PENDAHULUAN
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu tulisan yang dapat dijadikan referensi terkait penegasan
kewenangan pengelolaan laut daerah bagi pemerintah daerah maupun
instansi yang berwenang.
2. Memberikan alternatif penegasan batas daerah di wilayah laut pada segmen
batas yang saling berbatasan di lokasi penelitian.
di Selat Lombok serta pengaruh penerapan garis dasar normal dan garis dasar lurus
terhadap penarikan batas wilayah laut. Penelitian Adynana (2007) dilakukan dengan
simulasi penarikan klaim di wilayah laut untuk masing-masing provinsi sejauh 12
mil laut berdasar penerapan garis dasar lurus dan normal, kemudian menentukan
pertampalan klaim dalam simulasi tersebut, sehingga pada pertampalan tersebut
dilakukan penentuan batas di wilayah laut dengan prinsip garis tengah (median line).
Penelitian Adnyana (2007), menyimpulkan bahwa untuk provinsi dengan bentuk
kepulauan, penggunaan jenis garis dasar lurus cenderung akan menambah luas klaim
wilayah laut, sehingga penerapan garis pangkal lurus pada Provinsi Bali maupun
Provinsi Nusa Tenggara Barat akan menguntungkan masing-masing provinsi tersebut
karena dapat melakukan klaim wilayah laut lebih luas.
Penelitian kedua yang dilakukan oleh Purnomo (2007) berjudul Kajian
Penentuan Batas Maritim Daerah antara Kabupaten Cilacap dengan Kabupaten
Kebumen Berdasarkan Garis Dasar Normal dan Garis Dasar Lurus menggunakan
Metode Ekuidistan. Aspek yang dikaji dalam penelitian oleh Purnomo (2007) sama
dengan penelitian oleh Adnyana (2007), begitu pula dengan teknis prosedural
penelitian yang dilakukan serta perangkat lunak yang digunakan yakni Caris Lots.
Perbedaan kedua penelitian tersebut adalah wilayah kajian yang diteliti. Penelitian
Purnomo (2007) ialah kabupaten yang saling berdampingan dan berhadapan dengan
laut lepas, sehingga untuk melakukan klaim di wilayah laut masing-masing
kabupaten dapat dilakukan sejauh 1/3 dari 12 mil yakni 4 mil laut. Delimitasi atau
penentuan batas di wilayah laut untuk daerah bertampalan antara kedua kabupaten
dilakukan dengan menggunakan prinsip sama jarak (equidistance). Hasil penelitian
Purnomo (2007) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh dalam
penentuan batas wilayah laut daerah yaitu distribusi titik dasar dan penerapan jenis
garis dasar atau konfigurasi garis dasar yang digunakan. Penarikan batas maritim
antara Kabupaten Cilacap dengan Kabupaten Kebumen berdasarkan garis dasar lurus
lebih menguntungkan karena menghasilkan luasan yang lebih luas bila dibandingkan
dengan penarikan berdasarkan garis dasar normal.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Prabandari (2013) berjudul Delimitasi Batas
Maritim Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali. Permasalahan yang dikaji dalam
penelitian ini ialah mengenai luas wilayah pertampalan klaim Provinsi Jawa Timur
dan Provinsi Bali di selat Bali, serta perbandingan hasil penarikan batas di wilayah
laut menggunakan prinsip median line berdasarkan penarikan garis pantai sesuai
Permendagri No.76 tahun 2012 dan Permendagri No.01 tahun 2006. Penerapan
prinsip median line dilakukan pada perbatasan daerah di wilayah laut saling
berhadapan dengan menggunakan perangkat lunak Auto Cad dan Arc GIS. Penelitian
Prabandari (2013) menyimpulkan bahwa penentuan batas wilayah laut antara
Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Bali dilakukan dengan prinsip median line
menghasilkan luas wilayah pertampalan apabila menggunakan garis kombinasi
seluas 2.145,735 km2 dan dengan penerapan acuan garis pantai seluas 2.104,142 km2.
Luas perairan pada wilayah pertampalan untuk Provinsi Jawa Timur berdasarkan
penerapan garis pantai adalah 1.113,143 km2 dan untuk Provinsi Bali adalah 990,999
km2; untuk penerapan kombinasi garis dasar, luas perairan Provinsi Jawa Timur
bertambah menjadi 1.145,260 km2 dan untuk Provinsi Bali luas perairannya
bertambah menjadi 1.000,483 km2.
Terdapat perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan
penelitian yang dilakukan oleh ketiga peneliti sebelumnya. Penelitian yang dilakukan
penulis ialah kajian penegasan batas daerah di wilayah laut berdasarkan penerapan
Pedoman Penegasan Batas Daerah sesuai dengan Permendagri No.1 tahun 2006
dan Permendagri No.76 tahun 2012. Daerah penelitian yang digunakan dalam kajian
bervariasi pada daerah berbatasan saling berhadapan dan daerah berbatasan saling
berdampingan. Perangkat yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan penerapan
prinsip penegasan batas di wilayah laut baik prinsip sama jarak (equidistance line)
maupun median line menggunakan tools Voronoi Diagram pada aplikasi Sistem
Informasi Geografis.
Dalam sub bab ini disajikan teori yang digunakan sebagai landasan dalam
penelitian kajian penegasan batas kewenangan pengelolaan wilayah laut daerah atas
dasar Permendagri No.01 tahun 2006 dan Permendagri No.76 tahun 2012, yang
meliputi tinjauan yuridis hukum nasional dalam penegasan batas daerah di wilayah
laut, aspek teknis dalam penentuan batas kewenangan pengelolaan wilayah laut
10
Kondisi ini terjadi apabila daerah provinsi tidak memungkinkan mengklaim wilayah
laut secara penuh sejauh 12 mil laut. Klaim tidak dapat dilakukan secara maksimal
akibat dari pembagian kewenangan wilayah laut pada daerah provinsi yang
berbatasan dengan jarak kurang dari 24 mil laut. Pembagian kewenangan
pengelolaan di wilayah laut tersebut menghasilkan klaim kewenangan pengelolaan
bagi daerah di wilayah laut kurang dari 12 mil laut. Hal ini berarti, tidak mungkin
bagi kabupaten untuk mengklaim kewenangan pengelolaan di wilayah laut sejauh
empat mil laut, karena terdapat segmen batas yang lebar klaimnya tidak secara penuh
sejauh 12 mil laut. Pelaksanaan penegasan batas daerah baik di wilayah darat
maupun wilayah laut sesuai dengan UU No.32 tahun 2004, diatur dalam sebuah
petunjuk teknis yang digunakan sebagai pijakan bagi daerah dan instansi yang
berwenang.
Peraturan pemerintah mengenai aturan dan petunjuk teknis dalam penegasan
batas daerah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri melalui Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.
Permendagri yang pertama ditetapkan adalah Permendagri No.01 tahun 2006 pada
tanggal 12 Januari 2006. Penetapan Permendagri ini didasarkan pada perihal
penegasan batas daerah harus dilakukan secara sistematis dan terkoordinasi dalam
rangka penentuan batas secara pasti di lapangan sesuai dengan amanat UndangUndang Pembentukan Daerah. Kini Permendagri tersebut telah direvisi dengan
Permendagri No. 76 tahun 2012 pada tanggal 14 Desember 2012.
Pertimbangan pergantian Permendagri yang mengatur Pedoman Penegasan
Batas Daerah menyebutkan bahwa Permendagri No.01 tahun 2006 sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan dan kurang memadai dalam proses percepatan
penyelesaian batas daerah. Perubahan yang terjadi pada Permendagri ini, secara
prinsip adalah menitikberatkan kepada proses penegasan batas. Penegasan batas
sesuai dengan Permendagri No.01 tahun 2006 merupakan kegiatan penentuan batas
secara pasti di lapangan, dimana kegiatan ini berarti harus ada pengukuran batas
dilapangan. Berbeda halnya dengan peraturan yang tertuang dalam Permendagri
No.76 tahun 2012 yang memperbolehkan penegasan batas daerah di wilayah laut
dilakukan dengan metode kartometrik. Berdasarkan Permendagri No.76 tahun 2012
11
12
istilah teknis yang digunakan dalam Permendagri No.76 tahun 2012 antara lain di
tambahkan istilah titik dasar, namun dihapuskan istilah titik awal dan garis dasar.
I.7.2.1. Garis pantai. Garis pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan
lautan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang tersedia pada peta dasar
yakni peta laut. Garis pantai yang dimaksud merupakan garis air rendah (low water
line) yang telah disajikan pada peta laut melalui survey batimetri dan pengukuran
pasang surut dengan menggunakan datum vertikal tertentu, sesuai dengan UndangUndang No.32 tahun 2004 seperti yang tersaji pada Gambar I.1. Garis pantai dalam
ketentuan Permendagri No.76 tahun 2012 dijadikan garis acuan atau baseline dalam
melakukan penarikan klaim kewenangan pengelolaan daerah di wilayah laut.
Berbeda halnya dengan ketentuan pada Permendagri No.01 tahun 2006 yakni garis
pantai digunakan sebagai acuan dalam penarikan garis dasar.
I.7.2.2. Titik dasar, titik awal, titik acuan dan
13
I.2(b). Sedangkan, titik sekutu merupakan tanda batas yang terletak di darat pada
koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten/kota yang digunakan sebagai titik
acuan untuk penegasan batas daerah di laut.
Gambar I.1. Titik dasar dan garis pantai (Permendagri No.76, 2012)
Garis Batas
Daerah di
Laut
(a)
(b)
Gambar I.2. (a) Penarikan klaim di wilayah laut berdasarkan penerapan garis pantai
sesuai Permendagri No. 76 tahun 2012 (Permendagri No.76, 2012); (b) penarikan
klaim di wilayah laut berdasarkan penerapan garis dasar sesuai Permendagri No.01
tahun 2006 (Permendagri No.1, 2006)
I.7.2.3. Garis dasar. Istilah garis dasar ini terdapat pada Permendagri No.01
tahun 2006, garis dasar merupakan garis yang menghubungkan antara dua titik awal
dan terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal yang digunakan sebagai
acuan dalam penarikan garis batas daerah di wilayah laut, seperti yang terlihat pada
Gambar II.2 (b). Istilah garis dasar pada ketentuan Permendagri No.76 tahun 2012
tidak disebutkan, sebab acuan penarikan klaim kewenangan pengelolaan di wilayah
14
laut ditentukan berdasarkan garis pantai, seperti yang terlihat pada Gambar I.2 (a).
Berdasarkan Gambar I.2 (a) dan I.2 (b) dapat terlihat perbandingan penerapan garis
acuan penarikan klaim di wilayah laut berdasarkan Permendagri No.01 tahun 2006
dan Permendagri No.76 tahun 2012.
Terminologi pada Permendagri No.76 tahun 2012 mengenai garis pantai
sebagai garis acuan penarikan klaim di wilayah laut, dapat disamakan dengan garis
dasar normal yang diatur pada Permendagri No.01 tahun 2006. Garis dasar normal
yaitu garis yang berhimpit dengan garis pantai atau garis kontur nol antara dua titik
awal, biasanya garis ini berbentuk kurva, seperti yang disajikan pada Gambar I.3.
Penentuan
garis
batas
dengan
menggunakan
garis
dasar
lurus
apabila
menghubungkan dua titik awal berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil laut
seperti pada Gambar I.3.
Gambar I.3. Contoh penentuan titik awal garis dasar lurus dan garis dasar normal
(Permendagri No.1, 2006)
I.7.2.4. Pulau. Pulau yang dimaksud adalah merupakan daratan yang terbentuk
secara alamiah dan senantiasa berada diatas permukaan laut saat pasang tertinggi.
I.7.2.5. Satuan. Unit satuan yang digunakan dalam penentuan batas daerah di
wilayah laut dibedakan menjadi satuan jarak dan satuan luas atau area. Satuan jarak
yang digunakan adalah mil laut (nautical mile), dimana 1 mil laut sama dengan 1,852
meter, hal ini sesuai dengan hasil konferensi Hidrografi Internasional tahun 1929
yang telah disetujui oleh IHO. Satuan ukuran luas umumnya kilometer persegi (km2),
bukan mil laut persegi (mil2) (IHO, 2006).
15
wilayah laut yang diatur pada pedoman penegasan batas daerah melalui Permendagri
No.01 tahun 2006 tidak mengalami perubahan setelah dilakukan pergantian menjadi
Permendagri No.76 tahun 2012. Dalam proses penarikan dan pengukuran batas
kewenangan pengelolaan daerah di wilayah laut tentunya tidak semua daerah dapat
melakukan penarikan klaim batasnya secara penuh sejauh 12 mil laut, hal ini
dikarenakan kondisi wilayah Indonesia yang merupakan kepulauan dan terdapat 33
Provinsi di dalamnya, tentunya terdapat daerah-daerah yang saling berbatasan
dengan jarak wilayah laut kurang dari 24 mil laut. Bertolak pada kondisi tersebut,
maka penegasan batas kewenangan pengelolaan daerah di wilayah laut atau
delimitasi batas di wilayah laut ini diperlukan. Berikut adalah ketentuan yang diatur
untuk prinsip penegasan batas daerah di wilayah laut:
a. Penarikan garis batas daerah di wilayah
gugusan pulau yang berjarak lebih dari dua kali 12 mil laut yang berada dalam
satu provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil laut untuk provinsi
dan sepertiganya untuk kabupaten/kota, seperti terlihat pada Gambar I.4.
Gambar I.4. Penarikan garis batas pada pulau dan/atau gugusan pulau yang
berjarak lebih dari dua kali 12 mil laut yang berada dalam satu provinsi
(Permendagri No.76, 2012)
b. Penarikan garis batas pada pulau yang berjarak kurang dari dua kali 12 mil dan
berada dalam daerah provinsi yang berbeda, diukur menggunakan prinsip garis
tengah (median line) seperti pada Gambar I.5 untuk daerah berbatasan saling
berhadapan dan prinsip sama jarak (equidistance) untuk daerah berbatasan
saling berdampingan.
16
Gambar I.5. Penarikan garis batas pada pulau yang berjarak kurang dari dua
kali 12 mil laut yang berada pada provinsi yang berbeda
(Permendagri No.76, 2012)
c. Penentuan batas wilayah laut pada daerah berbatasan dengan pantai yang saling
berdampingan
dilakukan
dengan
menggunakan
prinsip
sama
jarak
Gambar I.6. Prinsip sama jarak untuk daerah berbatasan saling berdampingan
(Permendagri No.76, 2012)
d. Penentuan batas wilayah laut pada daerah berbatasan dengan pantai yang
saling berhadapan berjarak kurang dari 24 mil, dilakukan dengan menggunakan
prinsip garis tengah (median line). Metode delimitasi ini menggunakan pada
prinsipnya sama dengan prinsip sama jarak, hanya saja istilah median line
17
Garis batas
Daerah di
wilayah Laut
Gambar I.7. Prinsip garis tengah untuk daerah berbatasan saling berhadapan
(Permendagri No.76, 2012)
Keterangan Gambar I.4 sampai dengan Gambar I.7 :
Kewenangan pengelolaan laut provinsi
Kewenangan pengelolaan laut kabupaten dan kota
Daratan/pulau
18
proyeksi merkator, yakni garis meridian dan parallel digambarkan dengan garis lurus
yang berpotongan dengan sudut yang sebenarnya, sehingga akan mempertahankan
azimuth dan sifat proyeksi merkator yang konformal akan mempertahankan bentuk
asli di atas peta. Peta laut yang digunakan dalam penarikan batas wilayah laut adalah
peta dengan skala yang memadai untuk penentuan garis pangkal dan diakui secara
resmi keberadaannya oleh semua pihak yang terkait. Datum vertikal yang digunakan
pada peta laut adalah garis air rendah (low water line) yang dijadikan dasar atau
referensi untuk menyatakan kedalaman air dibawahnya.
I.7.5. Penentuan garis batas dengan prinsip sama jarak menggunakan Voronoi
diagram
Voronoi diagram merupakan istilah yang diambil dari nama seorang
matematikawan
Rusia
bernama
Georgy
Fedoseevich
Voronoi,
Voronoi
A
B
19
diagram
Gambar I.8 merupakan gambar langkah pembentukan Voronoi diagram
berdasarkan tiga titik, beserta karakteristik dari hasil komputasi Voronoi diagram
yang dijelasakan oleh Sarvottamananda (2010). Adapun langkah tersebut diawali
dengan membuat Voronoi edge yang berupa poligon tertutup dimana setiap tepi
Voronai edge tersebut merupakan garis tegak lurus yang membagi sama jarak antara
dua titik acuan, untuk titik s1 dan s2 akan menghasilkan tepi Voronoi edge berupa
garis A, untuk s1 dan s3 membentuk tepi Voronoi edge berupa garis B, sedangkan
untuk tepi Voronoi edge berupa garis C dihasilkan dari titik s2 dan s3. Berdasarkan
hasil poligon Voronoi edges V(s1), V(s2) dan V(s3) tersebut maka ketiganya akan
berpotongan dan akan menghasilkan Voronoi vertex. Voronoi vertex tersebut
memiliki jarak yang sama terhadap tiga buah titik acuan s1, s2 dan s3, hal ini
digambarkan pada lingkaran yang melewati ketiga titik tersebut. Lingkaran tersebut
memiliki titik pusat yang berupa Voronoi vertex, sehingga dikatakan bahwa jarak
titik acuan ke Voronoi vertex adalah sebesar jari-jari lingkaran yang melewati titik
acauan tersebut. Titik pada Voronoi vertex inilah yang kemudian dapat diidentifikasi
sebagai titik tengah antara tiga titik acuan tersebut, hal ini sama dengan prinsip
median line dan equidistance pada penentuan batas di wilayah laut.
Perhitungan Voronoi diagram menurut Hangout (2003) dihitung berdasar
pada data titik atau segmen yang mewakili garis pantai dan garis dasar sehingga
menghasilkan geometris yang terdiri dari potongan garis mediatrix (titik-titik
equidistance), garis bisektor (segmen-segmen equidistance), dan busur parabola
(point-segmen equidistance). Voronoi diagram dapat dihitung pula ketika daerah
berbatasan yang ingin ditentukan tidak saling berhadapan, yaitu ketika daerah pantai
yang berbatasan saling berdampingan atau adjacent dalam terminologi perbatasan
maritim. Penyelesaian batas dengan menggunakan konstruksi Voronoi diagram
memperhitungkan geometri baseline, sehingga ketika divisualisasikan Voronoi
diagram menunjukkan pengaruh dan efek dari setiap detail dari bentuk baseline yang
digunakan.
20
D1
C1
21
..(I.1)
Disederhanakan menjadi :
.........(I.2)
Apabila gambar di proyeksikan terhadap sumbu Y maka akan menjadi :
..(I.3)
Kedua rumus diatas dapat disederhanakan menjadi :
(I.4)
I.8. Hipotesis
Penerapan garis acuan penarikan klaim daerah di wilayah laut, yakni garis
dasar kombinasi sesuai dengan Permendagri No.01 tahun 2006 dan garis pantai
sesuai dengan Permendagri No.76 tahun 2012 akan mengakibatkan adanya
perbedaan luas area pertampalan klaim daerah di wilayah laut, luas kewenangan
pengelolaan daerah di wilayah laut, serta perbedaan posisi garis batas daerah di
wilayah laut.