Anda di halaman 1dari 166

PEMICU 3 BLOK UROGENITAL

ADUH KEMALUANKU BERJENGGER


Kelompok 14
Selasa, 8 Maret 2011

Nama

NIM

Jabatan

Andrew

405080020

Ketua

Susan Natalia B

405080080

Sekretaris

Megawati Lohanatha

405070168

Penulis

Alain laurent

405080018

Anggota

Nina Apriyana M

405080028

Anggota

Silvina Isditya

405080088

Anggota

Rico Pratama

405080101

Anggota

William Taruna Djaya

405080172

Anggota

Ludolfus Bartolomeus

405080175

Anggota

Paullya Dwi P

405080177

Anggota

Suci Megasari

405080186

Anggota

Anissa Nurditasari

405080209

Anggota

SKENARIO 3B
Seorang perempuan usia 30 tahun datang bersama pasangannya berobat ke dokter
umum dengan keluhan timbul kutil di sekitar kemaluannya yang bertambah banyak sejak 5
bulan terakhir. Kutil tersebut bergerombol seperti bunga kol, tidak gatal dan tidak nyeri.
Pasien permapuan bekerja sebagai penyanyi dan pekerja seks komersial.
Sedangkan laki-laki pasangannya mengeluh nyeri pada ujung kemaluannya bila
buang air kecil sejak 1 minggu yg lalu dan kelur cairan putih susu sejak 2 hari yang lalu.
Coitus suspectus terakhir 1 minggu yang lalu. Sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi serbuk tetrasiklin tetapi tidak ada perubahan.

Sebelumnya laki-laki ini juga sering menderita luka lecet pada alat kelaminnya yang
didahului dengan lenting-lenting yang hilang timbul dan terasa nyeri, terakhir muncul sejak
2 minggu yang lalu.
Status venereologikus perempuan : ditemukan vegetasi bertangkai, eritematosa,
ukuran lentikler sedikit erosi pada vulva bagian lateral, labia mayora dan minora dan daerah
perianal. Tampak sedikit duh tubuh mukopurulen.
Status venereologikus laki-laki : tampak muara ostium uretra eksternum edematosa
dan erimatosa disertai keluarnya duh tubuh mukopurulen.tampak eritem dengan erosi
multipel di glans penis dan ulserasi di daerah perianal.
Apa yang dapat Anda pelajari dari kasus ini?

MIND MAPPING
Wanita
Condyloma acuminata
GO

Pria
GO
HSV

Definisi + epidemiologi
Etiologi

Prognosis
IMS
Pencegahan

Klasifikasi

Komplikasi

Patogenesis
Manifestasi klinik

DD
Pemeriksaan
penunjang

Penatalaksanaan

LEARNING OBJECTIVE
1.

2.
3.

Mengetahui dan menjelaskan anatomi genitalia


Mengetahui dan menjelaskan histologi genitalia
Mengetahui dan menjelaskan infeksi menular
seksual (definisi, epid, etio, klasifikasi,
patogenesis, manifestasi klinik, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, DD, komplikasi,
pencegahan, prognosis) :
a.
b.
c.
d.

Bakteri
Jamur
Virus
Parasit

LO 1
Mengetahui dan menjelaskan anatomi
genitalia

ANATOMI GENITALIA PRIA

Organ genitalia interna

Testis
Epididimis
Funiculus spermaticus
Ductus deferens
Vesicula seminalis
Ductus ejakulatorius
Protata
Glandula bulbourethralis

Organ genitalia externa

Penis
Urethra
scrotum

TESTIS
Merupakan organ reproduksi utama pada pria
berbentuk oval seperti buah almond dan berukuran
sekitar 5cm X 3cm X 2,5 cm dan menghasilkan
spermatozoa.
Testis dan lapisan terbungkus dalam sebuah
kantong yang disebut scrotum.
sebagian testis tertanam di dalam sebuah lapisan
serosa yaitu tunica vaginalis testis yang berasal
dari peritoneum.
di dalam tunica vaginalis, testis dibungkus oleh
lapisan fibrosa padat yang tidak begitu elastis yaitu
tunica albuginea testis.

Lapisan pembungkus testis dari dalam ke luar

Tunica vaginalis testis(lamina visceralis dan lamina parietalis)


Fascia spermatica interna(tunica vaginalis communis)
Fascia cremasterica, beserta otot(musculus cremaster)
Fascia spermatica externa
Tunica dartos
Kulit

TESTIS

SALURAN KELAMIN

Saluran kelamin intratestis

Tubulus rectus
Rete testis
Ductulus eferentes

Saluran keluar kelamin

Ductus epididymis
Ductus deferens
Ductus ejakulatorius
urethra

PENIS
Merupakan salah satu organ genitalia externa lakilaki.
Terdiri dari radix penis( bulbus penis dan crus
penis)
Bagian luar terdiri dari corpus carvenosum yang
merupakan jaringan erektil dan corpus spongiosum
yang di dalamnya terdapat urethra pas spongiosa.

PEMBULUH DARAH & PERSARAFAN


A.pudenda interna bercabang :
A.profunda penis dan A.dorsalis penis Crus dan
corpora cavernosa
A. Bulbi penis bulbus dan corpus spongiosum
Cabang2 pembuluh darah ini yang masuk ke dalam
jaringan erektil dapat terbuka langsung ke rongga
cavernosa atau berakhir sbg aa. Helicae penis
Persarafan parasimpatis dan untuk vasodilatasi
penis berasal dari n. Pudendus (S2,3,4)
Persarafan dari n. Ilioinguinalis (L1) dan dari plexus
pelvicus yg otonom
N. Dorsalis penis dan cbg2 dari m.perinei
mempersarafi kulit penis bersama dgn n.ilioingiunalis
Serabut2 saraf dari plexus hipogastricus yang
mencapai penis melalui plexus nervosus prostaticus
berakhir pada bagian erektil dar penis

VASKULARISASI PENIS
Penis mendapat aliran darah dari A.pudenda interna

A.penis komunis

A.kavernosa / A.sentralis

A.dorsalis penis

A.bulbourethralis

Memasuki rongga kavernosa

Arteriole helisine

Sinusoid

Darah vena dialirkan


melalui pleksus

Venule
emisaria

V.dorsalis
penis

PERSARAFAN PENIS

Sistem saraf otonomik (simpatik dan parasimpatik)

Dari neuron yang berpusat di korda spinalis, serabut-serabut


saraf simpatik & parasimpatik membentuk nervus kavernosus
yang memasuki korpora kavernosa dan korpus spongiosum
memacu neurotransmitter untuk memulai proses ereksi dan
mengakhirinya pada proses detumesensi.

Sistem saraf somatik (sensorik dan motorik)

Saraf somato-sensorik menerima rangsangan di sekitar genitalia.

Saraf somato-motorik menyebabkan kontraksi otot


bulbokavernosa dan ischiokavernosus.

LO 2
Mengetahui dan menjelaskan histologi
genitalia

SISTEM REPRODUKSI PRIA


Testis
Saluran Kelamin:

1.
2.

Saluran Kelamin Intratestis (Tubulus rectus, Rete Testis,


Ductulus Eferentes)
Saluran Keluar Kelamin (Ductus Epididymis, Ductus Deferen,
Ductus Ejakulatorius, Uretra)

3.
4.

Kelenjar tambahan
Penis

Tunica vasculosa
Fungsi:
1. Exokrin : sel benih / sel kelamin
2. Endokrin : testosteron

RETE TESTIS

Epitel selapis kubis / gepeng

DUCTULUS EFERENTES

Epitel: sel torak bersilia &sel kuboid mikrovilli lumen


bergelombang

DUCTUS EPIDIDYMIS & DEFERENS

Epitel bertingkat torak bersilia: sel basal


dan sel torak tinggi dgn stereocilia yg non
motil

Ep.bertingkat torak + stereocilia

LO 3
Mengetahui dan menjelaskan infeksi menular
seksual (definisi, epid, etio, klasifikasi,
patogenesis, manifestasi klinik, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan, DD, komplikasi,
pencegahan, prognosis)

BAKTERI

Gonore

DEFINISI

Gonore mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh


Neisseria gonorrhoeae tipe 1,2,3

ETIOLOGI GONORE

Neisseria gonorrhoeae
Neisseria meningitidis
Neisseria catarrhalis
Neisseria pharyngis sicca
Keempat spesies ini sukar dibedakan kecuali dengan
Fermentasi

EPIDEMIOLOGI
Insidens:
Pria = wanita
15 29 tahun

THE NEISSERIAE
Neisseria gonorrhoeae dan Neisseria meningitidis
patogenik thd manusia dan biasa ditemukan bersama
atau di dlm PMN
Biasa meningococci ditemukan di URT meningitis,
gonococci infeksi genital
Merupakan gram (-), diplokokus non-motil, diamternya
0.8 m.
Individual cocci berbtk seperti ginjal, biasa berpasangan
Neisseria tumbuh optimal pada kondisi aerobik.
Mengoksidasi KH, menghasilkan asam tp gas (-)
Menghasilkan oksidase reaksi oksidase (+) , turn dark
purple

NEISSERIA GONORRHOEAE

Hanya mengoksidasi glukosa


Menghasilkan koloni lebih kecil dari neisseria lain

Struktur antigen
Neisseria gonorrhoeae heterogen antigennya, mampu
mengubah struktur permukaannya u/ menghindari defens
host.
A. Pili
Ekstremitas seperti rambut yg memanjang dari permukaan
gonokokal. Membantu pada penempelan pada sel host dan
resistensi thd fagositosis. Terbentuk dari protein pilin yg
tertumpuk, tdr dari rangkaian AA. Rangk. AA yg dekat terminal
karboksil sangat variable bperan dlm menghindari imun host.

Pili dari gonokok yg melekat pada mukosa epitel


yang akan menimbulkan reaksi radang.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah
dengan mukosa epitel kuboit atau lapis gepeng
yang belum berkembang (imatura), yakni pada
vagina wanita sebelum pubertas.

B. Por
- Protein por memanjang melewati membran sel
gonokokal.
- Berupa trimer, membentuk pori2 di permukaan yg mana
nutrien dapat msk ke dlm sel.
- Mencegah dibunuhnya gonokoki scr intraseluler dlm
neutrofil dgn mencegah fusi fagosom-lisosom
C. Opa proteins
- Berperan pada adesi antar gonokoki dlm koloni &
penempelan ke reseptor sel host.
D. Rmp
Bersama dengan Por membentuk pori2 pada permukaan
sel.

Lipooligosakarida
LPS gonokokal tdk memiliki rantai O-antigen maka
disebut lipooligosakarida (LOS).
Gonokoki bs mengekspresikan lebih dari 1 rantai LOS yg
berbeda antigen secara bersamaan,
Toksisitas disebabkan o/ efek endotoksik LOS ini. Pada
tuba falopi buatan, LOS sebabkan hilangnya silia dan
kematian sel mukosa
Gonokoki bs membuat LOS menyerupai glikosfingolipid
sel membran pada manusia membantu menghindari
pengenalan o/ sistem imun. Prosesnya disebut sialilasi
gonokoki resisten thd sistem antibodi-komplemen dan
mengganggu penempelan gonokokal ke resepter sel
fagositik
Jg menghasilkan IgA1 protease yg memotong &
menginaktivasi IgA1, Ig utama mukosa manusia.

GENETIK & HETEROGENITAS ANTIGEN


Gonokoki memiliki mekanisme u/ sering beralih dari 1
bentuk antigenitas (pilin, Opa, LPS) ke bentuk antigenitas
lainnya.
Memiliki bbrp gen yg mengkode pilin, tp hanya 1 yg di
insersi ke tempat ekspresi.
Memuat bbrp plasmid. 2 diantaranyamengandung gen yg
mengkode -laktamase tipe TEM-1 resisten penisilin.
Plasmid ini bs ditransfer antar gonokoki.

PATOGENESIS, PATOLOGI DAN MANIFESTASI


KLINIS
Hanya bakteri berpili yg virulen
Gonokoki yg berupa koloni opak diisolasi dari pria dgn
urethritis simtomatik dan dari kultur serviks pada siklus
tengah.
Gonokoki yg berupa koloni transparan diisolasi dari pria
dengan infeksi urethra asimtomatik, wanita menstruasi,
dan gonore btk invasif (salpingitis, infeksi diseminasi)
Variasi antigenik dari protein permukaan saat infeksi
membolehkan bakteri ini mengelak dari respon imun
host.

Gonokoki menyerang membran mukosa saluran


urogenital, mata, rektum dan tenggorokan terbentuk
nanah invasi jaringan inflamasi kronik + fibrosis.
Pada pria biasa tdp urethritis dengan pus berwarna putih
kekuningan dan perkemihan yg nyeri, dapat sampai
menjangkau epididimis.
Setelah supurasi mereda pada infeksi yg tdk diterapi,
terjadi fibrosis yg terkdg menjadi striktur urethra. Namun
bs jg asimtomatik
Pada wanita, infeksi terutama di endoserviks dan
mencapai urethra serta vagina mucopurulent
discharge
Dpt berprogresi ke tuba uterina salpingitis, fibrosis,
dan disfungsi tuba.

20% mengalami infertilitas.


Proktitis dan serviksitis gonokokal kronik srg asimtomatik
Bakteremia gonokokal menyebabkan lesi kulit (t.u
pustula dan papula hemoragik) di tangan, lengan bawah,
kaki dan tenosinovitis sera artritis supuratif.
Dapat menyebabkan gonococcal ophthalmia neonatorum
pada mata neonatus. Bila dibiarkan dapat menyebabkan
kebutaan.

IMUNITAS HOST
Imunitas terhadap reinfeksi tdk tercipta karena
variasi antigenitas yg dimiliki gonokoki.
Antibodi IgA dan IgG hanya spesifik ke strain
tertentu atau kemampuan protektifnya rendah.

PATOGENESIS

GAMBARAN KLINIK GO PD PRIA

Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya berkisar


antara 2-5 hari
Tempat masuknya kuman pd pria diuretra menimbulkan uretritis.
Plg sering : uretritis anterior, kemudian menjalar ke proksimal, dan
mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata.
Keluhan subjektif : rasa gatal, panas dibagian distal uretra disekitar
orifisium uretra eksternum, disusul disuria, polikisuria, keluar duh
tubuh dan kadang disertai darah, ada nyeri pd ereksi.
Pd Pemeriksaan: orifisium uretra eksternum kemerahan, edema, dan
ektropion, tampak duh tubuh yang mukopurulen.
Beberapa kasus timbul pembesaran kelenjar getah bening inguinal
unilateral atau bilateral.

GAMBARAN KLINIK GO PD WANITA


Pd wanita masa tunas sulit untuk ditentukan karena
pada umumnya asimtomatik
Mulanya hanya mengenai serviks uteri
Dapat asimtomatik, kadang menimbulkan rasa
nyeri pd panggul bawah
Pd pemeriksaan serviks tampak merah dengan
erosi dan sekret mukopurulen.
Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

Gonococcal urethritis
Bartholins abscess

Gonococcal cervicitis

Bartholins abscess

Gonococcal ophthalmia

Disseminated gonorrhea skin lesion

Disseminated gonorrhea skin lesion

KOMPLIKASI
Lokal : Tisonitis, Parauteritis, Littris,Cowperitis
Infeksi asendes : Prostatitis, Vesikulitis, Funikulitis,
Epididimitis, yg dapat menimbulkan infertilitas
Servisitis gonore : salpingitis, dan penyakit radang
panggul (PRP)

DIAGNOSIS GO
A.

B.

C.

D.

Sediaan Langsung

Pengecatan gram : ditemukan gonokok (-) gram, intraseluler,


dan ekstraseluler.

Bahan duh : pd pria diambil dr fosa navikularis, sedangkan pd


wanita diambil dari uretra, muara kel bartholin, dan
endoserviks.
Kultur (Biakan)

Media transpor : Stuart, dan Transgrow

Media Pertumbuhan : Thayer-Martin, modifikasi Thayer-Martin,


dan agar coklat McLeod
Tes Beta-laktamase : menggunakan cefenase TM disc,
menyebabkan perubahan warna koloni dari kuning jd merah.
Tes Thomson

Tes Thomson
Mengetahui sampai dimana infeksi sudah berlangsung
Syarat:
Sebaiknya dilakukan setelah bangun pagi
Urin dibagi dalam 2 gelas
Tidak boleh menahan kencing dari gelas I ke gelas II
Syarat mutlak: kandung kencing harus mengandeung air seni paling
sedikit 80-100 ml
Hasil pembacaan:
Gelas I

Gelas II

Arti

jernih

jernih

Tidak ada infeksi

keruh

jernih

Infeksi uretritis anterior

keruh

keruh

Panuretritis

jernih

keruh

Tidak mungkin

DIAGNOSIS:

Identifikasi
Tes oksidasi

Pemanfaatan uji karbohidrat;


asam hanya diproduksi dlm
tabung glukosa (menunjukkan
bahwa isolat adalah N.

gonorrheoae)

Neisseria gonorrhoeae

PENGOBATAN GO
Nama obat
Sefalosporin:
Seftriakson(g3)
Sefoperazon
Sefiksim

Dosis
250mg(i.m)
0,5-1 g(i.m)
400mg(oral)

Keterangan
Dosis ini cukup aman dan efektif dan tanpa
komplikasi disemua tempat, dan dpt
menutupi gejala sifilis

Spektinomisin

2 g(i.m)

baik utk penderita yg alergi penisilin, dan


mengalami gegagalan penisilin
Dan baik terhadap penderita yg menderita
sifilis krn obat ini tidak menuitupi gejala
sifilis
Tidak efektif utk infeksi GO pd faring

Kanamisin

2 g(i.m)

KI : kehamilan

Tiamfenikol
Kuinolon:
Ofloksasin
Siprofloksasin
Levofloksasin

2,5-3,5 g(oral) KI: kehamilan

400mg (oral)
500mg(oral)
250mg (oral)

KI: kehamilan, menyusui, dan umur < 17


thn

PENATALAKSANAAN DUH TUBUH URETRA,


TANPA FASILITAS LAB

PENCEGAHAN
Selalu menggunakan kondom
Hindari hubungan seks sebelum sembuh
Tidak berganti ganti pasangan seksual
Pemeriksaan dan pengobatan pasangan seksual
pasien

PROGNOSIS
Sebagian besar infeksi gonore memberikan
respons yang cepat terhadap pengobatan dengan
antibiotik
Prognosis baik jika diobati dengan cepat dan
lengkap

BAKTERI
Sifilis

DEFINISI

Penyakit infeksi yg disebabkan oleh Treponema pallidum,


merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama
perjalanan penyakit dapat menyerang seluruh organ tubuh ,
ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat
ditularkan kepada bayi di dalam kandungan

CIRI-CIRI TREPONEMA PALIDUM

Trepanoma pallidum berbentuk spiral


gram negatif
Panjang rata2 11m (antara 6-20m)
Diameter 0,09-0,18 m
10 busur dgn pnjng glmbng 1m
Amplitudo sekitar 0,2-0,7 m

KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut WHO berdasarkan
faktor epidemiologi
Sifilis dini:

Perjalanan penyakit < 2 tahun


Bersifat menular
Masih ditemukan kuman Treponema
pallidum di lesi kulit

Sifilis lanjut:
Perjalanan penyakit > 2 tahun
Bersifat tidak menular
Tidak ditemukan kuman di lesi kulit, kecuali ibu hamil
yang menderita stadium lanjut, Treponema
pallidum dapat melalui plasenta masuk ke tubuh
janin.

Secara klinis, Sifilis terbagi

Sifilis kongenita (bawaan)

Sifilis akuisita (didapat)

SIFILIS KONGENITA (SK)


Infeksi

pada janin, didpt dr ibu hamil yg


menderita sifilis
Infeksi terjadi sth bln ke 4 kehamilan
plasenta sdh terbentuk lengkap
Penularan paling srg terjadi pd bln ke 6
sel Langerhans sdh atrofi sempurna
Ibu hamil sifilis dini (std 1 / 2) srg
melahirkan bayi mati
Ibu hamil sifilis lanjut melahirkan bayi
SK / bayi sehat tanpa terinfeksi

tepat & dini ibu hamil sifilis


hindari infeksi janin
Pengobatan adekuat menyembuh janin
yg tlh terinfeksi
SK T. pallidum lsg msk tbh janin via
peredaran darah, mk stadium I (-)
SK terbagi
Pengobatan

SK

dini - (+) < 2 tahun


SK lanjut (+) > 2 tahun
Stigmata

SIFILIS KONGENITA DINI


Gejala

timbul 3 minggu setelah lahir


Lesi kulit: vesikobulosa erosi & krusta
Kulit : Papel + skuama dg konfigurasi spt S
II anular, sirsiner, polisiklik & kondilomata
lata
Selaput lendir : sekret hidung srg campur
darah & banyak T. pallidum
Tulang : osteokondritis, srg menyerang
tulang panjang
Sekitar 60 % hepatomegali
Paru-paru : pneumonia alba

SIFILIS KONGENITA LANJUT


Kelainan

usia > 2 tahun (usia 7-9 tahun)

Mata: keratitis interstisialis


Ketulian nervus VIII
Gigi Hutchinson: bentuk spt obeng / gergaji
Gigi Mullberry: pada molar pertama
Neurosifilis
Kelainan tulang tibia, frontal, palatum durum
perforasi, sendi, kardiovaskular & SSP paresis
Kulit: fisura di sekitar rongga mulut dan hidung
Cluttons joint

SIFILIS KONGENITA STIGMATA

Lesi dini:

Saddlenose
Gigi Hutchinson dan
gigi Mullberry
Ragades
Atrofi dan kelainan
akibat peradangan
Koroidoretinitis (daerah
parut putih dikelilingi
pigmentasi pada retina)

Lesi lanjut:
Kornea: kekaburan
kornea ghost
vessels
Lesi tulang: sabre tibia,
akibat osteoeriostitis
Atrofi optik
Ketulian saraf

STADIUM (SIFILIS AKUISITA)

Stadium I
Stadium II
Stadium laten : dini : menular
Stadium lanjut : tidak menular
Stadium III
Stadium kardiovaskular dan neurosifilis

KLASIFIKASI

SIFILIS AKUISITA

Infeksi: kontak langsung dg lesi kulit /


selaput lendir yg mengdg T. pallidum
Penularan:

melalui darah (transfusi)


transfusi / plasenta sifilis bawaan (Sifilis
demblee)

Kuman masuk kulit melalui port dentre :


mikor / makrolesi
Kuman masuk selaput lendir melalui / tanpa
lesi

10 90 hari (umumnya 3 4 mgg) stlh


infeksi - tempat masuk kuman kuman
berkembang biak & tbh pasien bereaksi
btk infiltrat (terdiri dr sel limfosit &
plasma) papel lesi primer
Lesi primer bertahan 1 5 mgg, dpt
sembuh spontan (tanpa pengobatan)
Tes serologi u sifilis (Serologic Test for
Syphillis = STS) std ini masih negatif &
baru (+) sth 1 -4 mgg kemudian

6 mgg (antara 2 6 mgg) stlh lesi


primer kelainan kulit & selaput lendir
generalisata
Kdg2 kelainan klt hny sedikit & dpt
sembuh dlm wkt 2 6 mgg. Masa tanpa
kelainan : sifilis laten adanya penyakit
dibuktikan dg hasil STS
kasus mengalami 1 x kekambuhan
Diperkirakan : ps tanpa th/ sifilis
lanjut, tdk / mengalami kelainan

SIFILIS AKUISITA STD DINI S I

Menular
Antara 10 90 hari (2 4 mgg) sth kuman msk
lesi kulit tempat msk kuman
Umumnya lesi hanya 1 AFEK PRIMER : papel
papel erosi / ulkus : ULKUS DURUM
Lokasi afek primer: genital/ ekstra genital
Dpt sembuh sendiri tanpa pengobatan dlm 3 10
mgg
1 mgg sth afek primer penjalaran infeksi ke KGB
regional : regio inguinal medial KGB membesar,
soliter, padat kenyal, indolen, tidak supuratif,
periadenitis (-) & dpt digerak scr bebas dr jaringan
sekitarnya KOMPLEKS PRIMER

Ciri khas ULKUS DURUM


Soliter
bentuk bulat atau lonjong
Berukuran beberapa mm - 1 atau 2 cm
Tepi ulkus teratur, berbatas tegas dengan tanda-tanda
radang negatif
Dinding ulkus tegak
Permukaan dasar ulkus bersih, berwarna merah
Isi ulkus berupa cairan serus
Pada perabaan terdapat indurasi (durum) dan tidak
nyeri tekan (indolen)

Chancre of the sulcus corona

Chancre of the anus

Small chancre of the prepurce

Typical chancre clean surface and an


infiltrated base

Large chancre of the vulva

Ulkus durum

SIFILIS AKUISITA STD DINI S II

Std II setelah 6 8 mgg


Sering disebut : the Greatest Imitator of
all the skin diseases. Tanpa rasa gatal
Kelainan sistemik, didahului G/
prodromal :

Nyeri otot, sendi, suhu subfebril, sukar


menelan (angina sifilitika), malaise, anoreksi
& sefalgia
Kelainan kulit, selaput lendir, kelenjar &
organ tubuh lain

Kelainan kulit
Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) t u dada,
perut, punggung, lengan, tangan ke seluruh tubuh
Transien dan berakhir hipopigmentasi (leukoderma
sifilitika)
Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)
Papula arsiner, sirsiner & polisiklik
Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
Papula korimbiformis
Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
Papula + folikulitis yang dapat alopesia sifilitika
Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika),
papulokrustosa - mirip frambusia (sifilis frambusiformis)
Pustula, - bersifat destruktif pd KU buruk (rupia sifilitika =
lues maligna)

Kelainan selaput lendir


Mucous patch - banyak mengandung T
pallidum,
Bentuk bulat, kemerahan ulkus
Kelainan mukosa bibir, pipi, laring, tonsil dan
genital.
Kelainan kelenjar
Pembesaran kelenjar seluruh tubuh
(limfadenopati generalisata) - sifat = S I
Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis
t u suboksipital, sulkus bisipitalis & inguinal.
Pada aspirasi kelenjar akan ditemukan T.
pallidum

Sifilis Std II, makulopustula

Sifilis std II, Mucous patch - tongue

Sifilis Std II, Papuloskuama

Sifilis II, Interstitial glossitis

Sifilis II, palm & sole

Sifilis II, Palmar

Sifilis II, Palmar

Sifilis II, Lesi Psoriasiformis

Kondiloma lata, perianal

Kondilomata lata, perivulva / perianal

Sifilis II, Penis


Kondiloma akuminata

SIFILIS AKUISITA STD LATEN DINI

Stadium ini < dari 2 tahun setelah infeksi.


Tanda-tanda klinis (-), bersifat menular.
Penegakkan diagnosis STS yang positif

Sifilis Akuisita Std Rekurens


Seperti kelainan stadium II, namun kelainan bersifat
setempat.
Kadang-kadang dapat juga timbul kelainan seperti stadium
I.

SIFILIS AKUISITA STD LANJUT


Tidak menular
Disebut laten lanjut > 2 tahun setelah infeksi.
Kelainan klinis (-) dan hanya dapat diketahui
berdasarkan hasil pemeriksaan STS yang positif.
Lamanya masa laten ini dapat berlangsung
bertahun-tahun, bahkan dapat berlangsung seumur
hidup.

SIFILIS AKUISITA STD LANJUT STD


III
3 10 tahun sesudah stadium I
Kelainan khas guma soliter - dapat
multipel (di semua jaringan )
Ukuran : milier - beberapa cm.
Ulkus : dinding curam, dasar : jaringan
nekrotik berwarna kuning keputihan (ulkus
gumosum) & bersifat destruktif &
serpiginosa.
Diagnosis pasti hasil
timbul

Sifilis Stadium III, Large


gumma

Sifilis III, Gumma on lower lip

Nasal perforation ec nasal gumma

Saddle Nose, Destruction nasal bone

Kelompok noduldi skrotum, lesi


khas ulkus punch-out

Lesi plak di lengan dengan nudul multipel


& ulkus yang khas

Lesi multipel dg pola sirsiner


Lesi di garis scalp

Nodul multipel dg lesi


krusta

SIFILIS AKUISITA STD LANJUT (TIDAK MENULAR)


SIFILIS KARDIOVASKULAR
Manifestasi klinik baru (+) 10 40 tahun setelah infeksi primer.
Sekitar 10 % penderita sifilis akan mengalami fase ini & dapat (+)
bersamaan dengan neurosifilis (40 %).
Pasien pria > wanita.
Pasien bangsa kulit berwarna > kulit putih
Kelainan jantung, p.d. besar (aneurisma) dan p.d. sedang.
Diagnosis pasti - gejala klinis, hasil foto toraks, EKG & STS.
NEUROSIFILIS
Treponema pallidum sudah dapat SSP pada stadium dini, tetapi
kelainan baru (+) secara perlahan-lahan & bermanifestasi 10 20
tahun sth infeksi.
Kelainan > sering kulit putih.
Tidak dapat diramalkan ps sifilis tabes dorsalis / paresis
generalisata.

PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS

Pemeriksaan pembantu - diagnosis sifilis

Pemeriksaan Treponema pallidum

Tes Serologik Sifilis (STS)

Pemeriksaan pembantu lain

PENATALAKSANAAN

Obat pilihan u Th/ sifilis : Penisilin

Tidak dianjurkan pemb penisilin oral

Prinsip Th/ sifilis : kadar obat harus dapat


bertahan dalam serum selama 10 14 hari u sifilis
dini & lanjut, 21 hari u neurosifilis dan sifilis
kardiovaskular.

Kadar penisilin yg diperlukan cukup 0,03 unit/ml


selama 10 14 hari.

Cara Th/ tgt lama kerjanya penisilin


Aqueous
Procain
Penicillin G

Procain Penicillin +
2 % Aluminium
Monostearate (PAM)

Benzathine
Pecillin G

Golongan

Short acting

Intermediate acting

Long acting

Lama kerja
obat

24 jam

72 jam

2 3 minggu

Cara
pengobatan

Setiap hari

Setiap 3 hari

Seminggu
sekali

BAKTERI
Ulkus Mole

Ulkus Mole
Definisi

Infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabakan oleh


Haemophylus ducreyi.
Dengan gejala khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat
inokulasi, dan sering disertai pernanahan KGB regional

Sinonim

Soft chancre,chancroid, soft sore

Epidemiologi

Endemik dan tersebar di daerah tropik dan subtropik, terutama di


kota dan pelabuhan.

Etiologi

Streptobacillus ducrey ( Haemophillus ducreyi )

Patogenesis dan
imunokimia

Adanya trauma atau abrasi penting untuk organisme melakukan


penetrasi epidermis.
Jumlah inoukulum untuk menyebabkan infeksi tidak diketahui.
Pada lesi, organisme terdapat dalam makrofag dan neutrofil atau
bebas berkelompok

Gejala klinis

Masa inkubasi 1 14 hr, umumya <7 hr.


Lesi kebanyakan multipel jarang soliter biasanya pada daerah
genital.
Kelainan kulit : Papul vesikopustul pd tmpt inokulasi ulkus.
Ulkus : Kecil, teraba lunak,tidak terdapat induransi, bentuk
cawan,pinggir tidak rata, sering bergaung, dan dikelilingi halo yang
eritematosa.
Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik,dasar ulkus berupa jaringan
granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri.

Ulkus Mole
Predileksi tempat

Laki laki : Permukaan mukosa preputium, sulcus


koronarius, frenulum penis, dan batang penis.
Wanita : labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus, dan
serviks
Lesi ekstragenital : lidah, jari, tangan, bibir, payudara,
umbilikus, dan konjungtiva

Jenis jenis bentuk


Klinis

1. Ulkus Mole folikulitis


Timbul pada folikel rambut. Dapat timbul pada vulva
dan pada daerah berambut di sekitar genitalia dan
sangat superfisial.
2. Dwarf chancroid
Lesi sangat kecil dan menyerupai erosi pada herpes
genitalia, tp dasarnya tidak teratur dan tepi berdarah.
3. Transient Chancroid
Lesi kecilm sembuh dalam beberapa hari, tetapi 2 -3
minggu kemudian diikuti timbulnya bubo yg meradang
pada daerah inguinal
4. Papular chancroid
Ulkus yang kemudian menimbul terutama pada tepinya,
5. Giant chancroid
Ulkus kecil, meluas dengan cepat dan menutupi 1
daerah. Sering mengikuti abses inguinal yang
pecah,dan meluas ke daerah suprapubis bahkan paha.

Ulkus Mole

Jenis jenis bentuk


Klinis

6. Phagedenic chancroid
Lesi kecil menjadi besar dan destruktif dengan jaringan
nekrotik yang luas
7. Tipe sepinginosa
Lesi membesar karena perluasan atau autoinnokulasi
dari lesi pertama ke daerah lipat paha atau paha
Bubo : Adenitis daerah inguinal. Sifatnya unilateral,
eritematosa, membesar, dan nyeri. Timbul beberapa
hari samapi 2 minggu setelah lesi primer.

Diagnosis

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan sediaan hapus


Biakan kuman
Teknik imunofluoresens
Biopsi
Tes kulit Ito-Reenstierna
Autoinokulasi

Pengobatan

1. Sistemik ( sulfonamid, streptomisin, penisilin,


Tetrasiklin, Kanamisin, Kloramfenikol, Eritromisin,
Kuinolon)
2. Lokal Lesi dini yang kecil dapat diberikan Nacl
fisiologik

Ulkus Mole
Komplikasi

Diagnosis Banding

1. Herpes genitalia
2. Sifilis stadium 1
3. Limgranuloma venerium

Mixed chancre
Giant chancroid
Fimosis dan parafimosis
Fistula uretra
Infeksi campuran

VIRUS
Herpes genitalis

DEFINISI

Herpes genitalis adalah infeksi pada genitalia


yang ditularkan melalui hubungan seksual, yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks (VHS)Tipe I dan Tipe II dengan gejala khas berupa
vesikel yang berkelompok dengan dasar eritema
dan bersifat rekuren.
Herpes genitalis adalah infeksi virus yang
ditularkan melalui kontak intim dengan lapisan
mukosa mulut atau vagina atau kulit genital yang
dikarakteristikkan dengan erupsi berulang vesikel
kecil dan nyeri pada genital, sekitar rektum, atau
area yang menutupi perbatasan dengan kulit.

EPIDEMIOLOGI
Beberapa

kepustakaan menyatakan
terjadinya HSV-II pada wanita lebih tinggi 510% dari laki-laki yang mungkin disebabkan
perbedaan anatomi dimana mukosa pada
genitalia wanita lebih luas daripada laki-laki,
atau karena transmisi laki-laki kepada wanita
lebih banyak daripada transmisi wanita
kepada laki-laki, atau dapat juga disebabkan
karena mereka tidak tahu jika terinfeksi
karena mereka memiliki sedikit simptom atau
tidak memiliki simptom.
Pada beberapa wanita, mereka atypical
outbreak dimana mereka hanya memiliki
simptom gatal sedang atau ketidak nyamanan
minimal.

ETIOLOGI
Penyebab

utama herpes simpleks genitalis


adalah virus herpes simpleks tipe II (HSVII), meskipun ada yang menyatakan bahwa
herpes simpleks tipe I (HSV-I) sebanyak
kurang lebih 16,1% juga dapat
menyebabkan herpes simpleks genitalis
akibat hubungan kelamin secara orogenital
atau penularan melalui tangan.
HSV-II termasuk dalam DNA virus.
HSV terdiri dari 4 struktur dasar yaitu:
envelope, tegument, nucleocapsid, dan
DNA-containing core.

Herpes

genital disebabkan oleh Herpes Simplex


Virus (HSV) dan Herpes Virus Hominis (HVH).
Secara serologik, biologik dan sifat fisikokimia
HSV-I dan HSV-II sukar dibedakan. Dari
penelitian seroepidemiologik didapat bahwa
antibodi HSV-I sudah terdapat pada anak-anak
sekitar umur 5 tahun, meningkat 70% pada usia
remaja dan 97% pada orang tua. Penelitian
seroepidemiologik terhadap HSV-II sulit untuk
dinilai berhubungan adanya reaksi silang antara
respon imun humoral HSV-I dan HSV-II.

PATOGENESIS
Kontak

langsung antara seseorang yang


tidak memiliki antigen terhadap HSV-II
dengan seseorang yang terinfeksi HSVII.

Kontak dapat melalui membran mukosa atau


kontak langsung kulit dengan lesi. Transmisi
juga dapat terjadi dari seorang pasangan
yang tidak memiliki luka yang tampak.
Kontak tidak langsung dapat melalui alat-alat
yang dipakai penderita karena HSV-II
memiliki envelope sehingga dapat bertahan
hidup sekitar 30 menit di luar sel.

HSV-II melakukan invasi melalui lapisan kulit yang tidak


intake dan replikasi dalam sel-sel saraf seperti dalam sel
epidermis dan dermis.
Virus berjalan dari tempat masuk menuju ke ganglion dorsalis,
dimana virus akan mengalami fase laten.
Virus melakukan replikasi di ganglion sensoris dan menunggu
untuk rekuren.
Ketika seseorang yang terinfeksi mengalami jangkitan, virus
berjalan turun melalui serabut saraf ke tempat infeksi asli.
Apabila tempat itu adalah kulit, kulit tersebut akan kemerahan
dan terbentuk vesikel.

Setelah jangkitan awal, selanjutnya jangkitan cenderung


jarang, dapat terjadi tiap minggu atau tiap tahun.
Rekuren ini dapat dipengaruhi oleh: trauma, radiasi ultraviolet,
infeksi, temperatur yang ekstrim, stres, pengobatan,
imunosupresi, atau gangguan hormon.
Penyebaran virus terjadi selama infeksi primer, fase rekuren
dan selama episode asimptomatis. Hampir setiap orang yang
memiliki antibodi HSV-II memiliki simptom dari waktu ke waktu

Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat


berbentuk episode I infeksi primer (inisial), episode I
non infeksi primer, infeksi rekuren, asimptomatik atau
tidak terjadi infeksi sama sekali.
Pada episode I infeksi primer
virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes.
Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes di
dalam tubuh hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi
atau replikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit.
Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik,
ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang
luas dengan gejala konstitusi berat.
Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik
ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis), dan berdiam
di sana serta bersifat laten.

Pada episode I non infeksi primer

infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum menimbulkan


gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada
waktu terjadinya episode I ini kelainan yang timbul tidak
seberat episode I dengan infeksi primer.

Infeksi

rekurens

Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger


factor), virus akan mengalami reaktivasi dan
multiplikasi kembali .
Pada saat ini di dalam tubuh hospes sudah ada
antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul
dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu
infeksi primer.
Trigger factor tersebut antara lain adalah trauma,
koitus yang berlebihan, demam, gangguan
pencernaan, stres emosi, kelelahan, makanan
yang merangsang, alkohol, obat-obatan
(imunosupresif, kortikosteroid), dan pada
beberapa kasus sukar diketahui dengan jelas
penyebabnya

MANIFESTASI KLINIK
Infeksi

primer

Masa inkubasi dari HSV-II umumnya berkisar


antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama.
Selama masa inkubasi, tidak terdapat simptom
dan virus tidak dapat ditransmisikan kepada
orang lain.
Infeksi primer biasa terjadi antara 2 hari sampai
2 minggu setelah tereksposure virus bahkan
dapat berlanjut lebih dari 2 minggu, dan memiliki
gambaran klinis yang paling berat.
Rasa terbakar, gatal, dan parestesia mungkin
akan muncul sebelum muncul lesi pada kulit.

Setelah lesi timbul dapat disertai gejala konstitusi atau disebut


juga general symptom, seperti malaise, demam, nyeri otot dan
penurunan nafsu makan.
Lesi pada kulit dapat berbentuk vesikel yang berkelompok
dengan dasar eritema.
Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan ulkus multipel
yang sangat nyeri bila disentuh, yang akan terasa 7 hari
sampai 2 minggu.

Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi dalam


waktu 5 sampai 7 hari dan tidak terjadi jaringan parut.
Tetapi bila ada, penyembuhan memerlukan waktu
lebih lama dan meninggalkan jaringan parut.
Pecahnya vesikel diikuti pembesaran limfonodi pada
lipat paha.
Pada wanita dapat menghasilkan discharge vagina
dan disuria.
Laki-laki dapat menghasilkan discharge pada penis,
juga merasakan disuria jika lesi terletak dekat dengan
muara uretra.
Kebanyakan orang yang terinfeksi HSV-II tidak sadar
bahwa mereka terinfeksi, simptom yang terjadi selama
perjangkitan pertama dapat pula tidak nyata.

Pada pria:

rasa sakit, vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan


eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, dan biasa sembuh tanpa sikatrik,
kelainan kulit biasanya terjadi pada penis, tapi dapat juga
terdapat pada anus atau pada perineum.

Pada wanita

vesikel atau lesi ulseratif pada serviks atau vesikel yang sakit
pada genital eksterna bilateral, dapat terjadi pada vagina,
perineum, pantat, dan dapat pada tungkai sejalan dengan
distribusi dari saraf sakral. Pada wanita dapat ditemukan
retikulopati lumbosakral, dan 25% wanita yang mendapat
infeksi primer HSV-II dapat terjadi aseptik meningitis.

Fase laten
Setelah infeksi primer, virus akan laten dalam beberapa bulan
sampai bertahun-tahun, sampai ada suatu trigger factor.
Pada fase laten ini virus dapat bertahan bertahun-tahun
bahkan seumur hidup penderita.
Pada fase ini berarti penderita tidak ditemukan gejala klinis,
tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada
ganglion dorsalis, sehingga sistem imun sulit untuk
mendeteksi dan merusaknya.

Infeksi rekuren
Infeksi ini berarti

HSV-II pada ganglion dorsalis


yang dalam keadaan tidak aktif, dengan
mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinik.
Infeksi dapat reaktif setiap waktu.
Mekanisme pacu dapat berupa:
trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, kelelahan,
hubungan seksual atau trauma pada tempat yang
terinfeksi, iritasi mekanik dan sebagainya)
trauma psikis (gangguan emosi)
makanan atau minuman yang merangsang
Menstruasi
imunosupresi (AIDS, pengobatan yang dapat berupa
kemoterapi dan terapi steroid), penyakit yang umum
(mulai dari penyakit yang sedang hingga kondisi yang
serius, seperti operasi, serangan jantung, pneumonia
dan lain-lain)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Mikroskop cahaya

sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, atau apusan


pada permukaan mukosa, atau dari biopsi, mungkin
ditemukan intranuklear inklusi (Lipschutz inclusion
bodies).
Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel yang
membesar menyerupai balon (ballooning) dan
ditemukan fusi.

Mikroskop elektron

mikroskop elektron tidak sensitif untuk mendeteksi HSV,


kecuali pada kasus dengan cairan pada vesikel
mengandung 108 atau lebih partikel per mililiter.

Pemeriksaan antigen langsung

sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang


dibekukan.
Tapi yang lebih sensitif adalah dengan menggunakan cahaya
elektron (90% sensitif, 90% spesifik) tetapi tidak dapat
dicocokkan dengan kultur virus.

Serologi
dengan Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs) dan
HSV-II serologic assay, imunofluoresensi, imunoperoksidasi
dapat mendeteksi antibodi yang melawan virus.
Tes ini dilakukan secara imunologik memakai antibodi
poliklonal atau monoklonal.
Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat
potensial, cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal
pada infeksi HSV.

Pemeriksaan dengan cara ELISA

adalah pemeriksaan untuk menemukan antigen HSV.


Pemeriksaan ini sensitifitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi
dapat berkurang jika spesimen tidak segera diperiksa.
Tes ini memerlukan waktu 4,5 jam.
Tes ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap
HSV dalam serum penderita.
Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik disamping
kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti
hasilnya cepat dibaca, dan tidak memerlukan tenaga terlatih.

Perkembangan

tes antibodi akhir-akhir ini


dapat menentukan jika seseorang memiliki
HSV-I atau HSV-II.

Tes ini juga dapat menjelaskan jika individu


pernah terpajan strain lain pada waktu lalu (tes Ig
G) atau terpajan strain salah satu di antaranya
baru-baru ini (tes Ig M).

Deteksi

DNA HSV dengan PCR dari cairan

vesikel.

Cairan vesikel mengandung sel manusia dan


partikel virus.
PCR adalah teknik yang mendeteksi jumlah kecil
dari DNA dan dapat menginformasikan bahwa
virus herpes terdapat pada vesikel.

Kultur

virus

Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan


Giemsa atau Wright, dapat ditemukan sel datia
berinti banyak dan badan inklusi intranuklear.
Tes Tzanck dari lesi kulit dapat menunjukkan hasil
yang konsisten dengan infeksi herpes virus.
Tes ini termasuk sel-sel manusia dalam cairan
vesikel dengan celupan.
Jika sel-sel dari cairan berisi partikel virus, virusvirus tersebut akan terlihat.
Tes ini tidak dapat menentukan strain virus yang
muncul pada vesikel.
Sensitifitas dan spesifisitas pemeriksaan ini
umumnya rendah.

DIAGNOSA BANDING
Sifilis.
Ulkus mole.
Skabies.
Limfogranuloma venerum.
Trauma.
Infeksi bakterial.
Dermatitis kontak.
Infeksi virus yang lain.

PENATALAKSANAAN
Foscarnet (Foscavir),
adalah agen antivirus yang

kuat, yang
merupakan pilihan pertama pengobatan
strain herpes yang resisten Acyclovir dan
obat-obat yang sama.
Foscavir intravena dapat menyebabkan efek
toksik yang berat, seperti pemburukan fungsi
ginjal yang reversibel atau kejang.
Karena efek samping yang serius ini,
Foscarnet digunakan hanya untuk infeksi
herpes yang berat dan resisten.
Sebagaimana pengobatan anti virus yang
lain, Foscarnet tidak dapat mengobati
herpes.

Acyclovir intravena
diberikan secara perlahan-lahan

dan perlu
pengawasan. Oleh karena itu sebaiknya diberikan di
rumah sakit.
Dosis setiap kali pemberian adalah 5 mg/ kg BB,
dengan interval 8 jam.
Dosis ini diberikan untuk herpes genital episode I, yang
memerlukan waktu selama 5 sampai 10 hari, ternyata
tidak dapat mengurangi rekurensi, akan tetapi dapat
mengurangi viral shedding.

Acyclovir peroral
diberikan dengan

dosis 200 mg 5 kali sehari selama 5


sampai 10 hari, dapat mengurangi viral shedding
secara dramatis.
Kinghorn dkk (1986) telah membuktikan bahwa
Acyclovir 200 mg 5 kali sehari peroral ditambah
Kotrimoksazol (160 mg Trimetoprim dan 800 mg
Sulfametoksazol) 2 kali sehari selama 7 hari
memperpendek waktu penyembuhan lesi secara
bermakna dibandingkan dengan Acyclovir saja

Penanganan

infeksi rekurens menurut


Moreland dkk (1990) dapat ditempuh dengan
4 cara:

Tidak diberi terapi spesifik (terutama pada infeksi


yang ringan).
Acyclovir peroral secara episodik dengan dosis 5 x
200 mg/ hari selama 5 hari. Cara ini diberikan
pada penderita dengan riwayat lesi multipel atau
serangan yang lama (7 hari).
Supresi kronis Acyclovir, dapat dipertimbangkan
bila mengalami:
a. Rekurensi lebih dari 8 kali pertahun.
b. Rekurensi lebih dari 1 kali dalam sebulan
.c. Rekurensi menimbulkan beban psikologis yang berat.
d. Bila terapi dirasakan lebih bermanfaat dibandingkan
biaya untuk penderita tersebut.

Supresi episodik dengan Acyclovir, diberikan pada


individu dengan rekurensi terutama bila ada stres.

Acyclovir 5% cream
bekerja langsung pada

sel yang terinfeksi serta


memperpendek viral shedding, mengurangi rasa nyeri
dan gatal.
Pemakaian hanya untuk mengurangi keparahan dan
lamanya episode rekurens.

Valacyclovir
merupakan derivat

ester L-valil dari Acyclovir.


Bioavailabilitasnya 3 sampai 5 kali lebih tinggi
daripada yang dapat dicapai oleh Acyclovir oral.
Pada uji klinik yang membandingkan Valacyclovir 2 x
500-1000 mg per hari, dengan Acyclovir 5 x 200 mg/
hari, dan plasebo dalam waktu 24 jam setelah
timbulnya keluhan dan gejala klinis I episode herpes
genitalis rekurens menunjukkan bahwa terapi
Valacyclovir secara bermakna mengurangi rasa nyeri
dan mempercepat penyembuhan lesi, serta dengan
cepat memperpendek masa viral shedding.
Efek samping adalah nyeri kepala dan mual.

Famcyclovir
merupakan obat

antivirus baru yang merupakan


derivat diasetil-6-deoksi pensiklovir.
Pensiclovir merupakan golongan antivirus
dengan komponen guanin.
Cara kerja Famcyclovir sama dengan Acyclovir,
yaitu menghambat sintesis DNA.
Pada herpes genitalis episode I, Famcyclovir 3 x
500 mg/ hari selama 5 hari, ternyata
mempersingkat viral shedding dan waktu
penyembuhan, dibanding plasebo. Acyclovir 5 x
200 mg/ hari selama 5 hari dibanding Famcyclovir
3 x 750 mg/ hari selama 5 hari, secara statistik
tidak menunjukkan perbedaan lamanya viral
shedding, waktu menghilangnya vesikel dan
ulkus, serta terjadinya krustasi dan hilangnya rasa
sakit.

KOMPLIKASI
Infeksi

sekunder oleh bakteri


Kekambuhan penyakit (sering terjadi).
Komplikasi pada daerah genital seperti: genital
neuralgia (terjadi pada beberapa remaja), striktur
uretra, fusi dari labium, limpatik supuratif.
Transverse myelopathy (mengganggu
penyampaian melalui korda spinalis).
Inkontinensia.
Tekanan psikologis yang berupa ketakutan dan
depresi, terutama bila terjadi salah penanganan
pada penderita.
Pada wanita dengan infeksi HSV-II primer dapat
terjadi aseptik meningitis, encefalitis (jarang).

Pada

orang tua: hepatitis, meningitis,


ensefalitis, hipersensitifitas terhadap virus,
sehingga timbul reaksi pada kulit berupa
eritema eksudativum multiforme.
Penyebaran virus ke organ-organ lain pada
individu imunokompromis. Infeksi herpes
dapat menjadi berat pada orang-orang
dengan supresi sistem imun.
Herpes memainkan peran pada penyebaran
HIV, virus yang dapat menyebabkan AIDS.
Herpes dapat membuat orang lebih rentan
terinfeksi HIV, dan dapat membuat individu
yang terinfeksi HIV lebih infeksius.

PROGNOSIS
Selama

pencegahan rekuren masih


merupakan problem, hal tersebut secara
psikogenik akan memberatkan penderita.
Pengobatan secara dini dan tepat memberi
prognosis yang lebih baik, yakni masa
penyakit berlangsung lebih singkat dan
rekuren lebih jarang.
Meskipun kematian yang disebabkan oleh
infeksi HSV-II jarang terjadi, akan tetapi
selama belum ada pengobatan yang efektif,
perkembangan penyakit sulit diramalkan.
Infeksi primer dini yang segera diobati
mempunyai prognosis yang lebih baik,
sedangkan infeksi rekuren hanya dapat
dibatasi frekuensi kekambuhannya

Pada orang dengan gangguan imunitas, seperti pada


penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial,
pengobatan dengan imunosupresan yang lama atau fisik
yang sangat lemah, menyebabkan infeksi dapat
menyebar ke alat-alat dalam dan fatal akibatnya.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya
usia seperti pada orang dewasa.

VIRUS
Human Papilloma Virus

HUMAN PAPILLOMAVIRUS: MUCOSAL


INFECTIONS

Mucosal HPV infections are the most common STIs seen by


the dermatologist. When clinically symptomatic, lesions are
barely visible papules to nodules to confluent masses
occurring on anogenital or oral mucosa or skin, caused by a
mucosal HPV type. Only 1 to 2% of HPV-infected individuals
have any visibly detectable clinical lesion. HPV present in the
birth canal can be transmitted to a newborn during vaginal
delivery and can cause external genital warts (EGW) and
respiratory papillomatosis. HPV dysplasia of the anogenital
skin and mucosa ranging from mild to severe to squamous
cell carcinoma (SCC) in situ (SCCIS); invasive SCC can arise
within SCCIS, most commonly in the cervix and anal canal.
Synonyms: Condylomata acuminata, external genital warts,
anogenital warts, venereal warts.

EPIDEMIOLOGY AND ETIOLOGY


Etiology
HPV is a DNA papovavirus that multiplies in the nuclei of
infected epithelial cells. More than 20 types of HPV can
infect the genital tract: types 6, 11 most commonly; also
types 16, 18, 31, 33 (see Table 25-2). Types 16, 18, 31,
33, and 35 are strongly associated with genital dysplasia
and carcinoma. In individuals with multiple sexual
partners, subclinical infection with multiple HPV types is
common.
Age of Onset
Young, sexually active adults.
Risk Factors for Acquiring HPV Infection
Number of sexual partners/frequency of sexual
intercourse; sexual partner with EGW, sexual partner's
number of sexual partners, infection with other STIs.

EPIDEMIOLOGY AND ETIOLOGY


Transmission
Through sexual contact: genital-genital, oral-genital, genital-anal.
Microabrasions occur on epithelial surface allowing virions from infected
partner to gain access to basal cell layer of noninfected partner. Digital
transmission of nongenital warts probably accounts for few cases of
EGW. During delivery, mothers with anogenital warts can transmit HPV
to neonate, resulting in EGW and laryngeal papillomatosis in children.
Incidence
Most sexually active individuals are subclinically infected with HPV; most
HPV infections are asymptomatic, subclinical, or unrecognized. 1% of
sexually active adults (15 to 19 years of age) develop EGW. Increased
manyfold during the past two decades.
Psychosexual Impact of Genital Warts
Public awareness of genital HPV infections is low. Few patients are
aware of the role of HPV in anogenital cancer. Diagnosis of genital warts
may result in fears about transmission and recurrence, sexual lifestyle
changes (abstinence, caution, condoms), depression or low self-esteem,
relationships becoming strained and/or breaking down, anxiety related to
partner disclosure.

PATHOGENESIS

"Low-risk" and "high-risk" HPV types both cause EGW. HPV


infection may persist for years in a dormant state and
becomes infectious intermittently. Exophytic warts are
probably more infectious than subclinical infection.
Immunosuppression may result in new extensive HPV lesions,
poor response to treatment, increased multifocal intraepithelial
neoplasia. Immunosuppressed renal transplant recipients
have a 17-fold greater incidence of genital HPV infection.
All HPV types replicate exclusively in host's cell nucleus. In
benign HPV-associated lesions, HPV exists as a plasmid in
cellular cytoplasm, replicating extrachromosomally. In
malignant HPV-associated lesions, HPV integrates into host's
chromosome, following a break in the viral genome (around
E1/E2 region). E1 and E2 function is deregulated, resulting in
cellular transformation.

EXTERNAL GENITAL WARTS

HISTORY
Incubation Period
Several weeks to months to years.
Duration of Lesions
Months to years.
Skin Symptoms
Usually asymptomatic, except for cosmetic
appearance. Itching, burning, bleeding, vaginal or
urethral discharge, dyspareunia. Obstruction if large
mass.

PHYSICAL EXAMINATION
Mucocutaneous Lesions
Four clinical types of genital warts occur; small
papular, cauliflower-floret (acuminate or pointed)
lesions (Figs. 27-1, 27-2, and 27-3), keratotic warts,
and flat-topped papules/plaques (most common on
cervix). Lesions are skin-colored, pink, red, tan,
brown. Lesions may be solitary, scattered, and
isolated, or form voluminous confluent masses. In
immunocompromised individuals, lesions may be
huge. (Fig. 27-4) Acetic acid is helpful in visualizing
lesions on the cervix and anus but is of little help in
defining small EGW.

SITES OF PREDILECTION
Male
Frenulum, corona, glans penis, prepuce, shaft (Fig.
27-1), scrotum.
Female
Labia, clitoris, periurethral area, perineum, vagina
(Fig. 27-2), cervix (flat lesions) (Fig. 27-5).
Both Sexes
Perineal, perianal (Figs. 27-3 and 27-4), anal canal,
rectal; urethral meatus, urethra, bladder;
oropharynx.

PHYSICAL EXAMINATION (LANJUTAN...)


Laryngeal Papillomas
Relatively uncommon; associated with HPV-6 and 11. Arise most commonly on true vocal cords of
larynx. Age: children <5 years of age; adults >20
years of age.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Papular/Nodular External Genital Lesions
Normal anatomy (e.g., sebaceous glands, pearly
penile papules, vestibular papillae), squamous
intraepithelial lesions, SCCIS, invasive SCC,
benign neoplasms (moles, seborrheic keratoses,
skin tags, pilar cyst, angiokeratoma), inflammatory
dermatoses (lichen nitidus, lichen planus),
molluscum contagiosum, condylomata lata,
folliculitis, scabietic nodules.

LABORATORY EXAMINATIONS
Acetowhitening
Helpful in defining the extent of cervical and anal HPV
infection. Acetowhitening of external genital lesions is not
specific for warts. (See Appendix B.)
Pap Smear
All women should be encouraged to have an annual Pap
smear since HPV is the major etiologic agent in pathogenesis
for cancer of the cervix. Anal Pap test with a cervical brush
and fixative solution is helpful in detecting anal dysplasia.
Dermatopathology
Biopsy is indicated if diagnosis is uncertain; the lesions do not
respond to standard therapy; the lesions worsen during
therapy; the patient is immunocompromised; warts are
pigmented, indurated, fixed, and/or ulcerated; all suspect
cervical lesions. Indicated in some cases to confirm diagnosis
and/or rule out SCCIS or invasive SCC.

LABORATORY EXAMINATIONS
Detection of HPV DNA
Presence of HPV DNA and specific HPV types can
be determined on smears and lesional biopsy
specimens by in situ hybridization. However, no
data support the use of type-specific HPV nucleic
acid tests in the routine diagnosis or management
of visible genital warts.
Serology
Occurrence of genital warts is a marker of unsafe
sexual practices. Serologic tests for syphilis should
be obtained on all patients to rule out coinfection
with Treponema pallidum, and all patients offered
HIV testing.

DIAGNOSIS

Clinical diagnosis, occasionally confirmed by


biopsy.

COURSE AND PROGNOSIS

HPV is highly infectious, with an incubation period of 3 weeks


to 8 months. Most HPV-infected individuals who develop EGW
do so 2 to 3 months after becoming infected. Spontaneous
regression occurs in 10 to 30% of patients within 3 months
and is associated with an appropriate cell-mediated immune
response. After regression, subclinical infection may persist
for life. Recurrence may occur in individuals with normal
immune function as well as with immunocompromise.
Condylomata may recur due to persistence of latent HPV in
normal-appearing perilesional skin (see "Transmission,"
above). Recurrences more commonly result from reactivation
of subclinical infection than from reinfection by a sex partner. If
left untreated, genital warts may resolve on their own, remain
unchanged, or grow. In placebo-treated cases, genital warts
clear spontaneously in 20 to 30% of patients within 3 months.

COURSE AND PROGNOSIS

In pregnancy, genital warts may increase in size and


number, show increased vaginal involvement, and have
an increased rate of secondary bacterial infection of
vaginal warts. Children delivered vaginally of mothers
with genital HPV infection are at risk for developing
recurrent respiratory papillomatosis in later life.
The major significance of HPV infection is its
oncogenicity. HPV types 16, 18, 31, and 33 are the
major etiologic factors for cervical dysplasia and cervical
SCC; bowenoid papulosis, in situ and invasive
carcinoma of both the vulva and penis; anal SCC of
homosexual/bisexual males. Treatment of external
genital warts is not likely to influence the development of
cervical cancer. The importance of the annual Pap test
must be stressed for women with genital warts.

MANAGEMENT
Prevention
Use of condoms reduces transmission to uninfected sex
partners. Goal of treatment is removal of exophytic
warts and amelioration of signs and symptomsnot
eradication of HPV. No therapy has been shown to
eradicate HPV. Treatment is more successful if warts
are small and have been present for <1 year. Risk of
transmission might be reduced by "debulking" genital
warts. Selection of treatment should be guided by
preference of patientexpensive therapies, toxic
therapies, and procedures that result in scarring
avoided.
Indications for Therapy
Cosmetic; reduce transmissibility; provide relief of
symptoms; improve self-esteem.

MANAGEMENT
Primary Goal of Treating Visible Genital Warts
Removal of symptomatic warts. Treatment can induce wart-free
periods in most patients. Genital warts are often asymptomatic.
No evidence indicates that currently available treatments
eradicate or affect the natural history of HPV infection. Removal
of warts may or may not decrease infectivity. If untreated, visible
genital warts may resolve on their own, remain unchanged, or
increase in size and number. No evidence indicates that
treatment of visible warts affects the development of cervical or
anal cancer.
Subclinical Genital HPV Infection (Without Exophytic Warts)
Subclinical genital HPV infection is much more common than
exophytic warts among both men and women. Infection is often
indirectly diagnosed on the cervix by Pap smear, colposcopy, or
biopsy and on the penis, vulva, and other genital skin by the
appearance of white areas after application of acetic acid.
Treatment is not indicated.

MANAGEMENT
External Genital/Perianal Warts
Patient-Applied Agents
Imiquimod, 5% cream
Podofilox 0.5% solution and gel
Clinician-Administered Therapy
Cryosurgery with liquid nitrogen
Podophyllin, 10 to 25%
Trichloroacetic acid (TCA) or bichloroacetic acid
bicarbonate (BCA), 80 to 90%
Surgical removal
Electrodesiccation/electrocautery
Carbon dioxide laser and electrodesiccation

MANAGEMENT
Cervical Warts
For women who have exophytic cervical warts,
high-grade squamous intraepithelial lesions (SIL)
must be excluded before treatment is begun.
Management of exophytic cervical warts should
include consultation with an expert.
Vaginal Warts
Cryosurgery with liquid nitrogen
TCA or BCA, 80 to 90%
Podophyllin, 10 to 25%

MANAGEMENT
Urethral Meatus Warts
Cryosurgery with liquid nitrogen
Podophyllin, 10 to 25%
Anal Warts
Management of warts on rectal mucosa should be referred
to an expert.
Cryosurgery with liquid nitrogen
TCA or BCA, 80 to 90%
Surgical removal As above.
Oral Warts
Cryosurgery with liquid nitrogen
Surgical removal

MANAGEMENT
Follow-Up

After visible warts have cleared, a follow-up evaluation is not mandatory. Patients
should be cautioned to watch for recurrences, which occur most frequently during
the first 3 months. Because the sensitivity and specificity of self-diagnosis of
genital warts are unknown, patients concerned about recurrences should be
offered a follow-up evaluation 3 months after treatment. Earlier follow-up visits may
also be useful to document a wart-free state, to monitor for or treat complications
of therapy, and to provide the opportunity for patient education and counseling.
Women should be counseled about the need for regular cytologic screening as
recommended for women without genital warts. The presence of genital warts is
not an indication for cervical colposcopy.
Immunosuppressed Patients

Persons who are immunosuppressed because of HIV or for other reasons may not
respond as well as immunocompetent persons to therapy for genital warts and
may have more frequent recurrences after treatment. SCC arising in or resembling
genital warts might occur more frequently among immunosuppressed persons,
requiring more frequent biopsy for confirmation of diagnosis.
Management of Sex Partners

Examination of sex partners is not necessary because role of reinfection is


probably minimal. Most partners are probably already subclinically infected with
HPV, even if no warts are visible.

JAMUR
Kandidiasis

Definisi

adalah suatu infeksi jamur pada vagina atau penis, biasanya dikenal sebagai thrush.

Etiologi

Jamur Candida albicans


Jamur ini secara normal hidup di dalam kulit atau usus. Dari sini jamur bisa menyebar ke
alat kelamin.
Candida biasanya tidak ditularkan melalui hubungan seksual.
Kandidiasis genitalis lebih sering terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian
antibiotik, pil KB dan obat-obat lainnya yang menyebabkan perubahan suasana vagina
sehingga memungkinkan pertumbuhan Candida
memungkinkan pertumbuhan Candida.Kandidiasis lebih sering ditemukan pada wanita
hamil atau wanita dalam siklus menstruasi dan pada penderita kencing manis.
Selain itu, pemakaian obat (misalnya kortikosteroid atau kemoterapi untuk kanker) dan
penyakit yang menekan sistem kekebalan (misalnya AIDS) juga mempermudah terjadinya
penyakit ini.

Gejala klinik

Wanita:
gatal atau iritasi pada vagina dan vulva dan bisa disertai pengeluaran sekret dari vagina.
Iritasinya berat, tetapi sekretnya sedikit
Vulva tampak kemerahan dan bengkak
Kulitnya kasar dan pecah-pecah
Dinding vagina biasanya tertutup oleh bahan seperti keju yang berwarna putih, tapi bisa
juga tampak normal

Pria:
tidak menunjukkan gejala-gejala, tetapi pada ujung penis (glans penis) dan pada kulitnya
(pada pira yang tidak disunat) bisa terjadi luka dan iritasi, terutama setelah melakukan
hubungan seksual.
Kadang-kadang keluar sedikit sekret dari penis.
Ujung penis dan kulitnya tampak merah, dengan keropeng kecil dan bisa tertutup oleh
bahan seperti keju yang berwarna putih.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan


mikroskopik terhadap contoh bahan dari vagina atau penis.Bisa
juga dibuat biakan dari bahan tersebut

Penatalaksanaan

Wanita:
pencucian vagina dengan sabun dan air, mengeringkannya
dengan handuk dan kemudian mengoleskan krim anti jamur
yang mengandung klotrimazol, mikonazol, butokonazol atau
tiokonazol dan terkonazol
Pilihan lainnya adalah ketokonazol, flukonazol atau itrakonazol
yang diberikan per-oral
wanita yang memakai pil KB harus menghentikan
pemakaiannya untuk beberapa bulan, selama pengobatan
kandidiasis vaginalis, karena bisa memperburuk infeksi
Pria:
penis (dan kulitnya pada laki-laki yang tidak disunat) harus
dicuci dan dikeringkan sebelum diolesi dengan krim anti jamur
(misalnya yang mengandung nistatin).

PARASIT
TRIKOMONIASIS VAGINALIS

Definisi

Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa yg disebabkan


oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan
seksual dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah
pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sbg
penyebab penyakit masih diragukan

Epidemiologi

Terjadi diseluruh dunia , mengenai sekitar 180 juta/tahun , 15% pada


wanita dan 10% pria dengan seksualitas aktif .
Di USA, infeksi ini merupakan salah satu penyebab terbanyak PMS
dengan insiden 2-3 juta/tahun.

Etiologi

Trichomonas vaginalis merupakan protozoa yang berflagela dengan


masa inkubasi sekitar 1 minggu, tapi dapat berkisar antara 4-28
hari.Trikomoniasis merupakan penyakit yang predominan pada PMS
sehingga resiko menderita infeksi ini berdasarkan pada tingkat
hubungan seksual pasien.

Faktor resiko

Jumlah partner dalam hubungan seksual


Partner yang beresiko menularkan infeksi
Tidak menggunakan alat kontrasepsi
Menggunakan kontrasepsi oral
lebih banyak terjadi pada masa remaja dan dewasa dengan
hubungan sex yang aktif pada wanita maupun pria

Patofisiologi

Mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital


dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel .
Masa tunas rata- rata 4 hari 3 minggu .
Pada kasus yang lanjut terdapat bagian bagian dengan jaringan
granulasi yang jelas.
Nekrosis dapat ditemukan di lapisan sub epitel yang menjalar
sampai ke permukaan epitel.
Didalam vagina dan uretra parasit hidup di sisa-sisa sel ,kumankuman,dan benda- benda lain yang terdapat dalam sekret.

Manifestasi
Klinik

Wanita:
gatal-gatal dan rasa panas pada vagina
sekret vagina yang banyak, berbau, dan berbusa
disuria dengan pruritus
edema vulva
perdarahan kecil-kecil pada permukaan serviks (serviks strawberry)
dispareunia dan nyeri
perdarahan pada waktu post coitus dan nyeri abdomen bagian
bawah
tetapi, lebih dari 50% asimptomatik
Pria:
disuri, nyeri urethra, nyeri testis, sering berkemih, nyeri abdomen
bagian bawah
kebanyakan asimptomatik, atau hanya mengalami gejala
sementara, meskipun terdapat infeksi subklinis yang menetap

Penatalaksanaan

Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau


sistemik
Secara topikal dapat berupa :
oBahan cairan berupa irigasi,misalnya Hidrogen
peroksida 1- 2 % dan larutan asam laktat 4%
oBahan berupa supositoria,bubuk yang bersifat
trikomonoasidal
oGel dan krim yang berisi zat trikomonoasidal
Secara sistemik ( oral) :Obat yang sering digunakan
tergolong derivat nitromidazol seperti :
oMetronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500
mg / hari selama 7 hari
oNimorazol : dosis tunggal 2 gram
oTinidazol : dosis tunggal 2 gram
oOmidazol : dosis tunggal 1,5 gram

Pemeriksaan
penunjang

Test Whiff
KulturDari penelitian Walner Hanssen dkk
Direct Imunfluorescence assay
Polimerase Chain Reaction

Diagnosa

Diagnosa banding

Diagnosis tidak dapat ditegakkan bila hanya berdasarkan


gambaran klinis semata, karena Trichomonas vaginalis dalam
saluran urogenital tidak selalu menimbalkan gejala atau
keluhan
Uretritis dan vaginitis perlu diagnosa etiologi
Untuk mendiagnosis Trichomoniasis dapat dipakai beberapa
cara misalnya sediaan basah,sediaan hapus serta
pembiakan.Sediaan basah dicampur dengan garam faal dan
dapat dilihat pergerakan aktif parasit.
Pembiakan dapat digunakan bermacam macam
pembenihan yang mengandung serum
Rasa terbakar oleh zat kimia, Candidiasis, Cervicitis, Infeksi
Chlamydia, Enterobiasis, Gonorrhea, Herpes simplek, Infeksi
HIV, Syphilis, Infeksi traktus urinary

Komplikasi

Infeksi pelvis
Pada kehamilan : lahir premature, bayi berat lahir rendah,
selulitis posthysterectomy

Prognosis

Metronidazol menunjukkan angka kesembuhan 95 % .


Angka kesembuhan meningkat bila kontak seksual memakai
pengaman.

KESIMPULAN
Pada kasus ini, kemungkinan wanita terkena
kondiloma acuminata dan GO.
Pada pria kemungkinan terkena herpes simpleks
dan GO.

SARAN

Disarankan melakukan pengobatan sampai tuntas,


dilakukan edukasi, dan tidak berganti-ganti
pasangan, menunda hubungan seksual selama
terapi.

DAFTAR PUSTAKA
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Medical
microbiology. 23th ed. International Edition:
Lange/Mc. Graw Hill, 2010.
Daili SF, Indriatmi W, Zubier F, Judanarso J, ed.
Infeksi Menular Seksual. Jakarta: FKUI,2009
Harrisons principle of internal medicine, 17th
edition

Anda mungkin juga menyukai