Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Teori keseimbangan atau equity theory dikemukakan oleh John Stacey Adams, seorang
psikolog kerja dan perilaku pada tahun 1963. Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya manusia
menyenangi perlakuan yang adil/sebanding, berhubungan dengan kepuasan relasional dalam hal
persepsi distribusi yang adil/tidak adil dari sumber daya dalam hubungan interpersonal.
Teori ini membangun kesadaran yang lebih luas terhadap dimensi penilaian masing-masing
individu sebagai manifestasi keadilan yang lebih luas dibanding teori motivasi lainnya.
Beberapa teori motivasi berasumsi bahwa perilaku seseorang muncul dan dikelola oleh usaha
untuk membangun atau mempertahankan suatu keseimbangan psikologis batin.
Ketika kita mengalami ketegangan psikologis atau bila tingkat stress kerja meningkat, kita
termotivasi ke dalam tindakan untuk membangun kembali keseimbangan. Adams
mengembangkannya lebih lanjut dengan fokus terhadap sisi keadilan antar individu dalam
organisasi.
Equity
Pandangan teori keseimbangan telah dimulai Festinger dengan cognitive dissonance theory-nya.
Sumber lain juga menyebutkan Zalemik (1958) sebagai pelopor dan kemudian dikembangkan
oleh Adams (1963).
Festinger sendiri mengasumsikan bahwa ketika kita mengahadapi kondisi dialog batin yang
saling bertentangan, kita merasa ketegangan psikologis yang tidak menyenangkan dan kita
menguranginya dengan mengubah salah satu kognisi untuk membuatnya konsisten dengan yang
lain.
Varian yang kemudian paling terkenal dari teori disonansi kognitif kemudian adalah teori
keseimbangan yang dikemukakan S. Adams. Teori ini mengasumsikan bahwa kita menginginkan
keadilan (yaitu, kita ingin merasa bahwa ketika kita dibandingkan dengan orang lain, kita
diperlakukan secara adil dan organisasi tidak berpihak kepada siapapun).
Implikasi Teori
Orang mengukur total input dan hasil. Ini berarti seorang ibu rumah tangga yang bekerja
dapat menerima kompensasi moneter yang lebih rendah dengan imbalan lebih terhadap
jam kerja yang fleksibel.
Karyawan yang berbeda menganggap nilai-nilai pribadi untuk masukan dan hasil.
Dengan demikian, dua karyawan dengan pengalaman dan kualifikasi yang sama
melakukan pekerjaan yang sama untuk upah yang sama mungkin memiliki persepsi yang
sangat berbeda terhadap kesepakatan keadilan.
Karyawan dapat menyesuaikan untuk kondisi daya beli dan pasar lokal. Dengan demikian
seorang karyawan di tempat tertentu dapat menerima kompensasi lebih rendah daripada
rekannya di tempat lain jika biaya hidupnya berbeda.
Persepsi karyawan terhadap input dan hasil dari diri mereka sendiri dan orang lain
mungkin salah, dan persepsi perlu dikelola secara efektif.