NIM
Prodi
Kelas
: Azwar anas
: 120420011
: Ekonomi -Akuntansi
: Akuntansi II-A
Al-Quran
Al-Quran merupakan satu-satumya kitab suci yang terjaga otensitasnya dan tidak akan berubah sedikitpun isi
dan maknanya hingga hari kiamat nantinya, karena Allah telah menyatakan sendiri jaminan atas keaslian alQuran dalam surat al-Hijr ayat 9. Al-Quran merupakan mujizat terbesar nnabi Muhammad yang tidak
terbatas pada makna-makna objektif semata tetapi juga pada aspek morfologis atau lafal dan redaksinya
karena merupakan kutipan langsung dari Allah.
Di kalangan para ulama dijumpai adanya perbedaan pendapat di sekitar pengertian Alquran baik dari segi
bahasa maupun istilah. Asy-Syafii misalnya mengatakan bahwa Alquran bukan berasal dari akar kata apa pun,
dan bukan pula ditulis dengan memakai kata hamzah. Lafal tersebut sudah lazim digunakan dalam pengertian
kalamullah (firman Allah) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara itu Al-Farra berpendapat
bahwa lafal Alquran berasal dari kata qarain jamak dari kata qarinah yang berarti kaitan; karena dilihat dari
segi makna dan kandungannya ayat-ayat Alquran itu satu sama lain saling berkaitan. Selanjutnya, Al-Asyari
dan para pengikutnya mengatakan bahwa lafal Alquran diambil dari akar kata qarn yang berarti
menggabungkan suatu atas yang lain; karena surat-surat dan ayat-ayat Alquran satu dan lainnya saling
bergabung dan berkaitan.
Manna al-Qathhthan, secara ringkas mengutip pendapat para ulama pada umumnya yang menyatakan
bahwa Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan dinilai ibadah bagi
yang membacanya. Pengertian yang demikian senada dengan yang diberikan Al-Zarqani.
2.
Al-Sunnah
Al-sunah dan al-hadith, merupakan dasar agama islam yang kedua setelah al-Quran. Al-sunnah menurut
para ahli merupakan semua riwaya yang bersumber dari rosullullah selain al-Quran yang wujudnya bisa
berupa perkaaan, perbuatan, dan taqrir beliau yang dapat dijadikan dalil, namun hukum pelaksanaanya tidak
sammpai ketingkat wajib atau fardu. Sedangkan al-hatith merupakan riwayat-riwayat dari rasul dan setelah
beliau diangkat menjadi rasul (bada nubuwwaat). Al-sunnah lebih berfungsi sebagai petunjuk untauk
menafsirkan isi dari al-Quran karena tidak semua ayat-ayat al-Quran dapat dipahami maksud sesungguhnya,
karenanya Allah memberikan otoritas bagi nabi Muhammad untuk menjelaskan maksud yang terkandung di
dalam al-Quran lewat sunnahnya.
Kedudukan Al-Sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat Alquran dan
hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk
menetapkan tentang wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau
wafat.
Menurut bahasa Al-Sunnah artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan tersebut ada yang baik dan
ada pula yang buruk. Pengertian Al-Sunnah seperti ini sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : Barang
siapa yang membuat sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan pahala
bagi orang yang mengerjakanny; dan barang siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka dosa bagi yang
membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan Al-Sunnah, Al-Hadis, AlKhabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik
dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa AlSunnah adalah sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan persetujuan
beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Al-Sunnah memiliki fungsi yang pada intinya sejalan
dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan dari adanya sebagian ayat Alquran :
1). Yang bersifat global (garis besar) yang memerlukan perincian;
2). Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki pengecualian;
3). Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang menghendaki pembatasan; dan ada pula
4). Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari satu (musytarak) yang menghendaki
penetapan makna yang akan dipakai dari dua makna tersebut; bahkan terdapat sesuatu yang secara
khusus tidak dijumpai keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis
nabi.
3. Ijtihad
Ijtihad, secara bahasa berasal dari kata jahada yang lebih bermakna pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa,
sulit dilaksanakan, atau yang kurang disenangi. Persoalan yang tidak dapat diabaikan dalam melakukan ijtihad
adalah terpenuhinya syarat-syarat ijtihad. Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat dalam menentukan
syarat-syarat ijtihad sebagai mujtahid (orang mampu melakukan ijtihad melalui cara istinbath dan tathbiq).
Istinbath ialah mengeluarkan hokum dari hokum sumber syariat sedangkan tahbiq ialah penerapan hokum.
Menurut Wahbah al-Zuhaili, hukum ijtihad adalah wajib ain, wajib kifayah, sunnah dan bahkan atau haram,
tergantung pada kapasitas orang yang bersangkutan.