Tugas Akhir
Perencanaan
Desain
S t ru kt u r
G ed u n g
Hanggoro Tri Cahyo A.
Jurusan Teknik Sipil - Universitas Negeri Semarang
Jangka waktu bangunan dapat tetap memenuhi fungsi dan keandalan bangunan
diperhitungkan 50 tahun, sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun ilustrasi
tetang umur layanan rencana untuk setiap bangunan gedung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.1. Umur Layanan Rencana
Ketegori
Umur layanan rencana
Bangunan
< 10 tahun
Sementara
Jangka waktu
menengah
Jangka waktu
lama
25-49 tahun
Bangunan
Permanen
50-99 tahun
Contoh bangunan
Bangunan tidak permanen,
rumah pekerja sederhana,
ruang pamer sementara.
Bangunan industri dan
gedung parkir
Bangunan rumah, komersial
dan perkantoran.
Bangunan rumah sakit dan
sekolah.
Gedung parkir dilantai
basement/dasar.
Bangunan monumental dan
bangunan warisan budaya.
Sumber : http://www.canadianarchitect.com
http://www.canadianarchitect.com
Kerusakan ringan
Kerusakan ringan adalah kerusakan terutama pada komponen nonstruktural, seperti
penutup atap, langit-langit, penutup lantai dan dinding pengisi.
Kerusakan sedang
Kerusakan sedang adalah kerusakan pada sebagian komponen non struktural, dan
atau komponen struktural seperti struktur atap, lantai, dll.
Kerusakan berat
Kerusakan berat adalah kerusakan pada sebagian besar komponen bangunan, baik
struktural maupun non-struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat
berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya.
Kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak
sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja
konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa
atau penyedia jasa. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap
keselamatan umum.
Kegagalan Bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara
keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja,
dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa
setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib
bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung
jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun. Kegagalan bangunan ditetapkan oleh pihak ketiga selaku
penilai ahli. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
kegagalan bangunan mengakibatkan kerugian dan atau menimbulkan gangguan pada
keselamatan umum, termasuk memberikan pendapat dalam penunjukan, proses penilaian
dan hasil kerja penilai ahli yang dibentuk dan disepakati oleh para pihak.
Menurut HAKI (Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia) pada tahun 2001, suatu bangunan baik
sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan bila tidak mencapai atau
melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan minimum , maksimum dan toleransi) yang
ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan
tidak berfungsi dengan baik. Sedangkan definisi kegagalan bangunan akibat struktur adalah
suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami kegagalan
struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu (persyaratan
minimum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh Peraturan, Standar dan Spesifikasi
yang berlaku saat itu sehingga mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsurunsur kekuatan (strength), stabilitas (stability) dan kenyamanan laik pakai (serviceability) yang
disyaratkan.
Hadirnya software struktur komersial yang serba otomatis tidak jarang menjerumuskan
praktisi konstruksi hingga tidak sedikit yang merasa mampu melakukan perhitungan dan
perencanaan bangunan berbagai bentuk walau kurang didukung dengan pengalaman dan
pemahaman yang baik mengenai standar praktek sesuai Code yang ada. Fakta akan
lemahnya code enforcement yang diikuti dengan adanya praktek-praktek pembangunan
yang tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan Standard dan Code yang ada, terutama yang
dipicu oleh dorongan pengembang yang hanya mementingkan Rp./m2 yang serendah
mungkin atau oleh perencana yang sadar atau tidak sadar semata-mata mempromosikan
layanannya yang mampu memberikan struktur yang lebih murah tetapi sesungguhnya tidak
sepenuhnya memenuhi persyaratan Code yang ada.
Hal ini terjadi kemungkinan karena para pihak terkait tidak memahami bahwa ketentuan
dalam Code adalah rekomendasi minimum untuk kondisi standar dan bukan rekomendasi
maksimum untuk segala kondisi yang secara legal bisa ditawar. Semuanya dikaitkan pada
konsep bahwa Code dibuat untuk menjaga keamanan publik. Mengingat bahwa biaya
struktur gedung tinggi (termasuk pondasi) umumnya hanya berkisar antara 20-25 % dari biaya
total gedung, sikap memaksakan penghematan struktur yang bisa menyebabkan turunnya
kenyamanan layan atau bahkan turunnya tingkat keamanan struktur jelas merupakan langkah
yang tidak dapat dibenarkan.
Sanksi administratif dan/atau pidana. Sanksi kegagalan bangunan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, penyelenggara
pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran
Undang-undang ini. Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa:
peringatan tertulis;
penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
pembekuan izin usaha dan/atau profesi;
pencabutan izin usaha dan/atau profesi.
Sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :
peringatan tertulis;
penghentian sementara pekerjaan konstruksi;
pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;
larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;
pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;
pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Sanksi pidana yang dapat dikenakan berupa :
Gambar 1.2. Trend persaingan harga yang sangat merugikan keagungan profesi.
10
11
12
Ketidakpastian pada kelompok 2 dan 3 merupakan faktor utama yang berpengaruh pada
terjadinya kegagalan. Disini faktor kesalahan manusia (human error) banyak terlibat, tingkat
workmanship cukup menentukan, dan technical judgement banyak berperan. Sehingga
dapat dikatakan bahwa memperkecil human error merupakan faktor utama yang sangat
diperlukan untuk mengingkatkan keamanan, mengurangi kebocoran angka keamanan, dan
memperkecil resiko. Human error dari tenaga ahli profesional, khususnya menyangkut
kesalahan penilaian (error of judgement) tidak dapat begitu saja dikategorikan kelalaian.
Kebocoran-kebocoran bagian demi bagian faktor keamanan dan kebiasaan buruk
mentoleransi kebocoran tersebut dengan kesadaran yang sesat dan over confidence dapat
menimbulkan resiko keamanan yang tersisa tidak mampu lagi menampung ketidakpastian
yang begitu banyak tak terhindarkan. Tanpa disadari, kegagalan dapat terjadi sewaktu-waktu.
Pangkal dan cabang keburukan itu ada enam.
Pangkalnya tiga yaitu iri hati, serakah dan cinta berlebih kepada dunia.
Cabangnya juga ada tiga yaitu gila kekuasaan, pujian dan kehormatan
The Wisdom of Hasan al-Bashri
Gambar 1.4. Kegagalan atap baja ringan salah satu rumah sakit di Jombang.
13
1. Kestabilan Struktur
14
Mx = 0
My = 0
Mz = 0
15
16
1. Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku.
2. Analisis dengan komputer, harus disertai dengan penjelasan mengenai prinsip cara
kerja program, data masukan serta penjelasan mengenai data keluaran.
3. Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis.
4. Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang
mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan
dan kekakuan unsur-unsurnya.
5. Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti
persyaratan sebagai berikut :
a. Struktur yang dihasilkan harus dapat dibuktikan cukup aman dengan
bantuan perhitungan dan/atau percobaan.
b. Tanggung jawab atas penyimpangan yang terjadi dipikul oleh perencana
dan pelaksana yang bersangkutan.
c. Perhitungan dan/atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang
ditunjuk oleh pengawas bangunan yang berwenang, yang terdiri dari ahliahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara
tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang,
lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan penggunaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang
sama dengan tata cara ini.
17
3. Klasifikasi Struktur
Permodelan atau idealisasi struktur diperlukan untuk keperluan analisis struktur. Permodelan
ini dilakukan dengan membagi struktur menjadi elemen-elemen dasar dengan cara
memisahkan hubungan antara elemen-elemen struktur, kemudian mengganti aksi elemen
dengan sekumpulan gaya dan/atau momen, yang mempunyai efek ekivalen.
18
19
Tubular Structure
Braced Frame
20
21
4. Klasifikasi Struktur
GEOMETRI
Elemen garis/batang : Struktur rangka kaku (frame), Struktur rangka (truss), Struktur
pelengkung.
Elemen bidang
: Pelat (plate), Cangkang (shell), Pelat lipat (folding plate), Kubah
(dome), Dinding geser (Shear wall).
KEKAKUAN
Struktur kaku
Struktur tidak kaku
MATERIAL
Material struktur
22
23
5. Pembebanan Struktur
24
Beban Ledakan
Beban Gempa
25
26
27
28
29
30
31
32
Untuk mempermudah pelaksanaan dan biaya bekisting, sedapat mungkin ukuran kolom
disamakan atau variasinya dibuat minimal dengan mutu beton dan jumlah tulangan yang
diturunkan pada lantai yang lebih tinggi.
= Ptot / 0,33.fc
= luas penampang kolom beton
= luas Tributari Area x Jumlah Lantai x Factored load
Cost Analysis
-
Sistem Struktur
Sistem Struktur pemikul beban gravitasi = slab, balok, kolom
Sistem Struktur pemikul beban lateral = portal daktail (balok-kolom) dan shearwall
P-delta effect perlu ditinjau karena wall cukup langsing (h>40meter) dan jumlah lantai > 10
tingkat.
1-3 lantai
4-20 lantai
15-30 lantai
> 30 lantai
Frame daktail
Balok-kolom
Flat slab
Balok-Kolom
Wall-Slab
Flat slab
Braced Frame
Wall-slab
Wall+Frame
Core+Frame
Braced+Frame
Core + Frame
Tube
33
DENAH LANTAI 1
34
DENAH LANTAI 2
35
DENAH ATAP
36
TAMPAK DEPAN
TAMPAK SAMPING
Hand-Out Desain Struktur Gedung Hanggoro Tri Cahyo A.
37
POTONGAN 1-1
38
POTONGAN 2-2
39
1. Pembebanan Gedung
Ketentuan mengenai perencanaan didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan
untuk memikul semua beban kerjanya. Beban kerja diambil berdasarkan SNI 03-1727-1989F, Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung. Dalam perencanaan
terhadap beban gempa, seluruh bagian struktur yang membentuk kesatuan harus memenuhi
SNI 03-1726-2003, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung.
Harus pula diperhatikan pengaruh dari gaya prategang, beban kran, vibrasi, kejut, susut,
perubahan suhu, rangkak, perbedaan penurunan fondasi, dan beban khusus lainnya yang
mungkin bekerja.
Beban Mati (D)
Berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahan
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Berat sendiri bahan bangunan
dan komponen gedung menurut SNI 03-1727-1989-F,
Bahan Bangunan :
Baja
Batu alam
Batu belah (berat tumpuk)
Beton Bertulang
Kayu kelas 1
Kerikil, Koral kondisi lembab
Pasangan bata merah
Pasangan batu belah
Pasir jenuh air
Pasir kerikil, koral kondisi lembab
Tanah lempung dan lanau jenuh air
7850
2600
1500
2400
1000
1650
1700
2200
1800
1850
2000
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
kg/m3
40
Komponen Gedung :
2
Adukan semen per cm tebal
21 kg/m
2
Aspal per cm tebal
14 kg/m
Dinding pasangan bata merah
2
Satu batu
450 kg/m
2
Setengah batu
250 kg/m
Pernutup lantai dari ubin semen portland, teraso, beton tanpa
2
adukan, per cm tebal
24 kg/m
Langit-langit eternit 4 mm termasuk rusuk-rusuknya
tanpa penggantung langit-langit atau pengaku
11 kg/m2
Penggantung langit-langit dari kayu dengan bentang
maksimum 5 meter dengan jarak s.k.s minimum 0,80 meter
7 kg/m2
2
2
Penutup atap genting dengan reng dan usuk per m bidang atap 50 kg/m
Penutup atap seng gelombang tanpa gording
10 kg/m2
Penutup atap asbes gelombang 5 mm tanpa gording
11 kg/m2
= 125 kg/m2
= 200 kg/m2
Sekolah/Kantor/Hotel/Asrama/R.Sakit/Toko/Restoran
Koridor, tangga/bordes
= 250 kg/m2
= 300 kg/m2
=
=
=
=
400 kg/m2
500 kg/m2
250 kg/m2
500 kg/m2
41
= 400 kg/m
=
=
=
=
=
=
= Wesk x f.kejut
300 kg/m
2
800 kg/m
2
400 kg/m
h x soil
hw x water
Wlift x 2,0
= q water/luasan
Beban hidup pada lantai gedung sudah termasuk perlengkapan ruang sesuai kegunaan
lantai ruang yang bersangkutan dan juga partisi / dinding pemisah ringan dengan berat
tidak lebih dari 100 kg/m.
Beban hidup pada atap atau lantai dak yang dapat dicapai dan dibebani orang harus
diambil minimum 100 kg/m2 bidang datar. Pada balok tepi / gording tepi dari atap yang
tidak ditunjang oleh dinding dan pada kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya
beban hidup terpusat minimum 200 kg.
Berhubung peluang terjadinya beban hidup penuh yang membebani semua bagian
secara serempak selama umur gedung tersebut sangat kecil, maka beban hidup
tersebut dianggap tidak efektif sepenuhnya, sehingga dapat dikalikan oleh koefisien
reduksi seperti pada tabel di bawah ini.
42
Penggunaan Gedung
Perumahan / Penghunian
Pendidikan
Pertemuan Umum
Kantor
Perdagangan
Penyimpanan
Industri
Tempat Kendaraan
Tangga :
Perumahan / Penghunian
Pendidikan, kantor
Pertemuan Umum,
Perdagangan, Penyimpanan,
Industri, Tempat Kendaraan
0,3
0,5
0,90
0,5
Koefisien reduksi
yang dikalikan beban
hidup komulatif
1,0
1,0
0,9
0,8
0,7
0,6
0,5
0,4
43
Beban Khusus
Semua beban yang bekerja pada gedung akibat selisih suhu, pengangkatan,
pemasangan, penurunan pondasi, susut, gaya rem dari crane, gaya sentrifugal dan gaya
dinamik dari mesin.
44
U = 1,4 D
(1)
Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan juga beban
atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama dengan
(2)
(3)
45
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin
W belum direduksi oleh faktor arah. Faktor beban untuk L boleh direduksi
menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan garasi, ruangan pertemuan, dan semua
2
ruangan yang beban hidup L-nya lebih besar daripada 500 kg/m .
Kombinasi beban juga harus memperhitungkan kemungkinan beban hidup
L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi yang paling
berbahaya, yaitu:
U = 0,9 D 1,6 W
(4)
Faktor beban untuk W boleh dikurangi menjadi 1,3 bilamana beban angin
W belum direduksi oleh faktor arah. Perlu dicatat bahwa untuk setiap
kombinasi beban D, L, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari
persamaan 2.
3) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan
dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus diambil sebagai:
(5)
Faktor beban untuk L boleh direduksi menjadi 0,5 kecuali untuk ruangan
garasi, ruangan pertemuan, dan semua ruangan yang beban hidup L-nya
lebih besar daripada 500 kg/m2, atau
U = 0,9 D 1,0 E
(6)
U = 1,4 (D + F)
(7)
46
(8)
1)
2)
3)
4)
5)
Keterangan:
D
L
La
H
W
E
adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding,
lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.
adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi
tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.
adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,
peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak
adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.
adalah beban angin.
adalah beban gempa.
47
dengan,
L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan L = 1 bila L 5 kPa.
Kekecualian : Faktor beban untuk L di dalam kombinasi pembebanan pada persamaan 3, 4,
dan 5 harus sama dengan 1,0 untuk garasi parkir, daerah yang digunakan untuk pertemuan
umum, dan semua daerah di mana beban hidup lebih besar daripada 5 kPa.
Setiap aksi yang dapat mempengaruhi kestabilan, kekuatan, dan kemampuan-layan struktur,
termasuk yang disebutkan di bawah ini, harus diperhitungkan:
1)
2)
3)
4)
5)
gerakan-gerakan pondasi;
perubahan temperatur;
deformasi aksial akibat ketaksesuaian ukuran;
pengaruh-pengaruh dinamis;
pembebanan pelaksanaan.
Jika ada pengaruh struktural akibat beban yang ditimbulkan oleh fluida (F), tanah (S),
genangan air (P), dan/atau temperatur (T) harus ditinjau dalam kombinasi pembebanan di
atas dengan menggunakan faktor beban: 1,3F, 1,6S, 1,2P, dan 1,2T, sehingga menghasilkan
kombinasi pembebanan yang paling berbahaya.
3. Kombinasi Pembebanan untuk Desain Struktur Beton dengan Metode ASD
Pada desain dengan kekuatan ijin (Allowable Strength Design), kuat ijin setiap komponen
struktur tidak boleh kurang dari kekuatan yang dibutuhkan,
Ru Rn /
Ru = kekuatan yang dibutuhkan (ASD)
Rn = kekuatan nominal
= faktor keamanan
Rn/ = kuat ijin
Gaya dalam pada komponen struktur dilakukan dengan analisis elastis orde pertama pada
kondisi beban kerja. Faktor keamanan diterapkan hanya pada sisi tahanan, dan keamanan
dihitung pada kondisi beban kerja (tak terfaktor). Kombinasi pembebanan untuk desain
struktur baja dengan metode ASD :
Pembebanan Tetap : DL + LL
Pembebanan Sementara : DL + LL + E atau DL + LL + W
48
Pembebanan Tetap.
2
qall (kg/cm )
Keras
Sedang
Lunak
Amat Lunak
5
2-5
0,5 - 2
0 0,5
Faktor
Kenaikan
qall
1,5
1,3
1 1,3
1
Pembebanan
Sementara.
qall (kg/cm2)
7,5
2,6 6,5
0,65 2,6
0 0,5
Pada peninjauan beban kerja pada pondasi tiang untuk kombinasi pembebanan sementara,
selama tegangan yang diijikan di dalam tiang memenuhi syarat-syarat yang berlaku untuk
bahan tiang, kapasitas dukung tiang yang diijinkan dapat dikalikan 1,5.
49
Regangan (Strain)
=L / L
50
Dalam daerah ini, elemen struktur tersebut masih dapat kembali kepada keadaan semula
apabila bebannya dihilangkan (perilaku demikian sama dengan perilaku pegas). Deformasi
dalam daerah elastis bergantung langsung pada besar taraf tegangan yang terjadi pada
elemen struktur. Apabila bebannya bertambah terus, maka akan terjadi deformasi yang
termasuk ke dalam daerah plastis dari material, hal ini terjadi apabila tegangan pada material
sedemikian besarnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan permanen di
dalam struktur internal material. Apabila perubahan internal material ini terjadi, maka
keadaan semula tidak dapat tercapai meskipun beban dihilangkan. Dengan demikian, apabila
material sudah masuk kedalam daerah plastis, maka pada material terjadi perubahan dimensi
tak dapat balik (irreversible) dan terjadi perubahan bentuk yang permanen meskipun
bebannya dihilangkan seperti pada Gambar 4.2.
Taraf beban atau tegangan yang diasosiasikan dengan daerah plastis, deformasinya tidak
berbanding lurus dengan beban atau tegangan yang ada. Deformasi dalam daerah plastis
jauh lebih besar daripada dalam daerah elastis, bahkan pada material tertentu dapat terjadi
deformasi berlebihan tanpa adanya penambahan beban.
Seperti yang akan dibahas lebih rinci berikut ini, tidak semua material mempunyai perilaku
elastis dan plastis apabila bebannya bertambah. Sebagai contoh, baja dapat sedangkan beton
polos (plain concrete) tidak (Gambar 4.3).
51
2. Elastisitas
Perilaku Elastis. Bagian ini membahas secara lebih rinci perilaku material yang masih berada
dalam daerah elastis, yaitu material dapat kembali ke ukuran dan bentuk semula apabila
tegangan dihilangkan. Hingga saat ini konsep mengenai tegangan telah banyak dibahas. Cara
utama dalam menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan
konsep regangan (). Secara umum regangan didefinisikan sebagai rasio (perbandingan)
antara perubahan ukuran atau bentuk suatu elemen yang mengalami tegangan, terhadap
ukuran atau bentuk semula (S) elemen [yaitu = S/(S + S)]. Karena merupakan
perbadingan, regangan tidak mempunyai dimensi fisis. Ada hubungan umum antara
tegangan dan regangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert
Hooke (1635-1703) dan dikenal sebagai Hukun Hooke. Hukum Hooke ini menayatakan
bahwa untuk benda elastis, perbandingan antara tegangan yang ada pada elemen terhadap
regangan yang dihasilkan adalah konstan. Jadi :
tegangan
regangan
Besar konstanta ini merupakan sifat material dan, seperti telah disinggung di atas, biasanya
disebut sebagai modulus elastisitas. Satuan untuk konstanta ini sama dengan satuan
tegangan (yaitu gaya per satuan luas) karena regangan tidak mempunyai dimensi. Hubungan
52
antara tegangan dan regangan di atas mengandung arti bahwa regangan pada suatu elemen
struktur bergantung linear pada tegangan untuk taraf tegangan yang ada. Konstanta yang
menghubungkan tegangan dan regangan (modulus elastisitas) ditentukan secara
eksperimental.
Apabila elemen struktur mengalami gaya tarik murni, maka elemen struktur tersebut akan
mengalami perpanjangan. Jika L menunjukkan panjang semula dan L adalah perubahan
panjang, maka regangan yang ada pada batang tersebut adalah :
atau
= L
L
Seperti telah tersebut diatas, regangan tidak mempunyai dimensi. Kita dapat memandang
regangan sebagai besar deformasi per satuan panjang. Dengan pengertian ini, regangan
dapat dipandang seolah-olah mempunyai dimensi mm/mm atau in/in.
Cara yang biasa dipakai untuk menentukan modulus elastisitas (E) material adalah dengan
menggunakan suatu batang dari material tersebut, yang mempunyai panjang serta luas
tertentu, kemudian diberi beban yang diketahui, dan mengukur besarnya perpajangan L.
Karena tegangan yang ada dapat secara langsung dihitung dengan menggunakan hubungan
f = P/A, dan regangan dapat diperoleh dari hubungan = L/L, maka modulus elastisitas
material tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan E = f/. Modulus elastisitas untuk
berbagai material dapat diperoleh dengan prosedur umum seperti ini.
Untuk baja (steel) ES = 204000 MPa, dan untuk aluminium, Ea = 77900 MPa. Harga
yang umum untuk beton (concrete) adalah Ec = 20700 MPa, dan untuk kayu
(timber) adalah Et = 11000 MPa. Nilai E untuk kayu dan beton bergantung pada
karakteristik deformasi beton atau mutu jenis kayu yang digunakan.
53
Apabila nilai telah diketahui, E dapat dipakai sebagai konstanta dalam memprediksi deformasi
material yang mengalami deformasi akibat berbagai kondisi tegangan. Dengan
memperhatikan Gambar 4.4, terlihat bahwa modulus elastisitas adalah kemiringan kurva
tegangan-regangan di dalam daerah elastis material.
54
Deformasi Lateral di dalam Daerah Elastis. Seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 di bawah
ini, batang yang diberi beban aksial akan mengalami perubahan elastis dalam dimensi lateral
selain juga dalam arah longitudinal.
Gambar 4.5. Perubahan elastis dalam dalam arah longitudinal dan lateral.
Dimensi lateral batang berkurang apabila batang tersebut mengalami beban tarik, dan
bertambah apabila batang tersebut mengalami beban tekan. Ada suatu konstanta di antara
kedua perubahan lateral ini dengan yang terjadi dalam arah longitudinal.
Konstanta hubungan ini biasanya disebut sebagai angka Poisson () yang didefinisikan
sebagai = -y / x. Untuk baja, angka poisson ini adalah sekitar 0,3.
3. Kekuatan
Sebutan kekuatan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan kapasitas-pikul-beban
material. Sebagaimana telah disinggung diatas, material sering kali menunjukkan perilaku
yang tidak sederhana apabila dibebani sehingga perlu ada definisi yang lebih tepat untuk
menyebut kekuatan. Sebagai contoh, banyak material dapat terus memikul beban
tambahan bahkan setelah limit proporsional material terlampaui. Baja dapat terus memikul
55
taraf tegangan di atas limit proporsional, tetapi disertai deformasi yang sangat berlebihan
utnuk penambahan tegangan yang sedikit saja. Titik kritis, yang disebut titik leleh, dicapai
apabila baja berdeformasi tanpa adanya penambahan tegangan sama sekali. Sebenarnya,
apabila baja diuji tarik dengan menggunakan mesin-uji-tarik (yang pada umumnya dapat
memberi deformasi dan mengukur tegangan atau bebannya, bukan sebaliknya),
pengurangan aktual dalam taraf tegangan akan terjadi. Apabila beban diberikan langsung
(bukan deformasi), titik leleh dengan mudah akan terlihat dengan adanya pertambahan
deformasi secara tiba-tiba. Selanjutnya material akan mengalami deformasi permanen (dalam
selang plastis) pada taraf tegangan yang relatif konstan. Akan tetapi, pada saat deformasinya
bertambah, baja mulai tidak aman untuk memikul sedikit saja pertambahan beban, dan taraf
tegangan yang ada bertambah lagi. Ini adalah yang disebut sebagai kekuatan batas (ultimate
strength) material. Sesudah tegangan ini tercapai, baja berdeformasi dengan sangat cepat,
disertai dengan berkurangnya luas penampang, yaitu terbentuk apa yang disebut takik
(notch), dan akhirnya putus.
56
Besar daktalitas atau kegetasan yang ada pada material seperti baja secara aktual dapat
dikontrol dengan mengatur konsistensi atau metode prosesnya. Dengan menambah kadar
karbon di dalamnya, daktalitas akan berkurang. Alternatif lain, baja yang menunjukkan
daktalitas kecil dapat semakin daktail dengan menempanya (dipanaskan pada temperatur
tinggi dan dibiarkan mendingin secara perlahan-lahan).
Implikasi Daktalitas dalam Desai Struktural. Dari tinjauan desain struktural, material
seperti baja yang menunjukkan perilaku daktail atau plastis seperti yang dijelaskan sebelum
ini sangat diinginkan karena daerah plastisnya (yaitu adanya sedikit pertambahan kapasitaspikul-beban di atas titik leleh), memberikan arti sebagai ukuran cadangan kekuatan. Taraf
tegangan desain, atau taraf tegangan izin, selalu menggunakan tegangan dibawah tegangan
leleh material, dan benar-benar di dalam daerah elastis material. Balok baja, misalnya akan
dirancang agar mempunyai taraf tegangan yang sama atau lebih kecil daripada harga
tegangan izin. Taraf tertentu dari defleksi balok elastis adalah sehubungan dengan taraf
tegangan tersebut, dan diasosiasikan dengan regangan elastis. Apabila beban pada balok
bertambah hingga di atas taraf desain yang diantisipasi, maka taraf tegangan lentur dan
regangannya juga bertambah sampai titik leleh material tercapai. Pada saat tersebut baja
leleh, tetapi secara fisik belum putus dan balok mulai mengalami defleksi permanen yang
diasosiasikan dengan daerah plastis material. Defleksi ini dengan jelas dapat terlihat dengan
mata, dan jauh lebih besar dibandingkan defleksi yang digunakan dalam desain sehingga
dapat dipakai sebagai peringatan akan adanya kegagalan. Karena bertambahnya tegangan
yang diperlukan untuk mencapai kekuatan batas material, balok masih dapat memikul beabn
yang sedikit lebih besar sekalipun sudah terjadi defleksi permanen. Hanya apabila kekuatan
batas material sudah tercapai, balok tersebut akan gagal. Karena fenomena ini dikaitkan
dengan bertambahnya kapasitas-pikul-beban sebagai akibat adanya redistribusi tegangan
plastis yang terjadi, maka balok tersebut mempunyai cadangan kapasitas-pikul-beban yang
cukup besar. Dengan demikian, plastisitas material sangat berguna dan merupakan sifat
material yang sangat diinginkan.
Material getas tidak menunjukkan perilaku plastis. Elemen struktur yang menggunakan
material getas, seperti balok dari besi tuang, tidak dapat berdefleksi secara cukup besar untuk
memberi peringatan sebelum terjadinya collapse. Elemen struktur demikian cukup berbahaya
apabila digunakan. Beton juga merupakan material yang getas, tetapi apabila digunakan
bersama material daktail seperti baja (sebagai tulangannya), material gabungannya (disebut
beton bertulang) dapat mempunyai sifat daktail yang ukuran daktailnya dapat direncanakan.
57
58
getas. Karena itulah retak minor yang biasa ada pada elemen struktur, seperti penampang
baja sayap lebar (wide flange) tidak merupakan masalah serius dan tidak banyak pengaruhnya
pada kapasitas-pikul-beban elemen struktur tersebut. Hal seperti ini tidak terjadi pada elemen
struktur yang getas.
59
Kita telah menyaksikan sekelompok orang yang lebih suka mendahulukan dunia daripada
akhirat, akhirnya mereka menjadi hina, binasa dan tercela.
The Wisdom of Hasan al-Bashri
1. A professional engineer
Structural engineering, being considered a field of specialty within the realm of civil
engineering, is the application of math and science to the design of structures, including
buildings, bridges, storage tanks, transmission towers, roller coasters, aircraft, space vehicles,
and much more, in such a way that the resulting product will safely resist all loads imposed
upon it. The design of structures has always involved theory, buttressed by testing and direct
observation, and a professional engineer is able to make wise use of intuition and experience
to bring theoretical truths into reality. In order to develop an adequate understanding of
structures that are designed, an engineer must make justifiable approximations and
assumptions in regards to materials used and loading imposed and must also simplify the
problem in order to develop a workable mathematical model.
We are all living and working in a rapidly changing environment and more changes are
expected to come. Therefore, to survive and to be a leader of constant change, a new kind of a
structural designer has to emerge, who will be able to meet the challenges of the future.
He/she will have the following major abilities :
To understand engineering design in its complexity and in the context of the everchanging societies and technology.
To understand engineering knowledge on both the systems level and on the level of
details necessary for engineering purposes.
To use various analytical and design methods and tools.
60
Structural engineers usually begin training long before theyve even dreamed of joining the
profession. Structural engineering is much more than just a careerit is a lifelong experience,
meant to be passed along to future generations. The process of designing a structure cannot
be truly understood within textbooks or example problems.
61
Sometimes a problem or issue should be seen in a new and refreshing light, opening the
doors to better, more creative solutions. Structural engineering is truly a profession of science
married to art, where creative expression of antitypical, original designs instills confidence in
the practitioner as well as those who must build the system.
62
63
64
65
become outdated, the downstream analyses are compromised, and the validity of the design
suffers.
Revit Structure allows engineers and designers to create a single building model combining a
physical representation of the building which is fully associated with an analytical
representation. This building model is used for the complete production of construction
documents and (since it is computable) can be used for different types of analyses. The
physical representation denotes the physical layout of the structure in the building beams,
columns, walls, footings, etc. It also drives the construction documentation. As the physical
representation develops, the analytical representation is created automatically, containing the
necessary data needed for third-party analysis applications. The analytical representation is an
abstract (usually simplified) 3D digital model used for structural analysis. The engineer adds
specific loads, material properties, and so forth and then runs the analysis. Currently, Revit
Structure is linked via an application programming interface (API) to several leading industry
applications for building analysis: ETABS from CSI (http://www.csiberkeley.com), RISA-3D
from RISA Technologies (http://www.risatech.com) and ROBOT Millennium from RoboBAT
(http://www.robot-structures.com).
If the engineers chooses to, the analysis program can then return information that
dynamically updates the building model and therefore the documentation as well. This
capability eliminates much of the redundant work done by structural engineers to model and
analyze single- or multi-material building frames (steel, concrete, masonry, wood) using many
different applications. The value of using BIM for structural design becomes clear when
comparing and contrasting the traditional structural workflow and a workflow supported by a
building information model.
Traditional Structural Workflow = Multiple Models
Traditional structural workflows have two main branches, the iterative design/analysis process
and the documentation process. Both begin with the architects design, communicated
through drawings. As mentioned earlier, the structural engineers interpret the architectural
design to create an overall structural design, and then create specialized analytical models in
different software applications for the different types of analyses required. Time constraints
usually dictate that the documentation effort parallels the design effort, so as the structural
engineers begin their analyses, the structural drafters begin developing the documentation
set framing plans, bracing elevations, typical details, etc.
This use of multiple models models that are not coordinated with each other or the
documentation requires a manual effort to keep them and the documentation package
synchronized, to the detriment of a firm's efficiency, quality, and flexibility. Whereas the use of
66
67
68
69
70
71
72
73
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
6.
7.
74
8.
75
76
77
78
79
PEMBEBANAN STRUKTUR
(KOORDINAT LOKAL DAN GLOBAL)
80
81
82
ELEMEN SHELL
(KOORDINAT LOKAL)
83
84
85
MODEL TUMPUAN
(KOORDINAT GLOBAL)
86
87
Daftar Pustaka
Adams, D,K., 2008,The Structural Engineers Professional Training Manual, ISBN 0-07-159399-3,
McGraw-Hill Companies.
Anwar, N., 2002, Building Structures Modeling and Analysis Concepts, International Seminar
on Computer Aided Analysis and Design of Building Structures, Malaysia.
Dradjat Hoedajanto, 2007, Apakah Jakarta Aman Terhadap Gempa Disain Maksimum, Seminar
dan Pameran HAKI KONSTRUKSI TAHAN GEMPA DI INDONESIA
Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 332/KPTS/M/2002, Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
Madutujuh, N.., 2004, Short Course : Building Design with SANS for Windows, Engineering
Software Research Center, Bandung.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung.
Schierle G.G, 2006, Architectural Structures, Univ. Southem California
Schodek D.L., 1995, Struktur (Terjemahan Ir. Bambang Suryoatmono, MSc) , Penerbit Eresco,
Bandung.
Shahab, H., 1996, Menata Pengertian Keamanan dan Pengamanan Struktur, Penerbit
Djambatan.
Shahab, H., 2001, Detail Peran : Meningkatkan Pengamanan bagi Pemilik, Pengguna dan
Lingkungan, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Steffie Tumilar, 2006, Latar Belakang dan Kriteria dalam Menentukan Tolok Ukur Kegagalan
Bangunan, HAKI, Jakarta.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
88
Penyaji Materi
89