Anda di halaman 1dari 10

Cedera Kepala DEFINISI

Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak.


Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Cedera kepala telah menyebabkan kematian dan cacat pada usia kurang dari 50 tahun, dan luka
tembak pada kepala merupakan penyebab kematian nomor 2 pada usisa dibawah 35 tahun.
Hampir separuh penderita yang mengalami cedera kepala meninggal.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya
benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak
bergerak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan.
Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hitcounterhit)
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah
dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak.
Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang
ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak.
Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau
menghancurkan jaringan otak.
Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah.
Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak,
keadaan ini disebut herniasi.
Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak
(foramen magnum) ke dalam medula spinalis.
Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan
pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang hebat.
Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah),
sangat peka terhadap terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural).

Kerusakan otak seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi tergantung
kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih menyebar (difus).
Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana yang terkena.

Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan, sensasi, berbicara, penglihatan dan
pendengaran.
Kelainan fungsi otak yang difus bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa
menyebabkan kebingungan dan koma.

CEDERA KEPALA KHUSUS


Patah Tulang Tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga di sekeliling jaringan otak.
Patah tulang di dasar tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak).
Cairan serebrospinal (cairan yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung
atau telinga.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi
serta kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang
menekan otak atau posisinya bergeser.

Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terajdinya cedera pada
otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang
nyata.
Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang
menimpa otak di dalam tulang tengkorak.
Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal;
sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.
Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari
beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi.
Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini
biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan.
Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini.
Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius
yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari
pertolongan medis.
Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan.
Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi
otak.
Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen.
Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

Gegar Otak & Robekan Otak


Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan
langsung dan kuat ke kepala.
Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang
nyata dan patah tulang tengkorak.
Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio.
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan
pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan
yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.
Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada.
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau
diantara otak dengan tulang tengkorak.
Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke.
Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma
subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma
epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI.

Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam beberapa menit.
Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara
perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya
menghancurkan jaringan otak.
Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami
herniasi.
Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada
salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan
kematian.
Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang
tengkorak.
Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki
tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam
kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih
parah dari sebelumnya.
Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.
Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat.
Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak
untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber
perdarahan.
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian
setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut
(karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang
tengkoraknya masih lembut dan lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan
melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
- sakit kepala yang menetap
- rasa mengantuk yang hilang-timbul

- linglung
- perubahan ingatan
- kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU


Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan
berfikir, emosi dan perilaku seseorang.
Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang
pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Kerusakan Lobus Frontalis


Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis,
memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu).
Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan.
Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi
tubuh yang berlawanan.
Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi
kerusakan fisik yang terjadi.
Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan
perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh,
lalai dan kadang inkontinensia.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan
perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan
kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.
Kerusakan Lobus Parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke
dalam persepsi umum.
Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini.
Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi

dari bagian tubuhnya.


Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang
berlawanan.
Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian
pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya
atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya
dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding).
Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan
pekerjaan sehari-hari lainnya.
Kerusakan Lobus Temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai
memori jangka panjang.
Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya
kembali serta menghasilkan jalur emosional.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan
bentuk.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang
berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan
bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan
kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan
kehilangan gairah seksual.

KELAINAN-KELAINAN AKIBAT CEDERA KEPALA


Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di dalam otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka
tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi

kejang pasca trauma.


Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang serius,
untuk mencegah terjadinya kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada
area bahasa di otak.
Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian
lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
- Aleksia, hilangnya kemampuan untuk memahami kata-kata yang tertulis
- Anomia, hilangnya kemampuan untuk mengingat atau mengucapkan nama-nama benda. Beberapa
penderita anomia tidak dapat mengingat kata-kata yang tepat, sedangkan penderita yang lainnya
dapat mengingat kata-kata dalam fikirannya, tetapi tidak mampu mengucapkannya.
Disartria merupakan ketidakmampuan untuk mengartikulasikan kata-kata dengan tepat.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian otak yang mengendalikan otot-otot yang digunakan
untuk menghasilkan suara atau mengatur gerakan dari alat-alat vokal.
Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan pada lobus
temporalis.
Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau (disebut juga gado-gado
kata).
Penderita menjawab pertanyaan dengan ragu-ragu tetapi masuk akal.
Pertanyaan : Ini gambar apa? (anjing mengonggong)
Jawaban : A-a-an-j-j-, eh bukan, a-a..aduh..b-b-bin, ya binatang, binatang..b-b..berisik
Pada afasia Broca (afasi ekspresif), penderita memahami arti kata-kata dan mengetahui bagaimana
mereka ingin memberikan jawaban, tetapi mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata-kata.
Kata-kata keluar dengan perlahan dan diucapkan sekuat tenaga, seringkali diselingi oleh ungkapan
yang tidak memiliki arti.
Penderita menjawab pertanyaan dengan lancar, tetapi tidak masuk akal.
Pertanyaan : Bagaimana kabarmu hari ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika matahari
terbenam.

Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan.
Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus
frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang; lengan
atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut tidak dapat
dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi
otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda
tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau benda-benda
umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan menggambarkan bendabenda tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan
benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
Agnosia seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru
saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum
terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya
kecelakaan (amnesia pasca trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada
beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa
bersifat menetap.

Jenis ingatan yang bisa terkena amnesia:


- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa hari
sebelumnya
- Ingatan jangka panjang : ingatan akan peristiwa di masa lalu.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama
terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi
secara mendadak dan berat.
Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.
Serangan berlangsung selama 30 menit sampai 12 jam atau lebih.
Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari aterosklerosis.
Pada penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh sekejap. Peminum
alkohol atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya barbiturat dan
benzodiazepin), juga bisa mengalami serangan ini.
Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan waktu secara total serta ingatan akan
peristiwa yang terjadi beberapa tahun sebelumnya.
Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh total.
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma
Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung
lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin).
Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang mengandung tiamin
menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang
mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan infus setelah pembedahan,
juga bisa mengalami ensefalopati Wernicke.
Penderita ensefalopai Wernicke akut mengalami kelainan mata (misalnya kelumpuhan pergerakan
mata, penglihatan ganda atau nistagmus), tatapan matanya kosong, linglung dan mengantuk.
Untuk mengatasi masalah ini biasanya diberikan infus tiamin.
Jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke.
Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka
amnesia Korsakoff bisa bersifat menetap.
Hilangnya ingatan yang berat disertai dengan agitasi dan delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan yang masuk akal
meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan
beberapa menit sebelumnya.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis

akut.
Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati Wernicke, tetapi tidak
selalu dapat memperbaiki amnesi Korsakoff.
Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan ini
menghilang dengan sendirinya.

PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total.
Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak mengalami
kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan.
Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama
lainnya, semakin berkurang.
Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada
dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum
usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Kerusakan area bahasa pada
masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap.
Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area
khusus pada salah satu sisi otak.
Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap.
Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa
sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran.
Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih
kembali.
Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan
dan terjadi gangguan ingatan.
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai
dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental),
sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan
denyut jantung) tetap ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk
sadar kembali sangat kecil.

Anda mungkin juga menyukai