g k a posit if m en u n ju k k a n r ea lisa si lebih t in g g i da r ipa da a su m sin y a . Un t u k n ila i t u k a r ,
a n g k a posit if m en u n ju k k a n depr esia si.
**
Seja k A PBNP 2 0 1 1 m en g g u n a k a n t in g k a t su k u bu n g a Su r a t Per ben da h a r a a n Neg a r a (SPN) 3
bu la n
***
Seja k A PBN 2 0 1 3 lifting g a s m en ja di sa la h sa t u a su m si da sa r ek on om i m a k r o
Su m ber : Kem en t er ia n Keu a n g a n .
Besaran risiko fiskal berupa potensi tambahan defisit dari deviasi asumsi dasar ekonomi makro
yang digunakan untuk menyusun APBNP 2014 disajikan dalam Tabel 5.8.
Tabel 5.8
SENSITIVITAS APBNP 2014 TERHADAP PERUBAHAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
(triliun rupiah)
URAIAN
Pert umbuhan
Ekonomi
Inflasi
+0,1%
+1%
SPN
+1%
A. Pendapat an Negara
a. Penerim aan Perpajakan
b. PNBP
0,8
0,8
s.d
s.d
-
1,2
1 ,2
6,1 s.d
6 ,1 s.d
-
7 ,9
7 ,9
B. Belanja Negara
a. Belanja Pem erintah Pusat
b. Transfer ke Daerah
0,0
0,0
0,0
s.d
s.d
s.d
0,2
0,2
0,0
0,1 s.d
0,0 s.d
0,1 s.d
0,5
0,4
0,2
1,1
1 ,1
C. Surplus/(Defisit ) Anggaran
0,7
s.d
1,1
5,9 s.d
7 ,4
D. Pembiay aan
Kelebihan/(Kekurangan)
Pembiay aan
0,7 s.d
1,1
5,9 s.d
s.d
s.d
-
(1,5) s.d
(1,5) s.d
ICP
Lifting
+Rp100/USD
+USD1/barel
+10.000
barel/hari
3,8
2 ,2
1 ,6
s.d
s.d
s.d
4,8
2 ,3
2 ,5
3,5
0,7 7
2 ,7
s.d
s.d
s.d
3,8
0,7 9
3 ,0
2,2
0,2
2 ,0
s.d
s.d
s.d
2,6
0,4
2 ,2
1,5
1 ,5
7 ,4
7 ,0
0,4
s.d
s.d
s.d
7 ,7
7 ,2
0,5
6,9
6 ,4
0,5
s.d
s.d
s.d
7 ,5
6 ,9
0,6
0,4
0,1
0,3
s.d
s.d
s.d
0,6
0,2
0,4
(1,1)
(3,6)
s.d
(2,9)
(3,4)
1,8
s.d
2,0
7 ,4
Nilai Tukar
Rupiah
(0,41) s.d
(1,1)
(4,1)
s.d
(0,39)
(3,3)
(3,8) s.d
(3,8) s.d
(3,4)
1,8
s.d 2,0
5-13
UNDANG-UNDANG
PERUBAHAN APBN
TAHUN ANGGARAN 2014