Anda di halaman 1dari 7

BAB 2.

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, potenuria,
hipoalbuminea dan hiperkolesterolemia, dapat disertai hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005). Sindroma Nefrotik adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma yang menimbulkan protein plasma yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbumenemia, hyperlipidemia, dan edema ( Betz, Cecily dan Sowden, Linda.
2002). Sindroma nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
dan oleh glomerular yang terjadi pada anak dengan karateristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema (Suriadi & Rita
Yuliani, 2001). Pada sindrom nefrotik primer, penyakit ini terbatas pada ginjal
sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi selama perjalanan penyakit sistemik.
Anak-anak biasanya mengalami edema ketika kadar serum albumin kurang dari
2,7 g/dl.
2.2 Epidemiologi
Sindrom nefrotik dengan perubahan minimal merupakan dari 75% kasus
sindrom nefrotik pada anak-anak. Kelainan ini ditandai dengan adanya respons
yang baik terhadap terapi kortikosteroid dan tidak adanya lesi glomerular yang
signifikan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya. Pada pemeriksaan
mikroskop electron menunjukkan adanya fusi difus pada tonjolan kaki epitel.
Insidensi kelainan ini kira-kira 2 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dan 2
kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Awitan paling
sering terjadi antara usia 2 dan 7 tahun.

2.3 Etiologi
3

Penyebab sindroma nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini


dianggap sebagai suatu penyakit autoimun yaitu suatu reaksi antigen-antibodi.
Menurut Ngastiyah, 2005 umumnya etiologi dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Sindroma Nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif atau reaksi maternofetal, resisten terhadap semua
pengobatan. Gejalanya yaitu edema pada masa neonatus.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder
a. Malaria kuartana atau parasite lain
b. Penyakit kolagen seperti lupus desiminata, purpura anafilaktoid
c. Glomerulonephritis akut atau glomerulonephritis kronis, dan trombosis
vena renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, dan air raksa
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membrano
proliferatif, dan hipokomplementemik.
3. Sindroma Nefrotik idiopatik atau sindrome nefrotik primer
Sekitar 90% nefrosis pada anak dan penyebabnya belum diketahui,
berdasarkan histopatologi yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan
mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Dapat diduga ada hubungan dengan
genetic, imunologik dan alergi. Sindroma nefrotik juga bisa disebabkan dari
sejumlah obat-obatan yang merupakan racun bagi ginjal dan penyakit
diantaranya:
1. Obat-obatan
a. obat pereda nyeri menyerupai aspirin
b. senyawa emas
c. heroin intravena
d. penisilamin
2. Penyakit
a. amiloidosi
b. kanker
c. diabetes
4

d. glumerulopati
e. infeksi HIV
f. leukemia
g. limfoma
h. gemopati monoclonal
i. lupus eritematosus sistemik
2.4 Tanda Gejala
Manifestasi klinis yang menyertai sindrom nefrotik menurut Ngastiyah, 2005
antara lain:
1. Proteinuria
2. Edema

Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka).
Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan
disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan
ekstremitas bawah.
3. Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa
4. Hematuria
5. Anoreksia
6. Diare
7. Pucat
8. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

2.5 Patofisiologi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas

glomerulus

terhadap

protein

plasma,

yang

menimbulkan

proteinuria, hipoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema. Meningkatnya


permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein
plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotic
plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah e dalam interstitial.
5

Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang,


sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemic. Karena
terjadi penurunan aliran darah ke renal, maka ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin-angiostensin dan peningkatan sekresi anti
diuretic hormone (ADH) dan sekresi aldosterone yang kemudian terjadi retensi
kalium dan air dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema (Betz C,
2002).
Pada sindroma nefrotik terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum
akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma. Adanya hyperlipidemia juga akibat dari
meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena
kompensasi hilangnya protein, dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria).
Pada sindroma nefrotik juga sertai dengan gejala menurunnya respon imun karena
sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbumin.
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan
peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya
meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam
urin), tetapi mungkin normal atau menurun.
Proteinuria merupakan kelainan dasar sindroma nefrotik. Proteinuria sebagian
besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya
sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan
integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam
urin adalah albumin. Derajat proteinuria tidak berhubungan langsung dengan
keparahan kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70
kD melalui membrane basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge
selective barrier (suatu polyanionic glycosaminoglycan) dan size selective barrier.
Pada hyperlipidemia, kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL),
low density lipoprotein (LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density
lipoprotein (HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan
peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
6

(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density


lipoprotein dari darah. Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh
penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Lipiduri, lemak bebas
(oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal
dari filtrate lipoprotein melalui membrane basalis glomerulus yang permeable.
Edema disebabkan oleh penurunan tekanan onkotik plasma akibat
hipoalbuminemia dan retensi natrium. Hipovolemi menyebabkan peningkatan
renin, aldosterone, hormone antideuritik dan katekolamin plasma serta penurunan
atrial natriuretic peptidae (ANP). Pemberian infus albumin akan meningkatkan
volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional
natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang (Carta A Gunawan,
2008)
Membrane glomerulus yang normalnya impermiabel terhadap albumin dan
protein lain menjadi permiabel terhadap protein terutama albumin, yang melewati
membrane dan ikut keluar bersama urine (hiperalbuminemia). Hal ini menurunkan
kadar albumin (hipoalbuminemia), menurunkan tekanan osmotic koloid dalam
kapiler mengakibatkan akumulasi cairan di interstitial (edema) dan pembengkakan
tubuh, biasanya pada abdominal (ascites). Berpindahnya cairan dari plasma ke
interstitial menurunkan volume cairan vascular (hipovolemia), yang mengaktifkan
stimulasi system renin angiostensin dan sekresi ADH serta aldosterone.
Reabsorbsi tubulus terhadap air dan sodium mengkatkan volume intravaskuler
(Donna L. Wong, 2004)
2.6 Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi yang sering terjadi pada sindroma nefrotik antara lain:
1. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
2. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)
3. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
4. Kerusakan kulit
5. Infeksi sekunder karena kadar immunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia
7

6. Peritonitis
2.7 Pengobatan
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan
menghindari makanan yang asin. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretic, biasanya furosemide 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25-50 mg/hari), selama pengobatan diuretic perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolic dan kehilangan cairan
intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan International Cooperative Study of
Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut:
1. Selama 28 hari prednisone diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari
2. Kemudian dilanjutkan dengan prednisone per oral selama 28 hari
dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan
dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan,
maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selama 4 minggu
d. Cegah infeksi. Antibiotic hanya dapat diberikan bila ada infeksi
e. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
2.8 Pencegahan
Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan
pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu
diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi,
pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan
kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien atau umum. Pasien
dengan sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur karena
keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk
8

bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus diberikan di atas
tempat tidur.
a. Baringkan pasien setengah duduk karena adanya cairan didalam rongga
toraks akan menyebabkan sesak napas
b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan
memanjang karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema
pasien perlu ditimbang setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain itu,
perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan
dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom nefrotik
diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35
kal/kgBB/hari serta rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan
keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak.
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi
streptokokus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut kebersihan kulit perlu
diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering.
Antibiotic diberikan jika ada infeksi dan diberikan pada waktu yang sama. Jika
pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan
bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik. Memberikan
penjelasan pada keluarga bahwa penyakit ini sering kambuh atau berubah menjadi
lebih berat jika tidak terkontrol secara teratur. Oleh sebab itu orang tua atau pasien
dianjurkan kontrol waktu sesuai waktu yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai