Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASI KASUS

GRAVIDA 5 PARA 2 ABORTUS 2 USIA 35 TAHUN HAMIL 36 MINGGU 1 HARI


INPARTU KALA I FASE LATEN DENGAN DEKOMPENSASI CORDIS SUSPEK
CHF NYHA III DD CARDIOMIOPATI PERIPARTUM DENGAN OEDEM
PULMONUM

Oleh :
Yuni Hanifah

G4A013056

Irfani Ryan

G4A014041

Gretta Ayudha

G4A014042

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
1

PRESENTASI KASUS
GRAVIDA 5 PARA 2 ABORTUS 2 USIA 35 TAHUN HAMIL 36 MINGGU 1 HARI
INPARTU KALA I FASE LATEN DENGAN DEKOMPENSASI CORDIS SUSPEK
CHF NYHA III DD CARDIOMIOPATI PERIPARTUM DENGAN OEDEM
PULMONUM

Oleh :
Yuni Hanifah

G4A013056

Irfani Ryan

G4A014041

Gretta Ayudha

G4A014042

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.Margono Soekarjo
Disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal Oktober 2014

Pembimbing

Dr. Edy Priyanto, Sp.OG, M.Kes

PRAKATA

Puji

syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan presentasi kasus ini. Presentasi kasus yang
berjudul Para 2 abortus 0 usia 31 tahun post partus spontan H+18 suspek cardiomiopati
peripartum ini merupakan salah satu syarat yang disusun untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik bagi CoAss Universitas Jenderal Soedirman yang sedang menjalani
program kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum
Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo.
Pada kesempatan ini, penulis juga berkeinginan untuk mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Edy Priyanto, Sp.OG, M.Kes selaku pembimbing kami yang
telah banyak memberikan arahan dan masukan yang berarti, serta terima kasih bagi temanteman atas kerjasama yang baik.
Kami menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak keterbatasan. Oleh sebab itu, penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan
saran yang membangun demi kebaikan penulis. Akhir kata semoga pembahasan kasus ini
dapat berguna bagi penulis maupun pembaca sekalian.

Purwokerto, Oktober 2014

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang membutuhkan
adaptasi sistem kadiovaskuler yang bersifat dramatis dan reversibel pada hemodinaemik
jantung. Jantung normal akan dapat beradaptasi dengan perubahan mendadak ini,
sedangkan pada jantung yang sakit dapat mengakibatkan perburukan pada kelainan atau
gangguan yang ada. Masa kehamilan, persalinan, melahirkan dan masa pasca melahirkan
memiliki

hubungan

yang

erat

dengan

perubahan

kardiovaskuler.

Perubahan

hemodinamik yang perlu diperhatikan adalah denyut jantung, tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik, isi sekuncup, curah jantung, resistensi vaskuler sistemik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri jantung (Sally&Ryan, 2009).
Penyakit jantung relatif sering terjadi pada wanita usia subur dan menjadi
penyebab tersering ketiga kematian pada wanita berusia antara 25-44 tahun, oleh karena
itu penyakit jantung menjadi penyulit pada sekitar 1% kehamilan. Dahulu, penyakit
jantung rematik merupakan penyebab utama, tetapi selama 3 dekade terakhir penyakit ini
hampir lenyap. Penyakit jantung kongenital ditemukan separuh dari semua kasus
penyakit jantung dalam kehamilan. Selain itu, penyakit jantung hipertensif yang sering
dijumpai pada orang kegemukan, menjadi penyebab gagal jantung peripartum yang
relatif sering (Cunningham, 2005).
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir,
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir
(afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati (Sugeng dan Irawan, 2004).
Peripartum Cardiomyopathi (PPCM) adalah suatu bentuk dilatasi akibat
cardiomyopathi yang disebabkan penurunan fungsi jantung antara 1 bulan prepartum
sampai dengan 5 bulan postpartum (Demire et al, 2013).
Menurut data epidemiologi, penyakit jantung merupakan komplikasi pada 1-4%
perempuan hamil tanpa kelainan atau gangguan kardiovaskuler sebelumnya. Beberapa
4

penyakit jantung yang sering ditemukan, antara lain penyakit jantung bawaan maupun
yang didapat, penyakit jantung koroner, kardiomiopati, endokarditis infektif dan aritmia.
Penatalaksaaan penyakit jantung pada pasien hamil perlu diperhatikan dalam pemilihan
obat-obatan kardiovaskuler termasuk antikoagulan (Sally&Ryan, 2009).
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika
Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia
belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan
Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien
gagal jantung. Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat,
angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal
jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan (Sugeng
dan Irawan, 2004).
Peripartum cardiomyopathy merupakan suatu keadaan yang jarang dengan
estimasi insidensi berkisar 1 di antara 2000 lahir hidup, dan berhubungan dengan
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal. (Martin et al, 2013). PPCM
menyumbang sekitar 17% kematian maternal yang terjadi akibat penyakit jantung di
United Kingdom (Wilkinson dalam Martin, 2011).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui penyakit gagal jantung pada kehamilan.
2. Tujuan Khusus
Mengetahui sebab-sebab penyakit jantung pada kehamilan.

BAB II
LAPORAN KASUS
A.

B.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. RW

Usia

: 35 tahun

Jeniskelamin

: Perempuan

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Rembang - Purbalingga

Tanggalmasuk

: 13 September 2014

Tanggalperiksa

: 13 September 2014

No. CM

: 903982

SUBJEKTIF
1.

Keluhan Utama
Sesak nafas karena menahan rasa sakit perut, kenceng-kenceng.

2.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSMS pada hari Sabtu, 13 September 2014 rujukan
dari RSI Ummu Hani dengan G5P2A2 usia kehamilan 36+1 minggu dengan
decomp cordis. Pasien mengeluh sesak jika perutnya kencang-kencang. Pasien
mengatakan dirinya memiliki sakit jantung tetapi tidak pernah periksa ke dokter,
pasien mendiagnosis sendiri hanya karena saat kelas 5 SD pernah mengalami sesak
nafas satu kali dan setelah itu tidak pernah lagi. Kenceng-kenceng dirasakan sejak
jam 22.00 tanggal 12 September 2013, L/D (+/-), pengeluaran air (-). HPHT 3
Januari 2014, HPL 10 Oktober 2014, UK 36+1 minggu. Riw. mens : teratur/ bulan/
7 hari. Riw. nikah 1x/10 tahun. R.Obs : G5P2A2, An.I dan II : Ab/ tidak dicuret.
An.III : Perempuan/9 tahun/spontan/dukun/ 3 kg. An.IV : Perempuan/ 6 tahun/
spontan/ dukun/ 4kg. An.V : hamil ini. R.ANC : rutin/bidan. R.KB : suntik. Riw.
peny : (-).Riw. ngos-ngosan saat jalan atau naik tangga : (-). R.alergi : (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa

: (-)
6

3.

4.

b. Riwayat mondok

: (-)

c. Riwayat OAT

: disangkal

d. Riwayat hipertensi

: disangkal

e. Riwayat kencing manis

: disangkal

f. Riwayat asma

: disangkal

g. Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


a.

Riwayat keluhan serupa

: disangkal

b.

Riwayat mondok

: disangkal

c.

Riwayat hipertensi

: disangkal

d.

Riwayat kencing manis

: disangkal

e.

Riwayat asma

: disangkal

f.

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dan di pinggir jalan raya yang
sering dilewati mobil-mobil besar. Jarak antara rumah dengan rumah yang
lainnya sangat berdekatan.
b. Home
Pasien tinggal bersama suami dan kedua anaknya yang masih bersekolah SD.
Suami pasien bekerja sebagai buruh pabrik.
c. Occupational
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.
d. Personal habit
Pasien sering mengkonsumsi makanan berlemak, seperti gorengan, mie ayam,
bakso.

C.

OBJEKTIF
1.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum

: tampak sesak

b. Kesadaran

: compos mentis

c. BB

: 58kg

d. TB

: 153 cm
7

e. Vital sign
- Tekanan Darah : 110/70

mmHg

- Nadi

: 120

x/menit

- RR

: 32

x/menit

- Suhu

: 36

d. Status Generalis
1) Kepala
a) Bentuk

: mesochepal, simetris

b) Rambut

: warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi

merata, tidak rontok.


2) Mata
a) Palpebra

: edema (-/-) ptosis (-/-)

b) Konjungtiva

: anemis (-/-)

c) Sclera

: ikterik (-/-)

d) Pupil

: reflek cahaya (+/+),isokor

e) Exopthalmus

: (-/-)

f) Lapangpandang

: tidak ada kelainan

g) Lensa

: keruh (-/-)

h) Gerakmata

: normal

i) Tekanan bola mata

: nomal

j) Nistagmus

: (-/-)

3) Telinga
a) Otore

: (-/-)

b) Deformitas

: (-/-)

c) Nyeritekan

: (-/-)

4) Hidung
a) Nafas cuping hidung : (-/-)
b) Deformitas

: (-/-)

c) Discharge

: (-/-)

5) Mulut
a) Bibir sianosis

: (+)

b) Bibir kering

: (+)

c) Lidah kotor

: (-)
8

6) Leher
a) Trakhea

: deviasi trakhea (-)

b) Kelenjar lymphoid

: tidak membesar, nyeri (-)

c) Kelenjar thyroid

: tidak membesar

d)

: 5+2 cmH2O

JVP

7) Dada
Paru
a) Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (+), jejas
(-)
b) Palpasi : vocal fremitus
Lobus superior kanan sama dengan kiri
Lobus inferior kanan sama dengan kiri
c) Perkusi

: suara sonor

d) Auskultasi

SD vesikuler (+/+)
RBK (-/-)
RBH(+/+)
Wh(-/-)
Jantung
a) Inspeksi

: IC nampak pada SIC V 2 jari lateral LMCS, pulsasi

epigastrium (-)
b) Palpasi : IC teraba di SIC VI, 2 jari lateral LMCS, kuat angkat
c) Perkusi
Batas jantung kanan atas

: SIC II LPSD

Batas jantung kiri atas

: SIC II LPSS

Batas jantung kanan bawah

:SIC IV, LPSD

Batas jantung kiri bawah

: SIC V 2 jari lateral LMCS

d) Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-), takikardi


8) Abdomen
-

Inspeksi

: cembung gravid

Auskultasi

: bising usus (+) normal, DJJ (+) 136x/ menit


9

Perkusi : pekak janin

Palpasi : TFU 32 cm
L1 : bokong
L2 : puki
L3 : kepala
L4 : divergen

9) Ekstrimitas
-

Superior

:deformitas (-), jaritubuh (-/-), edema (-/-)

Inferior

: deformitas (-), jaritubuh (-/-), edema (-/-)

VT pembukaan 2 cm, portio tebal, kepala turun Hogde I, portio posterior, KK


(+)
Pengawasan :
Tanggal/Jam

Tindakan

SOAP

13-09-2014

Pasien datang dengan SP dari HPHT : 3-1-2014

Jam 10.30

RSI Ummu Hani dengan HPL : 10-10-2014


G5P2A2 hamil 36 minggu S : kenceng-kenceng sejak
dengan Decomp Cordis.

j.22.00

Dalam infus RL :

Keluhan : sesak nafas sejak

- DC, UL

kemarin sore. Sebelumnya

- Furosemide j. 09.00

tidak pernah mengeluh sesak.


Riw. peny : -

Jam 11.00

Lapor dr.Maja, instruksi :

Riw. asma : -

- Rawat ruang VK

Riw. HT : -

- Observasi

Riw. KB : suntik
Riw. ANC : teratur/ bidan
Riw. Obs :
An. I + 2 : Ab/ tidak curetase
An.

III

PR/9

thn/spt/dukun/3 kg
An.

IV

thn/spt/dukun/4 kg
An. V : hamil ini

10

PR/6

O : KU : CM/sesak
TD : 110/70
N : 120
R : 32
Palp. TFU : 32 cm, preskep
DJJ (+) 136x/menit, his (+)
VT pembukaan 2 cm, KK
(+), kep HI

A : G5P2A2 hamil 36+1


minggu dengan inpartu kala
1 fase laten

P:
Cek DL, PT, APTT
EKG hasil sinus takikardi
Rawat VK
Observasi

Jam 11.30

Pasien sampai di VK

TD : 150/90
N : 120
RR : 30
S : 36,4
VT buka 2 cm, KK (+), kep
HI

Cek UL

DJJ (+) 144x/menit


His 2x/10/10

Jam 12.00

O:
SDves +/+
RBH +/+
Konsul dr.Daliman :
Instruksi

11

DJJ (+) 136x/menit

Inj lasix 2x1 amp


SC cito setelah stabilisasi

Jam 12.45

Instruksi dr.Kusuma :
Rawat ICCU
Setelah stabilisasi, SC cito

Jam 13.00

O2 10 lpm
DJJ (+) 126x/menit
His 2x/10/20

Jam 13.30

Keputusan :

N : 120

SC Cito

DJJ (+) 90x/menit

Konsul anestesi

His 2x/10/30
N : 130x

Jam 14.30
14.32

Bayi lahir A/S 1-1-0


BBL : 3650 gr\
LK

Jam 15.00

Pengawasan 2 jam PP

Jam 15.00-17.00
TD : 117/79
N : 120
RR : 25
Rawat Flamboyan

S : 36

Terapi :

TFU 2 jari bawah pusat,

14-09-2014

Inj. Ceftriaxone 1x2 gr

keras

Jam 14.15

Inj Lasix 3x1 amp

PPV 20cc

Inj. Ketorolac 3x30mg


PO ISDN 3x5 mg

TD : 130/80

PO Digoksin 1x0.25

N : 80
RR : 20
S : 36

12

Hasil Lab :
Hb : 21,4
Leuko : 19450
Proteinuria (-)

Pasien stabil, tanggal 15-092014 pasien pulang


2.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan Laboratorium
Haemoblobin: 17.3

Kimia

Leukosit: 14060

Beratjenis: 1020

Hematokrit : 45

pH: 5.0

Eritrosit: 5,8juta/uL

Leukosit: 25

Trombosit: 529.000

Nitrit: negative

MCV:76.9

Protein: negative

MCH:29.8

Glukosa: Normal

MCHC:38.7

Keton: 40

RDW:13.4

Urobilinogen: Normal

MFV:9.5

Bilirubin: Negatif

Hitung Jenis

Eritrosit: Negatif

Basofil : 0.9

Sedimen

Eosinofilia: 0,3

Eritrosit: 0-1

Batang : 2.8

Leukosit: 1-2

Limfosit: 23.3

Epitel 10-15

Monosit: 7

Silinder Hialin: Negatif

PT:10.1

Silinder Lilin: Negatif

APTT:34.5

Granuler Halus: Negatif

Urin Lengkap:

Granuler Kasar: Negatif

Fisis

Kristal: Negatif

Warna: Kuning

Bakteri: +1

Kejernihan: Jernih

Trikomonas: Negatif

Bau: khas

Jamur: Negatif

13

b. Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan di RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo pada
tanggal 13 September 2014. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Gambar 1. EKG Ny. RW


3. Terapi
a. Terapi di IGD
Observasi di VK
b. Terapi di VK
Inj Furosemid 2x1 ampul
SC cito
c. Terapi post SC
Inj. Ceftriaxone 1x2 gr
Inj Lasix 3x1 amp
Inj. Ketorolac 3x30mg
PO ISDN 3x5 mg
PO Digoksin 1x0.25

14

BAB III
DISKUSI MASALAH

Diagnosis masuk dari IGD RSMS adalah Gravida 5 Para 2 Abortus 2 usia 35 tahun hamil
36+1 minggu inpartu kala I fase laten. Sedangkan, diagnosis di VK adalah Gravida 5 Para 2
Abortus 2 usia 35 tahun hamil 36+1 minggu inpartu kala I fase laten dengan CHF NYHA III
dan edema pulmonum. Beberapa hal yang perlu dibahas mengenai kasus tersebut antara lain:
1. Apakah dagnosis saat masuk sudah tepat?
Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien adalah
sesak nafas yang dirasakan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit (Usia kehamilan 35
minggu 3 hari). Sesak nafas ini dirasakan sepanjang hari, semakin hari semakin berat
sehngga mengganggu aktifitas pasien. Sesak nafas hanya timbul pada saat pasien
melakukan aktivitas sedang sampai berat. Pasien merasa sesak nafas yang dirasakan
sedikit berkurang jika dalam posisi duduk istirahat. Pasien mengaku bahwa sesak nafas
diakibatkan menahan kenceng-kenceng yang dirasakan.
Pada pasien ini, sesak nafas dirasakan bertambah bila beraktivitas. Hal ini
menunjukkan adanya dyspnea deffort. Riwayat gejala-gejala sesak nafas yang lain
seperti ortopneu, paroxysmal norcturnal of dyspneu disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan dada berdebar-debar yang menunjukan adanya takikardi. Keluhan kaki
bengkak atau perut seperti katak juga disangkal oleh pasien. Pasien juga mengeluhkan
buang air kecil sedikit berkisar antara 1-2 kali per hari yang menambah predisposisi
terjadinya oedem. Pasien juga mengeluh batuk tidak berdahak yang dapat menjadi
penanda awal terjadinya oedem pulmonum. Untuk menegakan diagnosis Congestive
Heart Failure (CHF) menurut kriteria Framingham ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1
kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. Pada pasien ini
ditemukan adanya 2 kriteria mayor (edema pulmo akut dan ronki paru) dan 2 kriteria
minor (Dyspneu deffort dan takikardi).
Pasien mulai merasa kenceng-kenceng jam 22.00 (12-9-2014), pengeluaran air (-),
lendir darah (+). Hari pertama haid terakhir 3-1-2014 HPL 10-10-2014 Usia kehamilah
36 minggu 1 hari. Riwayat mens teratur. Riwayat nikah 1 kali 10 tahun. Riwayat obstetri
G5P2A2. Anak I dan II abortus/tidak kuret; An. III Perempuan/9 tahun/spontan/dukun/3

15

kg; Anak IV Perempuan/6 tahun/spontan/dukun/4 kg. Pasien tidak pernah mengalami


sesak nafas atau keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu. Pasien mengaku pernah memiliki penyakit jantung saat
kecil tapi tidak pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Saat kecil, pasien merasa mudah
lelah, tidak bisa beraktifitas seperti teman-temannya walaupun pasien masih tetap bisa
mengikuti proses belajar di sekolah maupun bermain. Keluhan saat kecil ini kemudian
tidak pernah dirasakan lagi setelah pasien dewasa, keluhan sesak nafas ini baru dirasakan
lagi 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit
darah tinggi, asma, kencing manis, dan penyakit berat lainnya.
Pasien menyangkal adanya keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
a. Keadaan Umum

: Tampak sesak

b. Kesadaran

: Compos mentis dengan GCS 15 (E=4, V=5, M=6).

c. Tanda Vital
1) Tekanan Darah

: 150/90 mmHg

2) Nadi

: 110 x/menit

3) Pernapasan

: 32 x/menit

4) Suhu (Peraksiller)

: 37.1 C

d. Pemeriksaan kepala
Venektasi temporal : -/e. Pemeriksaan mata
Konjungtiva

:Anemis (-/-)

f. Pemeriksaan Hidung
1) Discharge

: (-)

2) Nafas Cuping Hidung : (-)


g. Pemeriksaan mulut
1) Bibir sianosis

: (+)

2) Lidah sianosis

: (-)

h. Pemeriksaan leher
1) Trakhea di tengah
2) Peningkatan JVP

: JVP5+ 2 cmH2O

i. Pemeriksaan Thorax
Pulmo
Inspeksi

: Simetris kanan kiri, retraksi (+), ketinggalan gerak (-)


16

Palpasi

: Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri.


Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri.

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar di SIC V linea

midclavikula dekstra.
Auskultasi

: Suara dasar
Suara tambahan

: vesikuler (+)
: wheezing (-/-), RBB (+/+),

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS, pulsasi

epigastrium (-)
Palpasi

: Ictus cordis di SIC VI 2 jari lateral LMC sinistra

Perkusi

: Batas kanan atas SIC II LPS dekstra,


Batas kiri atas SIC II LPS sinistra,
Batas kanan bawah SIC IV LPS dekstra.
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra.

Auskultasi

: S1>S2, reguler, takikardi, murmur (-), gallop (-).

Abdomen
Inspeksi

: Cembung gravid

Auskultasi

: Bising usus (+) normal, DJJ (+) 136 kali permenit.

Palpasi

: TFU 32 cm
L1 bokong
L2 puki
L3 kepala
L4 divergen

Perkusi

: Pekak janin

j. Pemeriksaan Ekstremitas
a. Superior dekstra/sinistra : Edema (-/-)
b. Inferior dekstra/sinistra : Edema (-/-)
k. Vaginal toucher: pembukaan 2 cm, portio tebal, penurunan kepala hodge 1, portio
posterior
Pemeriksaan penunjang dilakukan EKG, didapatkan hasilnya sinus takikardia,
dengan gelombang T tinggi di V1 s.d. V6, tidak ada deviasi axis, tidak ada
cardiomegali, tidak ada tanda-tanda iskemik akut.
Diagnosis CHF NYHA III sudah memenuhi jika berdasarkan kriteria Framingham
yang didasarkan pada anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Proses gagal jantung kongestif
17

seharusnya tidak hanya berlangsung dalam 5 hari, tanda dan gejala yang sesuai seperti
kriteria Framingham tidak muncul hanya dari 5 hari sebelumnya. Tidak ada tanda dan
gejala seperti paroksismal nocturnal of dyspneu, dstensi vena leher, cardiomegali, suara
gallop S3, peningkatan tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, edema ekstrimitas,
batuk malam hari, efusi pleura. Keluhan sesak pada pasien juga hanya muncul ketika
hamil sekarang. Pasien pernah mengaku memiliki penyakit jantung saat kecil, tetapi itu
hanya subjektif dari pasien sehingga perlu penelusuran lebih jauh dengan pemeriksaan
penunjang (ekokardiografi). Diagnosis edema pulmo sudah tepat berdasarkan
pemeriksaan fisik yang dilakukan, merupkan salah satu kriteria mayor dari CHF.
Pada pasien ini, gejala dan tanda gagal jantung muncul pada usia kehamilan
menginjak 35 minggu 3 hari. Proses fisiologis sistem kardiovaskular berperan disini,
karena pada kehamilan terjad proses adaptasi yang meliputi peningkatan volume darah
dan curah jantung serta penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Curah
jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan denyut jantung. Stroke volume dan
denyut jantung meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan (DeCherney,
2006). Volume plasma wanita hamil meningkat sejak usia kehamilan 6 minggu dan
memuncak pada usia kehamilan 32 minggu (Bokhari et al., 2003). Peningkatan volume
plasma tersebut menyebabkan peningkatan beban kerja jantung. Karena itu, biasanya
pasien hamil dengan kelainan jantung mulai mengalami gejala gagal jantung pada saat
kehamilannya memasuki trimester ke-3. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pada
pasien terjadi gagal jantung pada kehamilan sejak minggu ke 35 (termasuk ke usia
kehamilan trimester 3).
Diagnosis Peripartum cardiomyopathy ditegakkan jika terdapat tanda-tanda dan
gejala gagal jantung pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai

5 bulan setelah

melahirkan, tidak ditemukan penyebab lain dari gagal jantung, tidak dietahui adanya
penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan. Sehingga, diagnosis PPCM
merupakan diagnosis eksklusi yang baru bisa ditegakan jika tidak ditemukan penyebab
lain terjadinya gagal jantung. Sedangkan, pada pasien ini masih ada beberapa penyebab
gagal jantung yang belum dapat dieksklusi karena belum dilakukan pemeriksaan
penunjang (ekokardiografi, foto thorax).
Pada kasus ini kami menyimpulkan diagnosis:
I.

Gravida 5 Para 2 Abortus 2 usia 35 tahun hamil 36+1 minggu inpartu kala I fase
laten

18

II. dekompensasi cordis DD peripartum cardiomyopathy, Congestif heart failure


dengan etiologi penyakit jantung bawaan (katup atau defek septal), peradangan
jantung.
III. Edema pulmo akut
2. Apakah tindakan dan terapi yang diberikan sudah tepat?
Tindakan dan terapi yang diberikan ketika di IGD adalah:
Oksigen 3 liter permenit nasal kanul, observasi suara paru dan tekanan darah, jika
terdapat suara tambahan paru dan tekanan darah naik konsul ulang, observasi tanda
inpartu, observasi di VK.
Tindakan dan terapi yang diberikan ketika di VK adalah:
Observasi 10, dan oksigen. Pada observasi awalnya tekanan darah pasien 150/90,
DJJ 136 kali permenit, dan tidak didapatkan suara paru tambahan. Setelah observasi 30
menit, pasien semakin sesak (RR 40 kali permenit), didapatkan suara nafas tambahan
ronki yang menunjukan adanya proses edema pulmo. Untuk mengatasi proses edema
pulmo, diberikan injeksi Furosemid 1 ampul. Diputuskan untuk SC cito setelah
stabilisasi, dan rawat ICCU. Pengawasan 30 menit kemudian, didapatkan DJJ 90-100
kali permenit, dan diputuskan untuk segara SC. SC cito dilakukan. Bayi lahir dengan
jenis kelamin laki-laki, berat 3650 gram, APGAR score 1-1-0.
Terapi post operasi diberikan infus RL 20 tpm dan 20 IU oksitosin, inj. Ketorolac
3x30 mg, Inj ceftriaxon 1x2 gr IV, Inj lasix 3x1 ampul IV, dan protap MgSO4
Dari dokter spesialis jantung diberikan terapi ekstra Farsix 2 ampul, ISDN 5 mg
sublingual, maintenance: inj Farsix 3x1 ampul.
Tindakan dalam penanganan pasien ini sudah tepat, observasi dan SC cito atas
indikasi fetal distress. Terapi yang diberikan sudah tepat dengan memberikan diuretik
dan MgSO4 untuk menangani edema pulmo dan decompensasi kordis dan hipertensi
yang menjadi pemicu terjadinya gagal jantung pada pasien. Untuk penanganan CHF
NYHA IIII-IV dapat diberikan digitalis (digoxin), vasodilator (ACE inhibitor,
nitrogliserin), dan diuretik. Pada PPCM post partum juga dapat diberikan vasodilator,
diuretik, dan digitalis.

19

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Sistem Kardiovaskular pada Kehamilan


Kehamilan merupakan proses fisiologis, akan terjadi beberapa adaptasi perubahan
sistem kardiovaskuler untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolisme maternal
dan fetus selama periode gestasi. Adaptasi ini mengakibatkan peningkatan beban
hemodinamik pada jantung ibu dan dapat menyebabkan gejala dan tanda mirip penyakit
jantung, oleh karena itu perubahan sistem kardiovaskuler ini sangat penting diketahui
dimana pada wanita dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan
menunjukkan perburukan klinis selama masa kehamilan (Zagrosek, 2011). Adaptasi ini
meliputi peningkatan volume darah dan curah jantung serta penurunan resistensi vaskuler
sistemik dan tekanan darah. Curah jantung merupakan hasil perkalian stroke volume dan
denyut jantung. Stroke volume dan denyut jantung meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan (DeCherney, 2006).
Pada periode kehamilan akan terjadi ekspansi volume plasma darah mencapai
40% lebih tinggi dibanding kondisi sebelum hamil yang dimulai pada usia kehamilan 5-6
minggu dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 24 minggu, menyebabkan
peningkatan curah jantung sebesar 30-50% selama periode kehamilan normal (Zagrosek,
2011). Peningkatan volume plasma tidak sebanding dengan penambahan massa sel darah
merah yang hanya terjadi 20-30%, hal ini akan menyebabkan terjadinya hemodilusi dan
menurunnya konsentrasi hemoglobin sehingga mengakibatkan anemia fisiologis dalam
kehamilan dan menambah beban jantung (DeCherney, 2006).
Pada awal kehamilan peningkatan curah jantung diakibatkan karena peningkatan
volume sekuncup akibat besarnya volume darah maternal (preload), namun pada masa
akhir kehamilan peningkatan ini terjadi akibat meningkatnya laju denyut nadi dan
berkurangnya resistensi vaskuler sistemik (afterload). Peningkatan laju denyut nadi
terjadi mulai 20 minggu hingga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu
dan bertahan tinggi hingga 2-5 hari setelah melahirkan. Selain itu, sejak awal trimester
kehamilan terjadi penurunan tekanan darah sistolik akibat penurunan resistensi pembuluh
darah perifer dan pada trimester ke-2 tekanan darah diastolik akan mencapai 10 mmHg
lebih rendah dari kondisi sebelum hamil. Hal ini terjadi karena vasorelaksasi yang
dicetuskan oleh sekresi mediator vasomotor protasiklin dan nitric oxide, serta estrogen
20

dan progesteron. Sedangkan pada trimester ke-3, tekanan darah diastolic akan meningkat
hingga mencapai nilai yang sama dengan kondisi sebelum hamil untuk mempersiapkan
proses persalinan secara fisiologis. Hal yang perlu diketahui selama periode kehamilan
bahwa curah jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang
akan meningkat saat posisi lateral dan berkurang saat berbaring terlentang akibat
kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar (Cox, 2005).

Selama persalinan, terjadi peningkatan curah jantung (15% selama kala I dan
50% selama kala II) yang diakibatkan rasa takut, cemas, nyeri selama persalinan dan
kontraksi uterus. Kontraksi uterus akan mengembalikan darah 300-500 ml dari uterus ke
sirkulasi sistemik. respon simpatis dari rasa takut, cemas dan nyeri akan menaikkan
denyut jantung dan tekanan darah yang akan meningkatkan curah jantung. Curah jantung
lebih banyak meningkat selama kontraksi dibandingkan dengan di antara kontraksi.
Setelah persalinan, darah dari uterus akan segera kembali ke sirkulasi sistemik akibat

21

hilangnya kompresi vena cava inferior dan kontraksi uterus yang mengembalikan darah
ke sirkulasi sistemik (Bender, 2011).
Pada kehamilan normal, mekanisme kompensasi ini akan melindungi ibu dari
efek hemodinamik yang terjadi akibat perdarahan post partum, namun bila ada kelainan
jantung maka sentralisasi darah yang akut ini akan meningkatkan tekanan pulmoner dan
kongesti paru. Dalam dua minggu pertama post partum terjadi mobilisasi cairan
ekstravaskuler dan dieresis. Pada wanita dengan stenosis katup mitral dan kardiomiopati
sering terjadi dekompensasi jantung pada masa mobilisasi cairan post partum. Curah
jantung biasanya akan kembali normal setelah 2 minggu post partum (Bender, 2011).

B. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kondisi saat jantung tidak mampu memompa
darah ke seluruh tubuh seperti keadaan normal, ditandai dengan keadaan klinis gangguan
struktur atau fungsi jantung, mengarah ke dyspneu dan kelelahan saat istirahat atau
dengan aktivitas. Gagal jantung kongestif bukanlah diagnosis yang berdiri sendiri, selalu
ada etiologi (sindrom klinis) yang kemudian membawa ke keadaan gagal jantung. Etilogi
terbanyak di antaranya adalah penyakit arteri koroner (CAD), hipertensi yang tidak
terkontrol, penyakit katup jantung, kardiomyopathy idiopatik, dan kardiomyopathy
karena inflamasi myokarditis atau kelainan inflitrasi lain. Kardiomyopathy toksik karena
kokain, amfetamin, efedrin, dan kemoterapi juga dapat menjadi penyebab permasalahan
(Francis dan Tang, 2003; Hauser et al, 2005).
Gagal jantung kongestif tejadi ketika volume darah pulmonal meningkat
sehingga sirkulasi pulmonal menjadi kongestif oleh darah. Keadaan kongesti ini terjadi
karena peningkatan tekanan end diastolik ventrikel kiri. Peningkatan end diastolik
ventrikel kiri ini menjadi penyebab utanma gagal jantung kongestif dekompensata.
Gejala yang kemudian muncul adalah dyspneu, kelelahan, ortopneu, dan paroksismal
nocturnal of dyspneu (PND) (Baker, 2005).
Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) adalah keadaan gagal jantung pada
kondisi pasien dengan jantung yang sehat sebelumnya. Penegakan diagnosis PPCM ini
perlu diketahui semua kemungkinan penyebabnya dan kemudian PPCM menjadi
diagnosis eksklusi setelah semua kelainan struktur jantung, paru, atau organ lain tidak
ditemukan. Kriteria echocardiografik yang spesifik menunjukan disfungsi jantung
sistolik dengan ejeksi ventrikel kiri kurang dari 0.45. PPCM ini dapat terjadi pada range

22

waktu 1 bulan sebelum persalinan sampai dengan 5 bulan pasca persalinan, PPCM
disebut juga cardiomyopathy pada masa kehamilan (Fett, 2014).

C. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di Eropa
kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut,
dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai
4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka
pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari
ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.
Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian
dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut
dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan (Sugeng dan Irawan,
2004).
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin
meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama.
Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5
tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria
dan 42% wanita (Sugeng dan Irawan, 2004).
Peripartum cardiomyopathy merupakan suatu keadaan yang jarang dengan
estimasi insidensi berkisar 1 di antara 2000 lahir hidup, dan berhubungan dengan
morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal. (Martin et al, 2013). PPCM
menyumbang sekitar 17% kematian maternal yang terjadi akibat penyakit jantung di
United Kingdom (Wilkinson dalam Martin, 2011).
Peripartum Cardiomyopathy merupakan keadaan yang jarang terjadi. The
National Hospital Discharge Survey menmperkirakan terjadi 1 kasus PPCM pada 2.289
kelahiran hidup di Amerika Serikat. Prevalensi d Jepang diperkirakan 1 kasis per 6000
kelahiran hidup. PPCM lebh sering terjadi pada wanita African American. Insidensi di
Afrika selatan dilaporkan lebih tinggi, 1 kasus per 1000 kelahiran hidup. Angka insidensi
yang lebih tinggi ditemukan di Haiti, 1 kasus per 300 kelahiran hidup. Prevalensi yang
lebih tinggi yang ditemukan pada negara berkembang dapat terjadi karena adanya
pengaruh lingkungan, ekologi, dan budaya nifas (Mishra et al, 2013).

23

D. Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir,
atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan
beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir
(afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati (Sugeng dan Irawan, 2004).
Ada 5 mekanisme fisiologis yang dapat berjung menjadi gagal jantung
kongestif, di antaranya adalah:
1. Penurunan kekuatan miokardium ventrikel kiri yang menyebabkan penurunan ejeksi
darah dari ventrikel kiri ini. Penyebab akut: iskemia myokardium, infark
myokardium, sindrom sepsis, contusio myocardium, kelebihan beta blocker atau
kelebihan Ca channel blocker. Pnyebab kronik: cardiomiyopathy dilatasi karena
infeksi virus, multipel infark myocardium, konsumsi alkohol berlebih, dan agen
kemoterapi tertentu seperti adriamisin. Overload tekanan dalam jangka yang lama
seperti hipertensi dan stenosis aorta yang kemudian dapat menyebabkan hipertrofi dan
kelemahan myokardium.
2. Venous return dengan volume yang tinggi yang menyebabkan peningkatan tekanan
end diastolik ventrikel kiri.
3. Perubahan pengisian pasif ventrikel kiri yang normalnya berhubungan dengan
tekanan yang tinggi, menyebabkan peningkatan tekanan volume end diastolik
ventrikel kiri.
4. Adanya beban besar ke ventrikel kiri yang mneyebabkan ventrikel kiri tidak dapat
meng-ejeksikan darah dengan baik
5. Penurunan fungsi jantung karena kondisi tertentu lain, seperti bradikardi atau
takikardi severe, tamponade pericardium, ventricular septal defect, regurgitasi mitra
(Baker, 2005).
Beberapa teori etiologi Peripartum Cardiomyopathy di antaranya adalah:
1. Nutrisi
Banyak gangguan gizi yang telah diperkirakan sebagai penyebab, tetapi hanya
overload garam yang telah terbukti secara epidemiologis. Insidensi PPCM yang tinggi
di Afria telah terbukti, karena mereka memiliki budaya selama 40 hari post partum
24

untuk mengkonsumsi Kanwa (garam kering) yang menyebabkan hipervolemia dan


hipertensi. 90% PPCM terjad setelah 2 bulan persalinan (Mishra et al, 2013).
2. Myocarditis
Biopsi endomyocardium pada pasien PPCM telah menujukkan perbandingan insidensi
pada umur dan jenis kelamin yang di-matching dengan grup berisi pasien
cardiomyopathy dilatasi tidak hamil telah menunjukkan hubungan antara myocarditis
dan PPCM. Tetapi, tidak adanya myocarditis pada wanita hamil, tidak memprediksi
tidak adanya kejadian PPCM pada wanita tersebut. Hipotesis dari respon imun yang
terjadi akibat infeksi patologis virus tropis pada jantung yang menyerang protein
jaringan jantung secara langsung dan terjadi disfungsi ventrikel. Kuhl et al dalam
Mishra et al (2013) menemukan bahwa infeksi virus yang dibuktikan dengan biopsi
endomyocardium menunjukan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada
pasien dengan infeksi virus pada myocardium dibandingkan dengan kelompok orang
yang tidak ada infeksi virus.
3. Apoptosis dan Inflamasi
Mekanisme molekuler yang mendasari terjadinya PPCM masih belum
sepenuhnya diketahui. Saat ini, diduga adanya peran marker serum apoptosis dan
inflamasi yang meningkat, yang mengindikasikan adanya respon adaptif yang
terganggu pada stress fisiologis jantung selama kehamilan. Stress jantung selama
kehamilan disebabkan oleh regulasi hormonal, stres oksidatif, dan overload volume.
Mengenai overload volume, Janus Kinase (JAK)/transduser sinyal dan aktivator
transkripsi (STAT) memberikan sinyal respon jaras yang hampir sangat cepat untuk
meregangkan cardiomiosit pada penelitian yang dilakukan pada neonatus tikus.
Aktivasi STAT3 sangat penting untuk efek kardioprotektif yang menginduksi reactive
oxygen species (ROS), enzim scavenging Manganase superoxide dismutase (MnSOD)
(Hoes et al 2014).
Pengaruh STAT3 pada peripartum cardiomyopathy ditemukan pada tahun 2007.
Kelompok tikus yang dikondisikan knockout STAT3 mengalami PPCM dalam dosis
yang ditentukan. Ditemukan bahwa level MnSOD meningkat dibandingkan dengan
kontrol nullipara, di mana kelompok tikus konckout STAT3 yang hamil menunjukan
penurunan kadar MnSOD. Sehingga, peningkatan kadar ROS ditemukan pada
kelompok tikus knockout STAT3 hamil dibandingkan dengan kelompok kontrol
hamil. STAT3 dapat diaktivasi oleh beberapa sinyal, termasuk prolaktin. Prolaktin
yang meningkat selama kehmilan memiliki efek proangiogenik. Cathepsin D
25

merupakan enzim utama yang memecah prolaktin pada PPCM. Stres oksodatif
ditemukan menginduksi Cathepsin D. Kemudian, diyakini bahwa defisiensi STAT3
mengakibatkan penurunan aktivitas antioksidatif pada cardiomyosit, yang membawa
pada peningkatan kadar ROS yang mengkativasi produksi cathepsin D. Kadar serum
prolaktin yang tinggi selama kehamilan dikombinasikan dengan peningkatan produksi
cathepsin D akan menghasilkan peningkatan kadar 16 kDa prolaktin yang membawa
pada kematian sel dan penurunan angiogenesis (Hoes et al 2014).
Patten et al, menemukan evidence dari ketidakseimbangan antara faktor
proangiogenik dan antiangiogenik pada PPCM. Telah ditemukan bahwa insufisien
angiogenesis selama kehamilan akan membawa pada terjadinya PPCM. Seperti
STAT3, PGC1 (peroxisome proliferator- activated receptor gamma-coactivator-1
alpha) merupakan gen yang memicu ekspresi MnSOD, tetapi tidak seperti STAT3,
PGC1 juga menginduksi sintesis vascular endothelial growth factor (VEGF).
Sehingga, kelompok tikus dengan knockout PGC1, prolaktin 16 kDA yang memiliki
efek induksi antiangiogenik dan menginhibisi faktor proangiogenik bekerja bersama
untuk terjadinya PPCM yang sangat parah. Penelitian menemukan bahwa kelompok
tikus hamil dengan knockout PGC1 menyebabkan cardiomyopathy. Defisiensi
medator utama angiogenik PGC1 di jantung menyebabkan penurunan sekresi faktor
angiogenik seperti VEGF, yang menginhibisi angiogenesis. Pada kehamilan yang
sudah lanjut, sekresi Flt1 terlarut (sFlt1) mengalami [eningkatan, yang mengikat
penetral VEGF terlarut. Terapi proangiogenik (contohnya injeksi VEGF) ditemukan
untuk menyelamatkan fenotipe PGC1. Penelitian menemukan bahwa wanita dengan
preeklampsia lebih mudah mengalami PPCM yang melalui proses stres oksidatif pada
patogenesis PPCM (Hoes et al 2014).
Halken et al, menemukan bahwa miR146a berhubungan dengan antara
ketidakseimbangan angiogenik dan disfungsi cardiomyosit. Ketika sel endotel
diinkubasi dengan prolaktin 16kDA, kadar miR-146a meningkat, yang menyebabkan
penurunan angiogenesis. Transfer eksosom miR 146-a ke cardiomyosit menurunkan
metabolisme. Blokade miR146-a dengan antagonis spesifik menyebabkan redaman
gejala klinis PPCM pada kelompok tikus knockout STAT3, tanpa mempengaruhi
fungsi prolaktin untuk produksi susu. Pasien dengan PPCM, kadar miR 146-a
meningkat bahkan jika dibandingkan dengan pasien cardiomyopathy dilatasi. Dengan
adanya hasil penelitian ini, menyimpulkan bahwa penurunan angiogenesis setidaknya

26

menjelaskan terjadinya PPCM dan bahwa miR 146-a dapat berguna sebagai
biomarker untuk penegakan diagnosis PPCM.

Berbagai mekanisme yang membawa pada proses terjadinya PPCM di tikus.


Perubahan pada ekspresi gen PGC1 atau STAT3 yang membawa pada aktivasi
menyimpang MnSOD dan menyebabkan aktifitas antioksidan yang tidak adekuat
pada cardiomyosit. Peningkatan kadar ROS menyebabkan peningkatan produksi
Cathepsin D (CD). Ketika cathepsin D disekresikan ke dalam sirkulasi darah dan
berinteraksi dengan prolaktin yang disekresikan oleh hipofisis selama kehamilan,
Cathepsin D memecah prolaktin menjadi bentuk prolaktin 16 kDA. Prolaktin 16 kDA
merupakan bentuk prolaktin yang terpotong yang mengaktifasi jaras NF- B di sel
endotel dan menginduksi transkripsi microRNA-146a (miR-146a). Endotel eksosom
bersama dengan miRNA-146a, dan sekresi yang lainnya diambil oleh kardiomyosit di
sekitarnya di mana proses ini menghambat aktivitas metabolik. MiRNA-146a
menghambat proliferasi dan membawa pada kematian sel di sel endotel.
Dikombinasikan dengan inhibisi VEGF oleh sflt1 yang disekresikan oleh plasenta, ini
menyebbkan ketidakseimbangan angiogenik, yang kemudian menyebabkan
penurunan fungsi jantung selama kehamilan.

27

4. Respon Abnormal Hemodinamik


Selama kehamilan, volume darah dan cardiac output mengalami peningkatan, tetapi
terjadi penurunan afterload karena adanya relaksasi otot polos pembuluh darah.
Peningkatan volume darah dan cardac output menyebabkan terjadinya hipertrofi
transient dan reversibel ventrikel kiri untuk mencukupi kebutuhan ibu dan janin.
Disfungsi ventrikular sistolic yang terjadi selama trimester 3 dan periode postpartum
awal dapat kembali ke keadaan normal ketika cardiac output menurun. Dekompensasi
stres hemodinamik biasanya terjadi pada pasien wanita hamil yang memiliki riwayat
penyakit jantung iskemik atau myopathy jantung subklinis yang baru muncul pada
trimester 3 kehamilan karena adanya faktor genetik dan lingkungan yang belum
diketahui secara pasti dan menjadi terdiagnosis PPCM (Mishra et al, 2013).
5. Kardiomyopathy idiopatik laten
Stres hemodanamik yang terjadi selama kehamilan menjelaskan teori ini. Hipertensi
selama kehamilan, dan preeklampsia dilaporkan memiliki angka kejadian yang tinggi
untuk menjadi PPCM (Mishra et al, 2013).
Beberapa faktor resiko yang telah diketahui untuk terjadinya PPCM di
antaranya adalah obesitas, konsumsi alkohol, merokok, dan malnutrisi. Faktor resiko
tersebut merupakan faktor resiko yang seharusnya dapat dimodifikasi. Adanya penyakit
jantung sebelunya pada pasien atau keluarga pasien juga perlu ditelusuri untuk
menjadikan kehamilan resiko tinggi (Martin et al, 2013).

E. Klasifikasi
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York
Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan
hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan
gejala, sebagai berikut (Oemar, 2004; Cunningham, 2013):
1. Kelas I: Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,
dimana para wanita tidak memperlihatkan gejala insufisiensi jantung atau
mengalami nyeri angina.
2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat, tetapi jika melakukan
aktivitas fisik biasa maka ia merasa tidak nyaman seperti sangat kelelahan, palpitasi,
dyspneu, atau nyeri angina.

28

3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang nyata, para wanita ini merasa nyaman saat istirahat tetapi
aktivitas yang lebih ringan daripada biasanya sudah menyebabkan kelelahan
berdebar-debar, dyspneu, atau nyeri angina
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan
apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat. Jika
penderita melakukan aktivitas fisik maka rasa tidak nyaman akan meningkat.
Klasifikasi fungsional New York Heart Association (NYHA) untuk congestive heart
failure ini digunakan untuk menilai resiko kehamilan yang berhubungan dengan penyakit
kelainan struktural jantung. Pada NYHA I dan NYHA III, secara umum pasien dapat
mentoleransi kehamilan dengan baik. Pada NYHA IIII pasien berada pada resiko
moderat dengan kehamilan dan membutuhkan monitoring keadaan hemodinamik selama
persalinan. Pada pasien dengan NYHA IV pasien berada pada resiko tinggi untuk hamil
dan monitoring ketat untuk pemantauan hemodinamik selama persalinan sangat
dibutuhkan, tim multidisiplin divutuhkan untuk menangani kasus NYHA IV. Pasien
dengan NYHA IV juga seharusnya sudah diberikan konseling tentang mortalitas dan
morbiditas jika tetap ingin hamil.

F. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel
kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan
aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem ReninAngiotensinAldosteron
(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretik peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga (Greenberg,
2007).
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan
dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal
(Greenberg, 2007).

29

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin


II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari
pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi
kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi
endotel pada gagal jantung (Kumar, 2007; Greenberg, 2007).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO)
juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. Ctype natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat,
efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja
antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung,
maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan
prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung (Hauser et
al, 2005; Kumar, 2007).
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian
diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia (Hauser et al, 2005). Endotelin
disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor
yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan
tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah
dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja
menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin (Kumar,
2007).
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan
gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit
30

jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik,
selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih
kontroversial, dikatakan 30 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel
yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan
diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

G. Penegakan Diagnosis
Penegakan gagal jantung kongestif ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Beberapa kriterianya di antaranya adalah sebgai berikut:
1. Tanda dan Gejala
Anamnesis
a. Sesak nafas
b. Susah beraktifitas
c. Batuk pada malam hari
d. Mengi
e. Bengkak
Pemeriksaan Fisik
a. Takikardi
b. Peningkatan JVP
c. Suara Crackle
d. Terdengar S3
e. Kardiomegali
f. Hepatomegali
g. Ronkhi basah
Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
b. Foto rontgen: dilihat pada Edema pulmo akut (+)
c. Darah Lengkap
d. Urin Rutin
Menurut kriteria Boston, iagnosis pasti ditegakkan apabila skor dari salah satu
kategori memiliki jumlah poin 8-12, kemungkinan mengidap gagal jantung apabila
skor 5-7, dan negatif apabila skor 4 atau kurang.

31

Kategori
I

II

Pemeriksaan

Poin

Anamnesis
Dyspnea saat istirahat

Orthopnea

Paroksismal Nocturna Dispnea

Dyspnea ketika berjalan

Dyspnea ketika memanjat

Pemeriksaan Fisik
Abnormalitas denyut jantung
91-110 kali/menit

>110 kali/menit

Peningkatan JVP
>6cm H2O

>6cm H2O + hepatomegaly/edema

Crackle Paru

III

Basiler

Multibasiler

Wheezing

S3

Radiografi thorax
Edema Pulmoner Alveolar

Edema Pulmoner Intersisial

Efusi Pleura Bilateral

Rasio Kardiothorax >0.5

Redistribusi Upper zone flow

Sedangkan, berdasarkan kriteria Framingham, Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria


mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan
a. Kriteria major
i. Paroksismal nocturnal dyspnea
ii. Distensi vena leher
iii. Ronki paru
iv. Kardiomegali
v. Edema paru akut

32

vi. Gallop S3
vii. Peningkatan tekanan vena jugular
viii. Refluks hepatojugular
b. Kriteria Minor
i. Edema Ekstremitias
ii. Batuk malam hari
iii. Dispnea deffort
iv. Hepatomegali
v. Efusi Pleura
vi. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
vii. Takikardi(>120x/m)
Penegakan diagnosis PPCM ini perlu diketahui semua kemungkinan penyebabnya
dan kemudian PPCM menjadi diagnosis eksklusi setelah semua kelainan struktur
jantung, paru, atau organ lain tidak ditemukan. Kriteria echocardiografik yang spesifik
menunjukan disfungsi jantung sistolik dengan ejeksi ventrikel kiri kurang dari 0.45.
PPCM ini dapat terjadi pada range waktu 1 bulan sebelum persalinan sampai dengan 5
bulan pasca persalinan, PPCM disebut juga cardiomyopathy pada masa kehamilan (Fett,
2014).
Pada tahun 1997, National Heart, Lung, and Blood Institute serta Office of Rare
Diseases menyelenggarakan lokakarya yang menetapkan kriteria diagnostik berikut
(Pearson dalam Cunningham et al, 2013):
1. Terjadinya gagal jantung pada bulan terakhir kehamilan atau dalam 5 bulan setelah
melahirkan
2. Tidak adanya kasus gagal jantung yang dapat diidentifikasi
3. Tidak adanya penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan, dan
4. Disfungsi sistolik ventrikel kiri yang dibuktikan oleh kriteria ekokardiografik klasik,
misalnya berkurangnya fraksi ejeksi.
Pada pemeriksaan X foto thorax mungkin akan didapatkan cardiomegali, distensi
vena pulmonari dengan edema intersisial dan alveolar. Pada EKG dapat didapatkan hasil
yang normal atau adanya sinus takikardi, atrial fibrilasi, perubahan segmen ST
nonspesifik, dan berbagai tipe lain aritmia. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang
penting pada evaluasi dan follow up wanita dengan postpartum cardiomyopathy. Tanda
yang

ditemukan

di

antaranya

penurunan

fungsi

sistolik

myocardium,

yang

dimanifestasikan dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel. Dilatasi ventrikel kiri juga
33

sering terjadi pada PPCM. Kompensasi ringan hipertrofi ventrikel kiri dapat menunjukan
adanya cardiomyopathy primer. Efusi perikard kecil juga dapat dtemukan pada periode
awal dan pertengahan postpartum. Morfologi katup baisanya nnormal; tetapi dengan
adanya pembesaran ventrikel kiri, regurgitasi mitral yang terjadi karena dilatasi annular
juga dapat terjadi pada beberapa kasus, regurgitasi trikuspid, dan katup pulmonal juga
kadang

dapat

terjadi.

Secara

umum,

hasil

ekokardiografi

dari

postpartum

cardiomyopathy tidak terlalu dapat dibedakan dengan kardiomyopati dlatasi primer noniskemik (Mishra et al, 2013).

H. Tatalaksana
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut
maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya
kondisi (Lee, 2005).
1.

Non Farmakalogi (Lee, 2005):


a. Anjuran umum :
1) Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
2) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
3) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
b.

Tindakan Umum :
1) Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1
g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2) Hentikan rokok
3) Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang
lainnya.
4) Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%
denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).
5) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

34

2.

Farmakologi (Lee, 2005; Gillespie, 2005).


Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II,
diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik
lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
a.

Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit


diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau
tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat
kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas
pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV)
yang disebabkan gagal jantung sistolik.

b.

Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan


pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian
dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.

c.

Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai


dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,
bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat
ACE dan diuretik.

d.

Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap


ACE ihibitor.

e.

Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi


sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f.

Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli


serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang
buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan
riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.

g.

Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau


aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada
aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
35

digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia
atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
h.

Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk


mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari)

dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat

membantu

perbaikan

gejala

karena

mengurangi

metabolisme

serta

meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada


penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan
fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel (Rodeheffer,
2005).
Pada pasien peripartum cardiomyopathy, selama masa kehamilan, diperlukan
perhatian khusus dalam pemberian obat, terutama karena faktor janin, agar obat yang
diberikan kepada ibu tidak mempengaruhi perkembangan janin. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitors dan ARBs dikontraindikasian untuk ibu hamil karena dapat
menyebabkan gangguan defek pada janin, walaupun obat ini merupakan tatalaksana
untuk pasien gagal jantung postpartum. Efek teratogenik dari obat ini dapat muncul pada
pemberian trimester pertama hingga ketiga, gejala yang timbul dapat berupa fetal
hipotensi, oligohidramnion, anuria, renal tubular dysplasia.Pemberian digoksin, beta
bloker, loop diuretic dan vasodilator seperti hidralazin serta nitrat telah terbukti aman
digunakan untuk terapi gagal jantung ketika kehamilan. Beta bloker terbukti
efektifitasnya untuk pasien gagal jantung, namun belum diuji untuk mengatasi
peripartum cardiomyopati. Beta bloker juga telah digunakan dalam jangka waktu lama
pada wanita hamil tanpa adanya efek samping pada janin.
Setelah persalinan, pengobatan identik pada pengobatan wanita non hamil pada
penyakit dilated cardiomyopathy.
A. ACE Inhibitor dan ARB
Dosis target yang diberikan adalah setengah dari dosis maksimum untuk pengobatan
hipertensi. Captopril dapat diberikan dari dosis 6,25-12,5mg 3 kali sehari.
B. Diuretik
Diuretik seperti furosemide dapat diberikan untuk mengurangi gejala, seperti edema.
C. Spironolakton dan digoksin

36

Digunakan pada pasien NYHA IIII atau IV. Dosis target spironolakton adalah
25mg/hari. Pemberian digoksin juga diberikan dengan memperhatikan kadar serum
digoksin secara ketat, kadarnya harus dijaga agar kurang dari 1 ng/mL
D. Beta bloker
Beta bloker direkomendasikan untuk dilated cardiomyopathy untuk memperbaiki
gejala, fraksi ejeksi dan tingkat harapan hidup. Nonselektif beta bloker seperti
carvedilol dan selektif seperti metoprolol succinate menunjukan efektifas yang baik.
Dosis carvedilol adalah 25 mg (50mg 2x sehari untuk pasien yang besar) dan dosis
metoprolol succinate dengan 100mg sekali sehari.
E. Anti koagulan
Pada kehamilan, resiko komplikasi tromboemboli meningkat karena peningkatan
kadar factor koagulasi II, VII, VIII dan X serta plasma fibrinogen. Resiko ini dapat
bertahan hingga 6 minggu setelah persalinan. Sehingga antikoagulan harus tetap
diberikan hingga fungsi ventrikel kiri normal kembali.
Warfarin dikontraindikasikan pada kehamilan karena dapat menyebabkan perdarahan
cerebral spontan pada fetus di trimester 2 dan 3.
Pasien dengan peripartum cardiomyopati dengan fungsi ventrikel kiri normal
ketika istirahat atau ketika diberi dobutamin dosis rendah dibolehkan tapering off obat
dan penghentian gagal jantung setelah 6 hingga 12 bulan.

37

BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pasien ini adalah G5P2A2 usia 35 tahun hamil 36 minggu 1 hari inpartu kala I
fase laten dengan dekompensasi cordis suspek CHF NYHA III DD Cardiomyopati
Peripartum dengan oedem pulmonum
2. Penegakan diagnosis pasien ini didasarkan oleh anamnesis, yaitu sesak napas sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit saat usia kehamilah 35 minggu, dada berdebar-debar, lemah,
BAK sedikit, dan batuk tidak berdahak. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi,
takikardi, ronki paru. Pemeriksaan EKG didapatkan adanya sinus takikardi sinus
takikardia, dengan gelombang T tinggi di V1 s.d. V6, tidak ada deviasi axis, tidak ada
cardiomegali, tidak ada tanda-tanda iskemik akut.
3. Peripartum Cardiomyopathy (PPCM) adalah keadaan gagal jantung pada kondisi pasien
dengan jantung yang sehat sebelumnya. Penegakan diagnosis PPCM ini perlu diketahui
semua kemungkinan penyebabnya dan kemudian PPCM menjadi diagnosis eksklusi
setelah semua kelainan struktur jantung, paru, atau organ lain tidak ditemukan. Kriteria
echocardiografik yang spesifik menunjukan disfungsi jantung sistolik dengan ejeksi
ventrikel kiri kurang dari 0.45. PPCM ini dapat terjadi pada range waktu 1 bulan sebelum
persalinan sampai dengan 5 bulan pasca persalinan, PPCM disebut juga cardiomyopathy
pada masa kehamilan
4. Penanganan pasien ini dilakukan dengan segera terminasi kehamilan, dan memberikan
oksigenasi, diuretik, digitalis, dan nitrat untuk post SC

38

DAFTAR PUSTAKA

Baker, Keith. 2005. Congestive Heart Falure and its Pharmacological Management. HST.
151.1-7
Bender, JR, Russel KS, Rosenfeld LE, Chaudry S, eds. 2011. Heart Disease in Pregnancy:
Oxford American Handbook of Cardiology. New York : Oxford University Press. p :
405-410.
Bokhari SW, Reid CL. 2003. Heart disease in pregnancy. In: Crawford MH, editor. Current
diagnosis and treatment in cardiology. 2nd edition. New York: McGraw Hill : 500-1.
Cox, S.M, Werner C.L, Hoffman B.L, Cunningham F.G. 2005. Williams Obstetrics 22nd
Edition. USA : McGraw Hill Company.
Cunningham, F Garry., Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom et al. 2013. Obstetri Williams.
Edisi 23. Jakarta: EGC
DeCherney, AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, eds. 2006. Cardiac Disorder in
Pregnancy: Current Diagnosis & Treatment Obstretics&Gynecology 10th ed. New
York : The McGraw Hill. p : 22.1-9.
Fett, James D. 2014. Peripartum cardiomyopathy: A puzzle closer to solution. World J
Cardiol. Vol 6 (3): 87-99
Francis, Gary S., dan Wilson Tang. 2003. Pathophysiology of Congestive Heart Failure.
MedReviewsLLC. Vol 4. S15-20
Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott Williams &
Wilkins 2007 ; hal.167-168.
Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrisons principle of internal medicine.2005; ed XVI
Hoes, F.M., I Van Hagen, F Russo, et al. 2014. Peripartum cardiomyopathy: Euro
Observational Research Program. Neth Heart J: Vol (22): 390-400
Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol. Volume 2.
Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart failure
a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;
2005.p.449-65.
Martin, Sean., Daniel Short, Chih Mun Wong, et al. 2013. A Change of Heart: Case Series of
Peripartum Cardiomyopathy. Hindawi Publishing Corporation: Vol 2013: 1-4
Mishra, VN., Nalini Mishra, Devanshi. 2013. Peripartum Cardiomyopathy. JAPI: Vol 61:
267-72

39

Oemar, Hamed.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran universitas
indonesia. 2004. hal. 7-12.
Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec
GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New
York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta : EGC.
Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku ajar kardiologi. jakarta : balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 17,115 126.
Zagrosek, VR, et al. 2011. ESC Guidelines on the Management of Cardiovascular Disease in
Pregnancy. European Heart Journal, Berlin European Society of Cardiology. p : 315091.

40

Anda mungkin juga menyukai