Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan


yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
Diperkirakan

sekitar

sepertiga

penduduk

dunia

telah

terinfeksi

oleh

Mycobacterium tuberculosis.
Diperkirakan terdapat 2 juta kematian akibat tuberkulosis pada tahun 2002.
Jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang
atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti
tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi
HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Di Indonesia masih menempati urutan ke tiga di dunia untuk jumlah kasus
TB setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan
sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberculosis adalah pembunuh
nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor
3 setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia. Pada tahun 2008 prevalensi TB Paru di Indonesia mencapai 253 per 100.000
penduduk, sedangkan target MDGs pada tahun 2015 adalah 222 per 100.000
penduduk. Sementara itu, Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 telah
menurun tajam menjadi 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari
70% usia produktif (15-50 tahun).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO)
tahun 1990 dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases
(IUATLD) yang dikenal sebagai strategi Directly observed Treatment Shortcourse (DOTS) secara ekonomis paling efektif (cost-efective), strategi ini juga
berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut strategi DOTS diberikan
selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau diberikan
dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua
kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat anti
tuberkulosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),

Streptomisin (S) dan Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul antara
lain tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa
terbakar di kaki, gatal dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi
hati (hepatotoksik) dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati.
Obat anti tuberkulosis yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan
Pirazinamid. Hepatotoksitas mengakibatkan peningkatan kadar transaminase
darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis fulminan, akibat pemakaian INH dan/
Rifampisin

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi Tuberkulosis Paru


TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan

oleh basil Mycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium


tuberculosae masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.1,2
B.

Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun
2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun
2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Setiap detik
ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis di dunia ini, dan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. Jumlah terbesar kasus TB terjadi di
Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari
jumlah pendduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk.Di Afrika hampir 2
kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3
juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar
kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi
terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor
satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan
usia.2,3
3

C.

Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan

batang aerob tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan
sinar UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M.
Bovis dan M. Avium.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit
melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3
0,6 mm dan panjang 1 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M.
tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa
dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan
dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60
C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan
terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asamalkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis
dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah
dikenal purified antigens dengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38
kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam
mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam
kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik). Antigen
yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000
a, protein MTP 40 dan lain lain.4,5,6

Gambar 1. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl


Neelsen.
D.

Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko untuk menderita TB adalah:
1.

Jenis kelamin.
Penyakit TB dapat menyerang laki-laki dan perempuan. Hampir tidak
ada perbedaan di antara anak laki dan perempuan sampai pada umur
pubertas .

2.

Status gizi.
Telah terbukti bahwa malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh
sehingga akan menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit
termasuk TB. Faktor ini sangat berperan pada negara-negara miskin
dan tidak mengira usia

3.

Sosioekonomi.
Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari
kalangan sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan
permukiman yang terlampau padat sangat potensial dalam penyebaran
penyakit TB.

4.

Pendidikan. Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat


mempengaruhi seseorang untuk mencari pelayanan kesehatan.
Terdapat beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa seseorang
yang mempunyai pendidikan rendah akan berpeluang untuk

mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding dengan


orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi
5.

Faktor-faktor Toksis.
Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting
dapat menurunkan daya tahan tubuh

E.

Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius

yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup
oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan
durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang
berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan
dihirupnya.
1. Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah
terinfeksi sebelumnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran
napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu
sarang pneumoni disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan
kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfangitis regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa
mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas dan
mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara yaitu:
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar
paru yang terserang kuman tuberkulosis tersebut .
b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan.
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran
ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat apabila tidak terdapat
imunitas yang adekuat

2. Tuberkulosis Post Primer


Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis
primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa
sembuh tanpa meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas
dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).1,4,7
F.

Klasifikasi
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1.

Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura.
a. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
1) Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2
dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA
positif dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak
menunjukkan BTA positif dan biakan positif.
2) Tuberkulosis paru BTA (-)
a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologis
menunjukkan tuberkulosis aktif
b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA
negatif dan biakan M. tuberculosis positif.
b.

Berdasarkan tipe pasien


Tipe

pasien

ditentukan

berdasarkan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

riwayat

pengobatan

1) Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah mendapat


pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan.
2) Kasus kambuh (relaps) Adalah pasien tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA positif atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat
gejalaklinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
I.

Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll)


Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik selama 2
minggu, kemudian dievaluasi.

II.
III.

Infeksi jamur
TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.

c. Kasus defaulted atau drop out


Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal
1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).
2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

Catatan:
a. Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan / pindah.
b. Kasus Bekas TB:
1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.
2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.
2.

Tuberkulosis Ekstra Paru


Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ
tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput
otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing,
alat kelamin dan lain-lain.
Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi

anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan


spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB
ekstra paru aktif. 1,3,7,8
G.

Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan

fisik/jasmani,

pemeriksaan

bakteriologik,

radiologik

dan

pemeriksaan penunjang lainnya.


a. Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah

paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik (gejala lokal sesuai
organ yang terlibat).
a) Gejala respiratorik

batuk lebih dari 2 minggu

batuk darah

sesak napas

nyeri dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak


ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang
dahak ke luar.
b) Gejala sistemik

Demam

Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam,


anoreksia, berat badan menurun.

c) Gejala tuberkulosis ekstra paru


Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat
gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung
dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang
10

didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan


(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma & mediastinum. Pada pleuritis
tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher
(pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di
daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold
abscess

Gambar 2. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

11

c. Pemeriksaan Bakteriologi
1) Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal
dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, urin, feses, dan jaringan biopsi.
2) Cara pengumpulan dahak
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

Pagi (keesokan harinya)

Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut

3) Cara pemeriksaan dahak


pemeriksaan bakteriologi dari specimen dahak dan bahan
lain dapat dilakukan dengan cara:
a) Mikroskopis
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak 3 kali pemeriksaan
ialah:

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif


BTA Positif

1 kali positif, 2 kali negative ulang BTA 3 kali


kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negative BTA
positif, atau bila 3 kali negative BTA negative

b) Biakan kuman
Biakan dimaksudkan untuk mendapat diagnosis pasti dan
dapat mendeteksi M. Tuberculosis dan Mycobacterium
lainnnya.3,4,6
d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standard ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, oblik, CT-scan. Pada pemeriksaan foto toraks

12

tuberculosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk.


Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:

Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior


lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak


berawan atau noduler

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umunya), bilateral (jarang)

Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:

Fibrotic

Kalsifikasi

Schwarte atau penebalan pleura.

e. Pemeriksaan penunjang lain


1) Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis
dimana terdapat sel limfosit yang dominan dan glukosa
rendah.
2) Pemeriksaan histopatologi jaringan

biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar


getah bening

biopsi pleura

biopsi jaringan paru

3) Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED)
jam pertama dan jam ke 2 dapat digunakan sebagai
indicator penyembuhan pasien.

LED sering meningkat

pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan diagnosis TB. Limfosit pun kurang spesifik.
4) Uji tuberculin
13

Uji tuberculin yang positif menunjukkan ada infeksi TB.


Namun uji tuberculin ini kurang sensitive pada orang
dewasa
5) Pemeriksaan BACTET
6) Pemeriksaan serologi
Berbagai metode

H.

ELISA

Mycodot

Uji peroksidase anti peroksidase

ICT 1,2,4,5

Penatalaksanaan
1. Pengobatan Suportif/simptomatik
Bila keadaaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap pasien dapat
dirawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau
simptomatik untuk mengatasi gejala atau keluhan. Misalnya pemberian
vitamin, obat antipiretik jika ada demam, obat gejala batuk dan sesak napas
atau keluhan lain.

Terapi umum yaitu istirahat, stop merokok, hindari

polusi.
2. Medika mentosa obat anti TB (OAT)
pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
a. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:

OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa


jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai
dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

14

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan


pengawasan

langsung

(DOT

Directly

Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap


intensif dan lanjutan.
o Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat
setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
o Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis
obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman

persister

sehingga

mencegah

terjadinya kekambuhan
b. Obat yang dipakai yaitu:
1) Lini 1: INH, rifampisin, pirazinamid, streptomycin dan
etambutol
2) Lini 2: kanamicin, amikasin, kuinolon dan lain-lain

15

Tabel 1. Jenis dan dosis OAT


Obat

R
H
Z
E
S

Dosis
(mg/kgBB/hr)

8-12
4-6
20-30
15-20
15-18

Dosis
yg Dosis
dianjurkan
maksimal
(mg/kgBB/hr) (mg)

Dosis (mg) / kgBB

10
5
25
15
15

300
150
750
750
Sesuai
BB

600
300

1000

< 40

40-60
450
300
1000
1000
750

> 60
600
450
1500
1500
1000

Tabel 2. Dosis OAT kombinasi dosis tetap


BB

30-37
38-54
55-70
>71

Fase intensif 2 bulan

Fase lanjutan 4 bulan

Harian
Harian
(RHZE)
(RHZ)
(150/75/400/275) 150/75/400

3x/minggu
Harian
(RHZ)
(RH)
150/150/500 150/75

2
3
4
5

2
3
4
5

2
3
4
5

2
3
4
5

3x/mingg
u
(RH)
150/150
2
3
4
5

Kategori 1 untuk:
- Penderita TB paru baru , sputum BTA positif
- Penderita TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan kelainan paru
luas
- Penderita TB ekstra paru berat
- diterapi dengan 2 RHZE/ 4RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE/4 R3H3
Kategori 2 untuk:
-

Penderita kambuh
Penderita gagal pengobatan
Penderita putus berobat
Diterapi dengan
o 2RHZES/1 RHZE / 5 RHE
o 2RHZES/1 RHZE / 5 R3H3E3
Kategori 3 untuk:
-

Penderita baru TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif


dengan kelainan paru tidak luas
Penderita TB ekstra paru ringan diterapi dengan:
o 2 RHZE / 4RH

16

o 6 RHE
o 2 RHZE / 4 R3H3
Kategori 4 untuk:
-

Penderita TB kronik, diterapi dengan RHZES / sesuai uji


resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat Lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
MDR TB (sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup)
3.

evaluasi pengobatan
Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
a. Evaluasi klinik
Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
b. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intens
c. Evaluasi radiologi (0-2-6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan sebelum pengobatan
dimulai, setelah fase intensif dan pada akhir pengobatan
d. Evaluasi efek samping secara klinis
Bila mungkin sebaiknya dari awal dilakukan pemeriksaan fungsi
hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati: SGOT, SGPT, bilirubin; fungsi ginjal: ureum, kreatinin
dan gula darah serta asam urat untuk data dasar penyakit penyerta
atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol
(jika ada keluhan)
17

e. Evaluasi keteraturan berobat


Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan
minum atau tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
penting penyuluhan mengenai penyakit dan keteraturan berobat
Ketidakteraturan berobat akan menimbulkan masalh resistensi
f. Evaluasi pasien telah sembuh
Kriteria sembuh:

BTA mikroskopis 2 kali negatif (pada akhir fase intensif dan


akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
adekuat

Pada

foto

toraks,

gambaran

radiologi

serial

tetap

sama/perbaikan

Bila ada fasiliti biakan, maka criteria ditambah biakan


negative
Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh.
Hal ini untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi
adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis
BTA dahak 3, 6, 12, dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada
gejala setelah dinyatakan sembuh) sedangkan evaluasi foto
toraks 6, 12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila
ada kecurigaan TB kambuh).

I.

Komplikasi
Komplikasi

paru:

atelektasis,

hemoptisis,

fibrosis,

bronkiektasis,

pneumotoraks, gagal napas. Komplikasi TB ekstra paru: pleuritis, efusi pleura,


perikarditis, peritonitis, TB kelenjar limfe, kor pulmonale.
J.

Prognosis
Dubia: tergantung derajat berat , kepatuhan pasien, sensitivitas bakteri, gizi

status imun, komordibitas.

18

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang


dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih
termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat
kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk
ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.6,7,8
K.

Pencegahan
1) Pencegahan Primer
a) Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
b) Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur
c) Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai
udara segar.
d) Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
e) Kebersihan Lingkungan
f)

Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup

g) Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara


penularan dan pemberantasan serta manfaat penegakan
diagnosa dini
h) Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang
meningkatkan risiko terjadinya infeksi, misalnya kepadatan
hunian
2) Pencegahan Sekunder
a) Case finding
b) X-foto toraks yang dikerjakan secara massal
c) Uji tuberkulin secara Mountoux
d) Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan
prevalensi TB Paru yang tinggi dilakukan skrining dengan
foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur,
bekerjasama dengan WHO.
e) Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) yang mempunyai efek sterilisasi

19

sekaligus

mempunyai

efek

yang

dapat

mencegah

pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H),


rifampisis (R) dan pirazinamid (Z)
3) Pencegahan Tertier
Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu
pemberian paduan obat efektif dengan konsep Directly Observed
Treatment Short-course (DOTS).1,2,5

20

B III
KUNJUNGAN RUMAH

A.

Tinjauan kasus
Tanggal kunjungan: 18 Agustus 2014
Perumahan Bumi Andonohu Permai, kecamatan Poasia

B.

Data identitas keluarga pasien


a.

C.

Biodata
Nama Penderita

: Tn. Muh. Fajar

Umur

: 49 Tahun

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Guru

Suku

: Bugis

Agama

: Islam

Nama Istri

: Ny. Kasri

Umur

: 44 Tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Honor

Suku

: Jawa

Agama

: Islam

Susunan keluarga
Tabel 3. Daftar Anggota Keluarga yang tinggal dalam 1 rumah

No.
1.
2.
3.

Nama
anggota
Tn. Muh.
Fajar
Ny.
Kasmi
tn.
Ahmad

4.

Nn. Vita

5.

An. vera

Umur
L/P

Hubungan
keluarga

Pendidikan/
pekerjaan

Imunisasi

Keadaan
fisik

L/49tahun

KK

S1/ Guru

Sakit

P/44Tahun

Istri

SMA/ honor

Sehat

Anak

Mahasiswa

Lengkap

Sehat

Anak

Mahasiswa

Lengkap

Sehat

Anak

SMP

Lengkap

Sehat

L/ 19
tahun
L/17
Tahun
13 tahun

21

D.

Genogram keluarga

Suami/penderita

Istri

Gambar 3. Genogram keluarga pasien


Keterangan

:
: Penderita
: istri
: perempuan
: Laki-laki

E.

Anamnesis
a)

Keluhan Utama
Batuk berdahak disertai darah sejak 5 bulan yang lalu

b)

Keluhan tambahan
Nafsu makan berkurang, keringat malam, demam, berat badan turun
dan cepat lelah.

c)

Riwayat penyakit sekarang


Pasien dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 5
bulan yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah segar. Awalnya
pasien tidak peduli dengan batuk yang dialami, namun lama kelamaan
keluhan batuk yang dialami sudah mengganggu aktivitas dan pasien
juga merasa cepat lelah, lemah, keringat malam, nafsu makan
berkurang, susah tidur, pakaiannya semakin longgar. Sehingga pasien
berinisiatif ke puskesmas untuk memeriksakan diri, di puskesmas
dilakukan pemeriksaan BTA dan hasilnya dinyatakan positif. Pasien

22

mengatakan dia mulai batuk ketika pulang dari tempat kerja dan saat
itu pasien sedang sakit typoid.
Sekarang pasien masih menjalani pengobatan dan OS rutin
mengkonsumsi OAT dengan pengawas minum obat oleh istri OS
sendiri. OS mengatakan setelah menjalani pengobatan selama hampir
5 bulan berat badan sebelum menjalani pengobatan 56 kg naik
menjadi 65 kg, nafsu makan sudah baik, tidak batuk, namun masih
terasa cepat loyo kalau berolahraga.

OS mulai minum obat pada

tanggal 16-04-2014.
d)

Riwayat kebiasaan pasien: tidak merokok namun sering terpapar


asap rokok oleh teman-teman kantornya.

F.

e)

Riwayat penyakit terdahulu: Tidak ada

f)

Riwayat penyakit keluarga: tidak ada

g)

Riwayat penyakit yang sama di lingkungan rumah: tidak diketahui

Pemeriksaan fisis

Keadaan umum : Tampak sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit
Frekuensi napas: 20 x/menit
Suhu : 36,7 0C
Kepala

: Normosefal

Mata

: Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik

Hidung

: Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret

Telinga

: dalam batas normal

Leher

: Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak

tampak membesar.
Thorak

23

Paru :
Inspeksi: dada simetris kira=kanan, retraksi intercosta (-)
Auskultasi: BP : Bronkovesikuler

BT : Rh-/- Wh : -/-

Palpasi: Vocal premitus normal kiri = kanan


Perkusi: sonor kiri-kanan
Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop
maupun murmur
Abdomen : Tampak datar, bising usus terdengar normal, tidak ada nyeri
tekan pada epigastrium
Hepar-lien tidak teraba
Ekstremitas : Pada kedua ekstremitas tidak tampak edema dan akral hangat
Tinggi badan : 170cm
Berat badan

: 65Kg

Status gizi baik ( IMT 22,89)


G.

Hasil laboratorium
-

H.

BTA SPS/+

Diagnosis kerja
-TB Paru

Penyelesaian masalah yang dihadapi pasien


Mengingat pasien kurang istirahat, kurang olahraga, Rumah pasien
tergolong tidak sehat dilihat dari ventilasi dan pencahayaan yang kurang
memadai. Kebersihan rumah kurang baik. Rumah pasien berlantaikan
tehel yang terasa lembab. Di dalam rumah terdapat dapur dan kamar tidur
ada yang tidak memiliki ventilasi maka disarankan kepada pasien untuk
istirahat yang cukup, olahraga yang teratur, rumah memiliki ventilasi dan
pencahayaan yang baik dan kebersihan rumah selalu dijaga.

Pasien ini perlu dirujuk


Pasien ini perlu dirujuk bila keluhan pasien semakin memberat misalnya

24

sesak yang mengganggu aktivitas, nyeri dada.


K

Penjelasan yang diberi pada pasien dan keluarganya tentang


penyakit yang di derita
Adapun penjelasan yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
tentang penyakit yang diderita yaitu menjelaskan tentang TB Paru,
penyebab dan faktor pencetusnya, komplikasi, penatalaksanaan dan
pencegahan. Misalnya menjelaskan bahwa penyakit TB Paru ialah suatu
penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan

oleh basil

Mycobacterium tuberculosae. Dapat sembuh dengan sempurna bila


mendapat pengobatan yang cepat dan tepat. Juga dapat menyebabkan
kematian. Gejala batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, sesak napas,
nyeri dada, Demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun. Penatalaksanaan suportif dan medikamentosa. Pengobatan
suportif yaitu Bila keadaaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap
pasien dapat dirawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan
tambahan atau simptomatik untuk mengatasi gejala atau keluhan.
Misalnya pemberian vitamin, obat antipiretik jika ada demam, obat gejala
batuk dan sesak napas atau keluhan lain. Terapi umum yaitu istirahat,
stop merokok, hindari polusi. Medikamontosa yaitu pengobatan
tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.

Penjelasan yang disampaikan tentang peranan pasien dan


keluarganya dalam proses penyembuhan penyakit yang diderita
- Pasien dapat secara aktif untuk selalu mengontrol penyakit yang di
derita di puskesmas setiap bulan atau setiap ada keluhan, sebaiknya
makan makanan 4 sehat 5 sempurna, olahraga teratur, dan istirahat
yang cukup.

25

Peran keluarga sangat penting untuk selalu mengingatkan pasien agar


minum obat secara teratur, mengontrol makanan yang akan
dikonsumsi pasien dan menjaga agar pasien selalu merasa nyaman dan
tidak terbebani oleh pikiran yang dapat membuat stress. Hal ini
dikarenakan pengawasan pengontrolan faktor risiko TB terdapat di
lingkungan sekitar keluarga dan lingkungan rumah.

Penyuluhan yang dilakukan pada pasien dan keluarganya.


Penyuluhan yang diberikan kepada keluarga pasien yaitu berupa
penjelasan tentang penyakit TB paru, penyebab dan faktor risikonya,
gejala-gejala, tanda bahaya ISPA, komplikasinya, perawatan yang bisa
dilakukan di rumah serta pencegahan terjadinya TB Paru.

Upaya pencegahan yang disampaikan pada keluarganya (


pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tertier)
1. Pencegahan primer
- Health

promotion:

penyuluhan

tentang

penyakit

TB

Paru,`penyuluhan kesehatan lingkungan rumah


- Specific protection: menghindari faktor-faktor risiko TB Paru
dengan menerapkan Menjalankan pola hidup bersih dan sehat
dengan membuang dahak/sputum tidak disembarang tempat dan
menggunakan ember yang sudah diberikan larutan pembasmi
bakteri dan diisi air bila ingin membuang dahak, mengusahakan
sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya kedalam tempat
tidur serta biasakan selalu membuka jendela ada cahaya matahari
yang masuk. Memotivasi untuk rutin meminum obatnya secara
teratur. Memakai masker, semua barang yang digunakan penderita
harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan
oleh orang lain.

26

2. Pencegahan sekunder
-

Early diagnosis dan prompt treatment: Upaya penanggulangan TB


Paru dilakukan dengan upaya pengobatan sedini mungkin sehingga
dapat mencegah terjadinya komplikasi dan menganjurkan kepada
semua anggota keluarga yang pernah kontak dengan penderita agar
segera ke fasilitas kesehatan untuk memeriksakan diri.

3.

Pencegahan tersier
-

Disability limitation: pola hidup harus baik dan pengobatan harus


cepat dan tepat sehingga mencegah terjadinya komplikasi maupun
kematian.

Rehabilitation: jika sudah timbul komplikasi dari penyakit pasien


maka dianjurkan untuk segera ditangani di rumah sakit sehingga
komplikasi yang dialami dapat dicegah perburukannya.

KEGIATAN YANG DILAKUKAN SAAT KUNJUNGAN RUMAH


Melakukan kunjungan rumah, memantau kondisi pasien, melakukan
diagnosis holistik, melakukan pengobatan dan tindakan holistik.
A

Perjalanan penyakit saat ini :


Pasien dengan keluhan batuk berdahak disertai darah sejak 5 bulan
yang lalu. Darah yang keluar berwarna merah segar. Awalnya pasien tidak
peduli dengan batuk yang dialami, namun lama kelamaan keluhan batuk
yang dialami sudah mengganggu aktivitas dan pasien juga merasa cepat
lelah, lemah, keringat malam, nafsu makan berkurang, susah tidur,
pakaiannya semakin longgar. Sehingga pasien berinisiatif ke puskesmas
untuk memeriksakan diri, di puskesmas dilakukan pemeriksaan BTA dan
hasilnya dinyatakan positif. Pasien mengatakan dia mulai batuk ketika
pulang dari tempat kerja dan saat itu pasien sedang sakit typoid.
Sekarang pasien masih menjalani pengobatan dan OS rutin
mengkonsumsi OAT dengan pengawas minum obat oleh istri OS sendiri. OS

27

mengatakan setelah menjalani pengobatan selama hampir 5 bulan berat


badan sebelum menjalani pengobatan 56 kg naik menjadi 65 kg, nafsu
makan sudah baik, tidak batuk, namun masih terasa cepat loyo kalau
berolahraga. OS mulai minum obat pada tanggal 16-04-2014.
B

Riwayat penyakit keluarga :


tidak ada

Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada

Diagnosis holistik
D

Aspek personal
Pasien datang berobat dengan harapan rasa sakit yang dirasakan dapat
berkurang dengan bantuan dokter di puskesmas.

Aspek risiko internal


Faktor internal yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien yaitu:
jarang kontrol ke puskesmas, kurang istirahat, kurang olahraga.

Aspek psikososial keluarga


- Hubungan antar anggota keluarga baik. Semua masalah yang ada
selalu dibicarakan dengan baik-baik dan keputusan diambil
berdasarkan hasil musyawarah atau kesepakatan bersama
- Faktor eksternal yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien yaitu
faktor lingkungan

Diagnosis sosial, ekonomi, pencarian pelayanan kesehatan dan perilaku


G. SOSIAL

- Hubungan keluarga dengan tetangga atau orang


sekitar baik, saling membantu jika ada kesulitan

28

- Tidak ada masalah baik di rumah, tempat kerja


maupun di masyarakat.
- Pendidikan tertinggi pada keluarga tersebut yaitu
S1
Penderita sebagai guru di STM, Ibu sebagai IRT dan
Honorer di TK sekaligus sebagai pengawas minum
obat (PMO) pasien, anak pertama dan kedua masih
kuliah dan anak ketiga masih duduk di bangku
SMP. Hubungan dengan keluarga baik.
Penderita tinggal di kawasan perumahan yang padat
penduduk jarak antar rumah sempit

H. Ekonomi

Sumber penghasilan dalam keluarga dari penderita


dan istri yang bekerja sebagai honorer di TK dengan

penghasilan perbulan kurang lebih 5 juta perbulan.


Kebutuhan keluarga selalu dipenuhi dengan baik,
setiap yang diinginkan anak-anaknya orang tuanya
selalu memenuhi semampunya.
I.

Penggunaan
pelayanan kesehatan

.
J. Perilaku yang tidak
menunjang kesehatan.

- Jika salah satu keluarga pasien sakit maka pasien


lebih sering ke puskesmas dari pada rumah sakit
atau tempat praktek dokter.
- Pasein sering kontak dengan penderita batuk di
tempat kerjanya.
- Ventilasi dan pencahayaan rumah yang kurang
memadai.

29

K. Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga


Faktor

Keterangan

Kesimpulan tentang
faktor pelayanan
kesehatan

Sarana pelayanan

Puskesmas dan Rumah

kesehatan yang

sakit

Memuaskan

digunakan oleh keluarga

Cara mencapai sarana

Naik motor

Memuaskan

Tarif pelayanan

(sangat mahal,mahal,

Terjangkau

kesehatan yang

terjangkau, murah, gratis)

pelayanan kesehatan tsb

dirasakan
Kualitas pelayanan

(sangat baik, baik, biasa,

kesehatan yang

kurang baik, buruk)

Baik

dirasakan

L. Lingkungan tempat tinggal


Kepemilikan rumah :

Milik sendiri

Daerah perumahan :

padat, kurang bersih, halaman

(kumuh, padat, berjauhan, bersih, mewah,)


Karakteristik rumah dan lingkungan

sempit, sampah berserakan

Kesimpulan tentang faktor


lingkungan tempat tinggal

Luas rumah :

14m x 8 m

30

Bertingkat / tidak

Tidak bertingkat

Jumlah penghuni rumah :

5orang

Luas halaman rumah :

2 m x 2m

Kondisi halaman :

Kurang bersih

Lantai rumah dari :

Tehel

Dinding rumah dari :

Tembok

Kondisi dalam rumah :

Kurang bersih

M. INTERVENSI PADA KELUARGA


Hari /

INTERVENSI YANG DILAKUKAN DAN RENCANA

Tanggal

TINDAK LANJUT.

Kunjungan

a. edukasi kepada pasien dan keluarga tentang cara penularan,

pertama,

pemberantasan, serta manfaat deteksi dini penyakit TB Paru,


b. pentingnya keteraturan dalam berobat sehingga os menjadi
cepat sembuh

Kamis / 21

c. menganjurkan makan-makanan yang bergizi, olahraga di

Agustus 2014

tempat-tempat yang mempunyai udara segar, tidur cukup


dan istirahat yang teratur
d.

memberikan semangat dan dukungan emosional kepada


pasien.

Tindak lanjut

Follow up pasien tentang edukasi dan intervensi yang telah


diberikan

31

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan
yang dapat menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan
adalah saat batuk/bersin, bakteri menyebar ke udara dalam bentuk droplet terhirup
melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus dan terus berjalan sampai ke
alveolus dan menetap di sana. Kelanjutan dari proses ini bergantung dari daya
tahan tubuh masing-masing individu.
B. Saran
Saran kepada pasien dan keluarganya
a)

Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna

b)

Usahakan setiap hari tidur teratur dan istirahat yang cukup

c)

Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara segar.

d)

jendela sebaiknya dibuka pagi- sore hari dan ventilasi diperbaiki kalau
perlu ditambah agar cahaya yang masuk ke dalam rumah cukup

e)

memberikan dukungan dan semangat emosional kepada pasien agar


tetap teratur minum obat.

Saran kepada petugas kesehatan


1)

Sebaiknya melakukan penyuluhan bukan hanya pada penderita TBC


tetapi semua warga, dan menjelaskan pentingnya pemeriksaan sampel
dahak pada tersangka penderita TB, serta menjelaskan cara dan waktu
pengumpulan dahak yang benar. untuk Meningkatkan pengetahuan
serta kesadaran masyarakat tentang bahaya TB, sekaligus menghapus
stigma negative yang berkembang di masyarakat

2)

Pembuatan rencana/jadwal penyuluhan untuk tiap bulan, dan


penyuluhan diberikan dalam ruang lingkup yang lebih luas,
berdasarkan jumlah desa/pustu yang ada di wilayah kerja Puskesmas

3)

Penggunaan metode yang lebih bersifat proaktif

32

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bahar, A., Zulkifli Amin. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi IV. Jakarta : BPFKUI; 995-1000.
2007.

2.

Aditama, TY,. Chairil, AS,. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :


Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. 2002.

3.

Hermayanti, Diah. Studi kasus Drop Out pengobatan Tuberkulosa (TB) di


Puskesmas Kodya Malang. [Serial online] 2010. [cited 2014 Agustus 18].
Available
from:
http://ejournal.umm.ac.id/index.
php/sainmed/article/viewFile/1058/1142.

4.

Soegondo, dkk. Panduan pelayanan medik. Jakarta: PAPDI. 2010

5.

CIM. Tuberkulosis. Jakarta: PT medinfocomm Indonesia. 2010.

6.

Perhimpunan dokter paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan


Tuberkulosis di Indonesia. Serial online] 2010. [cited 2014 Agustus 19]. Available
from: http://klikpdpi. com/konsensus/Xsip/tb.pdf

7.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis Edisi 2 Cetakan Pertama. 2006.

8.

Puspitawati, herein. Konsep dan teori keluarga. [Serial online] 2011. [cited
2014

Agustus

18].

Available

from:

http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/ teori.pdf
9.

Lupitayanti LE, Putra W. Kinerja Pengawas Menelan Obat (PMO) Penderita TB


Paru BTA+ Di Puskesmas I Denpasar Selatan Tahun 2012. [Serial online] 2014.
[cited 2014 Agustus 18]. Available from: http://ojs.unud.ac.id/index.php/jch/
article/download/7704/ 5794

33

34

Anda mungkin juga menyukai

  • Proposal Ifa
    Proposal Ifa
    Dokumen8 halaman
    Proposal Ifa
    nursafa_kiky
    100% (4)
  • Mi 2
    Mi 2
    Dokumen2 halaman
    Mi 2
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Mi 1
    Mi 1
    Dokumen6 halaman
    Mi 1
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Surveilans KLB Keracunan
    Surveilans KLB Keracunan
    Dokumen14 halaman
    Surveilans KLB Keracunan
    Bambang Supriyawiyogo
    Belum ada peringkat
  • Foodborne pathogens and diseases
    Foodborne pathogens and diseases
    Dokumen39 halaman
    Foodborne pathogens and diseases
    nurul
    Belum ada peringkat
  • RTL
    RTL
    Dokumen2 halaman
    RTL
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • RESUME
    RESUME
    Dokumen5 halaman
    RESUME
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Syok Anafilaktik
    Syok Anafilaktik
    Dokumen27 halaman
    Syok Anafilaktik
    masitalalala
    100% (2)
  • Penyakit Akibat Kerja Yang Terjadi Di PT. KKI
    Penyakit Akibat Kerja Yang Terjadi Di PT. KKI
    Dokumen32 halaman
    Penyakit Akibat Kerja Yang Terjadi Di PT. KKI
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Stroke
    Stroke
    Dokumen41 halaman
    Stroke
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Penc. Infeksi
    Penc. Infeksi
    Dokumen39 halaman
    Penc. Infeksi
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Chapter II PDF
    Chapter II PDF
    Dokumen11 halaman
    Chapter II PDF
    Hanifa Syakira Rasyida
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Kelopak Mata
    Anatomi Kelopak Mata
    Dokumen3 halaman
    Anatomi Kelopak Mata
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Pahala
    Jurnal Pahala
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Pahala
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Pahala
    Jurnal Pahala
    Dokumen3 halaman
    Jurnal Pahala
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat
  • Rumpt Laut
    Rumpt Laut
    Dokumen1 halaman
    Rumpt Laut
    Alsyahrin Manggala Putra
    Belum ada peringkat