OLEH :
DIANA SOFIA H, SP, MP
NIP 132231813
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007
KATA PENGANTAR
TANAMAN KEDELAI
karya
tulis
ini
bermanfaat
bagi
semua
pihak
yang
memerlukan. Kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini sangat
penulis harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
dilakukan
setelah
padi
tidak
lagi
dapat
ditanam
karena
sifat
fisik
dan
kimia
tanah
sehingga
sesuai
untuk
Tanggamus, Nanti dan Sibayak dengan daya hasil berkisar antara 1,2-1,4
ton/ha dan umur
BOTANI TANAMAN
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
(Adisarwanto, 2005).
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang
dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu,
kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian
bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman
tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi (Adisarwanto,
2005).
Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio
terletak diantara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam ada yang
kuning, hitam, hijau dan coklat. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat
lonjong, ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji bervariasi,
tergantung varietas.
SYARAT TUMBUH
Tanaman ini pada umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai
jenis tanah dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang,
dan berdraenase baik. Tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky
dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai tumbuh baik pada tanah yang bertekstur gembur, lembab,
tidak tergenang air, dan memiliki pH 6 - 6,8. pada pH 5,5 kedelai masih
dapat berproduksi, meskipun tidak sebaik pada pH 6 6,8. pada pH < 5,5
pertumbuhannya
sangat
terlambat
karena
keracunan
aluminium
pemerintah
pengembangan
agribisnis
telah
melaksanakan
kedelai.
Pada
periode
beberapa
tahun
program
1984-1988
cukup
menggembirakan.
Hal
tersebut
terlihat
dengan
Nusantara
rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut meliputi luas
sekitar 20,15 juta ha, terdiri dari tiga tipologi lahan utama yaitu lahan
gambut (seluas 10,90 juta ha), lahan sulfat masam (6,70 juta ha) dan
lahan alluvial lainnya yang merupakan endapan sungai (fluviatil), nonsulfat masam (2,07 juta ha) serta sisanya beberapa lahan salin (0,48 juta
ha) (Noor, 2004).
Lahan sulfat masam menjadi perbincangan setelah Pemerintah
Indonesia mengadakan program perluasan areal ke kawasan rawa di
Kalimantan dan Sumatera yang dimulai pada periode Pelita I (19651974). Selama kurun waktu
dibuka sekitar satu juta hektar lahan rawa oleh pemerintah untuk
mendukung program transmigrasi (Noor, 2004).
Sejarah mencatat Indonesia termasuk negara importir pangan
utama di dunia. Indonesia pada tahun 1977 sudah menjadi importir beras
terbesar
kedelai
cukup
memprihatinkan
dimana
untuk
memenuhi
langsung
keracunan
menyebabkan
aluminium,
pertumbuhan
kekurangan
yang
magnesium,
kerdil
dan
adalah
kekurangan
b)
, 1995).
Clarkson
(1965)
berhasil
menunjukkan
bahwa
keracunan
Al
Al,
kecuali
aluminiumnya
sendiri
terus
meningkat
dengan
dkk
(1986)
perpanjangan
menyimpulkan
dan
bahwa
pertumbuhan
akar
keracunan
primer,
Al
serta
10
tidak
sanggup
menghambat
serapan
Ca,
Mg
dan
tumbuhan
secara
genetis
sangat
beragam
dalam
timbel,
kadmium,
perak,
aluminium,
raksa,
timah,
dan
a)
1995).
Baru-baru ini ditemukan mekanisme toleransi yang penting dan
secara filogenetis tersebar luas. Logam diawaracunkan dengan cara
dikelat dengan fitokelatin, yakni peptida kecil yang kaya akan asam amino
sistein yang mengandung belerang. Peptida ini biasanya mempunyai 2
11
tapi
atom
nitrogen
atau
oksigen
diduga
berperan
pula.
Fitokelatin dihasilkan oleh banyak spesies, tapi sejauh ini diketahui bahwa
fitokelatin hanya dijumpai bila terdapat logam dalam jumlah yang
meracuni. Fitokelatin dihasilkan pula oleh spesies yang kelebihan seng
dan tembaga sehingga dapat mengawaracunkan berbagai logam esensial
juga. Oleh karena itu, pembentukannya benar-benar merupakan respon
tumbuhan untuk beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang rawan
(Salisbury dan Ross a), 1995).
Asam
organik
berperanan
dalam
penolakan
Al
melalui
b)
, 1995).
Ketahanan
Al
dapat
disebabkan
karena
kemampuan
untuk
pada meristem,
12
suatu varietas yang sensitif. Hal ini sekali lagi memperlihatkan adanya
mekanisme pengikatan pada dinding sel (Fitter dan Hay, 1991).
Menurut Wood (1995) mekanisme toleransi Rhizobium terhadap Al
mungkin disebabkan oleh strain yang toleran mampu membatasi jumlah
Al yang berikatan dengan muatan negatif fosfat dari DNA, sehingga tidak
mengganggu atau menghambat pembelahan sel atau strain yang toleran
mampu untuk melepaskan Al yang berikatan dengan DNA lebih efektif
daripada strain yang sensitif (Elfiati, 2005).
Perbedaan pH tanah di sekitar daerah perakaran tanaman jagung
mempengaruhi perbedaan konsentrasi Al dan P. Jagung yang toleran
mampu memperbaiki kedaan tanah di bagian terluar dari daerah
perakaran. Kondisi yang lebih baik ini memperbaiki keragaan dari
ketahanan strain jagung (Purnomo, et al., 2000).
biologi
molekuler
dengan
mempelajari
gen-gen
yang
membantu
dalam
seleksi
dan
pemuliaan
tanaman
dalam
13
pengembangan
varietas-varietas
baru
yang
toleran
terhadap
stres
dipecahkan
menjadi
komponen
individu
dasarnya.
Dengan
14
tentunya tidak akan tumbuh. Metode ini sangat berguna karena jutaan sel
dapat diseleksi dengan mudah (Suliansyah, 2004).
tingkat
konsentrasi
juga
AlCl3
diketahui
nyata
muncul pada perlakuan tanpa pemberian AlCl3 yaitu 4,50 hari, dan
pemunculan tunas terus lambat hingga tingkat konsentrasi AlCl3 yang
tertinggi
(1,5
gr/l)
yaitu
11,58
hari.
Diduga
akibat
kehadiran
Al
Russel and
dan
dapat
mentranslokasikan
menyebabkan
Posphat
ke
berkurangnya
pembuluh
kekuatan
vaskular.
akar
Dan
untuk
ternyata
15
diperoleh pada perlakuan kontrol yaitu 7,75 buah dan terendah pada
tingkat konsentrasi AlCl3 tertinggi (1,5 gr/l) yaitu 1,58 buah. Diduga
bahwa
Al
menyusup
ke
jaringan
tanaman
mengakibatkan
proses
tingkat
konsentrasi
perpanjangan
akar.
AlCl3
Akar
juga
diketahui
terpanjang
diperoleh
nyata
pada
terjadi
mengakibatkan
perakaran
tidak
gangguan
dalam
penghambatan
berkembang,
penyerapan
perpanjangan
akar
menjadi
hara
sel
mineral
sehingga
pendek
dan
yang
sistem
tebal
16
17
mekanisme pengikatan pada dinding sel (Fitter dan Hay, 1991). Akibatnya
perkembangan akar dapat terjadi dengan sedikit hambatan.
Christiansen and Lewis (1982), keracunan Al ditunjukkan lebih
mirip dengan gejala kekurangan P. Pada akar yang keracunan Al
mengalami pemendekan akar, lebih tebal, lebih gelap dan sangat gemuk.
Pada
semua
varietas
kedelai
yang
diuji
cenderung
mengalami
pembelahan
sel
maka
terjadi
penghambatan
dalam
KESIMPULAN
1. Pemberian tingkat konsentrasi AlCl3 diketahui nyata menghambat saat
munculnya akar.
2. Perlakuan varietas Kedelai menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata terhadap jumlah akar
18
DAFTAR PUSTAKA
19
Hartmann, H.T., D.E. Kester, F.T. Davies, and R.L. Geneve, 2002.
Plant Propagation, Principles and Pratices, sixth edition. PrenticeHall, New Delhi.
Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani, 2006. Teknik Kultur Jaringan,
Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara VegetatifModern. Kanisius, Yogyakarta.
Koswara, O. dan F. Leiwakabessy, 1972. Bahan Batjaan Kesuburan Tanah.
IPB, Bogor.
Muhidin, 2002. Evaluasi Toleransi Beberapa Galur Varietas Kedelai
terhadap Cekaman Aluminium. Mimbar Akademik, Jurnal Ilmiah
Universitas Haluoleo, edisi Mei 2002 Vol-XXIII No. 13.
Najiyati, S. dan Danarti, 1999. Palawija Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Nasir, M., 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik
Tanaman. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Rekayasa
Genetik
Noor, M., 2004. Lahan Rawa Sifat dan Pengelolaan Tanah Bermasalah
Sifat Masam. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Nugroho, A. dan H. Sugito, 2004. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur
Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Prihadi, D.P., K.D. Richards, and R.C. Gardner, 1991. Screening Selected
Soybean Genotype for Aluminium Tolerance. Dalam Muhidin, 2004.
Uji Cepat Toleransi Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Aluminium.
Mimbar Akademik, Jurnal Ilmiah Universitas Haluoleo, Edisi Maret
Vol. 26: 18-24.
Prasetiyono, J. dan Tasliah, 2003. Strategi Pendekatan Bioteknologi untuk
Pemuliaan Tanaman Toleran Keracunan Aluminium. Jurnal Ilmu
Pertanian
Vol.10 No.1: 64-67.
Purnomo, E., H. Syaifuddin, A. Fahmi, F. Kasim, and M.H.G. Yasin, 2000.
The Variation of Soil pH, Aluminum, and Phosphorus within the Root
Zone of Maize Strains Differing in Their Tolerance to Aluminum
Toxicity. Jurnal Tanah Tropika No.10: 171-178.
Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia, Prinsip, Produksi
dan Gizi, jilid kedua. Terjemahan Catur Herison. ITB-Press, Bandung.
Russel, W. and E.J. Russel, 1986. Soil Conditions and Plant Growth.
Longmans, London.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross a), 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1,
Perkembangan Tumbuhan dan Fisiologi Lingkungan. Terjemahan
Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB-Press, Bandung.
20
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross b), 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3: Sel,
Air, Larutan dan Permukaan. Terjemahan Diah R. Lukman dan
Sumaryono. ITB-Press, Bandung.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Suliansyah, 2004. Kultur Jaringan
Universitas Andalas, Padang.
Tanaman.
Fakultas
Pertanian
Warta Litbang Pertanian, 2004. Kedelai Unggul Baru untuk Lahan Masam.
Warta Litbang Pertanian Vol. 26 No. 6: 6.
Wetter, L.R. dan F. Constabel, 1991. Metode Kultur Jaringan, edisi Kedua.
Terjemahan Mathilda B. Widianto. ITB-Press, Bandung.
Woolhouse, H.M., 1983. Toxicity and Tolerance in the Responses of Plants
to Metals. Dalam F.B. Salisbury dan C.W. Ross. Fisiologi Tumbuhan
Jilid 1. ITB-Press, Bandung.
Yahya, S., B.A. Sirait, dan K. Idris, 2001. Kesesuaian Galur Kedelai
Toleran Aluminium Generasi Awal in Vitro pada Tanah Mineral Masam
di Rumah Kaca. Ilmu Pertanian Kultura Vol 36. 2 September 2001:
15-21
Yeoman, M.M., 1990. Plant Cell Culture Technology. Blackwell Scientific
Publications, London.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan, Cara Memperbanyak Tanaman secara
Efisien. Agromedia Pustaka, Jakarta.
21