Anda di halaman 1dari 21

KARYA TULIS

RESPON TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merril)


PADA TANAH MASAM

OLEH :
DIANA SOFIA H, SP, MP
NIP 132231813

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan kehadlirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini.
Karya tulis ini berjudul : PENGEMBANGAN

TANAMAN KEDELAI

(Glycine max (L.) Merril) PADA TANAH MASAM


Semoga

karya

tulis

ini

bermanfaat

bagi

semua

pihak

yang

memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini sangat
penulis harapkan.

Medan, Juli 2007

Penulis

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................... ............. i


Daftar Isi ........................................................................... ............. ii
Pendahuluan ...................................................................... ............. 1
Botani Tanaman.................................................................. ............. 2
Syarat Tumbuh................................................................... ............. 3
Usaha Pengembangan Kedelai di Tanah Masam ....................... ............. 4
Pengaruh Tanah Masam Terhadap Tanaman ........................... ............. 5
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Aluminium................. ............. 7
Strategi Pemuliaan Tanaman Toleran Alumenium..................... ............. 10
Pengaruh Konsentrasi AlCl3 terhadap Toleransi Embrio Kedelai.. ............. 12
Pengaruh Varietas Kedelai terhadap Toleransi Embrio Kedelai.... ............. 14
Kesimpulan ........................................................................ ............. 15
Daftar Pustaka

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan salah satu komoditas


tanaman pangan yang penting di Indonesia. Kebutuhan akan kedelai
meningkat setiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan berkembangnya pabrik ternak. Komoditas per kapita
kedelai saat ini 8 kg/kapita/tahun. Diperkirakan setiap tahunnya
kebutuhan akan biji kedelai adalah 1,8 juta ton dan bungkil kedelai
sebesar 1,1 juta ton (Deptan, 2006).
Permintaan pasar dalam negeri untuk komoditi kedelai yang akan
digunakan sebagai bahan konsumsi atau bahan baku industri sampai saat
ini belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Usaha pemenuhan
kedelai ini menghadapi kendala berupa semakin sempitnya lahan subur
yang terdapat di Pulau Jawa akibat penggunaan lahan tersebut menjadi
lahan non-pertanian. Disamping itu juga kebiasaan petani di Jawa yang
lebih memprioritaskan menanam padi, sedangkan penanaman kedelai
hanya

dilakukan

setelah

padi

tidak

lagi

dapat

ditanam

karena

keterbatasan penyediaan air. Oleh karena itu pemenuhan ini dilaksanakan


dengan penanaman kedelai di luar Pulau Jawa yang pada dasarnya
merupakan lahan marjinal. Kendala yang dihadapi lahan marjinal ini salah
satunya adalah kemasaman tanah yang terjadi pada jenis tanah Ultisol,
Hydrandepth, atau Histosol (Brawijaya, 2004).
Usaha untuk meningkatkan produksi kedelai pada tanah masam
dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: (1) pengapuran untuk
memperbaiki

sifat

fisik

dan

kimia

tanah

sehingga

sesuai

untuk

pertanaman kedelai, atau (2) melalui penggunaan genotip yang memiliki


toleransi tinggi terhadap cekaman Al (Muhidin, 2002).
Pada tahun 2001 Badan Litbang Pertanian telah melepas tiga
kedelai unggul toleran kemasaman tanah. Ketiga varietas tersebut adalah

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

Tanggamus, Nanti dan Sibayak dengan daya hasil berkisar antara 1,2-1,4
ton/ha dan umur

88-91 hari (Warta Litbang Pertanian, 2004).

BOTANI TANAMAN

Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu


Glycine soja, atau Soja max. Namun demikian, pada tahun 1984 telah
disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah
yaitu Glycine max (L.) Merril. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Rosales

Famili

: Leguminosae

Genus

: Glycine

Species

: Glycine max (L.) Merril

(Adisarwanto, 2005).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang
dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu,
kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian
bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman
tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto,
2005).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio
terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang
kuning, hitam, hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat
lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi,

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

tergantung varietas.

Di Indonesia besar biji bervariasi dari 6 gram 30

gram (Suprapto, 2001).


Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang
ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan
batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh
lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang
tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa
tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Adisarwanto,
2005).

SYARAT TUMBUH
Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai
jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang,
dan berdraenase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky
dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai tumbuh baik pada tanah yang bertekstur gembur, lembab,
tidak tergenang air, dan memiliki pH 6 - 6,8. pada pH 5,5 kedelai masih
dapat berproduksi, meskipun tidak sebaik pada pH 6 6,8. pada pH < 5,5
pertumbuhannya

sangat

terlambat

karena

keracunan

aluminium

(Najiyati dan Danarti, 1999).


Kedelai dapat tumbuh di tanah yang agak masam akan tetapi pada
pH yang terlalu rendah bisa menimbulkan keracunan Al. Nilai pH tanah
yang cocok berkisar antara 5,8 7,0. Pada pH dibawah 5,0 pertumbuhan
bakteri bintil dan proses nitrifikasi berjalan kurang baik (Suprapto, 2001).

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

USAHA PENGEMBANGAN KEDELAI DI TANAH MASAM

Untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri yang terus


meningkat,

pemerintah

pengembangan

agribisnis

telah

melaksanakan

kedelai.

Pada

periode

beberapa
tahun

program
1984-1988

pemerintah menggalakkan pengembangan kedelai antara lain melalui


program menuju swasembada kedelai, program pengembangan kedelai di
lahan masam, penerapan anjuran teknologi, penggunaan pupuk biohayati,
dan lain-lain. Tingginya perhatian pemerintah saat itu membuahkan hasil
yang

cukup

menggembirakan.

Hal

tersebut

terlihat

dengan

berkembangnya luas areal pertanaman kedelai di sebagian daerah


(Deptan, 2006).
Indonesia mempunyai kawasan rawa yang sangat luas, yaitu
sekitar

33,43 juta ha atau hampir 20% dari luas daratan Kepulauan

Nusantara

(197,944 juta ha). Kawasan rawa ini terbagi dua, yaitu

rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut meliputi luas
sekitar 20,15 juta ha, terdiri dari tiga tipologi lahan utama yaitu lahan
gambut (seluas 10,90 juta ha), lahan sulfat masam (6,70 juta ha) dan
lahan alluvial lainnya yang merupakan endapan sungai (fluviatil), nonsulfat masam (2,07 juta ha) serta sisanya beberapa lahan salin (0,48 juta
ha) (Noor, 2004).
Lahan sulfat masam menjadi perbincangan setelah Pemerintah
Indonesia mengadakan program perluasan areal ke kawasan rawa di
Kalimantan dan Sumatera yang dimulai pada periode Pelita I (19651974). Selama kurun waktu

25 tahun masa PJP I (1969-1994) telah

dibuka sekitar satu juta hektar lahan rawa oleh pemerintah untuk
mendukung program transmigrasi (Noor, 2004).
Sejarah mencatat Indonesia termasuk negara importir pangan
utama di dunia. Indonesia pada tahun 1977 sudah menjadi importir beras

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

terbesar

(sekitar 2 juta ton) atau hampir 20% dari pangsa yang

diperdagangkan di pasar dunia sekitar 12 juta ton. Impor beras tertinggi


Indonesia yakni 5,86 juta ton terjadi pada tahun 1998. Angka ini
merupakan angka terbesar sepanjang sejarah perberasan Indonesia, pada
tahun 2003 menurun pada angka 3,7 juta ton (Noor, 2004). Sama halnya
dengan

kedelai

cukup

memprihatinkan

dimana

untuk

memenuhi

kebutuhan akan kedelai pemerintah harus mengimpor 60 % dari luar


negeri. Diperkirakan devisa negara yang hilang dari impor kedelai
tersebut mencapai Rp 3 triliun per tahun. Sedangkan kita pernah
berjaya menanam kedelai sampai 1,9 juta ha, kita mempunyai teknologi,
lahan dan tenaga kerja, tinggal bagaimana kita dalam melaksanakan
Program Pembangunan Bangkit Kedelai Nasional (Deptan, 2006).
Pilihan rawa sebagai sumber pertumbuhan baru produksi pertanian,
khususnya pangan disebabkan karena lahan rawa mempunyai beberapa
keuntungan antara lain: (1) ketersediaan air yang melimpah, (2) topografi
nisbi datar, (3) letak yang tidak jauh dari sungai sehingga memudahkan
pencapaian dengan menggunakan alur sungai, dan (4) pemilihan lahan
yang luas atau ideal bagi pengembangan usaha tani secara mekanis (2,0
ha per kk) dapat tersedia (Noor, 2004).

PENGARUH TANAH MASAM TERHADAP TANAMAN


Pertumbuhan tanaman yang kerdil pada tanah masam telah
ditandai oleh adanya sejumlah faktor. Faktor-faktor mendasar yang
secara

langsung

keracunan

menyebabkan

aluminium,

pertumbuhan

kekurangan

yang

magnesium,

kerdil

dan

adalah

kekurangan

molibdenum (Koswara dan Leiwakabessy, 1972).


Suatu studi yang dilakukan oleh Vlamis (1953) menunjukkan
keracunan Al merupakan salah satu faktor terbesar yang menghambat

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

pertumbuhan tanaman pada tanah masam (Koswara dan Leiwakabessy,


1972).
Konsentrasi aluminium yang cukup tinggi pada tanah asam (yang
pHnya dibawah 4,7) dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies,
tidak hanya karena efeknya yang merusak ketersediaan fosfat, tapi
tampaknya juga karena penghambatan penyerapan besi dan karena efek
beracun secara langsung terhadap metabolisme tumbuhan (Salisbury dan
Ross

b)

, 1995).
Clarkson

(1965)

berhasil

menunjukkan

bahwa

keracunan

Al

menghambat pembelahan sel. Dari pengamatannya pada larutan P


ditambahkan Al, ternyata pembelahan sel terhambat (Hakim, dkk, 1986).
Pada shorgum, gejala keracunan Al pada bagian daunnya mirip
dengan kekurangan Fe. Pada tanaman yang lain keracunan Al ditunjukkan
lebih mirip dengan gejala kekurangan P. Pada akar yang keracunan Al
mengalami pemendekan akar, lebih tebal, lebih gelap dan sangat gemuk
(Christiansen and Lewis, 1982).
Keracunan aluminium disebutkan merupakan salah satu faktor
kemungkinan yang menyebabkan gagalnya panen gandum di Maryland
(Foth and Turk, 1972). Selanjutnya dilaporkan bahwa di Washington
panen gandum dapat mencapai 8151 kg per are yang diperoleh,
sedangkan di Maryland hanya dihasilkan 763 kg per are.
Russel and Russel (1986) menyebutkan bahwa aluminium akan
terakumulasi pada akar dan dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan
akar untuk mentranslokasikan Posphat dari tanah ke pembuluh vaskular.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan target utama keracunan Al
adalah jaringan akar tanaman, terutama ujung akar (Khatiwada, et al.,
1996). Akar tanaman jagung dan kedelai dapat berkembang dengan baik
pada larutan Al yang diberi kapur dibandingkan yang tanpa pengapuran.
Gejala pertama yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

yang tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat penghambatan


perpanjangan sel. Selain itu pengaruh buruk yang lain yaitu terjadi
gangguan penyerapan hara mineral, penggabungan Al dengan dinding sel
dan penghambatan pembelahan sel (Prasetiyono dan Tasliah, 2003).
Ternyata keracunan Al tidak hanya mengurangi serapan Posphat,
Lee (1971) menemukan bahwa keracunan Al mengurangi serapan P, Ca,
K, Mn, Fe, Cu, dan Zn. Serapannya cenderung meningkat pada 1 hingga 2
ppm

Al,

kecuali

aluminiumnya

sendiri

terus

meningkat

dengan

bertambahnya kepekaan Al dalam larutan (Hakim, dkk, 1986).


Hakim,
menghambat

dkk

(1986)

perpanjangan

menyimpulkan
dan

bahwa

pertumbuhan

akar

keracunan
primer,

Al

serta

menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar.

MEKANISME TOLERANSI TANAMAN TERHADAP ALUMINIUM


Beberapa jenis tanaman dapat tumbuh pada tanah-tanah yang
mengandung tingkat ion toksik yang dapat mematikan untuk spesies lain.
Terdapat empat mekanisme utama hingga hal tersebut terjadi:
1. Penghindaran (escape) fenologis, apabila stress yang terjadi pada
tanaman bersifat musiman, tanaman dapat menyesuaikan siklus
hidupnya, sehingga tumbuh dalam musim yang sangat cocok saja.
2. Ekslusi, tanaman dapat mengenal ion yang toksik dan mencegah
agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas.
3. Penanggulangan (ameliorasi), tanaman barangkali mengasorbsi ion
tersebut, tetapi bertindak demikian rupa untuk meminimumkan
pengaruhnya. Jenisnya meliputi pembentukan kelat (chelation),
pengenceran, lokalisasi atau bahkan ekskresi.
4. Toleransi, tanaman dapat mengembangkan sistem metabolis yang
dapat berfungsi pada konsentrasi toksik yang potensial, mungkin
dengan molekul enzim.

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

10

Spesies-spesies itu yang sangat mampu bertahan terhadap ion-ion toksik


ditemukan mengalami mekanisme yang lebih dari satu, tetapi adopsi
salah satu atau kombinasinya, menimbulkan kendala fisiologis dan
ekologis yang penting (Fitter dan Hay, 1991).
Tanaman yang toleran terhadap keracunan Al memiliki kemampuan
untuk menekan pengaruh buruk keracunan Al tersebut. Kriteria tanaman
yang toleran antara lain : (a) akar sanggup tumbuh terus dan ujung akar
tidak rusak, (b) mengurangi absorpsi Al, (c) memiliki berbagai cara untuk
menetralkan pengaruh toksik Al setelah diserap tanaman, (d) sanggup
menciptakan keadaan yang kurang asam di daerah perakaran, (e)
translokasi ion Al ke bagian atas tanaman sedikit, karena sebagian besar
ditoleran di akar, dan (f) karena suatu mekanisme tertentu maka ion
aluminium

tidak

sanggup

menghambat

serapan

Ca,

Mg

dan

(Prasetiyono dan Tasliah, 2003).


Spesies

tumbuhan

secara

genetis

sangat

beragam

dalam

kemampuannya untuk toleran, atau tidak toleran, terhadap unsur takesensial:

timbel,

kadmium,

perak,

aluminium,

raksa,

timah,

dan

sebagainya, dalam jumlah yang meracuni (Woolhouse, 1983).


Pada beberapa spesies, Al diserap hanya dalam jumlah yang
terbatas, sehingga lebih merupakan penghindaran daripada toleransi
(Taylor, 1987). Pada spesies lain, Al tertimbun di akar, dan dipindahkan
sedikit saja ke tajuknya. Pada spesies lainnya lagi, akar dan tajuknya
mengandung Al dalam jumlah yang jauh lebih tinggi daripada yang dapat
ditahan oleh spesies lain. Inilah toleransi sejati (Salisbury dan Ross

a)

1995).
Baru-baru ini ditemukan mekanisme toleransi yang penting dan
secara filogenetis tersebar luas. Logam diawaracunkan dengan cara
dikelat dengan fitokelatin, yakni peptida kecil yang kaya akan asam amino
sistein yang mengandung belerang. Peptida ini biasanya mempunyai 2

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

11

sampai 8 asam amino sistein di pusat molekulnya, serta sebuah asam


glutamat dan sebuah glisin pada ujung-ujung yang berlawanan. Atom
belerang dalam sistein hampir dipastikan penting untuk mengikat logam
tersebut,

tapi

atom

nitrogen

atau

oksigen

diduga

berperan

pula.

Fitokelatin dihasilkan oleh banyak spesies, tapi sejauh ini diketahui bahwa
fitokelatin hanya dijumpai bila terdapat logam dalam jumlah yang
meracuni. Fitokelatin dihasilkan pula oleh spesies yang kelebihan seng
dan tembaga sehingga dapat mengawaracunkan berbagai logam esensial
juga. Oleh karena itu, pembentukannya benar-benar merupakan respon
tumbuhan untuk beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang rawan
(Salisbury dan Ross a), 1995).
Asam

organik

berperanan

dalam

penolakan

Al

melalui

pelepasannya dari akar dan detoksifikasi Al dalam simplas, dimana asam


organik seperti asam sitrat dapat mengkelat Al dan mereduksi atau
mencegah pengaruh racunnya pada tingkat seluler (Pellet, et al., 1995).
Beberapa senyawa organik yang dihasilkan tanaman dan dapat mengkelat
Al antara lain adalah asam malat, asam sitrat, asam oksalat, asam fulfat,
asam humat dan fenolat (Prasetiyono dan Tasliah, 2003).
Bahan kelat tertentu (misalnya, di dinding sel akar) membentuk
kompleks kuat dengan ion logam itu dan mencegah reaksinya dengan
bahan protoplasma yang peka seperti misalnya enzim. Sekresi logam itu
ke dalam vakuola juga akan menurunkan efek beracunnya (Salisbury dan
Ross

b)

, 1995).
Ketahanan

Al

dapat

disebabkan

karena

kemampuan

mencegah berpindahnya Al3+ masuk ke ruang bebas

untuk

pada meristem,

hingga melindungi pembelahan sel. Hemming (dikumpulkan oleh Foy, et


al., 1978) menemukan bahwa varietas gandum yang resisten dapat
bertahan dalam melawan seratus kali lipat bertambahnya konsentrasi Al
eksternal sebelum Al masuk ke meristem akar, bila dibandingkan dengan

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

12

suatu varietas yang sensitif. Hal ini sekali lagi memperlihatkan adanya
mekanisme pengikatan pada dinding sel (Fitter dan Hay, 1991).
Menurut Wood (1995) mekanisme toleransi Rhizobium terhadap Al
mungkin disebabkan oleh strain yang toleran mampu membatasi jumlah
Al yang berikatan dengan muatan negatif fosfat dari DNA, sehingga tidak
mengganggu atau menghambat pembelahan sel atau strain yang toleran
mampu untuk melepaskan Al yang berikatan dengan DNA lebih efektif
daripada strain yang sensitif (Elfiati, 2005).
Perbedaan pH tanah di sekitar daerah perakaran tanaman jagung
mempengaruhi perbedaan konsentrasi Al dan P. Jagung yang toleran
mampu memperbaiki kedaan tanah di bagian terluar dari daerah
perakaran. Kondisi yang lebih baik ini memperbaiki keragaan dari
ketahanan strain jagung (Purnomo, et al., 2000).

STRATEGI PEMULIAAN TANAMAN TOLERAN ALUMINIUM


Pemuliaan tanaman untuk mencari sumber-sumber ketahanan baru
terus dilakukan. Saat ini para ahli mulai mengembangkan strategi dengan
pendekatan

biologi

molekuler

dengan

mempelajari

gen-gen

yang

mengatur toleransi Al berdasarkan mekanisme toleransi yang telah


disebutkan di atas, kemudian dilakukan kloning, dan mulai merakit
tanaman transgenik yang toleran Al (Prasetiyono dan Tasliah, 2003).
Suryowinoto (1996) menyatakan bahwa dalam upaya memperoleh
varietas baru yang memiliki ketahanan dapat dilakukan pengujian
beberapa varietas melalui metode kultur in vitro yaitu suatu metode
pengujian beberapa varietas tekanan seleksi mulai tingkat sel sampai
dihasilkan tanaman baru dan dilakukan dalam tabung serta kondisi
lingkungan yang aseptik dan terkendali.
Gunawan (1992), mengatakan salah satu tujuan teknik in vitro
adalah

membantu

dalam

seleksi

dan

pemuliaan

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

tanaman

dalam

13

pengembangan

varietas-varietas

baru

yang

toleran

terhadap

stres

lingkungan. Metode kultur jaringan yang pada mulanya hanya suatu


penelitian fisiologis, dewasa ini menduduki posisi yang penting dalam
perkembangan pertanian. Melalui metode ini, tanaman yang kompleks
dapat

dipecahkan

menjadi

komponen

individu

dasarnya.

Dengan

mengintegrasikan biokimia, biologi (sel dan molekul) serta fisiologis


komponen seperti protoplas, sel somatik dan generatif, organ dapat
diisolasi, dimanipulasi, dan kemudian dikembalikan lagi ke tanaman
lengkap dalam suatu lingkungan kultur yang aseptik. Berbagai faktor
seperti bagian tanaman, nutrien, hormon, dan lingkungan fisik saling
berinteraksi menentukan arah pertumbuhan dan perkembangannya.
Tujuan praktis metode perbanyakan tanaman yang bebas penyakit,
membantu dalam seleksi dan pemuliaan tanaman, koleksi dan konservasi
tanaman serta kemungkinan produksi bahan untuk penemuan obat dan
untuk keperluan industri.
Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap Al pernah
dilakukan oleh Ojima dan Ohira (Suryowinoto, 1996) yaitu terhadap
tanaman tomat. Pada penelitian ini menggunakan Al-EDTA sehingga
didapatkan kultivar tomat yang toleran terhadap Al. Temuan ini sangat
membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi pada tanah-tanah
daerah transmigrasi yaitu kandungan Al yang tinggi karena kendala
tersebut telah diatasi dengan diciptakannya varietas baru yang tahan
terhadap kandungan Al yang tinggi (Hendaryono dan Wijayani, 2006).
Seleksi terhadap sel-sel yang dikulturkan dapat menghasilkan
mutan dalam jumlah yang amat banyak. Mutan-mutan yang dihasilkan
umumnya diseleksi untuk melihat tingkat resistensinya. Sel-sel resisten
dalam jumlah banyak dapat diseleksi dengan melihat kemampuannya
untuk tumbuh pada media yang mengandung inhibitor, sel-sel sensitif

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

14

tentunya tidak akan tumbuh. Metode ini sangat berguna karena jutaan sel
dapat diseleksi dengan mudah (Suliansyah, 2004).

PENGARUH KONSENTRASI ALCL3 TERHADAP TOLERANSI EMBRIO


KEDELAI
Ekawaty (2007) menyatakan bahwa pemberian tingkat konsentrasi
AlCl3 diketahui nyata menghambat saat munculnya akar, dimana akar
paling cepat muncul pada perlakuan kontrol (4,75 hari) dan pemunculan
akar terus lambat sampai tingkat konsentrasi AlCl3 tertinggi (1,5 gr/l)
yaitu 10,7 hari. Hal ini diduga terjadi akibat rusaknya sel-sel yang sedang
tumbuh karena kehadiran aluminium, seperti yang dinyatakan oleh
Hakim, dkk (1986) bahwa kehadiran Al menghambat pembelahan sel,
disamping itu Salisbury dan Rossb) (1995) menambahkan bahwa Al
memberikan efek beracun terhadap metabolisme tumbuhan.
Pemberian

tingkat

konsentrasi

juga

AlCl3

menghambat saat munculnya tunas, dimana

diketahui

nyata

terlihat tunas paling cepat

muncul pada perlakuan tanpa pemberian AlCl3 yaitu 4,50 hari, dan
pemunculan tunas terus lambat hingga tingkat konsentrasi AlCl3 yang
tertinggi

(1,5

gr/l)

yaitu

11,58

hari.

Diduga

akibat

kehadiran

menghalangi translokasi hara esensial dari media ke akar.

Al

Russel and

Russel (1986) mengatakan bahwa aluminium akan terakumulasi pada


akar

dan

dapat

mentranslokasikan

menyebabkan
Posphat

ke

berkurangnya
pembuluh

kekuatan

vaskular.

akar

Dan

untuk

ternyata

kehadiran Al tidak hanya mengurangi serapan Phospat saja, Lee (1971)


dalam Hakim, dkk (1986) menemukan bahwa keracunan Al menggurangi
serapan P, Ca, K, Mn, Fe, Cu,dan Zn.
Perlakuan konsentrasi AlCl3 juga diketahui nyata menghambat
pertambahan akar, diketahui dengan jelas bahwa jumlah akar terbanyak

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

15

diperoleh pada perlakuan kontrol yaitu 7,75 buah dan terendah pada
tingkat konsentrasi AlCl3 tertinggi (1,5 gr/l) yaitu 1,58 buah. Diduga
bahwa

Al

menyusup

ke

jaringan

tanaman

mengakibatkan

proses

pembelahan sel terhambat, sehingga pertumbuhan akar primer serta


pembentukan akar lateral juga terhambat (Hakim, dkk, 1986).
Pemberian tingkat konsentrasi AlCl3 diketahui nyata menghambat
pembentukan daun. Jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan
tanpa pemberian konsentrasi AlCl3 yaitu 5,17 helai dan terendah pada
tingkat konsentrasi AlCl3 tertinggi (1,5 gr/l) yaitu 0,58 helai. Diduga
bahwa serapan unsur-unsur yang dibutuhkan dalam pembentukan daun
seperti Mg, Na, dan Fe (Dwidjoseputro, 1994) terhalang oleh kehadiran Al,
hal ini disebabkan Al yang terdapat dalam media terakumulasi di akar
(Russel and Russel, 1986) sehingga menghalangi masuknya unsur-unsur
tersebut ke dalam akar.
Pemberian
menghambat

tingkat

konsentrasi

perpanjangan

akar.

AlCl3

Akar

juga

diketahui

terpanjang

diperoleh

nyata
pada

perlakuan tanpa pemberian konsentrasi AlCl3 yaitu 19,63 cm dan terendah


pada tingkat konsentrasi AlCl3 tertinggi (1,5 gr/l) yaitu 2,89 cm. Hal ini
diduga akibat penggabungan Al pada dinding sel di daerah perakaran
sehingga

terjadi

mengakibatkan
perakaran

tidak

gangguan

dalam

penghambatan
berkembang,

penyerapan

perpanjangan
akar

menjadi

hara

sel

mineral

sehingga

pendek

dan

yang
sistem
tebal

(Prasetiyono dan Tasliah, 2003). Dugaan ini diperkuat oleh Clarkson


(1965) dalam Hakim dkk, (1986) yang menemukan bahwa kehadiran Al
pada jaringan tanaman menghambat pembelahan sel.

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

16

PENGARUH VARIETAS KEDELAI TERHADAP TOLERANSI EMBRIO


KEDELAI

Ekawaty (2007) menyatakan bahwa

perlakuan varietas Kedelai

berbeda nyata terhadap peubah saat munculnya akar, diperoleh bahwa


saat munculnya akar yang paling cepat terjadi pada varietas Sibayak (V1)
yaitu: 5,50 hari, disusul varietas Sinabung (V2) yaitu 7 hari, menempati
urutan ketiga yaitu varietas Kaba (V3) 7,34 hari, sedangkan akar yang
paling lambat muncul adalah varietas Mahameru (V4) yaitu: 8,92 hari. Hal
ini diduga adanya perbedaan kemampuan masing-masing varietas untuk
meresponi kehadiran Al. Woolhouse (1983) mengatakan bahwa spesies
tumbuhan secara genetis sangat beragam dalam kemampuannya untuk
toleran, atau tidak toleran, terhadap unsur tak-esensial seperti aluminium
dalam jumlah yang meracuni. Diduga pada saat pembentukan akar terjadi
mekanisme ekslusi, dimana tanaman dapat mengenal ion yang toksik dan
mencegah agar tidak terambil sehingga tidak mengalami toksisitas (Fitter
dan Hay, 1991).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa perlakuan varietas Kedelai
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah akar.
Diketahui bahwa jumlah akar terbanyak terdapat pada varietas Sibayak
(V1) yaitu: 6,67 buah, diurutan kedua adalah varietas Kaba (V3) yaitu:
3,59 buah, disusul varietas Sinabung (V2) yaitu: 3,5 buah, dan jumlah
akar yang paling sedikit adalah varietas Mahameru (V4) yaitu : 3,17 buah.
Perbedaan ini kemungkinan dikarenakan kemampuan ketahanan Al yang
berbeda pada masing-masing varietas. Diduga varietas Sibayak memiliki
kemampuan untuk mencegah berpindahnya Al3+ masuk ke ruang bebas
pada meristem yang lebih baik dibandingkan varietas yang lainnya,
hingga melindungi pembelahan sel. Hal ini memperlihatkan adanya

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

17

mekanisme pengikatan pada dinding sel (Fitter dan Hay, 1991). Akibatnya
perkembangan akar dapat terjadi dengan sedikit hambatan.
Christiansen and Lewis (1982), keracunan Al ditunjukkan lebih
mirip dengan gejala kekurangan P. Pada akar yang keracunan Al
mengalami pemendekan akar, lebih tebal, lebih gelap dan sangat gemuk.
Pada

semua

varietas

kedelai

yang

diuji

cenderung

mengalami

pemendekan akar setiap peningkatan konsentrasi AlCl3. Terhambatnya


perpanjangan akar pada media AlCl3 diduga juga akibat daya racun Al,
ketidakseimbangan unsur di dalam tanaman serta adanya akumulasi Al
disekitar akar seperti yang dikemukakan oleh Russel and Russel (1986).
Kemungkinan terjadi penggabungan Al dengan dinding sel sehingga
menghambat

pembelahan

sel

maka

terjadi

penghambatan

dalam

perpanjangan sel akibatnya pada pemberian konsentrasi AlCl3 yang lebih


tinggi sistem perakaran menjadi tidak berkembang (pendek dan tebal),
seperti yang dikemukakan oleh Prasetiyono dan Tasliah (2003).

KESIMPULAN
1. Pemberian tingkat konsentrasi AlCl3 diketahui nyata menghambat saat
munculnya akar.
2. Perlakuan varietas Kedelai menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap jumlah akar

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

18

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., 2005. Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.


Brawijaya, P., 2004. Keragaman Genetik Toleransi Kedelai terhadap Tanah
Masam. Http://www.prasetyabrawijaya.ac.id/Apr04htm
Christiansen, M.N. and C.F. Lewis, 1982. Breeding Plants for Less
favorable Environments. John Wiley and Sons, Inc., New York.
Departemen
Pertanian,
2006.
Usaha
Pengembangan
Kedelai.
Http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/tp_2006/LPKedelai2.htm
Dwidjoseputro, D., 1994.
Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Ekawaty, D. 2007. Studi Toleransi Varietas Kedelai (Glycine max (L.)
Merril) pada Kandungan AlCl3 secara in Vitro. Skripsi Fakultas
Pertanian Sumatera Utara. Medan.
Elfiati,
D.,
2005.
Seleksi
Rhizobium
Asal
Tanaman
Sengon
(Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) terhadap Kemasaman dan
Aluminium. Jurnal Agrisol Vol. 4 No.1 Juni 2005: 22-26.
Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay, 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Penerjemah Sri Andani dan Purbayanti. UGM-Press, Yogyakarta.
Foth, H.D. and L.M. Turk, 1972. Fundamental of Soil Science. John Wiley
and Sons, Inc., New York.
George, E.F. and P.D. Sherrington, 1984. Plant Propagation by Tissue
Culture, Handbook and Directory of Commercial Laboratories.
Eastern Press, London.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez, 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian
Pertanian, Edisi Kedua. Terjemahan Endang Sjamsuddin dan
Justika S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Gunawan, L.W., 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. IPB-Press,
Bogor.
Hakim, N., M. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, A. Diha, G.B. Fong, dan
H.H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. IPB-Press, Bogor.
Hardjowigeno, S., 1985. Klasifikasi Tanah dan Lahan. Dalam Muhidin,
2004. Uji Cepat Toleransi Tanaman Kedelai terhadap Cekaman
Aluminium. Mimbar Akademik, Jurnal Ilmiah Universitas Haluoleo,
Edisi Maret Vol. 26: 18-24.
Harjadi, S.S. dan S. Yahya, 1988. Fisiologi Stress Lingkungan. IPB, Bogor.

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

19

Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve, 2002.
Plant Propagation, Principles and Pratices, sixth edition. PrenticeHall, New Delhi.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani, 2006. Teknik Kultur Jaringan,
Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara VegetatifModern. Kanisius, Yogyakarta.
Koswara, O. dan F. Leiwakabessy, 1972. Bahan Batjaan Kesuburan Tanah.
IPB, Bogor.
Muhidin, 2002. Evaluasi Toleransi Beberapa Galur Varietas Kedelai
terhadap Cekaman Aluminium. Mimbar Akademik, Jurnal Ilmiah
Universitas Haluoleo, edisi Mei 2002 Vol-XXIII No. 13.
Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Palawija Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Nasir, M., 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik
Tanaman. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rekayasa

Genetik

Noor, M., 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah
Sifat Masam. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nugroho, A. dan H. Sugito, 2004. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur
Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prihadi, D.P., K.D. Richards, and R.C. Gardner, 1991. Screening Selected
Soybean Genotype for Aluminium Tolerance. Dalam Muhidin, 2004.
Uji Cepat Toleransi Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Aluminium.
Mimbar Akademik, Jurnal Ilmiah Universitas Haluoleo, Edisi Maret
Vol. 26: 18-24.
Prasetiyono, J. dan Tasliah, 2003. Strategi Pendekatan Bioteknologi untuk
Pemuliaan Tanaman Toleran Keracunan Aluminium. Jurnal Ilmu
Pertanian
Vol.10 No.1: 64-67.
Purnomo, E., H. Syaifuddin, A. Fahmi, F. Kasim, and M.H.G. Yasin, 2000.
The Variation of Soil pH, Aluminum, and Phosphorus within the Root
Zone of Maize Strains Differing in Their Tolerance to Aluminum
Toxicity. Jurnal Tanah Tropika No.10: 171-178.
Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi
dan Gizi, jilid kedua. Terjemahan Catur Herison. ITB-Press, Bandung.
Russel, W. and E.J. Russel, 1986. Soil Conditions and Plant Growth.
Longmans, London.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross a), 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1,
Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Terjemahan
Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB-Press, Bandung.

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

20

Salisbury, F.B. dan C.W. Ross b), 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Sel,
Air, Larutan dan Permukaan. Terjemahan Diah R. Lukman dan
Sumaryono. ITB-Press, Bandung.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suliansyah, 2004. Kultur Jaringan
Universitas Andalas, Padang.

Tanaman.

Fakultas

Pertanian

Suprapto, H.S., 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.


Suryowinoto, 1996.
Yogyakarta.

Pemuliaan Tanaman secara in Vitro. Kanisius,

Warta Litbang Pertanian, 2004. Kedelai Unggul Baru untuk Lahan Masam.
Warta Litbang Pertanian Vol. 26 No. 6: 6.
Wetter, L.R. dan F. Constabel, 1991. Metode Kultur Jaringan, edisi Kedua.
Terjemahan Mathilda B. Widianto. ITB-Press, Bandung.
Woolhouse, H.M., 1983. Toxicity and Tolerance in the Responses of Plants
to Metals. Dalam F.B. Salisbury dan C.W. Ross. Fisiologi Tumbuhan
Jilid 1. ITB-Press, Bandung.
Yahya, S., B.A. Sirait, dan K. Idris, 2001. Kesesuaian Galur Kedelai
Toleran Aluminium Generasi Awal in Vitro pada Tanah Mineral Masam
di Rumah Kaca. Ilmu Pertanian Kultura Vol 36. 2 September 2001:
15-21
Yeoman, M.M., 1990. Plant Cell Culture Technology. Blackwell Scientific
Publications, London.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan, Cara Memperbanyak Tanaman secara
Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Diana Sofia : Respon Tanaman Kedelai Pada Tanah Masam, 2007


USU Repository 2008

21

Anda mungkin juga menyukai