Anda di halaman 1dari 57

KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND

DI KABUPATEN ENREKANG DAN KAITANNYA


DENGAN INFEKSI Listeria monocytogenes

SKRIPSI

ABDULLAH BIN HATTA


I 411 07 006

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i

KARAKTERISTIK FISIK SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND DI


KABUPATEN ENREKANG DAN KAITANNYA DENGAN
INFEKSI Listeria monocytogenes

SKRIPSI

Oleh:

ABDULLAH BIN HATTA


I 411 07 006

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada


Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


JURUSAN PRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama

: Abdullah Bin Hatta

NIM

: I 411 07 006

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa:


a. Karya skripsi yang saya tulis adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi, terutama dalam bab
hasil dan pembahasan tidak asli atau plagiasi maka bersedia dibatalkan
atau dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat dipergunakan
sepenuhnya.

Makassar, 15 Juli 2014

Abdullah Bin Hatta

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul penelitian

: Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Fries Holland di


Kabupaten Enrekang Kaitannya dengan Infeksi
Listeria monocytogenes

Nama

: Abdullah Bin Hatta

No. Pokok

: I 411 07 006

Program Studi

: Teknologi Hasil Ternak

Jurusan

: Produksi Ternak

Fakultas

: Peternakan

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:


Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si


NIP. 19640719 198903 2 001

Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc


NIP. 19640712 198911 2 002

Dekan Fakultas Peternakan

Plt. Ketua Jurusan Produksi Ternak

Prof. Dr. Ir. Sudirman Baco, M. Sc


NIP. 19641231 198903 1 025

Prof. Dr. Ir. Asmuddin Natsir, M.Sc


NIP. 19590917 198503 1 003

Tanggal Lulus : 04 Agustus 2014

iv

ABSTRAK

ABDULLAH BIN HATTA, I 411 07 006. Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah
Fries Holland di Kabupaten Enrekang Kaitannya dengan Infeksi Listeria
monocytogenes Dibimbing oleh drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si dan Prof. Dr.
drh. Hj. Ratmawati Malaka, M.Sc
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran bakteri
Listeria monocytogenes terhadap kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis,
kandungan asam laktat dan konsistensi). Kegunaan dari penelitian ini adalah agar
dapat mengetahui pengaruh pencemaran bakteri Listeria monocytogenes terhadap
kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis, kandungan asam laktat dan
konsistensi). Untuk menguji frekuensi harapan dilakukan dengan menggunakan
perbandingan data sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Susu segar
diuji warna, bau, konsistensi, berat jenis, uji alkohol, dan presentase asam laktat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai rata-rata hasil pengujian sifat fisik susu
sesuai dengan SNI . jumlah total bakteri Listeria monocytogenes yang terdapat
pada susu adalah 45,02%. Hasil penelitaan menyimpulkan bahwa berdasarkan
survey di Desa Cendana Kabupaten Enrekang diduga kandungan Listeria
monocytogenes pada susu segar adalah 45,02 %. Keberadaan tidak
memperlihatkan perubahan fisik baik warna, bau, konsistensi, presentase asam
laktat maupun berat jenis.

Kata kunci : Susu segar, Listeria monocytogenes, berat jenis, presentase asam
laktat, uji alkohol, bau, warna, konsistensi.

ABSTRAK

ABDULLAH BIN HATTA, I 411 07 006. Physical Characteristics of Fries


Holland Dairy Milk in Relation to Infection the Enrekang Regency Listeria
monocytogenes. drh. Farida Nur Yuliati, M.Si and Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati
Malaka, M.Sc.
This study aims to determine the effect of bacterial contamination of
Listeria monocytogenes on dairy cow milk quality (color, odor, density, lactic acid
content and consistency). The usefulness of this research to find out the effect of
bacterial contamination of Listeria monocytogenes on dairy cow milk quality
(color, odor, density, lactic acid content and consistency). To test the expected
frequency is using carried out of comparative data acrording to the Indonesian
National Standard (SNI). Fresh milk tested color, odor, consistency, density,
alcohol test, and percentage of lactic acid. The results showed that the average
value of the results of testing the physical properties of milk in accordance with
SNI. The testing total number of bacteria Listeria monocytogenes that are found
on milk is 45.02%. The of research results concluded that based on the survey in
the village of Cendana Enrekang regency allegedly of Listeria monocytogenes is
45.02%. Although the presence apparently did not show physical changes in
color, smell, consistency, the percentage of lactic acid and specific gravity.
Keywords: Fresh milk, Listeria monocytogenes, density, percentage of lactic acid,
alcohol test, smell, color, consistency.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir / Skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi
dengan judul Karakteristik Fisik Susu Sapi Perah Fries Holland di
Kabupaten Enrekang Kaitannya dengan Infeksi Listeria monocytogenes
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada kesempatan ini penulis
menghanturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya dengan
penuh rasa hormat kepada :
1. Ibu drh. Hj. Farida Nur Yuliati, M.Si, selaku pembimbing utama sekaligus
penasehat akademik penulis yang telah meluangkan waktunya selama penulis
duduk dibangku perkuliahan dan Prof. Dr. drh. Hj. Ratmawati Malaka,
M.Sc selaku pembimbing anggota atas segala bantuan dan keikhlasannya
untuk memberikan bimbingan, nasehat dan saran sejak awal penelitian sampai
selesainya penulisan skripsi ini.
2. Terima kasih kepada civitas akademika Universitas Hasanuddin terkhusus
kepada Rektor Unhas terpilih Prof. Dr. Dwia Aries Tina, M.Sc
menggantikan Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.BO yang menjabat
pada periode 2006-2014.
3. Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M. Sc selaku Ketua Jurusan Produksi
Ternak sekaligus menjadi Dekan terpilih Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin di akhir studi penulis menggantikan Prof. Dr. Ir. Syamsuddin
Hasan, M. Sc yang bertugas pada 2006-2014.

vii

4. Semua dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah


memberi ilmunya kepada penulis.
5. Kedua orang tua, ayahanda Hatta dan ibunda Suriati tercinta dan kedua adik
penulis Umi Kalsum dan Habil, serta keluarga besarku yang terus mendidik
dan mendukung baik materil maupun moril, dan atas segala limpahan doa,
kasih sayang, kesabaran, pengorbanan, dan segala bentuk motivasi yang telah
diberikan tanpa henti kepada penulis.
6. Rekan-rekan sepenelitian Ikman Mansyur, S.Pt dan Warni, S.Pt atas
kerjasama dan peratiannya.
7. Kepada sahabat-sahabatku yang terbaik Dimas Panji Pangestu S.Pt, Taufik
Hidayat S.Pt, dan Tejo Laksono S.Pt, terkhusus Angkatan Rumput 07,
yang telah memberi dukungan selama kuliah.
8. Keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Search And Rescue Universitas
Hasanuddin (UKM SAR-Unhas) terkhusus crew Parabus Outbond dan
GULA AREN (Gurila Adventure and Training) atas pengalaman dan
bantuan yang diberikan kepada penulis.
9. Rekan-rekan Pengurus HIMAPROTEK-UH periode 2010-2011 dan
Pengurus SEMA FAPET-UH periode 2009-2011 atas kerjasamnya
mengemban tanggung jawab menjalankan roda kepengurusan organisasi.
10. Teman-teman Caput 02, Spider 03, Hamster 04, Lebah 05, Colagen 06,
Bakteri 08, Merpati 09, L10N, Solandeven 11 dan Flock Mentality 2012
dan 2013, serta semua mahasiswa Peternakan Unhas.

viii

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian serta penyusunan skipsi
ini serta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima
kasih atas bantuannya.
Kritik dan saran yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
skripsi ini dan demi kemajuan ilmu pengetahuan. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Amin.
Makassar, 01 Agustus 2014
Penulis

Abdullah Bin Hatta

ix

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................

iv

ABSTRAK ..................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................

vii

DAFTAR ISI ............... ...............................................................................

DAFTAR TABEL .......................................................................................

xii

DAFTAR GAMBAR............... ...................................................................

xiii

DAFTAR LAMPIRAN............... ................................................................

xiv

PENDAHULUAN.......................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

Tinjauan Umum Susu ..........................................................................


Kualitas Susu .......................................................................................
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Susu..............................
Komposisi Susu ...................................................................................
Sifat Fisik Susu ....................................................................................
1. Berat Jenis (BJ) .............................................................................
2. Presentase Asam Laktat ................................................................
3. Bau ................................................................................................
4. Warna ............................................................................................
5. Konsistensi ....................................................................................
Listeria monocytogenes .......................................................................
Pertumbuhan Listeria monocytogenes .................................................

4
5
6
9
9
9
10
10
11
11
12
12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
Materi Penelitian ..................................................................................
Prosedur Penelitian...............................................................................
Parameter yang diukur .........................................................................
A. Pengamatan Sifat Fisik Susu
1. Berat Jenis .................................................................................
2. Presentase Asam Laktat ............................................................
3. Uji Organoleptik........................................................................
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pengkayaan bakteri ...................................................................

14
14
14
17
17
17
17
18

Perhitungan Total Plate Count (TPC).......................................


Perhitungan Jumlah Listeria dengan media LSA......................

18
18

HASIL DAN PEMBAHASAN


a.
b.
c.
d.

Berat Jenis ......................................................................................


Presentase Asam Laktat .................................................................
Uji Alkohol.....................................................................................
Uji Organoleptik.............................................................................
1. Bau ...........................................................................................
2. Warna .......................................................................................
3. Konsistensi ...............................................................................
Bakteri Listeria monocytogenes ...........................................................

20
22
22
24
24
26
26
28

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan .........................................................................................
Saran.....................................................................................................

33
33

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

34

LAMPIRAN ................................................................................................

36

RIWAYAT HIDUP.....................................................................................

43

xi

DAFTAR TABEL
No.

Halaman
Teks

1. Perbandingan Gizi Susu sapi dan ASI .................................................

2. Syarat Mutu Susu Segar .......................................................................

3. Hasil Pengamatan Susu Sapi Perah di Kabupaten Enrekang ...............

20

4. Rata-rata Pengamatan Uji Organoleptik Susu Segar............................

24

5. Jumlah Listeria monocytogenes dan Total Bakteri pada susu di


Baba Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.......

28

6. Karakteristik Fisik dan Mikrobiologis Susu Segar ..............................

30

xii

DAFTAR GAMBAR
No.

Halaman
Teks

1. Alur Penilitian tahap I ........................................................................

15

2. Alur Penilitian tahap II........................................................................

16

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Teks
1. Data sampel susu dari sapi perah di daerah kampung Baba,
Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabuaten Enrekang ................

36

2. Data sanitasi pekerja dan kandang sapi perah......................................

37

3. Nilai Pengamatan Uji Organoleptik Bau Susu Segar...........................

38

4. Nilai Pengamatan Uji Organoleptik Warna Sampel Susu Segar .........

39

5. Nilai Uji Organoleptik Konsistensi Susu Segar ...................................

40

6. Dokumentasi Kegiatan .........................................................................

41

xiv

PENDAHULUAN

Saat ini Indonesia berada pada tingkat sangat rendah dalam Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development Indeks) yaitu pada peringkat 112 di
antara 117 di dunia. Faktor penyebabnya adalah rendahnya konsumsi protein
hewani termasuk susu. Kabupaten Enrekang adalah salah satu daerah yang
menjadi prioritas pengembangan peternakan sapi perah di Sulawesi Selatan. Hasil
produksi sapi perah di wilayah tersebut yaitu susu murni yang diolah menjadi
dangke (sebutan masyarakat setempat untuk keju). Dangke sekilas mirip tahu,
karena warna dan teksturnya putih dan kenyal. Usaha pembuatan dangke
berkembang cukup pesat di Enrekang dengan populasi unit usaha mencapai 256
(data pada Januari 2013). Pemerintah setempat berupaya untuk mengembangkan
usaha tersebut antara lain dengan mengakomodir permintaan pasar, penambahan
populasi, dan perbaikan sistem pemeliharaan yang terus diproduksi dan
dikembangkan dalam kelembagaan peternak.
Populasi sapi perah dan sapi potong di Kabupaten Enrekang sudah
melebihi 40.000 ekor. Khusus populasi sapi perah di Kabupatan Enrekang hingga
Mei 2013 sebanyak 1.450 ekor. Populasi sapi perah terdiri atas betina 767 ekor,
jantan 65 ekor, dara 253 ekor, anak betina 346 ekor, dan pedet jantan 168 ekor.
Kabupaten Enrekang mampu produksi susu segar total 4.700 liter/hari dengan
produksi susu rata-rata 7,82 liter/ekor/hari.

Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun mudah
tercemar. Susu juga mudah terkontaminasi cemaran lain seperti bahan kimia
(pestisida), logam berat, antibiotika, dan racun atau toksin (jamur, kapang,
khamir). Kontaminasi atau bahaya yang menyebabkan pangan tidak aman dapat
terjadi pada setiap proses yaitu di peternakan, saat penanganan, industri
pengolahan, transportasi, pengecer, dan terakhir di konsumen. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem dalam pengawasan keamanan pangan sejak pra produksi,
proses produksi, pasca produksi hingga pemasaran sampai terhidang di konsumen.
Susu merupakan sumber gizi lengkap yang mengandung kalori, protein, lemak,
hidrat arang, kalsium, fosfor dan zat besi, dan asam amino esensial yang tidak
diproduksi dalam tubuh manusia. Asam amino dalam tubuh berfungsi untuk
pertumbuhan dan menjalankan fungsi saraf. Oleh karena itu mengkonsumsi susu
memperbaiki nilai gizi dan mencerdaskan manusia sehingga susu baik untuk
dikonsumsi untuk semua umur.
Bakteri yang mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi dua, yaitu
bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Listeria monocytogenes adalah bakteri
patogen (food borne bacterial) yang menyebabkan listeriosis pada manusia.
Meskipun penyakit ini jarang dilaporkan di Indonesia tetapi gejala listeriosis
banyak ditemui hampir di seluruh tanah air seperti keguguran pada wanita hamil,
encephalitis pada bayi, cacat mental, paralisis dan kematian anak. Untuk
mengetahui resiko terjadinya wabah listeriosis maka perlu adanya penelitian
tentang kualitas pada susu sapi perah dan keberadaan Listeria monocytogenes di
Kabupaten Enrekang.

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Susu segar (warna, bau, konsistensi berat jenis), kandungan asam laktat
dan uji alkohol serta konsistensi yang dihasilkan dari sapi perah di
Kabupaten Enrekang.
2. Bagaimana kaitan kualitas susu sapi perah dengan infeksi Listeria
monocytogenes di Kabupaten Enrekang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencemaran bakteri
Listeria monocytogenes terhadap kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis,
kandungan asam laktat dan konsistensi). Kegunaan dari penelitian ini adalah agar
dapat mengetahui pengaruh pencemaran bakteri Listeria monocytogenes terhadap
kualitas susu sapi perah (warna, bau, berat jenis, kandungan asam laktat dan
konsistensi).

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Susu


Susu dapat didefinisikan sebagai hasil sekresi normal kelenjar mamari atau
ambing mamalia, atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat,
tanpa dikurangi atau ditambahkan sesuatu. Susu dapat pula didefinisakan dari
aspek kimia, yaitu suatu emulsi lemak di dalam larutan air dari gula dan garamgaram mineral dengan protein dalam keadaan koloid (Dwidjoseputro, 1994).
Dwidjoseputro (1994), susu segar adalah susu murni, tidak mengalami
pemanasan dan tidak ada penambahan bahan pengawet. Susu sapi segar
mengandung air (87,25%), laktosa (4,8%), lemak (3,8%), kasein (2,8%), albumin
(0,7%), dan garam-garaman (0,65%). Menurut Jannes (2010), susu juga
merupakan sumber kalsium, riboflavin, dan vitamin A, sementara itu susu yang
sudah difortifikasi (diperkaya) juga banyak mengandung vitamin D. Sehingga
para ahli sangat merekomendasikan, bahwa susu dapat digunakan sebagai
makanan pengganti ASI bagi anak-anak.
Selain itu perlu kita tahu bahwa susu juga mengandung vitamin, sitrat,
dan enzim. Susu sapi yang baik memiliki warna putih kekuningan dan tidak
tembus cahaya. Hadiwiyoto (1994) menyatakan bahwa, warna susu dipengaruhi
oleh jenis sapi, jenis pakan, jumlah lemak susu, dan persentase zat padat di
dalamnya. Pemeriksaan fisik ditekankan pada BJ dan angka refraksi pada susu.
Pengujian secara kimia ditekankan untuk pengujian lemak dan bahan padat bukan
lemak. Sedangkan pengujian secara biologi harus difokuskan untuk penghitungan
jumlah bakteri susu dan karakterisasi aktifitas biokimianya.

Susu dapat dibuat antara lain menjadi produk susu seperti mentega, keju,
susu kondensasi, susu evaporasi, atau susu proses, susu bubuk, krim, es krim,
produk susu beku, yogurt atau susu asam, susu pasteurisasi dan sterilisasi, tahu
susu, kefir dan es susu (Nurwanto,2003).
Di antara berbagai sumber protein hewani, yang menarik dikaji untuk
diketahui adalah susu. Dalam kajian ini, yang disebut susu adalah susu yang
diproduksi oleh sapi perah. Di antara berbagai jenis susu, ternyata susu sapi
merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi. Hal tersebut beralasan,
karena susu sapi memiliki zat-zat gizi yang hampir sama kualitasnya dengan Air
Susu Ibu (ASI) seperti tampak pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Gizi Susu Sapi dan ASI
No.
Zat Gizi
Susu Sapi
1.
Total Solid (%)
12,9
2.
Casein (%)
0,4
3.
Laktosa (%)
7,1
4.
Lemak (%)
4,5
5.
Energi (Kkal/Kg)
720,0
Sumber : Jannes (2010).

ASI
12,7
2,6
4,6
3,9
660,0

Kualitas Susu
Susu sebagai bahan makanan yang memiliki daya cerna tinggi yaitu berkisar
98% untuk daya cerna terhadap protein dan 99% terhadap karbohidrat dan lemak
sehingga dapat digunakan secara efisien oleh tubuh manusia. Susu merupakan
minuman bersumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat
baik untuk kesehatan (Malaka, 2007).
Syarat kualitas susu segar di Indonesia telah dibakukan dalam Standart
Nasional Indonesia (SNI No. 3141.1:2011) dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Syarat Mutu Susu Segar


No
Karakteristik
o.a.
Berat Jenis (pada suhu 27,5
oC) minimum
b.
Kadar lemak minimum
c.
Kadar bahan kering tanpa
lemak minimum
d.
Kadar protein minimum
e.
Warna, bau, rasa, kekentalan
f.
Derajat asam
g.
pH
h.
Uji alkohol (70 %) v/v
i.
Cemaran maksimum mikroba,:
1. Total Plate Count
2. Staphylococcus aureus
3. Enterobacteriaceae
j.
Jumlah sel somatis maksimum
k.
Residu antibiotika (Golongan
penisilin,Tetrasiklin,
Aminoglikosida, Makrolida)
l.
Uji pemalsuan
m. Titik beku
n.
Uji peroxidase
o.
Cemaran logam berat,
maksimum:
1. Timbal (Pb)
2. Merkuri (Hg)
3. Arsen (As)

Syarat
1,0270 g/ml
3,0 %
7,8 %
2,8 %
Tidak ada perubahan
6,0 7,5 SH
6,3 6,8
Negatif
1 x 106 CFU/ml
1 x 102 CFU/ml
1 x 103 CFU/ml
4 x 105 CFU/ml
Negatif
Negatif
-0,520 s.d - 0,560 oC
Positif
0,02 g/ml
0,03 g/ml
0,1 g/ml

Sumber : BSN, SNI tentang Susu Segar No. 3141.1:2011


Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas susu :
1. Keadaan kandang sapi. Kandang sapi yang baik akan menghasilkan susu yang
baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap keadaan kandang adalah
bentuk

lubang

angin

(ventilasi

luar

ruangan,

penerangan,

saluran

pembuangan).
2. Keadaan kandang perah. Kandang perah adalah kandang untuk mengadakan
pemerahan susu. Kandang ini umumnya terpisah dari kandang sapi.
3. Keadaan kesehatan sapi. Sapi perah yang sakit akan menghasilkan mutu susu
tidak baik.

4. Kesehatan pemerah atau pekerja. Hal ini penting agar kontaminasi bakteri
yang berasal dari pekerja yang sakit dapat dihindari dan dikurangi.
5. Pemberi makanan. Sapi yang baru saja diberi makanan akan menghasilkan
susu dengan kandungan lebih banyak daripada sapi yang belum diberi
makanan ternyata mempengaruhi cita rasa susu yang dihasilkan. Misal
bawang merah yang diberikan 1 - 4 jam sebelum pemerahan akan
menghasilkan susu yang berbau kuat atau merangsang.
6. Kebersihan hewan. Apabila sapinya kotor, susu yang diperoleh juga akan
mengandung jumlah bakteri yang lebih banyak sehingga mutu susu menjadi
rendah.
7. Kebersihan alat pemerah.
8. Penyaringan susu. Penyaringan dapat membantu mengurangi kotoran-kotoran
atau debu.
9. Penyimpanan susu. Penyimpanan susu pada suhu tinggi atau kamar, jumlah
bakteri yang ada pada susu akan lebih banyak daripada penyimpanan susu
pada suhu rendah.
Susu dinyatakan rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi apabila dalam susu
tersebut terjadi perubahan rasa dan aroma, yaitu menjadi asam, busuk, tidak segar
dan susu menggumpal atau memisah. Produk seperti ini sebaiknya tidak
dikonsumsi. Susu yang diperah sering tercemar jika bagian luar dari sapi dan
daerah sekitarnya sebelum diperah tidak diperhatikan. Susu yang baru diperah
sekalipun dari sapi-sapi yang sehat dan diperah secara aseptis biasanya
mengandung jumlah bakteri yang sedikit (Eckles dkk., 1998).

Saleh (2004) menyatakan bahwa, penanganan susu segar sangat diperlukan


untuk memperlambat penurunan kualitas susu atau memperpanjang masa simpan
susu. Cara penanganan susu sesudah pemerahan adalah sebagai berikut :
a. Susu hasil pemerahan harus segera dikeluarkan dari kandang agar susu
tersebut terbebas dari bau sapi atau kandang. Keadaan ini penting terutama
jika keadaan ventilasi kandang tidak baik.
b. Susu tersebut disaring dengan saringan yang terbuat dari kapas atau kain putih
dan bersih, susu tersebut disaring langsung ke dalam milk can. Segera setelah
selesai penyaringan milk can tersebut ditutup rapat. Kain penyaring harus
dicuci bersih dan digodok kemudian dijemur. Jila kain penyaring tersebut
hendak dipakai kembali maka sebaiknya disetrika terlebih dahulu.
c. Tanpa menghiraukan banyaknya kuman yang telah ada, air susu perlu
didinginkan secepat mungkin sesudah pemerahan dan penyaringan sekurangkurangnya pada suhu 47oC selama 2 atau 3 jam. Hal ini dilakukan untuk
mencegah berkembangnya kuman yang terdapat di dalam susu.
Beberapa penanganan susu, antara lain :

Pendinginan Susu. Pendinginan susu bertujuan agar terjadi penurunan suhu


susu dari suhu ambing 37C ke suhu yang lebih rendah untuk menahan
mikroba perusak susu agar jangan berkembang, sehingga susu tidak
mengalami kerusakan dalam waktu yang relatif singkat. Pendinginan susu
biasanya menggunakan lemari es atau alat pendingin khusus yang suhunya di
bawah 10C.

Pasteurisasi Susu. Pasteurisasi susu adalah pemanasan susu di bawah


temperatur didih dengan maksud hanya membunuh kuman ataupun bakteri
patogen, sedangkan sporanya masih dapat hidup. Ada tiga cara pasteurisasi
yaitu Pasteurisasi lama (Law Temperature Long Time), Pasteurisasi singkat
(High Temperature, Short Time), dan Pasteurisasi dengan UHT atau Ultra
High Temperature (Anonim, 2014)c.

Komposisi susu
Komposisi susu segar sangat beragam tergantung pada beberapa faktor
antara lain jenis ternak, waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi,
penyakit dan makanan. Komposisi susu dapat dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor lain dari luar seperti pemalsuan dengan air dan bahan lain serta aktifitas
bakteri atau mikroba. Komponen yang terdapat dalam susu adalah 12,10 - 12,75%
bahan kering yang terdiri dari 3,8% lemak, 3,5% laktosa, 0,7% abu, dan 87,3%
air. Komponen lain adalah dalam jumlah kecil antara lain vitamin, enzim dan
pigmen (Buckle, 1987).
Sifat fisik Susu
1. Berat jenis susu (BJ)
Berat jenis susu dapat diukur dengan menggunakan laktometer atau
laktodensimeter. Prinsip dari alat ini adalah suatu obyek yang terapung akan
memindahkan

berat

cairan

sama

dengan

beratnya

sendiri

(hukum

Archimedes). Pada laktodensimeter terdapat skala yang dapat dibaca yaitu


mengukur BJ berdasarkan volume yang telah dikalibrasi. Berat jenis susu
berkisar antara 1,027-1,035 dan menurut codex adalah 1,028. Variasi ini

disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan bahan padatan bukan


lemak. Berat jenis berangsur-angsur meningkat dari saat pemerahan mencapai
maksimum 12 jam sesudah pemerahan. Berat jenis susu dapat meningkat jika
disimpan beberapa lama setelah pemerahan karena memadatnya lemak.
Lemak yang padat mempunyai berat jenis lebih besar dibanding lemak cair
dimana perubahan berat jenis setelah pemerahan juga disebabkan karena
terbebasnya gas-gas CO2 dan N2 yang terdapat dalam susu yang baru diperah.
(Malaka, 2010).
2. Persentase Asam Laktat
PH susu pasteurisasi sama dengan pH susu segar yaitu antara 6,6 - 6,8
dan umumnya pasteurisasi konstan selama penyimpanan sampai 24 jam pada
penyimpanan suhu 18 - 20oC. Susu segar rata-rata mengandung asam laktat
antara 0,14 -0,19 % asam laktat (Chaplin dan Lyster, 1988). Ketika susu
disimpan dalam suhu ruang, keasaman menjadi meningkat menjadi 0,25%
yaitu ketika pH mencapai 6,0. Jika keasaman terus meningkat maka akan
terjadi presipitasi kasein saat keasaman mencapai 0,5 - 0,65 % saat pH
mencapai 4,64 sampai 4,78 (Parry,1974).
3. Bau
Bau susu adalah dikatakan bau khas susu dan dengan mudah susu
menyerap bau yang mudah diserap oleh butiran-butiran lemak. Susu segar
lebih mudah menyerap bau dibanding susu yang sudah didinginkan, karena
butir-butir lemak akan berkurang pada susu yang didinginkan (Malaka, 2010).

10

4. Warna
Soeparno (1992) melaporkan bangsa sapi Jersey dan Guernsey
memiliki lemak dengan warna paling kuning sedangkan Ayrshire dan FH
menghasilkan warna lemak relatif tidak kuning. Warna susu yang normal
adalah putih sedikit kekuningan. Warna susu bervariasi sedikit kekuningan
atau putih agak kebiruan dapat tampak pada susu yang memiliki kadar lemak
rendah atau susu skim. Warna susu yang putih disebabkan oleh disfersi yang
diakibatkan sinar dari globula-globula lemak serta partikel koloid senyawa
kasein dan kalsium fosfat. Warna kuning disebabkan oleh adanya pigmen
karoten yang ada dalam globula lemak. Karoten memiliki keterkaitan dengan
santrofil yang banyak ditemukan dalam tanaman hijauan. Bila karoten dan
santrofil dikonsumsi oleh sapi perah dan diserap oleh darah dan sebagian
terlarut dalam lemak susu (Legowo, 2002).
Warna putih pada susu merupakan warna normal akibat butiranbutiran lemak, kasein, mineral yang mereflesikan sinar matahari, warna
kebiruan akibat pemalsuan dengan air, warna kuning menandakan bahwa susu
mengandung vitamin B-kompleks yang tinggi dan warna kemerahan akibat
adanya eritrosit hemoglobin pada kasus mastitis (Malaka, 2010).
5. Konsistensi
Susu yang sehat memiliki konsistensi baik, hal ini terlihat tidak
adanya butiran-butiran pada dinding tabung setelah tabung digoyang, susu
yang

baik

akan

membasahi

dinding

tabung

dengan

tidak

akan

memperlihatkan bekas berupa lendir atau butiran-butiran yang lama


menghilang. Susu yang konsistensinya tidak normal (berlendir) disebabkan

11

oleh kegiatan enzim atau penambahan asam, biasanya mikroba kokus yang
berasal dari air, sisa makanan atau alat-alat susu (Anonim, 2011).
Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes adalah bakteri yang menyebabkan penyakit
listeriosis. Bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif yang mampu hidup
dalam keadaan ada atau tanpa oksigen. Bakteri ini dapat tumbuh dan
mereproduksi sel inang dan merupakan salah satu bakteri yang berbahaya karena
dapat menular melalui makanan. Klasifikasi bakteri Listeria monocytogenes
adalah sebagai berikut :
Kingdom

: Bacteria

Phyllum

: Firmicutes

Classis

: Bacilli

Ordo

: Bacillales

Familia

: Listeriaceae

Genus

: Listeria

Species

: Listeria monocytogenes

Pertumbuhan Listeria Monocytogenes


Suhu optimal untuk pertumbuhan Listeria monocytogeneses adalah 35 37oC. Listeria monocytogenes mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi
dengan suhu 72oC selama 15 detik dan dapat hidup pada pH 4,3- 9,4. Listeria
monocytogenes mampu hidup dan berkembangbiak pada suhu 4 - 37C dan
tergolong bakteri psikrofilik atau bakteri yang tumbuh pada suhu di bawah 20oC.
Umumnya lemari pendingin memiliki suhu 4C. Sebagian besar masyarakat

12

beranggapan bahwa makanan atau minuman akan sangat aman apabila disimpan
dalam lemari pendingin. Jika produk makanan atau minuman tercemar oleh
Listeria monocytogenes kemudian disimpan dalam lemari pendingin, berarti
memberikan suhu optimal untuk bakteri Listeria monocytogenes berkembangbiak
(Nadal, 2007).
Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi pada aliran darah),
meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan
selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada
leher rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester
kedua/ketiga) atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya
diawali dengan gejala-gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan.
Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih parah tidak diketahui, tetapi
mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal munculnya gejala
pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari
(Anonim 2014).
Pasteurisasi dapat membunuh bakteri Listeria monocytogenes. Malaka
(2010) bahwa pasturisasi dapat membunuh bakteri patogen. Pasteurisasi
merupakan proses pemanasan di bawah titik didih dengan suhu dan waktu
tertentu. Proses ini terbagi dua yaitu High Temperature Short Time (HTST) yaitu
pemanasan di atas 75oC selama beberapa detik sampai menit dan Low
Temperature Long Time (LTLT) yaitu dengan pemanasan dengan suhu rendah
tapi jangka waktunya lama misalnya pemanasan 65oC selama 30 menit.

13

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2013, pengambilan


sampel di Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, dan
pengujian sampel di laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan Ternak Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Materi Penelitian
Materi utama penelitian ini adalah susu segar yang diperoleh dari Enrekang,
Listeria Enrichment Broth (LEB), akuades, Listeria Selektif Agar (LSA), Listeria
selective supplement, Nutrient Agar (NA) dan alkohol.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah yaitu timbangan analitik,
botol, mikropipet, tip, spatula, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, erlemeyer,
inkubator, waterbath, autoclaf, thermometer, kompor, dan colony counter dan
objek glass.
Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian ini meliputi :
1)

Pengambilan data kondisi higienitas peternakan sapi perah (kuesioner).

2)

Pengambilan sampel susu sapi menggunakan coolbox berisi es batu dan


pemeriksaan sampel susu di laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan
Ternak, Universitas Hasanuddin.

14

Alur pengambilan sampel susu sapi perah di Kabupaten Enrekang (tahap


pertama), disajikan pada Gambar 1 berikut ini :

Mengisi kuesioner di
tempat pemerahan

Pengambilan sampel susu


sapi perah

Pengujian berat jenis dan


alkohol

Menyimpan sampel susu


menggunakan cool box +
ice gel

Disimpan di refrigerator
dengan suhu 4oC selama
sehari

Sampel dibawa ke
Makassar dengan
menggunakan cool box +
ice gel

Pengujian laboratorium
mikrobiologi dan
kesehatan ternak

Gambar 1. Alur Penelitian Tahap Pertama

15

Alur penelitian tahap kedua disajikan pada Gambar 2 berikut ini :

Kuesioner
higienitas

Susu segar

Listeria
Enrichmen Broth

Pengujian berat
jenis susu dan
alkohol

Pengujian warna,
bau, konsistensi,
asam laktat (%)

Inkubasi selama 1 - 2 hari

Dihomogenkan

Nutrium Agar

Listeria Selektif Agar


(media selektif)

Inkubasi selama 1- 2 hari


Inkubasi selama 1 - 2 hari
Perhitungan
koloni

Uji konfirmasi

Tuang

Gores

Inkubasi
selama
1 - 2 hari

Inkubasi
selama
1 - 2 hari

Perhitungan
dan
morfologi

Morfologi

Gambar 2. Alur Penelitian Tahap 2.


16

Parameter yang diukur


A. Pengamatan Sifat Fisik Susu
Pengamatan sifat fisik susu yaitu :
1.

Berat Jenis
Perhitungan berat jenis pada susu dilakukan dengan menggunakan alat

laktodensimeter dengan rumus sebagai berikut.


BJ = 1,000 + Skala Lacto + FK (Suhu susu Suhu tera lacto)
1000
2.

Persentase Asam Laktat


Perhitungan persentase asam laktat pada susu dilakukan dengan

menambahkan larutan NaOH 0,1N indikator PP dengan rumus sebagai berikut.


% Asam laktat = (ml NaOH x N NaOH) x 9
Berat Sampel

3.

Uji Organoleptik
Pengujian kualitas organoleptik dilakukan oleh 7 orang panelis dengan

menggunakan sistem skala yaitu :


a. Bau

1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Tidak bau susu
2 = Sedikit sekali bau susu
3 = Agak bau khas susu
4 = Bau khas susu
5 = Sangat bau khas susu

b. Warna

1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Putih
2 = Agak putih
3 = Tidak putih kekuningan
4 = Putih kekuningan
5 = Sangat putih kekuningan

17

c. Konsistensi

1
2
3
4
5
Keterangan : 1 = Encer
2 = Agak encer
3 = Agak kental
4 = Kental
5 = Sangat kental

B. Pemeriksaan laboratorium
Pengkayaan bakteri
Sebanyak 1 ml sampel susu dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
7 ml media Listeria Enrichment Broth (LEB), kemudiaan diinkubasi pada
suhu 35oC selama 24 - 48 jam.
Penghitungan Total Plate Count (TPC)
Sebanyak 1 ml biakan dari LEB dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi
akuades steril sebanyak 9 ml dengan menggunakan mikropipet kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan tube shaker pengenceran (10-1),
pengenceran 10-2 , 10-3 dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama
(pengenceran desimal). Sebanyak 1 ml biakan dipindahkan ke dalam cawan
petri

kemudian

ditambahkan

media

nutrient

agar

suhu

45-50oC,

dihomogenkan dan diinkubasi pada suhu 350C, koloni yang tumbuh dihitung
setelah inkubasi 1 2 hari.
Pengitungan bakteri jumlah Listeria dengan media Listeria Selektif Agar
(LSA)
Biakan sebanyak 1 ml dari Listeria Enrichment Broth (LEB) dipindahkan ke
tabung reaksi yang berisi akuades steril sebanyak 9 ml, biakan diambil dengan
menggunakan mikro pipet sebanyak 1 ml, kemudin dihomogenkan dengan

18

menggunakan tube sheker. Pengenceran 10-1,10-2 dan 10-3 (pengenceran


desimal). Sebanyak 1 ml biakan dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian
ditambahkan media (LSA) suhu 45 - 50OC, dihomogenkan dan disuhu 35oC,
koloni yang tumbuh dihitung setelah inkubasi 1-2 hari.
Analisa Data
Analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriftif yaitu penyajian
data dalam bentuk tabel atau grafik yaitu kualitatif (warna, bau, konsistensi,
alkohol, berat jenis susu, asam laktat (%), dan uji konfirmasi).

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh rata-rata berat jenis (BJ), uji asam laktat, uji
alkohol pada susu segar dari beberapa sapi di kabupaten Enrekang dapat dilihat
dari Tabel 3 :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Susu Segar Sapi Perah di Kabupaten Enrekang.
Sampel
BJ (g/ml)
Asam laktat (%)
Hasil uji alkohol
S1
1,024
0,38

S2
1,022
0,47

S3
1,018
0,28

S4
1,025
0,28

S5
1,030
0,43

S6
1,023
0,19

S7
1,028
0,38

S8
1,028
0,33

S9
1,028
0,24

S10
1,028
0,28

S11
1,026
0,43

S12
1,024
0,33

S13
1,014
0,28

S14
1,021
0,28

S15
1,026
0,33

S16
1,026
0,28

S17
1,023
0,38

S18
1,026
0,28

S19
1,028
0,24

S20
1,021
0,28

Jumlah
6,39
20,49
3 (), 17 ( )
Rata-Rata
1,024
0,32
Keterangan : BJ = Berat jenis
= Agak menggumpal
= Tidak menggumpal
a. Berat Jenis Susu
Pengujian berat jenis susu dilakukan dengan menggunakan alat
laktodensimeter. Berat jenis susu dari kabupaten Enrekang yang terendah adalah
1,014 g/ml dan yang tertinggi 1,030 g/ml. Rata-rata berat jenis dari hasil
penelitian didapatkan adalah 1,024. Hal ini tidak sesuai dengan SNI nomor
20

3141.1: 2011 bahwa berat jenis minimum 1,0270 g/ml pada suhu 27,5oC. Jika
susu encer maka BJ menjadi rendah atau di bawah standar. Sampel susu yang
memiliki berat jenis di bawah SNI sebanyak tujuh sampel yaitu (S2, S3, S6, S13,
S14, S17, S20). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa umumnya susu sapi
perah di Enrekang itu encer. Adnan (1984) menyatakan berat jenis susu
dipengaruhi oleh kadar lemak protein, laktosa dan mineral-mineral yang terlarut di
dalam susu tersebut. Umumnya di dalam suatu larutan, semakin besar atau
semakin banyak senyawa-senyawa yang terlarut didalamnya, maka semakin besar
pula berat jenisnya. Demikian pula berat jenis susu dipengaruhi oleh senyawa
yang terlarut di dalamnya.
Hasil kuisioner dari Tabel Lampiran 2 menunjukan rata-rata higienitas
lingkungan sebelum sapi diperah berada pada skor 2 yang berarti kurang higienis.
Hal tersebut tidak mempengaruhi nilai berat jenis susu, karena berat jenis susu
dipengaruhi oleh kadar lemak dan gas dalam susu, hal ini sesuai dengan pendapat
Jorgensen dan Hoffman, (2008) bahwa air susu mempunyai berat jenis yang lebih
besar daripada air. BJ air susu adalah 1.027 - 1.035 dengan rata-rata 1.031. Berat
jenis harus ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan
menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh perubahan
kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu.
Atmaja (2011) yang menyatakan bahwa penurunan berat jenis susu segar
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : makanan, perubahan kondisi
kadar lemak, adanya gas-gas yang timbul dalam susu, protein, laktosa, jenis
ternak, usia ternak, dan kesehatan lingkungan.

21

b. Presentase Asam Laktat Susu Segar


Presentase asam laktat pada susu segar menentukan tingkat aktivitas
bakteri asam laktat pada susu. Hasil penelitian diperoleh rata-rata presentase asam
laktat susu segar dari beberapa jumlah sapi perah di Kabupaten Enrekang,
Kecamatan Cendana, Desa Cendana dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian
menunjukan presentase asam laktat terendah 0.19% dan tertinggi sebanyak 0,47%.
Bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan
memproduksi protein yang disebut bakteriosin.
Menurut Sudarmaji (2010) pembentukan asam laktat dalam susu
diistilahkan sebagai masam dan rasa masam susu disebabkan karena adanya
asam laktat. Pengasaman susu ini disebabkan karena aktivitas bakteri yang
memecah laktosa membentuk asam laktat. Menurut Parry (1974), ketika susu
disimpan dalam suhu ruangan, keasaman meningkat dan mulai terasa asam ketika
asam laktat meningkat menjadi 0,25% yaitu ketia pH mencapai 6,0. Jika
keasaman terus meningkat maka akan terjadi presipitasi kasein saat keasaman
mencapai 0,5 0,65% saat pH 4,64 - 4,78.
Hasil kuisioner dari Tabel lampiran 2 menunjukan rata-rata higienitas
lingkungan sebelum sapi diperah berada pada skor 2 yang berarti kurang higienis.
Hal tersebut tidak mempengaruhi nilai asam laktat pada susu, tetapi sangat
berpengaruh terhadap pengujian mikrobiologi dengan total bakteri yang diperoleh
diduga mengandung bakteri Listeria monocytogenes sebanyak 45,02 %.
c. Uji Alkohol
Hasil pengujian alkohol sebanyak tiga sampel susu agak menggumpal
(Tabel 3) atau presentasenya sebesar 15%. Uji alkohol bertujuan untuk
22

mengetahui adanya susu yang pecah (rusak). Susu segar yang berkualitas baik,
tidak akan pecah atau menggumpal begitupun saat dipanaskan/dididihkan.
Sebaliknya, susu yang bermutu jelek akan mengalami penggumpalan bila
dipanaskan. Hal itu terjadi karena adanya asam yang dihasilkan oleh mikroba dari
penguraian laktosa. Asam tersebut mengakibatkan protein susu mudah mengalami
denaturasi dan penggumpalan bila dilakukan pemanasan. Susu yang telah banyak
mengandung mikroba akan menjadi asam dan mudah pecah bila dipanaskan.
Uji alkohol merupakan uji yang sering dilakukan untuk mengukur kualitas
susu. Susu yang mengandung lebih dari 0,21% asam atau mengandung kalsium
dan magnesium dalam jumlah tinggi, akan terkoagulasi dengan penambahan
alkohol. Hal tersebut menjadi dasar uji alkohol untuk menentukan kualitas susu.
Semakin tinggi derajat keasaman susu yang diperiksa semakin kurang jumlah
alkohol dengan kepekatan tertentu yang diperlukan untuk memecahkan susu
dengan jumlah yang sama (Sakinah, dkk., 2010)

23

d. Uji Organoleptik
Rata-rata konsistensi pada uji organoleptik sampel susu di kabupaten
Enrekang dapat dilihat dari Tabel 4 :
Tabel 4. Nilai Rata-rata Pengamatan Uji Organoleptik Susu Segar
Sampel
Bau
Warna
Konsistensi
S1
4,00
4,00
1,00
S2
3,43
3,43
1,43
S3
4,29
4,29
1,14
S4
4,00
4,00
1,43
S5
4,43
4,43
1,71
S6
4,14
4,14
1,71
S7
3,57
3,57
1,57
S8
3,71
3,71
1,29
S9
4,00
4,00
1,29
S10
4,00
4,57
1,57
S11
4,14
4,57
2,00
S12
4,43
4,57
1,43
S13
4,43
4,29
1,71
S14
4,43
4,57
1,14
S15
4,29
4,57
1,14
S16
4,29
4,14
1,00
S17
4,43
4,43
1,86
S18
4,71
4,43
1,29
S19
4,71
4,43
1,43
S20
4,43
4,29
1,29
Jumlah
83,86
84,83
28,43
Rata-Rata
4,19
4,22
1,42
Keterangan :
Uji bau
Uji warna
Uji konsistensi
1 = Tidak bau susu
1 = Putih
1 = Encer
2 = Sedikit sekali bau susu 2 = Agak putih
2 = Agak encer
3 = Agak bau susu
3 = Tidak putih kekuningan
3 = Agak kental
4 = Bau khas susu
4 = Putih kekuningan
4 = Kental
5 = Sangat putih kekuningan 5 = Sangat kental
5 = Sangat bau khas susu

1. Bau
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan rata-rata nilai bau pada
semua sampel susu adalah 4,19 yang berarti bau khas susu. Keberadaan bakteri
Listeria monocytogenes tidak memperlihatkan perubahan bau pada susu. Hal ini

24

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang menyatakan bau susu tidak
mengalami perubahan. Menurut Purnomo dan Adiono (1985) setelah beberapa
saat berada dalam suhu kamar, susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga
dapat menurunkan kualitas susu. Kualitas susu yang sampai ditangan konsumen
terutama ditentukan antara lain oleh jenis ternak dan keturunannya (hereditas),
tingkat laktasi, umur ternak, peradangan pada ambing, nutrisi/pakan ternak,
lingkungan dan prosedur pemerahan susu.
Beberapa jam setelah pemerahan atau setelah penyimpanan aroma khas
susu mengalami perubahan. Saleh (2004) menyatakan bahwa aroma susu
dipengaruhi adanya sifat lemak susu. Demikian juga pada pakan ternak dapat
mempengaruhi aroma susu. Bau tidak sedap, kemungkinan adalah faktor
lingkungan tempat penyimpanan. Menurut Soeparno (1992) menyatakan bahwa
penyimpanan atau abnomalisasi aroma (bau) susu disebabkan oleh beberapa
kemungkinan yaitu :
a. Sapi sedang mengalami gangguan fisik atau kesehatan. Dalam hal ini
senyawa-senyawa yang memberikan rasa abnormal disekresikan bersama
susu.
b. Pakan ternak. Senyawa bau dari pakan diserap ke dalam darah dan
disekresikan di dalam susu.
c. Absorbsi bau yang menonjol atau tajam oleh susu. Pada saat pemerahan atau
penanganan dimungkinkan terabsorbsi bau sekeliling susu tempat pemerahan.
d. Dekomposisi komponen susu akibat pertumbuhan dan perkembanganbiakan
bakteri.

25

e. Perubahan karena reaksi kimia misalnya oksidasi yang dapat menimbulkan


oksidasi yang menimbulkan bau tengik (rancid).
2. Warna
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan rata-rata warna susu adalah
4,22 yang berarti putih kekuningan. Warna susu bervariasi dari putih kebiruanbiruan sampai kuning keemasan tergantung dari bangsa sapi, jenis makanan dan
jumlah kandungan lemak dan bahan kering lainnya. Keberadaan bakteri Listeria
monocytogenes tidak memperlihatkan perubahan warna pada susu. Perbedaan bau
susu dapat disebabkan oleh adanya perbedaan bakteri atau kapang tertentu yang
membentuk pigmen pada permukaan seluruh bagian susu. Menurut Malaka (2010)
susu segar berwarna putih kebiruan-biruan sampai kuning kecoklat-coklatan.
a. Putih : merupakan warna normal susu yang disebabkan oleh adanya
penyebaran butiran koloid lemak, kalsium kaseinat, kalsium fosfat dan mineral
yang merefleksikan sinar matahari.
b. Kebiru-biruan : hal yang disebabkan karena pemalsuan dengan air.
c. Kehijauan disebabkan oleh tingginya kandungan vitamin B kompleks.
d. Kuning : disebabkan oleh karoten dan riboblavin akibat pengaruh pakan.
e. Merah : akibat adanya eritrosit dan hemoglobin, umumnya terjadinya pada
susu mastitis.
3. Konsistensi
Pengentalan merupakan salah satu sifat susu yang khas. Data penelitian uji
organoleptik dapat dilihat pada tabel 4 di atas . Hasil rata-rata konsistensi susu
sapi sebesar 1,42 yang berarti sangat encer. Buckle (1987) menyatakan bahwa

26

pengumpalan merupakan sifat susu yang paling khas, pengumpalan dapat


disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam. Enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan susu. Kerja enzim ini
biasanya terjadi tiga tahap yaitu penyerapan enzim dalam partikel kasein, diikuti
dengan perubahan keadaan partikel sebagai akibat kerja enzim dan terakhir
mengendapnya kasein yang telah berubah sebagai garam kalsium atau gram
kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam susu diperlukan untuk proses
pengendapan.
Hasil kuisioner dari Tabel lampiran 2 menunjukan rata-rata higienitas
lingkungan sebelum sapi diperah berada pada skor 2 yang berarti kurang higienis.
Hal tersebut tidak mempengaruhi nilai asam laktat pada susu, tetapi sangat
berpengaruh terhadap pengujian mikrobiologi dengan total bakteri yang diperoleh
diduga mengandung bakteri Listeria monocytogenes sebanyak 45,02 %.
Keberadaan bakteri Listeria monocytogenes tidak memperlihatkan perbedaan
yang signifikan pada konsitensi susu sapi.

27

Bakteri Listeria monocytogenes


Hasil penelitian cemaran bakteri Listeria monocytogenes pada sampel susu
dapat dilihat dari Tabel 5 :
Tabel 5. Jumlah Listeria monocytogenes dan Total Bakteri pada susu di Baba
Desa Cendana, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang
Bakteri Listeria
Jumlah Bakteri
Sampel
monocytogenes
Presentase (%)
(Log10 cfu/ml)
(Log10 cfu/ml)
1
3,01
8,30
36,27
2
2,68
8,48
31,62
3
3,49
6,85
51,00
4
3,95
8,41
47,00
5
3,91
8,99
43,44
6
3,37
8,33
40,40
7
3,88
8,10
47,90
8
5,12
8,48
60,38
9
4,02
8,48
47,43
10
5,80
9,06
64,00
11
4,64
8,22
56,44
12
2,81
7,96
35,34
13
2,78
7,91
35,12
14
4,54
7,92
57,34
15
2,00
8,23
24,30
16
2,78
7,68
36,17
17
2,00
8,58
23,31
18
4,08
4,86
84,04
19
3,35
8,64
38,80
20
4,14
7,38
56,10
Jumlah
72,36
160,87
45,02%
Rata-rata
3,62
8,04
Infeksi Listeria monocytogenes =

Jumlah Listeria monocytogenes


Total bakteri

3,62

45,02 %

8,04

x 100 %

Hasil penelitian cemaran bakteri Listeria monocytogenes pada susu


sebesar 45,02 % dari total bakteri pada semua sampel susu. Kontaminasi bakteri
Listeria monocytogenes paling tinggi berada pada sampel susu S10 dengan jumlah
bakteri 5,80 (log10 cfu/ml) dan yang terendah pada sampel S15 dan S17 sebanyak
28

2,00 (log10 cfu/ml). Menurut Standar Nasional Indonesia No. 3141.1:2011 adalah
susu sapi harus bebas dari kontaminasi Listeria monocytogenes. Keberadaan
bakteri ini dalam susu kemungkinan akibat pencemaran baik dari ternak, manusia
dan lingkungan selama proses produksi. Kontaminasi bakteri pada susu yang
terlihat seperti kandang yang kurang bersih, pemerahan dengan tangan peternak
yang tidak higienis dan ekor sapi yang tidak diikat saat pemerahan. Selain itu,
penanganan

distribusi susu dari kandang ke tempat pengolahan dengan

menggunakan wadah tanpa penutup menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
tercemarnya susu.
Susu sapi di Enrekang terkontaminasi bakteri sebanyak 8,04 (log10 cfu/ml)
melebihi batas SNI tentang cemaran bakteri yang hanya 1,0 x 106 cfu/ml,
sehingga susu tidak layak untuk diminum oleh manusia sebelum diolah (direbus).
Penanganan susu menjadi diperhatikan sebelum mengkomsumsi susu. Menurut
Volk dan Wheeler (1990) susu dapat tercemar oleh bakteri patogen atau
nonpatogen yang berasal dari sapi itu sendiri, peralatan pemerahan, ruang
penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan oleh
manusia.
Listeria monocytogenes mampu hidup dan berkembangbiak pada suhu 4 37C dan tergolong bakteri psikrofilik atau bakteri yang tumbuh pada suhu di
bawah 20oC. Pemasakan menjadi solusi untuk menyelamatkan susu yang telah
tercemar oleh bakteri. Menurut SNI tentang susu segar No.3141.1:2011 bahwa
susu harus negatif atau terbebas dari bakteri Listeria monocytogenes. Dangke
merupakan hasil dari pengolahan susu yang dilakukan oleh masyarakat kabupaten
Enrekang. Susu dimasak hingga mendidih sebelum menjadi produk dangke.
29

Menurut Lovett (1990) Listeria monocytogenes tidak akan tahan hidup setelah
perlakuan HTST komersial pasteurisasi dan akan mati dengan proses pasteurisasi
dalam batch komersial (Prentice, 1994).
Higienitas selama proses produksi produk olahan susu menjadi perhatian
penting mengingat kerentanan susu sebagai media tumbuh bakteri yang sangat
baik. Higiene sanitasi makanan dan minuman adalah suatu usaha yang menitik
beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan
minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan. Berdasarkan
Undang-undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene dipergunakan untuk
mencakup seluruh usaha manusia maupun masyarakat yang perlu dijalankan guna
mempertahankan kesehatan dan kesejahteraannya di dalam lingkungannya yang
bersifat badan dan jiwa. Lebih lanjut dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen, higiene didefenisikan sebagai suatu usaha
pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan
atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.
Karakteristik fisik susu dan mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 6 :
Tabel 6. Karakteristik Fisik dan Mikrobiologis Susu Segar
No.
Parameter
Nilai
SNI
1. Berat jenis
1,024
1,027
2. Presentase asam laktat
0,45
3. Alkohol
3 () / 17 (-)
4. Warna
4,22
Tidak ada perubahan
5. Bau
4,19
Tidak ada perubahan
6. Konsistensi
1,42
Tidak ada perubahan
7. Higienitas
2
5
9
6
8. Jumlah bakteri (TPC)
5,3 x 10
1 x 10 cfu/ml
9. Jumlah bakteri L
45,02 %
Negatif
monocytogenes
Keterangan : * = dibawah standar (Kurang baik)
** = diatas standar (Kurang baik)

Keterangan
Tidak sesuai*
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Kurang
Tidak sesuai**
Tidak sesuai**

30

Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa :


1. Nilai rata-rata berat jenis susu adalah 1,024 g/ml dengan kisaran terendah
1,014 g/ml sampai tertinggi 1,030 g/ml. Hal ini tidak sesuai dengan Standar
Nasional Indonesia No. 3141.1:2011 yang menyatakan berat jenis susu
minimum adalah 1,0270 g/ml pada suhu 27,5 oC.
2. Pada pengujian presentase asam laktat dengan rata-rata 0,45 tersebut berada di
kisaran normal, hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
3. Pengujian alkohol rata-rata hasil yang diperoleh dari dua puluh sampel, tiga
diantaranya positif menggumpal sebesar 15% yang berarti tingkat kualitasnya
rendah.
4. Hasil pengujian warna susu segar diperoleh adalah 4,22 yang menandakan
agak putih kekuningan. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia,
bahwa susu tidak mengalami perubahan.
5. Bau susu rata-rata yang diperoleh 4,19 angka ini menunjukan bahwa bau khas
susu. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
6. Pada pengujian konsistensi susu segar memperoleh rata-rata sebesar 1,42 yang
berarti encer. Hal ini sesuai dengan Standar Nasinonal Indonesia.
7. Higienitas skornya sebesar 2 yang menandakan kurang higienitas, hal ini
disebabkan karena manajemen peternakan sapi perah di kabupaten Enrekang
yang belum maksimal. Hal ini dikarenakan kurangnya kesadaran peternak
akan kebersihan kandang dan penanganan susu.
8. Jumlah bakteri yang ada pada sampel susu sapi perah adalah 8,00 (Log10
cfu/ml). Hal ini tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia tentang Susu
Segar No. 3141.1:2011 yang hanya 1 x 106 cfu/ml.

31

9. Hasil penelitian bakteri didapat Listeria monocytogenes sebesar 45,02 % pada


sampel yang diperiksa. Hal ini tidak sesuai dengan SNI yang menyatakan
bahwa susu harus bebas dari bakteri Listeria monocytogenes.

32

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kontaminasi bakteri Listeria monocytogenes sebesar 45,02 % dari total
sampel susu.
2. Keberadaan bakteri

Listeria monocytogenes tidak memperlihatkan

perubahan fisik baik dari bau, warna, dan konsitensi.


3. Bakteri Listeria monocytogenes tidak mempengaruhi nilai berat jenis,
presentase asam laktat serta pengujian alkohol pada susu sapi.
Saran
Sebaiknya harus memperhatikan kebersihan dan higienitas dalam
mengolah susu menjadi produk hasil ternak. Agar konsumen terhindar dari
gangguan

kesehatan

yang

disebabkan

kontaminasi

bakteri

Listeria

monocytogenes.

33

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1984. Kimia Dan Teknologi Hasil Air Susu. Fakultas Teknologi
Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim. 2011. Uji kualitas susu. Diakses pada tanggal 21 Januari 2014.
Anonim 2014 Penanganan Susu Segar dalam Menjaga Kualitas Pasca Pemerahan.
Karakteristik Kualitas. Diakses tanggal 21 Januari 2014.
Anonime 2014 http: www.itd.unair.ac.id /files/pdf/protocol1/Listeria%
20monocytogenes.pdf. Diakses pada tanggal 19 Februari 2014.
Buckle, K, A.R. Edwards G.H. Fleet dan Wooton.1987. Ilmu Pangan. Penerjemah
Hari Purnomo dan Adiono, Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1998, Standar Mutu Susu Segar, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011 tentang Susu Segar No.3141.1:2011.
Jakarta.
Chaplin, L. C. and R. L. J. Lyster. 1988. Effect of Temperature On The pH Of
Skim Milk. J. Of Dairy Res. 55:277 280.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Eckles, C.H., Combs and H. Macy. 1998. Milk and product. 4 th. Ed. Mc. Graw
Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.
Hadiwiyoto, S. 1994. Tehnik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.
Yogyakarta.
Hoffman, Patt,. Jorgensen, Matt. 2008. On-Farm Pasteurization of Milk On
Calves. University of Wisconsin Dairy Update. http://www.johnes.org (12
juli 2008).
Jannes.

2010. Manfaat Susu Segar. http//duniasapi.com/manfaat-sususegar/html//. Diakses 21 Januari 2014.

Legowo A. 2002. Diktat Sifat Fisika dan Kimia. IPB. Bogor.


Malaka, R. 2007. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Susu. Yayasan Citra Emulsi.
Makassar.
Malaka, R. 2010. Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

34

Milk Codex. 1977. Terjemahan. Direktorat Bina Sarana Usaha Petemakan.


Direktorat Jendral Petemakan. Jakarta.
Nadal., A., A., Coll., N., Cook and M.,PLA 2007 Molecular beacon-based
realtime NASBA Assay for detection of Listeria monocytoegenes in food
products role of target mRNA secndary structure of NASBA design
J.Microbiol inf.dis 62: 372-381.
Nurwanto, 2003. Bahan Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Parry, R.M . 1974. Milk Coagulation and Protein Denaturation. Page 603-655 in
Fundamental of Dairy Chemistry. Webb, B et al., ed. The Avi Publishing
Company, Connecticut.
Purnomo, H. dan Adiono. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Sumatera
Utara: Program studi Produksi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Sakinah, N. E, G. Dwiyanti, dan S. Darasati. 2010. Pengaruh Penambahan Asam
Dokosaheksaenoat (DHA) Terhadap Ketahanan Susu Pasteurisasi. Jurnal
Sains dan Teknologi. ISSN 2087-7472. Vol I, No. 2. Oktober 2010. Hal
170-176.
Soeparno, 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu, Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Univeristas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sudarmadji, S. 2010. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Volk, W.A. and M.F.Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar. S. Adisoemarto (Ed.).
Edisi ke-5.Penerbit Erlangga Jakarta.

35

LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data sampel susu dari sapi perah di daerah kampung Baba, Desa
Cendana, Kecamatan Cendana, Kabuaten Enrekang.
No.
Nama Peternak
Kode sampel
Nama Sapi
S1
Boyolali
S2
Sakka
S3
Pance
1.
Nr
S4
Dono
S5
Binga
S6
Bunga
S7
2.
Nsr
S8
S9
Pute
S10
Pokki
3.
Ht
S11
Bullang
S12
Kredit
S13
4.
Cp
S14
S15
Bolabatu
5.
S16
Boyolali 2
Jf
S17
Balopaci
S18
6.
Dr
S19
7.
S20
Sr

36

Lampiran 2 : Data sanitasi pekerja dan kandang sapi perah


No.
Keadaan
Kriteria higienitas
1. Sanitasi Pekerja
1. Memakai topi
2. Tidak ada pakaian khusus
3. Mencuci tangan.
4. Tidak menggunakan sabun pembersih.
5. Menggunakan sepatu bot.
2. Kebersihan sapi
1. Sapi dimandikan sebelum diperah.
2. Ambing tidak dicuci dengan air hangat.
3. Ambing tidak dilap/dikeringkan.
4. Ekor sapi tidak diikat.
3. Kebersihan kandang 1. Kandang dibersihkan sebelum diperah.
2. Kandang dicuci mengunakan air.
4. Kebersihan tempat 1. Menggunakan milk can dan ember
susu
plastik.
2. Milk can dicuci.
3. Milk can tidak dikeringkan.
4. Milk can tidak dicuci setelah digunakan.
Jumlah
Rata-Rata
Keterangan : 1 = Tidak higienis.
2 = Kurang Higienis.
3 = Agak Higienis.
4 = Higienis.
5 = Sangat higienis.

Skor
3

8
2

37

Lampiran 3. Nilai Pengamatan Uji Organoleptik Bau Susu Segar


Panelis
Sampel
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
S1
4
4
4
4
4
4
4
S2
3
3
4
4
4
3
3
S3
4
4
5
5
4
4
4
S4
4
4
4
4
4
4
4
S5
4
5
4
3
5
5
5
S6
4
4
4
4
4
4
5
S7
4
3
4
3
4
3
4
S8
4
3
4
4
3
4
4
S9
4
4
3
4
4
5
4
S10
4
4
4
4
4
4
4
S11
4
4
5
4
4
4
4
S12
4
5
5
4
4
5
4
S13
4
5
5
5
4
4
4
S14
5
4
4
4
5
5
4
S15
4
5
4
4
4
5
4
S16
4
4
5
4
5
4
4
S17
4
5
4
4
5
4
5
S18
5
4
5
5
5
4
5
S19
5
5
4
4
5
5
5
S20
4
4
5
4
4
5
5
Jumlah
82
83
86
81
85
85
85
Rata-Rata
4,1
4,15
4,3
4,05
4,25
4,25
4,25
Keterangan : 1 = Tidak Bau susu
2 = Sedikit sekali bau susu
3 = Agak bau khas susu
4 = Bau khas susu
5 = Sangat bau khas susu

Ratarata
28
4,00
24
3,43
30
4,29
28
4,00
31
4,43
29
4,14
25
3,57
26
3,71
28
4,00
28
4,00
29
4,14
31
4,43
31
4,43
31
4,43
30
4,29
30
4,29
31
4,43
33
4,71
33
4,71
31
4,43
587
83,86
4,19

Jumlah

38

Lampiran 4. Nilai Pengamatan Uji Organoleptik Warna Sampel Susu Segar


Panelis
RataSampel
Jumlah
rata
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
S1
4
4
4
4
4
4
4
28 4,00
S2
3
3
4
4
4
3
3
24 3,43
S3
4
4
5
5
4
4
4
30 4,29
S4
4
4
4
4
4
4
4
28 4,00
S5
4
5
4
3
5
5
5
31 4,43
S6
4
4
4
4
4
4
5
29 4,14
S7
4
3
4
3
4
3
4
25 3,57
S8
4
3
4
4
3
4
4
26 3,71
S9
4
4
3
4
4
5
4
28 4,00
S10
4
4
5
4
5
5
5
32 4,57
S11
4
4
5
4
5
5
5
32 4,57
S12
5
5
5
4
4
5
4
32 4,57
S13
4
4
5
5
4
4
4
30 4,29
S14
5
5
4
4
5
5
4
32 4,57
S15
4
4
5
5
5
5
4
32 4,57
S16
4
4
4
4
5
4
4
29 4,14
S17
5
5
4
4
4
4
5
31 4,43
S18
4
4
5
5
4
4
5
31 4,43
S19
5
5
4
4
4
4
5
31 4,43
S20
4
4
5
4
4
4
5
30 4,29
Jumlah
83
82
87
82
85
85
87
591 84,43
Rata-Rata
4,15 4,10 4,35 4,10 4,25
4,25
4,35
4,22
Keterangan : 1 = Putih
2 = Agak putih
3 = Tidak putih kekuningan
4 = Putih kekuningan
5 = Sangat putih kekuningan

39

Lampiran 5. Nilai Uji Organoleptik Konsistensi Susu Segar


Panelis
Sampel
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
S1
1
1
1
1
1
1
1
S2
1
2
1
2
1
2
1
S3
1
1
1
1
1
1
2
S4
1
1
1
2
2
1
2
S5
2
2
2
1
2
1
2
S6
2
1
2
2
1
2
2
S7
2
2
2
1
1
2
1
S8
2
2
1
1
1
1
1
S9
1
1
1
1
2
2
1
S10
1
2
2
2
1
2
1
S11
3
2
3
2
2
1
1
S12
2
2
1
2
1
1
1
S13
2
2
2
1
2
1
2
S14
1
1
1
1
1
2
1
S15
1
1
1
1
2
1
1
S16
1
1
1
1
1
1
1
S17
2
2
2
3
2
1
1
S18
1
1
1
1
2
2
1
S19
2
2
1
1
1
2
1
S20
1
1
2
1
2
1
1
Jumlah
30
30
29
28
29
28
25
Rata-Rata 1,5
1,5
1,45
1,40 1,45
1,40 1,25
Keterangan : 1 = Encer
2 = Agak Encer
3 = Agak kental
4 = Kental
5 = Kental sekali

Ratarata
7
1,00
10
1,43
8
1,14
10
1,43
12
1,71
12
1,71
11
1,57
9
1,29
9
1,29
11
1,57
14
2,00
10
1,43
12
1,71
8
1,14
8
1,14
7
1,00
13
1,86
9
1,29
10
1,43
9
1,29
199
28,43
1,42

Jumlah

40

DOKUMENTASI KEGIATAN

Sampel Penilitian

Kandang sapi perah

41

Pengujian laboratorium

Pengujian alkohol dan Berat Jenis

42

RIWAYAT HIDUP

Abdullah Bin Hatta lahir di Enrekang pada tanggal 21


November 1989 merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan Hatta dan Suriati. Penulis
memulai pendidikan Sekolah Dasar Inpres 155 Baba
tahun 1995. Tahun 2001 melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Enrekang.
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Enrekang, tahun
2004 sampai 2007. Pada bulan Agustus 2007 menempuh kuliah di Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar. Beliau aktif dibeberapa organisasi
kemahasiswaan baik itu organisasi kemahasiswaan intra kampus seperti Senat
Mahasiswa Fakultas Peternakan dan sempat menjabat Ketua Himpunan
Mahasiswa Produksi Ternak Universitas Hasanuddin selama satu tahun. Aktif di
organisasi ekstra kampus di SAR Universitas Hasanuddin sebagai salah satu
lembaga kemanusiaan yang berada di Makassar.

43

Anda mungkin juga menyukai