SKRIPSI
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i
SKRIPSI
Oleh:
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
NIM
: I 411 07 006
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul penelitian
Nama
No. Pokok
: I 411 07 006
Program Studi
Jurusan
: Produksi Ternak
Fakultas
: Peternakan
Pembimbing Anggota
iv
ABSTRAK
ABDULLAH BIN HATTA, I 411 07 006. Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah
Fries Holland di Kabupaten Enrekang Kaitannya dengan Infeksi Listeria
monocytogenes Dibimbing oleh drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si dan Prof. Dr.
drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran bakteri
Listeria monocytogenes terhadap kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis,
kandungan asam laktat dan konsistensi). Kegunaan dari penelitian ini adalah agar
dapat mengetahui pengaruh pencemaran bakteri Listeria monocytogenes terhadap
kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis, kandungan asam laktat dan
konsistensi). Untuk menguji frekuensi harapan dilakukan dengan menggunakan
perbandingan data sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Susu segar
diuji warna, bau, konsistensi, berat jenis, uji alkohol, dan presentase asam laktat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata hasil pengujian sifat fisik susu
sesuai dengan SNI . jumlah total bakteri Listeria monocytogenes yang terdapat
pada susu adalah 45,02%. Hasil penelitaan menyimpulkan bahwa berdasarkan
survey di Desa Cendana Kabupaten Enrekang diduga kandungan Listeria
monocytogenes pada susu segar adalah 45,02 %. Keberadaan tidak
memperlihatkan perubahan fisik baik warna, bau, konsistensi, presentase asam
laktat maupun berat jenis.
Kata kunci : Susu segar, Listeria monocytogenes, berat jenis, presentase asam
laktat, uji alkohol, bau, warna, konsistensi.
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi
dengan judul Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Fries Holland di
Kabupaten Enrekang Kaitannya dengan Infeksi Listeria monocytogenes
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada kesempatan ini penulis
menghanturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya dengan
penuh rasa hormat kepada :
1. Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si, selaku pembimbing utama sekaligus
penasehat akademik penulis yang telah meluangkan waktunya selama penulis
duduk dibangku perkuliahan dan Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,
M.Sc selaku pembimbing anggota atas segala bantuan dan keikhlasannya
untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran sejak awal penelitian sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
2. Terima kasih kepada civitas akademika Universitas Hasanuddin terkhusus
kepada Rektor Unhas terpilih Prof. Dr. Dwia Aries Tina, M.Sc
menggantikan Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.BO yang menjabat
pada periode 2006-2014.
3. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc selaku Ketua Jurusan Produksi
Ternak sekaligus menjadi Dekan terpilih Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin di akhir studi penulis menggantikan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin
Hasan, M. Sc yang bertugas pada 2006-2014.
vii
viii
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian serta penyusunan skipsi
ini serta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima
kasih atas bantuannya.
Kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
skripsi ini dan demi kemajuan ilmu pengetahuan. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
Makassar, 01 Agustus 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iv
ABSTRAK ..................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
vii
xii
xiii
xiv
PENDAHULUAN.......................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................
4
5
6
9
9
9
10
10
11
11
12
12
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
Materi Penelitian ..................................................................................
Prosedur Penelitian...............................................................................
Parameter yang diukur .........................................................................
A. Pengamatan Sifat Fisik Susu
1. Berat Jenis .................................................................................
2. Presentase Asam Laktat ............................................................
3. Uji Organoleptik........................................................................
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pengkayaan bakteri ...................................................................
14
14
14
17
17
17
17
18
18
18
20
22
22
24
24
26
26
28
33
33
34
LAMPIRAN ................................................................................................
36
RIWAYAT HIDUP.....................................................................................
43
xi
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
Teks
20
24
28
30
xii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
Teks
15
16
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Teks
1. Data sampel susu dari sapi perah di daerah kampung Baba,
Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabuaten Enrekang ................
36
37
38
39
40
41
xiv
PENDAHULUAN
Saat ini Indonesia berada pada tingkat sangat rendah dalam Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Indeks) yaitu pada peringkat 112 di
antara 117 di dunia. Faktor penyebabnya adalah rendahnya konsumsi protein
hewani termasuk susu. Kabupaten Enrekang adalah salah satu daerah yang
menjadi prioritas pengembangan peternakan sapi perah di Sulawesi Selatan. Hasil
produksi sapi perah di wilayah tersebut yaitu susu murni yang diolah menjadi
dangke (sebutan masyarakat setempat untuk keju). Dangke sekilas mirip tahu,
karena warna dan teksturnya putih dan kenyal. Usaha pembuatan dangke
berkembang cukup pesat di Enrekang dengan populasi unit usaha mencapai 256
(data pada Januari 2013). Pemerintah setempat berupaya untuk mengembangkan
usaha tersebut antara lain dengan mengakomodir permintaan pasar, penambahan
populasi, dan perbaikan sistem pemeliharaan yang terus diproduksi dan
dikembangkan dalam kelembagaan peternak.
Populasi sapi perah dan sapi potong di Kabupaten Enrekang sudah
melebihi 40.000 ekor. Khusus populasi sapi perah di Kabupatan Enrekang hingga
Mei 2013 sebanyak 1.450 ekor. Populasi sapi perah terdiri atas betina 767 ekor,
jantan 65 ekor, dara 253 ekor, anak betina 346 ekor, dan pedet jantan 168 ekor.
Kabupaten Enrekang mampu produksi susu segar total 4.700 liter/hari dengan
produksi susu rata-rata 7,82 liter/ekor/hari.
Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun mudah
tercemar. Susu juga mudah terkontaminasi cemaran lain seperti bahan kimia
(pestisida), logam berat, antibiotika, dan racun atau toksin (jamur, kapang,
khamir). Kontaminasi atau bahaya yang menyebabkan pangan tidak aman dapat
terjadi pada setiap proses yaitu di peternakan, saat penanganan, industri
pengolahan, transportasi, pengecer, dan terakhir di konsumen. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem dalam pengawasan keamanan pangan sejak pra produksi,
proses produksi, pasca produksi hingga pemasaran sampai terhidang di konsumen.
Susu merupakan sumber gizi lengkap yang mengandung kalori, protein, lemak,
hidrat arang, kalsium, fosfor dan zat besi, dan asam amino esensial yang tidak
diproduksi dalam tubuh manusia. Asam amino dalam tubuh berfungsi untuk
pertumbuhan dan menjalankan fungsi saraf. Oleh karena itu mengkonsumsi susu
memperbaiki nilai gizi dan mencerdaskan manusia sehingga susu baik untuk
dikonsumsi untuk semua umur.
Bakteri yang mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi dua, yaitu
bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Listeria monocytogenes adalah bakteri
patogen (food borne bacterial) yang menyebabkan listeriosis pada manusia.
Meskipun penyakit ini jarang dilaporkan di Indonesia tetapi gejala listeriosis
banyak ditemui hampir di seluruh tanah air seperti keguguran pada wanita hamil,
encephalitis pada bayi, cacat mental, paralisis dan kematian anak. Untuk
mengetahui resiko terjadinya wabah listeriosis maka perlu adanya penelitian
tentang kualitas pada susu sapi perah dan keberadaan Listeria monocytogenes di
Kabupaten Enrekang.
TINJAUAN PUSTAKA
Susu dapat dibuat antara lain menjadi produk susu seperti mentega, keju,
susu kondensasi, susu evaporasi, atau susu proses, susu bubuk, krim, es krim,
produk susu beku, yogurt atau susu asam, susu pasteurisasi dan sterilisasi, tahu
susu, kefir dan es susu (Nurwanto,2003).
Di antara berbagai sumber protein hewani, yang menarik dikaji untuk
diketahui adalah susu. Dalam kajian ini, yang disebut susu adalah susu yang
diproduksi oleh sapi perah. Di antara berbagai jenis susu, ternyata susu sapi
merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi. Hal tersebut beralasan,
karena susu sapi memiliki zat-zat gizi yang hampir sama kualitasnya dengan Air
Susu Ibu (ASI) seperti tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Gizi Susu Sapi dan ASI
No.
Zat Gizi
Susu Sapi
1.
Total Solid (%)
12,9
2.
Casein (%)
0,4
3.
Laktosa (%)
7,1
4.
Lemak (%)
4,5
5.
Energi (Kkal/Kg)
720,0
Sumber : Jannes (2010).
ASI
12,7
2,6
4,6
3,9
660,0
Kualitas Susu
Susu sebagai bahan makanan yang memiliki daya cerna tinggi yaitu berkisar
98% untuk daya cerna terhadap protein dan 99% terhadap karbohidrat dan lemak
sehingga dapat digunakan secara efisien oleh tubuh manusia. Susu merupakan
minuman bersumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat
baik untuk kesehatan (Malaka, 2007).
Syarat kualitas susu segar di Indonesia telah dibakukan dalam Standart
Nasional Indonesia (SNI No. 3141.1:2011) dapat dilihat pada Tabel 2 :
Syarat
1,0270 g/ml
3,0 %
7,8 %
2,8 %
Tidak ada perubahan
6,0 7,5 SH
6,3 6,8
Negatif
1 x 106 CFU/ml
1 x 102 CFU/ml
1 x 103 CFU/ml
4 x 105 CFU/ml
Negatif
Negatif
-0,520 s.d - 0,560 oC
Positif
0,02 g/ml
0,03 g/ml
0,1 g/ml
lubang
angin
(ventilasi
luar
ruangan,
penerangan,
saluran
pembuangan).
2. Keadaan kandang perah. Kandang perah adalah kandang untuk mengadakan
pemerahan susu. Kandang ini umumnya terpisah dari kandang sapi.
3. Keadaan kesehatan sapi. Sapi perah yang sakit akan menghasilkan mutu susu
tidak baik.
4. Kesehatan pemerah atau pekerja. Hal ini penting agar kontaminasi bakteri
yang berasal dari pekerja yang sakit dapat dihindari dan dikurangi.
5. Pemberi makanan. Sapi yang baru saja diberi makanan akan menghasilkan
susu dengan kandungan lebih banyak daripada sapi yang belum diberi
makanan ternyata mempengaruhi cita rasa susu yang dihasilkan. Misal
bawang merah yang diberikan 1 - 4 jam sebelum pemerahan akan
menghasilkan susu yang berbau kuat atau merangsang.
6. Kebersihan hewan. Apabila sapinya kotor, susu yang diperoleh juga akan
mengandung jumlah bakteri yang lebih banyak sehingga mutu susu menjadi
rendah.
7. Kebersihan alat pemerah.
8. Penyaringan susu. Penyaringan dapat membantu mengurangi kotoran-kotoran
atau debu.
9. Penyimpanan susu. Penyimpanan susu pada suhu tinggi atau kamar, jumlah
bakteri yang ada pada susu akan lebih banyak daripada penyimpanan susu
pada suhu rendah.
Susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam susu
tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar
dan susu menggumpal atau memisah. Produk seperti ini sebaiknya tidak
dikonsumsi. Susu yang diperah sering tercemar jika bagian luar dari sapi dan
daerah sekitarnya sebelum diperah tidak diperhatikan. Susu yang baru diperah
sekalipun dari sapi-sapi yang sehat dan diperah secara aseptis biasanya
mengandung jumlah bakteri yang sedikit (Eckles dkk., 1998).
Komposisi susu
Komposisi susu segar sangat beragam tergantung pada beberapa faktor
antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi,
penyakit dan makanan. Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor lain dari luar seperti pemalsuan dengan air dan bahan lain serta aktifitas
bakteri atau mikroba. Komponen yang terdapat dalam susu adalah 12,10 - 12,75%
bahan kering yang terdiri dari 3,8% lemak, 3,5% laktosa, 0,7% abu, dan 87,3%
air. Komponen lain adalah dalam jumlah kecil antara lain vitamin, enzim dan
pigmen (Buckle, 1987).
Sifat fisik Susu
1. Berat jenis susu (BJ)
Berat jenis susu dapat diukur dengan menggunakan laktometer atau
laktodensimeter. Prinsip dari alat ini adalah suatu obyek yang terapung akan
memindahkan
berat
cairan
sama
dengan
beratnya
sendiri
(hukum
10
4. Warna
Soeparno (1992) melaporkan bangsa sapi Jersey dan Guernsey
memiliki lemak dengan warna paling kuning sedangkan Ayrshire dan FH
menghasilkan warna lemak relatif tidak kuning. Warna susu yang normal
adalah putih sedikit kekuningan. Warna susu bervariasi sedikit kekuningan
atau putih agak kebiruan dapat tampak pada susu yang memiliki kadar lemak
rendah atau susu skim. Warna susu yang putih disebabkan oleh disfersi yang
diakibatkan sinar dari globula-globula lemak serta partikel koloid senyawa
kasein dan kalsium fosfat. Warna kuning disebabkan oleh adanya pigmen
karoten yang ada dalam globula lemak. Karoten memiliki keterkaitan dengan
santrofil yang banyak ditemukan dalam tanaman hijauan. Bila karoten dan
santrofil dikonsumsi oleh sapi perah dan diserap oleh darah dan sebagian
terlarut dalam lemak susu (Legowo, 2002).
Warna putih pada susu merupakan warna normal akibat butiranbutiran lemak, kasein, mineral yang mereflesikan sinar matahari, warna
kebiruan akibat pemalsuan dengan air, warna kuning menandakan bahwa susu
mengandung vitamin B-kompleks yang tinggi dan warna kemerahan akibat
adanya eritrosit hemoglobin pada kasus mastitis (Malaka, 2010).
5. Konsistensi
Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini terlihat tidak
adanya butiran-butiran pada dinding tabung setelah tabung digoyang, susu
yang
baik
akan
membasahi
dinding
tabung
dengan
tidak
akan
11
oleh kegiatan enzim atau penambahan asam, biasanya mikroba kokus yang
berasal dari air, sisa makanan atau alat-alat susu (Anonim, 2011).
Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes adalah bakteri yang menyebabkan penyakit
listeriosis. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif yang mampu hidup
dalam keadaan ada atau tanpa oksigen. Bakteri ini dapat tumbuh dan
mereproduksi sel inang dan merupakan salah satu bakteri yang berbahaya karena
dapat menular melalui makanan. Klasifikasi bakteri Listeria monocytogenes
adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Bacteria
Phyllum
: Firmicutes
Classis
: Bacilli
Ordo
: Bacillales
Familia
: Listeriaceae
Genus
: Listeria
Species
: Listeria monocytogenes
12
beranggapan bahwa makanan atau minuman akan sangat aman apabila disimpan
dalam lemari pendingin. Jika produk makanan atau minuman tercemar oleh
Listeria monocytogenes kemudian disimpan dalam lemari pendingin, berarti
memberikan suhu optimal untuk bakteri Listeria monocytogenes berkembangbiak
(Nadal, 2007).
Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi pada aliran darah),
meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan
selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada
leher rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester
kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya
diawali dengan gejala-gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan.
Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih parah tidak diketahui, tetapi
mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal munculnya gejala
pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari
(Anonim 2014).
Pasteurisasi dapat membunuh bakteri Listeria monocytogenes. Malaka
(2010) bahwa pasturisasi dapat membunuh bakteri patogen. Pasteurisasi
merupakan proses pemanasan di bawah titik didih dengan suhu dan waktu
tertentu. Proses ini terbagi dua yaitu High Temperature Short Time (HTST) yaitu
pemanasan di atas 75oC selama beberapa detik sampai menit dan Low
Temperature Long Time (LTLT) yaitu dengan pemanasan dengan suhu rendah
tapi jangka waktunya lama misalnya pemanasan 65oC selama 30 menit.
13
METODE PENELITIAN
2)
14
Mengisi kuesioner di
tempat pemerahan
Disimpan di refrigerator
dengan suhu 4oC selama
sehari
Sampel dibawa ke
Makassar dengan
menggunakan cool box +
ice gel
Pengujian laboratorium
mikrobiologi dan
kesehatan ternak
15
Kuesioner
higienitas
Susu segar
Listeria
Enrichmen Broth
Pengujian berat
jenis susu dan
alkohol
Pengujian warna,
bau, konsistensi,
asam laktat (%)
Dihomogenkan
Nutrium Agar
Uji konfirmasi
Tuang
Gores
Inkubasi
selama
1 - 2 hari
Inkubasi
selama
1 - 2 hari
Perhitungan
dan
morfologi
Morfologi
Berat Jenis
Perhitungan berat jenis pada susu dilakukan dengan menggunakan alat
3.
Uji Organoleptik
Pengujian kualitas organoleptik dilakukan oleh 7 orang panelis dengan
1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Tidak bau susu
2 = Sedikit sekali bau susu
3 = Agak bau khas susu
4 = Bau khas susu
5 = Sangat bau khas susu
b. Warna
1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Putih
2 = Agak putih
3 = Tidak putih kekuningan
4 = Putih kekuningan
5 = Sangat putih kekuningan
17
c. Konsistensi
1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Encer
2 = Agak encer
3 = Agak kental
4 = Kental
5 = Sangat kental
B. Pemeriksaan laboratorium
Pengkayaan bakteri
Sebanyak 1 ml sampel susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
7 ml media Listeria Enrichment Broth (LEB), kemudiaan diinkubasi pada
suhu 35oC selama 24 - 48 jam.
Penghitungan Total Plate Count (TPC)
Sebanyak 1 ml biakan dari LEB dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi
akuades steril sebanyak 9 ml dengan menggunakan mikropipet kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan tube shaker pengenceran (10-1),
pengenceran 10-2 , 10-3 dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama
(pengenceran desimal). Sebanyak 1 ml biakan dipindahkan ke dalam cawan
petri
kemudian
ditambahkan
media
nutrient
agar
suhu
45-50oC,
dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 350C, koloni yang tumbuh dihitung
setelah inkubasi 1 2 hari.
Pengitungan bakteri jumlah Listeria dengan media Listeria Selektif Agar
(LSA)
Biakan sebanyak 1 ml dari Listeria Enrichment Broth (LEB) dipindahkan ke
tabung reaksi yang berisi akuades steril sebanyak 9 ml, biakan diambil dengan
menggunakan mikro pipet sebanyak 1 ml, kemudin dihomogenkan dengan
18
19
Hasil penelitian diperoleh rata-rata berat jenis (BJ), uji asam laktat, uji
alkohol pada susu segar dari beberapa sapi di kabupaten Enrekang dapat dilihat
dari Tabel 3 :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Susu Segar Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.
Sampel
BJ (g/ml)
Asam laktat (%)
Hasil uji alkohol
S1
1,024
0,38
S2
1,022
0,47
S3
1,018
0,28
S4
1,025
0,28
S5
1,030
0,43
S6
1,023
0,19
S7
1,028
0,38
S8
1,028
0,33
S9
1,028
0,24
S10
1,028
0,28
S11
1,026
0,43
S12
1,024
0,33
S13
1,014
0,28
S14
1,021
0,28
S15
1,026
0,33
S16
1,026
0,28
S17
1,023
0,38
S18
1,026
0,28
S19
1,028
0,24
S20
1,021
0,28
Jumlah
6,39
20,49
3 (), 17 ( )
Rata-Rata
1,024
0,32
Keterangan : BJ = Berat jenis
= Agak menggumpal
= Tidak menggumpal
a. Berat Jenis Susu
Pengujian berat jenis susu dilakukan dengan menggunakan alat
laktodensimeter. Berat jenis susu dari kabupaten Enrekang yang terendah adalah
1,014 g/ml dan yang tertinggi 1,030 g/ml. Rata-rata berat jenis dari hasil
penelitian didapatkan adalah 1,024. Hal ini tidak sesuai dengan SNI nomor
20
3141.1: 2011 bahwa berat jenis minimum 1,0270 g/ml pada suhu 27,5oC. Jika
susu encer maka BJ menjadi rendah atau di bawah standar. Sampel susu yang
memiliki berat jenis di bawah SNI sebanyak tujuh sampel yaitu (S2, S3, S6, S13,
S14, S17, S20). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa umumnya susu sapi
perah di Enrekang itu encer. Adnan (1984) menyatakan berat jenis susu
dipengaruhi oleh kadar lemak protein, laktosa dan mineral-mineral yang terlarut di
dalam susu tersebut. Umumnya di dalam suatu larutan, semakin besar atau
semakin banyak senyawa-senyawa yang terlarut didalamnya, maka semakin besar
pula berat jenisnya. Demikian pula berat jenis susu dipengaruhi oleh senyawa
yang terlarut di dalamnya.
Hasil kuisioner dari Tabel Lampiran 2 menunjukan rata-rata higienitas
lingkungan sebelum sapi diperah berada pada skor 2 yang berarti kurang higienis.
Hal tersebut tidak mempengaruhi nilai berat jenis susu, karena berat jenis susu
dipengaruhi oleh kadar lemak dan gas dalam susu, hal ini sesuai dengan pendapat
Jorgensen dan Hoffman, (2008) bahwa air susu mempunyai berat jenis yang lebih
besar daripada air. BJ air susu adalah 1.027 - 1.035 dengan rata-rata 1.031. Berat
jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan
menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh perubahan
kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu.
Atmaja (2011) yang menyatakan bahwa penurunan berat jenis susu segar
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : makanan, perubahan kondisi
kadar lemak, adanya gas-gas yang timbul dalam susu, protein, laktosa, jenis
ternak, usia ternak, dan kesehatan lingkungan.
21
mengetahui adanya susu yang pecah (rusak). Susu segar yang berkualitas baik,
tidak akan pecah atau menggumpal begitupun saat dipanaskan/dididihkan.
Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila
dipanaskan. Hal itu terjadi karena adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari
penguraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami
denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Susu yang telah banyak
mengandung mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan.
Uji alkohol merupakan uji yang sering dilakukan untuk mengukur kualitas
susu. Susu yang mengandung lebih dari 0,21% asam atau mengandung kalsium
dan magnesium dalam jumlah tinggi, akan terkoagulasi dengan penambahan
alkohol. Hal tersebut menjadi dasar uji alkohol untuk menentukan kualitas susu.
Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa semakin kurang jumlah
alkohol dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu
dengan jumlah yang sama (Sakinah, dkk., 2010)
23
d. Uji Organoleptik
Rata-rata konsistensi pada uji organoleptik sampel susu di kabupaten
Enrekang dapat dilihat dari Tabel 4 :
Tabel 4. Nilai Rata-rata Pengamatan Uji Organoleptik Susu Segar
Sampel
Bau
Warna
Konsistensi
S1
4,00
4,00
1,00
S2
3,43
3,43
1,43
S3
4,29
4,29
1,14
S4
4,00
4,00
1,43
S5
4,43
4,43
1,71
S6
4,14
4,14
1,71
S7
3,57
3,57
1,57
S8
3,71
3,71
1,29
S9
4,00
4,00
1,29
S10
4,00
4,57
1,57
S11
4,14
4,57
2,00
S12
4,43
4,57
1,43
S13
4,43
4,29
1,71
S14
4,43
4,57
1,14
S15
4,29
4,57
1,14
S16
4,29
4,14
1,00
S17
4,43
4,43
1,86
S18
4,71
4,43
1,29
S19
4,71
4,43
1,43
S20
4,43
4,29
1,29
Jumlah
83,86
84,83
28,43
Rata-Rata
4,19
4,22
1,42
Keterangan :
Uji bau
Uji warna
Uji konsistensi
1 = Tidak bau susu
1 = Putih
1 = Encer
2 = Sedikit sekali bau susu 2 = Agak putih
2 = Agak encer
3 = Agak bau susu
3 = Tidak putih kekuningan
3 = Agak kental
4 = Bau khas susu
4 = Putih kekuningan
4 = Kental
5 = Sangat putih kekuningan 5 = Sangat kental
5 = Sangat bau khas susu
1. Bau
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan rata-rata nilai bau pada
semua sampel susu adalah 4,19 yang berarti bau khas susu. Keberadaan bakteri
Listeria monocytogenes tidak memperlihatkan perubahan bau pada susu. Hal ini
24
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang menyatakan bau susu tidak
mengalami perubahan. Menurut Purnomo dan Adiono (1985) setelah beberapa
saat berada dalam suhu kamar, susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga
dapat menurunkan kualitas susu. Kualitas susu yang sampai ditangan konsumen
terutama ditentukan antara lain oleh jenis ternak dan keturunannya (hereditas),
tingkat laktasi, umur ternak, peradangan pada ambing, nutrisi/pakan ternak,
lingkungan dan prosedur pemerahan susu.
Beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan aroma khas
susu mengalami perubahan. Saleh (2004) menyatakan bahwa aroma susu
dipengaruhi adanya sifat lemak susu. Demikian juga pada pakan ternak dapat
mempengaruhi aroma susu. Bau tidak sedap, kemungkinan adalah faktor
lingkungan tempat penyimpanan. Menurut Soeparno (1992) menyatakan bahwa
penyimpanan atau abnomalisasi aroma (bau) susu disebabkan oleh beberapa
kemungkinan yaitu :
a. Sapi sedang mengalami gangguan fisik atau kesehatan. Dalam hal ini
senyawa-senyawa yang memberikan rasa abnormal disekresikan bersama
susu.
b. Pakan ternak. Senyawa bau dari pakan diserap ke dalam darah dan
disekresikan di dalam susu.
c. Absorbsi bau yang menonjol atau tajam oleh susu. Pada saat pemerahan atau
penanganan dimungkinkan terabsorbsi bau sekeliling susu tempat pemerahan.
d. Dekomposisi komponen susu akibat pertumbuhan dan perkembanganbiakan
bakteri.
25
26
27
3,62
45,02 %
8,04
x 100 %
2,00 (log10 cfu/ml). Menurut Standar Nasional Indonesia No. 3141.1:2011 adalah
susu sapi harus bebas dari kontaminasi Listeria monocytogenes. Keberadaan
bakteri ini dalam susu kemungkinan akibat pencemaran baik dari ternak, manusia
dan lingkungan selama proses produksi. Kontaminasi bakteri pada susu yang
terlihat seperti kandang yang kurang bersih, pemerahan dengan tangan peternak
yang tidak higienis dan ekor sapi yang tidak diikat saat pemerahan. Selain itu,
penanganan
menggunakan wadah tanpa penutup menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
tercemarnya susu.
Susu sapi di Enrekang terkontaminasi bakteri sebanyak 8,04 (log10 cfu/ml)
melebihi batas SNI tentang cemaran bakteri yang hanya 1,0 x 106 cfu/ml,
sehingga susu tidak layak untuk diminum oleh manusia sebelum diolah (direbus).
Penanganan susu menjadi diperhatikan sebelum mengkomsumsi susu. Menurut
Volk dan Wheeler (1990) susu dapat tercemar oleh bakteri patogen atau
nonpatogen yang berasal dari sapi itu sendiri, peralatan pemerahan, ruang
penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh
manusia.
Listeria monocytogenes mampu hidup dan berkembangbiak pada suhu 4 37C dan tergolong bakteri psikrofilik atau bakteri yang tumbuh pada suhu di
bawah 20oC. Pemasakan menjadi solusi untuk menyelamatkan susu yang telah
tercemar oleh bakteri. Menurut SNI tentang susu segar No.3141.1:2011 bahwa
susu harus negatif atau terbebas dari bakteri Listeria monocytogenes. Dangke
merupakan hasil dari pengolahan susu yang dilakukan oleh masyarakat kabupaten
Enrekang. Susu dimasak hingga mendidih sebelum menjadi produk dangke.
29
Menurut Lovett (1990) Listeria monocytogenes tidak akan tahan hidup setelah
perlakuan HTST komersial pasteurisasi dan akan mati dengan proses pasteurisasi
dalam batch komersial (Prentice, 1994).
Higienitas selama proses produksi produk olahan susu menjadi perhatian
penting mengingat kerentanan susu sebagai media tumbuh bakteri yang sangat
baik. Higiene sanitasi makanan dan minuman adalah suatu usaha yang menitik
beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Berdasarkan
Undang-undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene dipergunakan untuk
mencakup seluruh usaha manusia maupun masyarakat yang perlu dijalankan guna
mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya di dalam lingkungannya yang
bersifat badan dan jiwa. Lebih lanjut dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, higiene didefenisikan sebagai suatu usaha
pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan
atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.
Karakteristik fisik susu dan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6. Karakteristik Fisik dan Mikrobiologis Susu Segar
No.
Parameter
Nilai
SNI
1. Berat jenis
1,024
1,027
2. Presentase asam laktat
0,45
3. Alkohol
3 () / 17 (-)
4. Warna
4,22
Tidak ada perubahan
5. Bau
4,19
Tidak ada perubahan
6. Konsistensi
1,42
Tidak ada perubahan
7. Higienitas
2
5
9
6
8. Jumlah bakteri (TPC)
5,3 x 10
1 x 10 cfu/ml
9. Jumlah bakteri L
45,02 %
Negatif
monocytogenes
Keterangan : * = dibawah standar (Kurang baik)
** = diatas standar (Kurang baik)
Keterangan
Tidak sesuai*
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kurang
Tidak sesuai**
Tidak sesuai**
30
31
32
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kontaminasi bakteri Listeria monocytogenes sebesar 45,02 % dari total
sampel susu.
2. Keberadaan bakteri
kesehatan
yang
disebabkan
kontaminasi
bakteri
Listeria
monocytogenes.
33
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1984. Kimia Dan Teknologi Hasil Air Susu. Fakultas Teknologi
Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim. 2011. Uji kualitas susu. Diakses pada tanggal 21 Januari 2014.
Anonim 2014 Penanganan Susu Segar dalam Menjaga Kualitas Pasca Pemerahan.
Karakteristik Kualitas. Diakses tanggal 21 Januari 2014.
Anonime 2014 http: www.itd.unair.ac.id /files/pdf/protocol1/Listeria%
20monocytogenes.pdf. Diakses pada tanggal 19 Februari 2014.
Buckle, K, A.R. Edwards G.H. Fleet dan Wooton.1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hari Purnomo dan Adiono, Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1998, Standar Mutu Susu Segar, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011 tentang Susu Segar No.3141.1:2011.
Jakarta.
Chaplin, L. C. and R. L. J. Lyster. 1988. Effect of Temperature On The pH Of
Skim Milk. J. Of Dairy Res. 55:277 280.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Eckles, C.H., Combs and H. Macy. 1998. Milk and product. 4 th. Ed. Mc. Graw
Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.
Hadiwiyoto, S. 1994. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.
Yogyakarta.
Hoffman, Patt,. Jorgensen, Matt. 2008. On-Farm Pasteurization of Milk On
Calves. University of Wisconsin Dairy Update. http://www.johnes.org (12
juli 2008).
Jannes.
34
35
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data sampel susu dari sapi perah di daerah kampung Baba, Desa
Cendana, Kecamatan Cendana, Kabuaten Enrekang.
No.
Nama Peternak
Kode sampel
Nama Sapi
S1
Boyolali
S2
Sakka
S3
Pance
1.
Nr
S4
Dono
S5
Binga
S6
Bunga
S7
2.
Nsr
S8
S9
Pute
S10
Pokki
3.
Ht
S11
Bullang
S12
Kredit
S13
4.
Cp
S14
S15
Bolabatu
5.
S16
Boyolali 2
Jf
S17
Balopaci
S18
6.
Dr
S19
7.
S20
Sr
36
Skor
3
8
2
37
Ratarata
28
4,00
24
3,43
30
4,29
28
4,00
31
4,43
29
4,14
25
3,57
26
3,71
28
4,00
28
4,00
29
4,14
31
4,43
31
4,43
31
4,43
30
4,29
30
4,29
31
4,43
33
4,71
33
4,71
31
4,43
587
83,86
4,19
Jumlah
38
39
Ratarata
7
1,00
10
1,43
8
1,14
10
1,43
12
1,71
12
1,71
11
1,57
9
1,29
9
1,29
11
1,57
14
2,00
10
1,43
12
1,71
8
1,14
8
1,14
7
1,00
13
1,86
9
1,29
10
1,43
9
1,29
199
28,43
1,42
Jumlah
40
DOKUMENTASI KEGIATAN
Sampel Penilitian
41
Pengujian laboratorium
42
RIWAYAT HIDUP
43