Oleh :
Tim Lembar Peta 1215
LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN
BANGKA BELITUNG, LEMBAR PETA 1215
Oleh :
Tim Lembar Peta 1215
LEMBAR PENGESAHAN
PROYEK PENYELIDIKAN GEOLOGI KELAUTAN SISTEMATIK TAHUN
ANGGARAN 2002
LAPORAN
PENYELIDIKAN GEOLOGI DAN GEOFISIKA KELAUTAN PERAIRAN BANGKA
BELITUNG, LEMBAR PETA 1215
Mengetahui/menyetujui A.n.
Pemimpin Proyek
Penyelidikan Geologi Kelautan
Sistematik,
KATA PENGANTAR
Berkat Rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan kerjasama yang baik dari semua pihak
baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam Penyelilikan Geologi dan Geofisika
Kelautan Lembar Peta 1215, maka Laporan Teknis Hasil Penyelidikan ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Bangka Lembar Peta 1215
merupakan salah satu kegiatan penelitian Pusat Pengembangan Geologi Kelautan yang dibiayai
dari Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan Sistematik Tahun Anggaran 2002. Penyelidikan
lapangan telah dilaksanakan mulai dari tanggnl 22 Agustus s/d 18 Setember 2002
Dalam laporan ini disajikan hasil analisis data yang diperoleh dari penyelidikan lapangan,
analisis laboratorium serta data penunjang yang berkaitan dengan daerah penelitian.
Dengan selesainya penulisan laporan ini, atas nama Tim Penyelidikan Geologi dan
geofisika Kelautan Lembar Peta 1215, Perairan Kalimantan Barat menyampaikan penghargaan
yang setinggi-tingginya serta terima kasih kepada yang terhormat :
Bapak Ir. Subaktian Lubis, M.Sc. selaku Pemimpin Proyek Penyelidikan Geologi Kelautan
Sistematik
Rekan-rekan Anggota Tim Lembar Peta 1215 dan Semua pihak yang tidak dapat penulis
Bandung,
Desember 2002
Penulis
NAMA
JABATAN/KEAHLIAN
PENELITI
1.
2.
Anggota/Ahli Geofisika
Anggota/Ahli Geofisika
4.
Anggota/Ahli Geologi
5.
Anggota/Ahli Geologi
6.
Anggota/Ahli Geologi
?.
Anggota/Ahli Geologi
8.
Anggota/Ahli Geofisika
g.
Ir. Hartono
Anggota/Ahli Geologi
10.
Anggota/Ahli Geofisika
Sangat
Anggota/Teknisi Geofisika
2.
Dadang Rahman
Anggota/Teknisi Geofisika
8.
Joko Harkono
Anggota/Teknisi Geofisika
4.
Suyadi
Anggota/Teknisi Navigasi
5.
Agus Sutarto
6.
Aep Saepudin
Anggota/Teknisi Pemboran
7.
Sugiono
Anggota/Teknisi Pemboran
8.
Jojo Suparjo
Anggota/Teknisi Oseanografi
9.
Bambang_ Sutrisno
10.
Ratmono
LOGISTIK
1. Radiono
2. Drs. Wahyu Mulyana
3. Pusurta ABRI (Security Officer)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................i
DAFTAR PERSON1L .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar
1.
2.
3
4
5
6
7
8
Keterangan
Peta lokasi daerah selidikan..
Peta pola aliran sungai purba daerah Paparan I Sunda mulai
dari Laut Cina Selatan sampai Laut Jawa berdasarkan data
batimetri. Molengraaft, 1922
Halaman
3
5
19
38
21
36
37
40
DAFTAR FOTO
No. Foto
Keterangan
Halaman
13
13
14
14
15
16
16
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Keterangan
Halaman
25
26
26
28
31
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN TERIKAT
No.
Lampiran
Keterangan
LAMPIRAN LEPAS
No.
Lampiran
Keterangan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sebagaimana diamanatkan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1993
disebutkan bahwa data dan informasi kelautan terus digali, dikumpulkan dan diolah
melalui peningkatan survei dan penelitian dalam rangka inventarisasi kekayaan
sumberdaya kelautan. Pemetaan dasar laut Perairan Indonesia terus ditingkatkan
karena diperlukan untuk pendayagunaan potensi kelautan Indonesia disamping
fungsinya yang strategis bagi pemeliharaan stabilitas dan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL), Departemen Energi
dan Sumberdaya Mineral sebagai instansi pemerintah merupakan salah satu instansi
yang memiliki peranan penting dalam mengemban misi GBHN tersebut di atas,
khususnya dalam inventarisasi data dasar potensi kelautan diseluruh wilayah
perairan Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut maka Proyek Penyelidikan
Geologi Kelautan Bersistem (PGKS), untuk tahun anggaran 2002 telah memilih
Perairan Laut Natuna, Lembar Peta 1215 sebagai salah satu daerah telitian.
1. 2
1. 3
1. 4
Waktu Penyelidikan
Kegiatan penyelidikan lapangan untuk pengambilan data geologi dan geofisika
kelautan lembar peta 1215 berlangsung mulai tanggal 22 Agustus 2001 sampai
dengan 18 Setember 2002. Selama kegiatan penyelidikan pelabuhan tempat
pengisian bahan bakar dan logistik adalah Pelabuhan Pangkalan Balam di Kabupaten
Belitung, Propinsi Babel. Selama melakukan kegiatan penyelidikan tidak terjadi
hambatan dalam semua jenis kegiatan, baik penyelidikannya sendiri maupun
pengisian bahan bakar dan logistik.
1. 5
Luaran
Hasil dari penyelidikan geologi dan geofisika Lembar Peta 1215 Perairan Bangka
akan menampilkan luaran-luaran berupa tabel dan peta yang disajikan dalam laporan
teknis sebagai berikut :
Peta isopah
1. 6.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL DAN POTENSI
SUMBERDAYA MINERAL
2. I
Geologi Regional
2.1.1
Data endapan dasar laut yang diperoleh dari Ekspedisi Chaienger dan
Snelius 1 (Murray dan Renards,1891; Neeb, 1934) mengklarifikasikan
berupa lumpur terrigenus berasal dari sedimen yang kaya akan kuarsa
dengan sejumlah kecil abu volkanik. Dari data pemboran sedaiam 59 meter
di bawah dasar laut menunjukkan endapan dasar laut di Paparan Sunda
terdiri dari beberapa jenis endapan dan sedimen kuarter antara lain endapan
asal darat dan pantai, sungai, delta koluvial, rawa-rawa, lempung kaolin
dari lapukan batuan dasar dan lumpur volkanik (Situmorang drr, 1993;
Situmorang dan Andi, 1999). Sedimen tersebut biasanya ditutupi oleh
endapan laut resen yang ketebalannya berkisar antara beberapa sentimeter
sampai 5 meter.
2.1.3. Geologi Pulau Bangka Bagian Utara
Serdasarkan Peta Geologi Lembar Sangka Bagian Utara, ( S Andi Mangga,
1994), urutan stratigrafinya dari tua ke muda adiah sebagai berikut :
Endapan Aluvial yang terdiri dari bongkah, krikil, krakal, pasir, lempung
dan gambut yang diendapkan pada Kala Hofosen (Quarter)
Formasi Ranggam terdiri dari perselingan batupasir, batulempung dan
batu lempung tufaan, degan sisipan tipis batu lanau dan bahan organik,
beriapis baik struktur sedimen berupa peranan sejajar dan silang siur.
Formasi terbentuk pada Kala Pliosen, Zaman Tersier.
Formasi Tanjung Genting tersusun oleh perselingan batupasir, malih,
batupasir,
batupasir
lempungan,
dan
batulempung
dengan
lensa
Komplek Pemali yang terdiri dari firit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan
batugamping, terkekarkan, terlipat dan tersesarkan diterobos oleh granit
kiabat. Komplek Pemali ini diperkirakan terbentuk pada Zaman Perem.
2.2
Sumberdaya Mineral
Potensi sumberdaya mineral di daerah penelitian sampai saat ini belum, diketahui
seeara pasti karena belum pernah dilakukan penelitian. Bila mengacu kepada geologi
regional kemungkinan terdapat sumberdaya mineral antara lain timah, kaolin, pasir
kuarsa dan seng.
BAB III
METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN
3.1.
Metoda Penelitian
Metoda yang dipergunakan dalam penyelidikan ini disesuaikan dengan peralatan
yang dimiliki oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, dimana
semua peralatan dipasang di Kapal Peneliti Milik PPPGL yaitu Geomarin 1.
Secara garis besarnya metoda yang diaplikasikan dalam penelitian ini dapat dibagi 3
(tiga) jenis, yaitu metoda penentu posisi, metoda geofisika dan metoda geologi.
3.1.1.
pemrosesan
dilakukan
dengan
perangkat
komputer
Metoda Geofisika
Metoda geofisika yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah metoda
pemeruman, seismik pantul dangkal dan geomagnet.
3.1.2.1. Pemeruman
Pemeruman dilakukan sepanjang lintasan yang telah ditentukan bertujuan
untuk memperoleh data kedalaman dasar laut. Data ini dipakai sebagai
10
3.1.2.
Analisis Geokimia
Mikrofauna
11
12
13
14
15
3.2.4.
Peralatan Geomagnet
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran intensitas magnet total dalam
penelitian ini adalah Magnetometer Marin Geometric G-818 dengan
ketelitian pengukuran 0,1 gamma.
Perangkat kelengkapan dari peralatan ini adalah :
a) Magnetometer Marine Geometric, G - 811
b) Power SuppWy, Lamda LM - F28R
c) Recorder Soltec, 3314B - MF (Foto 6)
d) Sensor Marine Magnetometer. (Foto 5)
16
17
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1.
4.2.
Data Kedalaman
Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang lintasan
kurang lebih 920 Km merupakan data digital dan data analog dengan selang waktu
pendigitan 5 menit. Seluruh data digital yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
seperti terlihat pada lampiran terikat tabel 1. Lintasan pemeruman - berarah utara
selatan. Dari hasil rekaman yang diperoleh seperti terlihat pada gambar 3, serta data
digital menunjukkan bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi
antara 30 - 66 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari
selatan, timur dan barat ke arah tengah utara, daerah penelitian dengan kedalaman
terekam sedalam 30 meter berangsur-angsur bertambah dalam dengan kedalaman
maksimum yang terekam sedalam 66 meter.
Beradasarkan data kedalaman laut, dibuat Peta Batimetri berskala 1 : 250.000
dengan interval kontur 2 meter seperti terfihat pada lampiran lepas peta 2.
18
19
4.3.
4.4.
20
21
data
dilakukan
dengan
menggunakan
perangkat
Marine
22
4.7.
Jenis mineral berat yang terdapat di daerah selidikan untuk ukuran butir kurang
atau sama dengan 3 phi, selain magnetit adalah kasiterit, muscovit, bornit, hematit,
limonit, biotit, leukosen, ilmenit, hornblenda, monasit, pirit, kwarsa, dolomit, dan
mineral karbonat dari cangkang fosil. Yang hampir selalu hadir pada setiap contoh
adalah kasiterit., muskovit, dolomit dan cangkang. Pada tabel 1 terlihat kadar
mineral-mineral tersebut yang rata-rata sangat sedikit.
4.8.
Ti4+(0,53%), dan sedangkan mated lainnya yang tak teramati (LOI = 16,8%) juga
ternyata berkadar cukup besar setelah silikat.
4.9.
24
25
26
4.10.
28
29
30
Spesies yang jumlahnya umum antara lain terdiri atas Eponides praecintus,
Bolivina spp., Cibicides spp., terutama C. floridanus dan C.kullenbergi,
Quinqueloculina spp., terutama Q. arenata dan Q. seminulina.
Spesies yang jumlahnya jarang antara lain terdiri atas Ammonia, Edentostomina,
Glandulina, Reophax, Stillostomella, Lagena dan lain-lainnya dijumpai hanya
setempat-setempat, dengan sebaran yang tidak merata Foraminifera plangton yang
dijumpai di daerah telitian jumlahnya sedikit, dengan sebaran yang tidak merata
(Tabel 1-lanjutan). Ada delapan spesies yang dijumpai di daerah telitian, yaitu
Globigerina bulloides, G. falconensis, Globigerinita glutinata, Globigerinoides
ruber, Gs. trilobus, Gs. sacculiferus, Globorotalia inflata dan Hastigerina
siphonifera.
4.11.
31
4.12.
32
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.
Peta Batimetri
Oleh : Syaiful Hakim, I Wayan Lugra.
Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang lintasan
920 Km, merupakan data digital dan data analog dengan selang waktu pendigitan 15
menit. Lintasan pemeruman umumnya berarah utara Berdasarkan data kedalaman
laut yang diperoleh, maka dibuat Peta Batimetri berskala 1 : 250.000 dengan interval
kontur 2 m (lampiran lepas 2) Dari hasil pengamatan peta batimetri, daerah
penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi antara 30 - 66 meter. Perubahan
kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari arah timur dan arah barat daerah
penelitian dengan kedalaman yang terekam mulai dari 30 meter di bagian barat daya
berangsur bertambah dalam ke arah bagian tengah sampai kedalaman maksimum 66
meter. Pola sebaran konturnya secara umum mengarah tenggara barat daya.
Bila diamati lebih teliti maka perubahan kedalaman peta batimetri dapat
dibedakan menjadi 3 zona yaitu :
Zona A di bagian timur laut yang mencakup area seluas 25 % dari seluruh luas
daerah penelitian. Daerah ini memiliki perubahan kedalaman yang bergradasi mulai
dari 36 meter berangsur bertambah dalam kearah tengah sampai kedalaman 42 meter
dengan pola arah kontur tenggarabaratlaut. Hal ini terlihat jelas bahwa perubahan
kedalaman dari 36 meter ke 32 meter terjadi pada rentang jarak 60 -67,5 km.
Zona B di bagian tengah mencakup daerah seluas 35 % dari seluruh area
penelitian memanjang dari tenggara ke arah baratlaut. Daerah ini memiliki
kedalaman mulai dari 42 meter 66 meter. Perubahan kedalaman terjadi dengan
sangat cepat, hal ini terlihat bahwa dari kedalaman 42 sampai kedalaman 66 meter
hanya dalam rentang jarak 10 km. Bila di teliti secara lebih seksama zona B ini
merupakan suatu alur yang memanjang dari tenggara-baratlaut dengan lebar alur
yang berkisar antara 12,5 km - 30 km.
33
Zona C di bagian baratdaya mencakup area seluas 40% dari seluruh luas daerah
penelitian. Daerah ini memiliki kedalaman mulai dari 30 meter di bagian baratdaya
berangsur bertambah dalam ke arah timur laut sampai kedalaman 48 meter dan
merupakan daerah yang landai. Hal ini terlihat dari perubahan kedalaman mulai dari
30 meter ke 48 meter terjadi pada rentang jarak 92.5 km.
Dari analisis peta batimetri tidak dijumpai adanya indikasi struktur baik itu
berupa patahan, graben maupun antiklin.
5.2.
internal reflektor dari runtunan ini, kemungkinan besar disusun oleh jenis sedimen
yang berbutir halus sampai sedang dengan lingkungan pengendapan berenergi
rendah-sedang. Secara umum didominasi oleh jenis sedimen yang berbutir sangat
halus berupa silt ataupun lumpur (mud) dengan ciri khas berupa internal reflektor
bebas pantul. Disamping itu runtunan ini bisa juga berupa suatu masa batuan yang
besar dan massif bisa berupa batuan beku atau batuan terobosan.
Runtunan C diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang
batas pepat erosi dan onlap dicirikan oleh internal reflektor yang hampir sama
dengan runtunan B. Perbedaannya adalah pada runtunan B lebih banyak dijumpai
internal reflektor bebas sedangkan pada runtunan C lebih banyak dijumpai internal
reflektor sub paralel sampai paralel. Melihat pola konfigurasi internal reflektor dari
runtunan ini kemungkinan tersusun oleh jenis sedimen berbutir halus sampai kasar
dengan lingkungan pengendapan berenergi rendah yang hampir secara umum
seragam. Hal ini dicirikan oleh jenis internal reflektor yang didominasi oleh pola
sejajar sampai sub paralel.
Runtunan D adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh
gambaran pantulan sejajar (pararel) sampai agak sejajar (sub paralel) diendapkan
secara tidak selaras di atas runtunan C dengan bidang batas pepat erosi (erotional
trauncation). Runtunan ini diperkirakan tersusun oleh jenis sedimen berbutir halus
sampai kasar dengan lingkungan pengendapan yang berenergi rendah dan seragam
Runtunan A yang diinterpretasikan sebagai akustik basemen dari kenampakan
internal reflektornya diduga berupa material masif dan kompak dengan penyebaran
yang merata hampir dijumpai di seluruh daerah penelitian dan di beberapa tempat
muncul ke permukaan dasar laut yaitu terlihat pada bagian utara lintasan 7, bagian
selatan lintasan 13 dan lintasan 15.
35
36
Runtunan ini diduga telah mengalami deformasi yang sangat intensif, hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya banyak sesar-sesar baik mayor maupun minor
yang telah mengoyak runtunan ini seperti terlihat pada Gambar 7.
Bila dibuat suatu rekonstruksi dengan mengacu kepada geologi darat yaitu
Lembar Peta Geologi Bangka Utara, maka runtunan ini diperkirakan sebanding
dengan Formasi Tanjung Genting yang tersusun oleh perselingan batupasir malih,
batupasir, batupasir lempungan, dan batulempung dengan lensa batugamping,
setempat dijumpai oksida besi. Berlapis baik terkekarkan terlipat, dan tersesarkan.
Formasi ini diperkirakan diendapkan di lingkungan laut dangkal pada Zaman Trias.
Hal ini diperkuat oleh beberapa kenyataan di lapangan dengan munculnya runtunan
ini ke permukaan dasar laut (Gambar 8) akibat intrusi dari batuan yang lebih muda
yaitu.granit klabat dan juga kemunculan dari runtunan ini di Pulau Kakhangang
sebelah utara Pulau Bangka.
Runtunan B dengan ciri internal reflektor yang khas seperti kaotik dan sub paralel
bila disebandingkan dengan geologi darat pulau Bangka kemungkinan adalah berupa
Granit Klabat yang telah mengalami pengkekaran dan pensesaran. Granit Kalabat ini
menerobos Formasi Tanjunggenting dan d.iperkirakan terbentuk pada Trias Akhir
sudah masuk ke Kapur Awal. Indikasi ini didukung oleh kenyataan bahwa granit
Klabat muncul ke permukaan di Pulau Yu, Meranti dan Pulau Lalang berdam.pingan
dengan kemunculan Formasi Tanjung Genting di sebelah utaranya yaitu di Pulau
Kakhangang yang merupakan gugusan Pulau-pulau kecil sebelah utara Pulau
Bangka.
37
38
39
40
41
Melihat pola penyebaran kontur Peta Intensitas Anomali Magnet Total yang
umumnya mempunyai garis kontur menutup berupa klosur klosur, maka daerah
penelitian dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu bagian utara, tengah dan bagian
selatan, seperti terlihat pada lampiran lepas 4.
Bagian Baratdaya
Kontur anomali sebagian besar merupakan kontur tertutup dari arah selatan
keutara dengan harga intensitas anomali 200 gamma pada bagian baratdaya menuju
ke arah utara menurun sampai mencapai harga intensitas anomali -300 gamma.
Kemungkinan ini merupakan satu tubuh batuan yang memanjang dari arah baratdaya
menuju ke utara.
Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa basement magnetik di bagian baratdaya
terletak jauh di bawah permukaan laut atau dengan kata lain ditutupi oleh sedimen
yang tebal dan menipis kearah tengah sampai bagian utara sehingga memberi harga
anomali yang mendekati positip. Hal ini senada dengan pola kontur batimetri daerah
tersebut di mana kedalaman laut bagian barat hampir 40 meter mendangkal ke arah
utara.
Bagian Baratlaut
Pola kontur anomali pada bagian baratlaut daerah penelitian hampir semua
memperlihatkan kontur yang menutup berupa klosur dengan nilai kontur berkisar
mulai +250 sampai -300 gamma ke arah utara. Hal ini dapat di interpretasikan bahwa
basement magnetik di daerah ini berarah selatan utara.
Bagian Timur
Pola kontur umumnya terbuka dengan harga anomali bervariasi mulai dari 0
gamma dijumpai di bagian selatan dan - 400 gamma di bagian tengah. Hal ini dapat
diperkirakan bahwa basement magnetik di daerah ini juga mempunyai pola selatan
utara.
42
timur terdapat pada kedalaman 40 meter sampai 42 meter, sedangkan yang di utaratengah menempati kedalaman 50 meter sampai 64 meter.
Lumpur kerikilan (gM)
Fasies ini secara terpencil tersebar hanya di bagian selatan-tengah dengan luas
sekitar 5% dari daerah selidikan clan dikelilingi tertutup oleh satuan litologi lainnya.
Fasies ini menempati kedalaman dari 36 meter sampai 42 meter. Dari deskripsi
megaskopis kerikil yang terdapat pada sampel yang mewakili litologi ini terdiri dari
pecahan cangkang moluska dan foraminifera.
Lanau (Z)
Litologi ini terletak pada
44
tetap adalah proses marin, sekalipun terdapat detritus dan feldspar dengan jumlah
sangat sedikit.
Mikrit lebih merupakan asosiasi dalam lempung. Sedangkan fragmen
gampingan dapat merupakan bagian dari sedimen marin insitu, kecuali dolomit yang
merupakan asosiasi total detritus.
5.6.
Mineral Berat
Oleh : D.A.S. Ranawijaya, Hartono, Yogi Noviadi
Kecilnya kadar mineral berat sedimen permukaan daerah selidikan sangatlah
mungkin disebabkan oleh tiga faktor utama yang mengontrolnya yaitu jauhnya jarak
sumber mineral berat / batuan sumber, dalam hal ini: kepulauan Riau di utara, pantai
barat Kalimantan di timur dan kepulauan Bangka-Belitung di selatan. Yang kedua
adalah rendahnya energi arus dominan dari utara ke selatan, dan yang ketiga adalah
morfologi dasar laut yang tidak merata. Morfologi yang relatif datar di sekitar
baratlaut daerah selidikan menyebabkan berkurangnya jumlah mineral berat karena
cenderung terperosok ke morfologi parit yang memanjang dari utara-tengah sampai
tenggara (lihat peta kontur batimetri).
Dari empat mineral yang hampir selalu hadir di setiap lokasi contoh, terlihat
ada dua pengelompokan yaitu kasiterit dan muskovit sebagai penunjuk batuan
sumber magmatik dan dolomit serta cangkang sebagai sumber karbonat yang lebih
menunjukkan hasil proses marin atau insitu.
Mineral-mineral lainnya seperti bornit, hematit, limonit, dan lain-lain lebih
berperan sebagai indikator adanya sumber batuan jalur magmatik. Sedangkan kwarsa
yang terdapat hanya di beberapa tempat menunjukkan sumber batuan kepulauan
Riau dengan energi arus yang rendah sehingga tidak cukup kuat untuk mengangkut
lebih banyak sampai daerah selidikan.
5.7.
45
%, AI20s 2,30 - 9,54 %, Fe203 2,46 -14,93 %, Ca0 1,28 - 9,38 %, Mg0 1,10 - 3,20
%, Na20 0,66 - 0,93 %, K20 0,88 - 0,90 %, Ti02 1,97 - 2,58 %, Mn0 0,15 - 0,25 %,
P205 0,07 - 0,52 %, S03 0,21 - 1,03 %, H20- 1,08 - 2,88 % dan lainnya HD 4,25 19,62 %. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan daerah
penelitiian dibentuk oleh dominasi unsur utama Si0 2 dengan persentase tertinggi
83,73 %.
Berdasarkan hasil analisis kimia tersebut di atas, kandungan utama sedimen
yaitu kuarsa terlihat ditunjang oleh unsur utama (major element) Si0 2 dengan
persentase tertinggi 83,73 %. Ikutannya yaitu mineral opak (magnetit, hematit,
limonit dan pirit) oleh unsur utama Fe 2 0 3 dan S0 3 - Mineral mika (muskovit dan
biotit) sebagian tampak oleh unsur utama K 2 0, AI2 0 3 , MgO, Fe 2 0 3 , dan Si0 2 .
Mineral metastabil terlihat sebagian oleh unsur utama CaO, MgO, Fe 2 0 3 , AI2 0 3 dan
Si0 2 . Terakhir, walaupun mineral ultrastabil (rutil dan zirkon) tidak berkembang
namun tampak ditemukan penunjang pembentuk salah satu mineralnya yaitu rutil
berupa unsur utama Ti0 2 (lihat kembali lampiran terikat tabel 5. Hasil analisis kimia
unsur-unsur utama).
Kuarsa dipastikan berasal dari hasil pengerjaan kembali (rework) batuan induk
Granit Sukadana dan arenit kuarsa dalam Batupasir Kempari; serta Granit Laur yang
berada di sebelah Timur daerah penelitian. Juga sebagian mineral berat diduga
berasal dari batuan induk Gabro Biwa yang berada di sebelah Timur daerah
penelitian.
5.8.
Mineral lempung
Oleh : D.A.S. Ranawijaya, Hartono, Yogi Noviadi
Analisis X - ray difraction (XRD), selain mengetahui mineral kristalin secara
umum mempunyai kekhususan untuk mengidentifikasi jenis mineral lempung oleh
karena sebagian besar fraksi sedimen daerah penelitian dibentuk oleh lumpur
(lempung + lanau). Hasil analisis X - ray difraction yang dilakukan pada sebagian
percontoh umumnya memperlihatkan mineral lempung jenis kolinit, ilit dan sebagian
montmorilonit. Sedangkan mineral kristalinnya kuarsa dan sebagian kalsit.
46
5.9.
jarang
seperti
Ammonia,
Edentostomina,
Glandulina,
Reophax,
keadaan melimpah, kondisi airnya diduga lebih jernih daripada di bagian utaranya.
Hal serupa terjadi juga di sebelah selatan daerah telitian, yaitu di lembar 1214
(Surachman, 2002). Pada lembar ini spesies tersebut di atas banyak dijumpai di
bagian utaranya, pada perbatasan kedua lembar tersebut (Lembar 1214 dan 1215).
Spesies
jarang
seperti
Ammonia,
Edentostomina,
Glandulina,
Reophax,
48
BAB VI
KESIMPULAN
Dari pembahasan hasil penelitian dalam bab V, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1.
2.
Perubahan kedalaman,terjadi secara bergradasi mulai dari arah timur dan arah barat
daerah penelitian dengan kedalaman yang terekam mulai dari 30 meter di bagian barat
daya dan 32 dibagian timur, berangsur bertambah dalam ke arah bagian tengah sampai
kedalaman maksimum 66 meter
3.
Dari analisis peta batimetri tidak dijumpai adanya indikasi struktur baik itu berupa
patahan, graben maupun antiklin.
4. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 4
rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai accoustic basement, runtunan B,
runtunan C dan paling atas adalah runtunan D.
5. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari penampang seismik yang
diperoleh,
ditafsirkan
sebagai
akustik
basemen
dengan
gambaran
pantulan
menunjukkan pola yang agak sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan
di beberapa tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik.
6.
Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras dibatasi oleh
bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan gambar pantulan adalah
bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar (sub-paralel).
7.
Runtunan C diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas
pepat erosi dan onlap dicirikan oleh internal refektor yang hampir sama dengan
runtunan B. Perbedaannya adalah pada runtunan B lebih banyak dijumpai internal
reflektor bebas sedangkan pada runtunan C lebih banyak dijumpai internal reflektor sub
paralel sampai paralel.
49
8. Runtunan D adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali dicirikan oleh gambaran
pantulan sejajar ( pararel) sampai agak sejajar (sub paralel) diendapkan secara tidak
selaras di atas runtunan C dengan bidang batas pepat erosi (erotional trauncation).
9:
10. Runtunan B dengan ciri internal reflektor yang khas seperti kaotik dan sub paralel bila
disebandingkan dengan geologi darat pulau Bangka kemungkinan adalah berupa Granit
Klabat yang telah mengalami pengkekaran dan pensesaran dan menerobos runtunan A.
11. Runtunan C adalah runtunan dicirikan lebih dominan oleh internal reflektor berupa sub
paralel, paralel dan di beberapa tempat caotik, bila disebandingkan dengan geologi
daratan Pulau Bangka kemungkinan adalah Formasi Ranggam.
12. Runtunan D adalah runtunan teratas dan termuda berupa sedimen resen berupa sedimen
berukuran halus - kasar, dalam fingkungan yang berenergi rendah - sedang dan
seragam.
13. Secara umum sebaran kontur anomali magnet memperlihatkan harga yang bervariasi
dengan kisaran - 400 gamma sampai +200 gamma.
14. Daerah telitian dialasi oleh 3 basemenet magnetik yaitu di timur, baratdaya clan barat
laut.
15.
Hasil analisis sayatan oles, menunjukan bahwa, mineral yang paling umum hadir adalah
mineral lempung yang kemudian diikuti oleh total detritus.
16. Kwarsa adalah mineral yang terbanyak pada kelompok pasir-lanau nonbiogenik yang
nampaknya bagian dari detritus total.
17. Kelompok biogenik gampingan, secara berurutan dari yang paling umum hadir sampai
yang paling sedikit adalah mikrit, fragmen karbonat, foraminifera dan nanno plankton.
18. Kelompok authigenik hanya terlihat kehadiran dolomit pada hampir seluruh contoh ,
namun dengan kadar yang sangat rendah (1 % - 5%). 19. Kelompok silikatan,
karbonatan biogenik, zeolit, gipsum clan glokonit adalah yang tidak sama sekali
terdapat pada semua contoh.
50
20. Kehadiran lempung dan detritus secara dominan teramati sangatlah sesuai dengan kisaran
besar butir yang tersebar pada setiap top dan bottom contoh inti dan sebaran sedimen
permukaan daerah selidikan.
21. Mikrit lebih merupakan asosiasi dalam lempung, sedangkan fragmen gampingan dapat
merupakan bagian dari sedimen marin insitu, kecuali dolomit yang merupakan asosiasi
total detritus.
22. Kecilnya kadar mineral berat sedimen permukaan daerah selidikan kemungkinan
disebabkan oleh tiga faktor utama yang mengontrolnya yaitu jauhnya jarak sumber
mineral berat / batuan sumber, rendahnya energi arus dominan dari utara ke selatan, dan
morfologi dasar laut yang tidak merata.
23.
Empat mineral yang hampir selalu hadir di setiap lokasi contoh, terlihat ada dua
pengelompokan yaitu kasiterit dan muskovit sebagai penunjuk batuan sumber
magmatik dan dolomit serta cangkang sebagai sumber karbonat yang lebih
menunjukkan hasil proses marin atau insitu.
24. Mineral-mineral seperti bornit, hematit, limonit, dan lain-lain lebih berperan sebagai
indikator adanya sumber batuan jalur magmatik.
25. Kwarsa yang terdapat hanya di beberapa tempat menunjukkan sumber batuan kepulauan
Riau dengan energi arus yang rendah sehingga tidak cukup kuat untuk mengangkut
lebih banyak sampai daerah selidikan.
26. Analisis kimia unsur-unsur utama (major elements) yang dilakukan pada sebagian
percontohan memperlihatkan adanya kandungan Si0 2 antara 37,45 -83,73 %, A1 2 0 3
2,30 - 9,54 %, Fe 2 0 3 2,46 -14,93 %, Ca0 1,28 - 9,38 %, Mg0 1,10 - 3,20 %, Na 2 0 0,66 0,93 %, K 2 0 0,88 - 0,90 %, Ti0 2 1,97 - 2,58 %, MrtO 0,15 - 0,25 %, P205 0,07 - 0,52
%, S03 0,21 - 1,03 %, H 2 0- 1,08 - 2,88 % dan lainnya HD 4,25 - 19,62 %. ,
27. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan daerah penelitian dibentuk oleh
dominasi unsur utama Si0 2 dengan persentase tertinggi 83,73 %.
28. Hasil analisis kimia kandungan utama sedimen yaitu kuarsa terlihat ditunjang oleh unsur
utama (major element) Si0 2 dengan persentase tertinggi 83,73 %: lkutannya yaitu
mineral opak (magnetit, hematit, limonit dan pirit) oleh unsur utama Fe 2 0 3 dan S0 3 .
29. Mineral mika (muskovit dan biotit) sebagian tampak oleh unsur.utama K 2 0, AI2 0 3 , MgO,
Fe 2 0 3 , dan Si0 2
30. Mineral metastabil terlihat sebagian oleh unsur utama CaO, MgO, Fe 2 0 3 , A1 2 03 dan
Si02.
51
31. Mineral ultrastabil (rutil dan zirkon) tidak berkembang namun tampak ditemukan
penunjang pembentuk salah satu mineralnya yaitu rutil berupa unsur utama Ti0 2
32. Kuarsa dipastikan berasal dari hasil pengerjaan kembali (rework) batuan induk Granit
Sukadana dan arenit kuarsa dalam Batupasir Kempari; serta Granit Laur yang berada di
sebelah Timur daerah penelitian. Juga sebagian mineral berat diduga berasal dari batuan
induk Gabro Biwa yang berada di sebelah Timur daerah penelitian.
33.
Hasil analisis X - ray difraction yang dilakukan pada sebagian percontoh umumnya
memperlihatkan mineral lempung jenis kolinit, ilit dan sebagian montmorilonit.
Sedangkan mineral kristalinnya kuarsa dan sebagian kalsit.
34. Pada umumnya, sedimen daerah telitian banyak mengandung spesiesspesies Operculina
spp., Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina fessonii, Eponides praecintus,
Cibicides spp., Quinqueloculina spp., dan Textularia spp.
35. Spesies Operculina, terutama O. ammonoides dan A, mphistegina lessonii, lebih banyak
dijumpai di bagian selatan daerah telitian daripada di bagian utaranya, kondisi ini
mencerminkan bahwa kondisi air di bagian selatan lebih jernih daripada di bagian
utaranya.
36. Spesies jarang seperti Ammonia, Edentostomina, Glandulina, Reophax, Stillostomella,
Lagena dan lain-lainnya dijumpai hanya setempatsetempat, dengan sebaran yang tidak
merata.
37.
38. Dilihat dari pola sebaran kontur bahwa ketebalan sedimen menipis ke arah timur, dimana
di bawah sedimen yang relatif tipis tersebut terdapat reflektor yang paralel, subparalel
dan tidak teratur (chaotic), yang ditafsirkan sebagai runtunan C.
39. Penipisan sedimen kuarter di beberapa tempat, akibat adanya struktur akibat tektonik
yang terjadi berupa sesar, sedangkan pada bagian barat relatif tenang sehingga proses
sedimentasi dapat berlangsung dan cenderung menempati cekungan I lekukan bidang
erosi.
52
53
Loeblich Jr., A.R. and Tappan,H. 1988. Foraminiferal Genera and Their Classification, Van
Nostrand Reinhold. New York, 847 p.
Mc. Quillin, Fannin, N.G.T. and Judd, A., 1979, 6GS Pockmarc investigation 1974-1978,
report no. 98, Institute of Geological Science, Continental Shelf Division.
Molengraaff, GAF., 1922, Geologie Hoofdstuk VI van de Zeen van Netherland Oost Indie;
272-357
Murray,J., and Renard, 1981 Report n the Deep Sea Deposits Inc. Wyville (Editor) Report on
the Science Results of Voyage of HMS Challenger, Eyre and Spottiswode,
London.
Postuma, J.A., 1970.~ Manual of Planktonic Foraminifera.Elsevier Pub. Comp., 420 p.
Saito, T, P.R.Thompson and D. Breger., 1981. Recent and Pleistocene Planktonic
Foraminifera. University of Tokyo Press, 190 p.
Sangree, J.B. and J.M. Wiedmier 1979. Interpretation of Depositional Facies From Seismic
Data. Geophysics, 44, No.2, 131p.
Sheriff, R.E. 1986. Seismic stratigraphy. International Human Resources Development
corporation, Boston, 222p.
Sunargi., E.,1999, Mengenal Unsur-Unsur Tanah Jarang (REE), PPTP. Setiawan, B.,
Kuncara, U., 1996, Potential of Rare Earth Mineral Resources in Indonesia, JICA
and DMRI, 1996., Proceeding.
Sanyoto,
P. dan
Pieters,P. E., 1993, Peta geologilembar Pontianak/Nangataman,
Kalimantan, Pusat penelitian dan Pengembangan Geologi.
Situmorang, M., Andi, S., 1999a, Laporan Hasil Awal Survai Tindak Lanjut Penyelidikan
Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1413/1414, Perairan Sukadana,
Ketaang, Kalimantan Barat, PPPGL.
Susilohadi., 1986, Perangkat lunak program nomenklatur sedimen dan moment, Pusat
Pengembangan Geologi Kelautan.
Van Marie, L.J., 1989. Benthic Foraminifera from the Banda Arc region, Indonesia and their
paleobathymetric significance for geologic interpretations of the Late Cenozoic
sedimentary record., Thesis Doctor. Free University, Amsterdam. The
Netherland.
Van Marie, L.J., 1991. Eastern Late Cenozoic Smaller Benthic Foraminifera. Verhandel.
Koninklj. Nederlandse Akad. van Wetenschapp. Afd. Natuurkunde. Eerste Reeks.
deel. 34.
Yassini,l and Jones, B.G. , 1995. Foraminifera and Ostracoda from Estuarine and shelf
Environments on the southeastern coast of Australia. The University of
Wollongong Press. Northfields Avenue, Wollongong, NSW 2522, Australia.,
269p.
54