Nama
: Ny. S
Umur
: 33 th
Agama
: ISLAM
: Menikah
Pekerjaan
Suku
: Jawa
ANAMNESIS
Berdasarkan ato/ alloanamnesis yang dilakukan pada tanggal 9 september 2014
,pukul 12;15 di poli mata RSAL Dr. Mintohardjo didapatkan
KELUHAN UTAMA :
Mata melihat benda menjadi kabur
KELUHAN TAMBAHAN :
Pegal di sekitar mata
: -
: -
: -
: -
RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien mengaku sangat jarang berolahraga dalam kehidupan sehari-harinya. Pasien
tidak terlalu sering makan makanan dengan kadar lemak yang tinggi, hanya sekali
kali. Jarang meminum jamu- jamuan atau minuman berenergi lainnya.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesan sakit
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: 80x/menit
Suhu
: 36,5 C
Pernafasan
: 20x/menit
Mata
: Status Ophtalmologi
THT
: Dbn
Thoraks
: Dbn
Ekstremitas
b. Status Ophtalmologi
OD
6/6,5 S -0,25 6/6
OS
Visus
ortoforia
Kedudukan
ortoforia
Pergerakan
Palpebra
hiperremis (-)
hiperremis (-)
Konjungtiva
Kornea
Dalam
COA
Dalam
Iris
baik
baik
Pupil
Jernih
Lensa
Jernih
Tidak dilakukan
Funduskopi
Tidak dilakukan
RESUME
DIAGNOSIS
Keratitis viral OS
PENATALAKSANAAN
medikamentosa
- Antiviral : salep mata acyclovir 5 dd gtt 1 OS ( selama 3-4 hari)
- Kortikosteroid : cendo xitrol 5dd gtt 1 OS
non-medikamentosa
-
Edukasi
Monitoring
PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Kornea adalah salah satu media refraksi sehingga manusia dapat
melihat. Seorang ahli mata dapat melihat strutur dalam mata karena kornea
bersifat jernih dan memiliki daya bias sebesar 43D.
Kornea memiliki mekanisme protektif terhadap lingkungan maupun
paparan patogen (virus, amoeba, bakteri dan jamur). Ketika patogen berhasil
masuk dan membuat defek epitelial di kornea, maka jaringan braditropik
kornea akan merespon patogen spesifik dengan peradangan pada kornea
(keratitis).
Keratitis akan memberikan gejala seperti rasa nyeri, fotofobia, dan
adanya sekret yang purulen yang biasa terdapat pada keratitis bakterial.
Penyebab keratitis 90% disebabkan oleh bakteri, jenis bakteri seperti
Staphylococcus
aureus,
Staphylococcus
epidermidis,
Stapylococcus
BAB II
LANDASAN TEORI
5
Kornea adalah jaringan transparan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian
depan. Kornea menempati 1/6 dari jaringan fibrosa bagian depan dari bola mata.
Bagian anterior dari kornea berbentuk elips dengan diameter horizontal 11,7 mm dan
diameter vertikal 11 mm. Bagian posterior berbentuk sirkular dengan diameter ratarata 11,5 mm. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,52 mm di bagian tengah
dan 0,65 mm di bagian perifer. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda : lapisan epitel, lapisan Bowman, stroma, membran
Descment dan lapisan endotel. 1,4
Lapisan kornea
1. Epitel
-
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih yang terdiri dari satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel
basal berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden.Ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membran Bowman
-
3. Stroma
-
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedangkan di bagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya serat kolagen memakan
waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
-
5. Endotel
-
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa
ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,
dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. 1,4
2.2 FISIOLOGI KORNEA 5
Kornea mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai medium refraksi dan untuk
memproteksi lensa intraokular. Kornea menjalankan dua fungsi utama ini dengan cara
mempertahankan sifat transparansi kornea dan pergantian dari jaringannya.
Transparansi kornea dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur
yang uniform yang sifat deturgescence nya. Transparansi stroma dibentuk oleh
pengaturan fisis special dari komponen komponen fibril. Walaupun indeks refraksi
dari masing masing fibril kolagen berbeda dari substansi infibrilar, diameter yang
kecil (300 A) dari fibril dan jarak yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan
pemisahan
dan
regularitas
yang
menyebabkan
sedikit
pembiasan
cahaya
pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barrier dari epitel dan endotel. Kornea
di jaga agar tetap berada pada keadaan basah dengan kadar air sebanyak 78%.
Peran kornea dalam proses refraksi cahaya bagi penglihatan seseorang sangatlah
penting. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 43,25 dioptri dari
total 58,6 kekuatan dioptri mata normal manusia, atau sekitar 74% dari seluruh
kekuatan dioptri mata normal. Hal ini mengakibatkan gangguan pada kornea dapat
memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam fungsi visus seseorang. Kornea
merupakan struktur vital dari mata dan oleh karenanya kornea sangat sensitif. Saraf
saraf kornea masuk dari stroma kornea melalui membran bowman dan berakhir secara
bebas diantara sel sel epithelial serta tidak memiliki selebung myelin lagi sekitar 2
3 mm dari limbus ke sentral kornea, sehingga menyebabkan sensitifitas yang tinggi
pada kornea.
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus trigeminus. Sensasi
taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks penutupan mata. Setiap kerusakan
pada kornea (erosi, penetrasi benda asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet)
mengekspose ujung saraf sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai
dengan refleks lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas
penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora) dan nyeri
selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan struktur
jaringan
yang
braditrofik,
metabolismenya
lambat
dimana
ini
berarti
Tiga lapisan film air mata prekornea memastikan bahwa kornea tetap lembut dan
membantu nutrisi kornea. Tanpa film air mata, permukaan epitel akan kasar dan
pasien akan melihat gambaran yang kabur. Enzim lisosom yang terdapat pada film air
mata juga melindungi mata dari infeksi. 5
BAB III
KERATITIS
3.1 DEFINISI
Keratitis adalah perdangan kornea yang ditandai dengan oedema kornea,
infiltrasi seluler dan kongesti siliar. 2,6
3.2 EPIDEMIOLOGI
Frekuensi keratitis di Amerika Serikat sebesar 5% di antara seluruh kasus
kelainan mata. Di negara-negara berkembang insidensi keratitis berkisar antara 5,920,7 per 100.000 orang tiap tahun. Insidensi keratitis pada tahun 1993 adalah 5,3 per
100.000 penduduk di Indonesia, perbandingan laki-laki dan perempuan tidak begitu
bermakna pada angka kejadian keratitis. Sedangkan predisposisi terjadinya keratitis
antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak dan perawatan lensa
kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang berlebihan, Herpes genital atau
infeksi virus lain, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain, serta higienis
dan nutrisi yang tidak baik, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. 2,6
10
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi
kornea
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan
berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)
3.3 KLASIFIKASI
Terdapat bermacam-macam pembagian dari keratitis yaitu:
1. Menurut penyebabnya :
a. Keratitis bakterial
Bakteri-bakteri yang biasa menyebabkan keratitis bakterialis, yaitu :
Streptokokus pneumonia
Pseudomonas aeroginosa
Streptokokus hemolitikus
Moraxella liquefaciens
Klebsiella pneumoniae
b. Keratitis viral
Virus lain yang dapat menyebabkan keratitis, yaitu :
Herpes simpleks
11
c.
Herpes zoster
Variola (jarang)
Vacinia (jarang)
Keratitis jamur
Jamur - jamur yang biasa ditemukan pada keratitis, diantaranya :
Candida
Aspergilin
Nocardia
Cephalosporum
12
2. Menurut tempatnya :
a. Keratitis superfisial
Keratitis epitelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan
keratitis serta pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan
yang terlibat (misalnya: pada keratitis punctata superficialis). Perubahan
pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi
kecil-kecil, pembentukan filament, keratinisasi partial dan lain-lain. Lesilesi ini juga bervariasi pada lokasinya di kornea. Semua variasi ini
mempunyai makna diagnostik yang penting
-
Keratitis subepitelial
Lesi-lesi ini sering terjadi karena keratitis epithelial (missal keratitis
numularis, infiltrat subepitelial pada keratokonjungtivitis epidemika, yang
disebabkan adenovirus 8 dan 19). Umunya lesi ini dapat diamati dengan
mata
telanjang
namun
dapat
juga
dikenali
pada
pemeriksaan
13
nummular keratitis
Keratitis stromal
Respons stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel-sel radang; edema muncul sebagai penebalan
kornea, pengkeruhan, atau parut; penipisan dan perlunakan yang dapat
berakibat perforasi; dan vaskularisasi.4,6,7
b. Keratitis profunda
Keratitis interstitial
Merupakan keratitis yang ditemukan pada jaringan yang lebih dalam,
yaitu keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi.
Terjadi akibat alergi, infeksi lues, dan tuberkulosis.
Keratitis sklerotikans
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea, terlokalisasi,
berbatas tegas unilateral yang menyertai radang sklera atau skleritis.
Kadang-kadang
mengenai
seluruh
limbus.
Kornea
terlihat
putih
Keratitis disiformis
Disebut juga keratitis sawah karena banyak mengenai petani. Keratitis
memberikan kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di jaringan
kornea. Diduga merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap
virus Herpes simpleks. 4,6,7
14
Selain keratitis yang dijelaskan di atas, masih terdapat beberapa jenis keratitis
lainnya:
.
1. Keratitis marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan
limbus akibat infeksi lokal konjungtiva. Bila tidak diobati dapat
menyebabkan ulkus kornea.
2. Keratokonjungtivitis flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva yang merupakan reaksi
imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif
terhadap antigen. Terdapat daerah berwarna keputihan yang merupakan
degenerasi hialin. Terjadi pengelupasan lapis sel tanduk epitel kornea.
3. Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan
penyakit
rekuren,
dengan
peradangan tarsus
dan
8. Ulkus Mooren
Etiologinya belum diketahui, tetapi diduga autoimun. Ulkus ini
termasuk ulkus marginal. Pada 60-80% kasus unilateral dan ditandai
ekstravasasi limbus dan kornea perifer, yang sakit dan progresif, yang
sering berakibat kerusakan mata.
4,6,7
15
2,3
3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil
pemeriksaan mata. Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya
riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes
16
simpleks sering kambuh, namun erosi yang kambuh sangat sakit dan keratitis
herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Anamnesis
mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai
kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau
virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh
terapi imunosupresi khusus.
Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah
tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan
kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah
tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan
penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi
dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek
pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam
mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
Sangat penting untuk melaksanakan penegakan diagnosis morfologis pada
pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di kornea dapat diperkirakan
dengan melihat tanda tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis epithelial,
perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga
erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal,
respon struma kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi
kepada edema kornea yang awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea.
Pemeriksaan fisik pada keluhan yang mengarahkan kecurigaan kepada keratitis
dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan adekuat. Larutan flouresent dapat
menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak dapat terlihat dengan
inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) esensial dalam pemeriksaan
kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan sebuah loup dan iluminasi
yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya sementara
memindahkan cahaya dengan hati hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang
kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis
keratitis dan bentuknya: 4
17
No.
Jenis keratitis
Bentuk keratitis
1.
Keratitis stafilokok
2.
Keratitis herpetik
3.
4.
Keratitis varicella-
zoster
linear (pseudosendrit)
Keratitis adenovirus
5.
Keratitis sindrom
Sjorgen
6.
Keratitis terpapar
eksoftalmus
7.
Keratokonjungtuvitis
vernal
8.
Keratitis trofik-sekuele
ganglion gaseri
9.
terutama antibiotika
spectrum luas
10.
11.
Keratitis superficial
punctata (SPK)
Keratokonjungtivitis
limbic superior
12.
Keratitis rubeola,
pupil
18
epidemika
13.
Trachoma
14.
Keratitis defisiensi
vitamin A
3.7 PENATALAKSANAAN
a.
Terapi antibiotika
Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi dan
merupakan metode yang banyak dipakai dalam pengobatan banyak kasus. Salep pada
mata berguna sewaktu tidur pada kasus yang kurang berat dan juga berguna sebagai
terapi tambahan. Antibiotik subkonjungtiva dapat membantu pada keadaan ada
penyebaran segera ke sclera atau perforasi atau dalam kasus di mana kepatuhan
terhadap rejimen pengobatan diragukan.
Antibiotik topikal spektrum luas empiris digunakan pada pengobatan awal dari
keratitis bakteri. Untuk keratitis yang parah (melibatan stroma atau dengan defek
yang lebih besar dari 2 mm dengan nanah yang luas), diberikan dosis loading setiap 5
sampai 15 menit untuk jam pertama, diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1
jam pada jam berikutnya. Pada keratitis yang kurang parah, rejimen terapi dengan
19
dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen Cycloplegic dapat digunakan untuk
mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi nyeri pada kasus yang
lebih parah pada keratitis bakteri dan ketika adanya peradangan bilik anterior mata.
Terapi single-drug dengan
menggunakan
fluoroquinolone
(misalnya
dan moksifloksasin
(generasi
dilaporkan memiliki cakupan yang lebih baik terhadap bakteri gram-positif dari
fluoroquinolone generasi sebelumnya pada uji in-vitro. Namun, fluoroquinolone
generasi keempat belum disetujui FDA untuk pengobatan keratitis bakteri.
Terapi kombinasi antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata
yang tidak responsif terhadap pengobatan. Pengobatan dengan lebih dari satu agen
mungkin diperlukan untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulos.
Antibiotik sistemik jarang dibutuhkan, tetapi dapat diipertimbangkan pada kasuskasus yang parah di mana proses infeksi telah meluas ke jaringan sekitarnya
(misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea. Terapi sistemik
juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal.
b. Terapi kortikosteroid
Terapi topikal kortikosteroid memiliki peran bermanfaat dalam mengobati
beberapa kasus menular keratitis. Keuntungan potensial adalah penekanan peradangan
dan pengurangan pembentukan jaringan parut pada kornea, yang dapat menyebabkan
kehilangan penglihatan. Antara kerugiannya pula termasuk timbulnya aktivitas infeksi
baru, imunosupresi lokal, penghambatan sintesis kolagen dan peningkatan tekanan
intraokular.
Meskipun
berisiko,
banyak
ahli
percaya
bahwa
penggunaan
c. terapi antiviral
agen antiviral yang dipakai paa keratitis karena infeksi virus adalah
acyclovir,idoxuridine,
trifluridine,vidarabine.
Untuk
penyakit
stromal
c. Non Medikamentosa
Nebula : bentuk parut kornea berupa kekeruhan yang sangat tipis dan hanya dapat
dilihat dengan menggunakan kaca pembesar atau menggunakan slit lamp.
Makula : parut yang lebih tebal berupa kekeruhan padat yang dapat dilihat tanpa
menggunakan kaca pembesar.
Leukoma : kekeruhan seluruh ketebalan kornea yang mudah sekali terlihat dari jarak
yang agak jauh sekalipun.
Leukoma adherens : keadaan dimana selain adanya kekeruhan seluruh ketebalan
kornea, terdapat penempelan iris pada bagian belakang kornea
(sinekia anterior).
Stafiloma kornea : bila seluruh permukaan kornea mengalami ulkus disertai perforasi,
maka pada penyembuhan akan terjadi penonjolan keluar parut
kornea yang disertai dengan sinekia anterior.
Bila ulkusnya lebih dalam dapat terjadi perforasi. Adanya perforasi dapat
membahayakan mata, oleh karena timbulnya hubungan langsung dari bagian dalam
mata dengan dunia luar, sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan
menyebabkan endoftalmitis atau panoftalmitis. Dengan adanya perforasi, iris dapat
menonjol keluar melalui perforasi dan terjadi prolaps iris. Saat terjadi perforasi,
tekanan intraokular menurun.
Keratitis subepitel /epitel
Sembuh
tanpa bekas
Sembuh
dengan
parut
kornea
Nebula
Makula
Lekoma
Buta
kornea
Berlanjut
menjadi ulkus
Berlanjut dengan
terjadi
-endoftalmitis
-panoftalmitis
sembu
h
Operasi /
angkat
bola mata
Abulbi
22
BAB III
KESIMPULAN
Keratitis adalah peradangan pada kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat
di lapisan kornea. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu
superfisial, interstisial dan profunda. Keratitis superfisial adalah radang kornea yang
mengenai lapisan epitel dan membran bowman. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak
maupun dewasa. Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epifora,
nyeri, kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur.
Setiap etiologi menunjukan gejala yang berbeda beda tergantung dari jenis
pathogen dan lapisan kornea yang terkena. Diagnosis keratitis dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan lampu celah. Dengan pemeriksaan lampu celah, penatalaksanaan
keratitis dapat dilakukan dengan tepat dan sesuai dengan etiologi penyebabnya.
Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor, termasuk
luasnya dan kedalaman lapisan kornea yang terlibat, ada atau tidak nya perluasan ke
23
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI Jakarta.2005.
hal 147-158
2. Paul R.E, John P.W. Cornea.Vaughan & Asburys General Ophthalmology
Sixteenth Edition. United States Of America. 2004. hal 129-153
3. Bruce J, Chris C, Anthony B. Lectures Notes Oftalmologi Edisi Kesembilan.
Blackwell Science. 2003.
4. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi.
2007. hal 89 100.
5. Sherwood L. Eye:Vision.Human Physiology.Sixth Edition. Hal 190-208.
Thomson Higher Education. United States od America.2007
6. Fernando H. Bacterial Keratitis. Diunduh pada 25 April 2013. Tersedia dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview
24
LAPORAN KASUS
KERATITIS
25
Oleh:
Sartika Rizky Hapsari
26