Anda di halaman 1dari 17

1

WAKAF UANG DENGAN SISTEM ONLINE


Oleh : Drs.H.Tarsi.,SH.,M.HI/Wakil Ketua PA. Stabat
I.

LATAR BELAKANG.
Dalam sistem ekonomi Islam, wakaf uang diakui memiliki dampak yang lebih
cepat dibadingkan jenis wakaf benda kongkrit, akibat sifat fleksibilitas yang dimiliki
wakaf jenis ini dalam menyikapi kondisi lingkungan yang ada. Efektifitas instrumen ini
bagi perekonomian sangat tergantung dari peran negara dalam penggunaannya.
Sehingga saat ini diperlukan sebuah perencanaan yang matang oleh pemerintah dalam
rangka implementasinya diperekonomian, baik pada kesiapan regulasi berupa undangundang maupun kesiapan institusi yang integratif dengan institusi-institusi ekonomi
yang lain.
Mengenai wakaf uang di Indonesia dinyatakan Dr Uswatun Hasanah, Ketua Divisi
Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Badan Wakaf Indonesia bahwa pada saat ini
sudah tidak ada masalah lagi dengan wakaf bentuk ini. Menurutnya pada 11 Mei 2002
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan bahwa Wakaf uang (Waqf alNuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok, lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang tunai. Wakaf uang termasuk juga ke dalam pengertian surat-surat
berharga. Wakaf uang hukumnya Jawaz (boleh). Wakaf uang hanya boleh digunakan
untuk hal-hal yang dibolehkan secara syari. Sementara nilai pokok wakaf uang harus
dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, atau diwariskan.1
Sebagai wakaf produktif, wakaf tunai memiliki banyak kelebihan di era modern
ini. Wakaf tunai bisa menjadi alternatif pembiayaan investai di sektor riil yang sedang
dibutuhkan di Indonesia saat ini. Mustafa Edwin Nasution mengatakan wakaf tunai
memiliki instrumen mobilisasi dana yang bervariasi. Selain itu dapat memperluas basis
sumber dana secara signifikan karena nominalnya jauh lebih rendah dan bervariasi
dibandingkan wakaf aset fisik seperti tanah dan gedung. Wakaf tunai mudah dikelola
dan dikembangkan menjadi wakaf produktif karena memiliki banyak alternatif
penempatan investasi, baik di portofolio keuangan domistik ataupun global.2

1
2

Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai, www,wakafcenter.com


Ibid.

Beberapa hal penting yang merupakan terobosan dalam perkembangan wakaf


sejak disahkannya UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang kemudian disusul
dengan diterbitkannya PP Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41
Tahun 2004 adalah (1). Dibentuknya Badan Wakaf Indonesia, tujuan utamanya adalah
agar perwakafan secara nasional bisa maju dan berkembang. (2). Diakuinya wakaf
benda bergerak, termasuk wakaf tunai (uang). (3). Dilakukan pengelolaan harta wakaf
secara produktif sehingga kemaslahatan ummat bisa tercapai.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menghasilkan konsep
pengelolaan wakaf melalui basis internet yang dikenal dengan istilah wakaf online.
Pengelolaan wakaf dengan menggunakan sistem online adalah wakaf yang transaksinya
dilakukan secara online (interconecting networtk) oleh siapa saja dan di mana saja.
Pengawasan pengelolaan dan pendistribusiannya dapat melalui akses website sebagai
lembaga atau institusi pengelola wakaf tersebut. Kemudian pengelolaan wakaf ini tentu
saja memunculkan persoalan baru, tidak berjumpanya secara fisik dan tidak
diketahuinya kesepakatan hukum, tidak adanya saksi, sehingga proses ikrar wakaf
menjadi tidak jelas hukumnya.
Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan tentang Wakaf uang dengan
sistem online seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi yang tidak mungkin
dibendung dan Islam sebagai rahmatan lil alamin.

II. RUKUN DAN SYARAT WAKAF UANG.


Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf
menurut fiqh ada 4 macam, yaitu (1) Waqif (orang yang mewakafkan). (2) Mauquf bih
(harta yang diwakafkan). (3) Mauquf alaih (pihak yang diserahi wakaf). (4) Shighat atau
iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan).3
Sementara syarat-syaratnya sahnya wakaf uang meliputi :
1. Wakaf harus kekal (abadi) dan terus menerus.
2. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan pada terjadinya suatu
peristiwa di masa yang akan datang. Karena pernyataan wakaf berakibat pada
lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan berwakaf.

As-Syarbini (t.t), Mughni al-Muhtaj, (Kairo: Mushthafa Halabi), Juz II, hlm 376.

3. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya adalah hendaknya wakaf itu disebutkan
dengan terang dan jelas kepada siapa harta tersebut diwakafkan.
4. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar. Ini artinya
boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan, sebab
pernyataan wakaf telah berlaku tunai untuk selamanya.4
Dari syarat-syarat yang disebutkan di atas, terdapat perdebatan ulama mazhab
tentang unsur keabadian. Perdebatan itu mengemuka khususnya antara mazhab
Syafii dan Hanafi disatu sisi serta mazhab Maliki di sisi yang lain. Imam Syafii lebih
menekankan wakaf itu pada fix asset (asset tetap) dan menjadikannya syarat sah wakaf.
Sedangkan Imam Maliki lebih menekankan makna keabadian pada nature barang
yang diwakafkan baik asset tetap maupun asset bergerak.5 Sedangkan rukun-rukun
wakaf pada dasarnya ulama sepakat sebagaimana disebutkan diatas, kecuali Imam
Hanafi yang berpendapat rukun wakaf itu hanya satu, yaitu shighat. Shighat di sini
adalah lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna wakaf. Seperti contoh kata
seseorang tanahku ini diwakafkan selamanya terhadap orang-orang miskin.6
Melihat kenyataan ini, shighat wakaf terjadi khilaf dikalangan ulama. Oleh
karena itu sesuai kaedah , maka pemerintah dapat menetapkan
ketentuan ikrar melalui Menteri Agama. Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 ayat (4)
tertulis Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan akta ikrar wakaf, dianggap sah jika
dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi. Ketentuan ini agar
perwakafan dikuatkan dengan pembuktian yang berupa persaksian. Secara fiqh,
persaksian ini dapat menguatkan sebuah hukum. Dalam ketentuan mazhab Syafii,
persaksian untuk hal-hal yang berkaitan dengan harta itu memerlukan minimal satu
orang saksi dengan disumpah. Ia juga bisa dengan satu lelaki dan dua orang
perempuan.7

Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan


Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI 2004, hlm 140-141.
5
Abdul Ghofur Al-Anshori,Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia (Cet.II Yokyakarta:Pilar
Media, 2004), hlm 95-96.
6
Wahbah al Zuhaily, al-Washaya wa al-Waqf (Damaskus, Dar al-Fikr :1993), hlm 159.
7

Al-Syathiri Muhammad bin Ahmad bin Umar, Syarh al-Yakut al-Nafis, (Jeddah Dar alMinhaj 2007) hlm 900.

III. PELAKSANAAN WAKAF UANG DENGAN SISTEM ONLINE.


Sejak awal, perbincangan tentang wakaf seringkali diarahkan kepada wakaf
benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya dan
sumur untuk diambil airnya, sedangkan wakaf benda bergerak baru mengemuka
belakangan. Diantara wakaf benda bergerak yang ramai diperbincangkan belakangan
adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf. Cash waqf diterjemahkan dengan
wakaf tunai, namun kalau menilik obyek wakafnya, yaitu uang, lebih tepat kiranya kalau
cash waqf disebut dengan wakaf uang. Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, atau lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Munculnya gagasan wakaf tunai memang mengejutkan karena berlawanan
dengan persepsi umat Islam yang terbentuk bertahun-tahun lamanya. Wakaf tunai
bukan merupakan aset tetap yang berbentuk benda tak bergerak seperti tanah,
melainkan aset lancar. MUI mendefinisikan tentang wakaf yaitu menahan harta yang
dapat dimamfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut ( menjual, memberikan atau
mewariskan ) untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang
ada.8
Meskipun sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang sangat
penting dalam pembangunan masyarakat muslim, namun kita juga menjumpai berbagai
kenyataan bahwa pengelola wakaf selain mempelihatkan berbagai kemajuan yang
mengagumkan,

tapi

juga

memperlihatkan

penyelewengan.

Salah

urus

(mis

management) kerap kali terjadi. Oleh karenanya, starategi pengelolaan yang baik perlu
diciptakan untuk mencapai tujuan di adakan wakaf.9 Wakaf hendaknya dikelola dengan
baik dan diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi, sehingga hasilnya dapat
dimamfaatkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Pengelolaannya diserahkan
kepada Nazhir, baik dari pemerintah maupun dari masyarakat.10
Ada 3 syarat pengelolaan wakaf uang tunai, yaitu profesional. transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
8

Lihat Surat Keputusan (SK) Komisi Fatwa MUI Pusat tertanggal 11 Mei 2002/28 Shafar 1423.
H.A.R dan lll Kramers Shoter Encyclopaedia of Silam, (Karachi Pakistan, South Asian
Publication, 1981), hlm 624.
10
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Sebagai Pengelola Dana Wakaf (Makalah
Workshop Internasional Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Wakaf Produktif di Wisma Haji Batam
7-8 Januari 2002, hlm 4.
9

Selain 3 syarat yang harus dimiliki pengelola wakaf uang tunai, juga memiliki
kreteria sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Memiliki akses yang baik kepada calon wakif.


Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf.
Mampu untuk mendistribusikan hasil/keuntungan dari investasi dana wakaf.
Memiliki kemampuan untuk mencatat/membukukan segala hal yang berkaitan
dengan beneficiary, misalnya rekening dan peruntukannya.
5. Lembaga pengelola wakaf tunai hendaknya dipercaya oleh masyarakat dan
kinerjanya dikontrol sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku terhadap lembaga pengelola dana publik.11
Pengelolaan wakaf uang tunai dengan sistem online adalah menggunakan basis
internet oleh suatu lembaga Wakaf Center. Dilembaga ini wakaf uang dikelola dengan
cara menginvestasikan dana wakaf untuk berbagai program, diantaranya :
a. Wakaf uang program maslahat umat.
b. Wakaf uang program dana abadi operasional mesjid.
c. Wakaf uang program pendirian markas tafsir al-quran.
Dalam pelaksanaan wakaf uang menggunakan sistem online dijelaskan oleh
Lembaga Wakaf Center sebagai berikut :

1. Pemilihan Progaram.
Pemilihan program dimaksudkan agar wakif mempunyai pilihan dalam hal
mewakafkan uangnya. Ini berkaitan dengan jenis peruntukan yang dikehendaki
wakif agar nantinya hasil dari wakaf uang tersebut dialokasikan sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf. Seperti halnya dijelaskan dalam UU No 41 Tahun 2004.
Dalam rangka tujuan dan fungsi wakaf harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi :
a.
b.
c.
d.
e.

Sarana dan kegiatan ibadah.


Sarana dan kegiatan pendidikan dan kesehatan.
Bantuan kepada pakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa.
Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan atau
Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan.12
Adapun program-program yang menjadi pilihan di antaranya adalah :
11

Ibid, hlm 7.
12
Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 22.

Pertama wakaf uang program maslahat umat, program ini diperuntukan


untuk kepentingan umat dengan menitik beratkan kepada lima hal yaitu
perumahan, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan masalah sosial lainnya.
Kedua wakaf uang program dana abadi operasional mesjid, program ini
bertujuan untuk mealokasikan dana dan menyukseskan program-program mesjid
yang mengalami kendala dalam hal pengadaan dana operasional mesjid.
Ketiga wakaf uang program pendirian markas tafsir Al-quran. Program ini
mealokasikan dana wakaf uang untuk pembangunan markas tafsir Al-quran
sebagai wadah pembinaan dalam hal memahami tafsir al-quran dengan tata kelola
lahan mengacu kepada keseimbangan antara ilmu tafsir dan kemandirian ekonomi
peserta program. Dan bertujuan untuk membangun gerakan memahami al-quran
secara nasional, memperbanyak jumlah pengajar ahli tafsir yang juga diberi
kemampuan membangun basis ekonomi keluarga sebagai modal kelangsungan
hidup yang sejahtera, mampu mengapresiasikan nilai-nilai al-quran dan
tuntunannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara personal maupun dalam
kehidupan sosial, dan agar terwujudnya wawasan bahwa al-quran bukan sekedar
panduan ritual tetapi lebih dari itu yakni sebagai panduan kehidupan.
2. Memilih Model Program Wakaf.
Pemilihan model program ini hanya berlaku untuk wakaf uang program
maslahat umat yang terbagi dalam dua hal, wakaf uang program maslahat umat
secara bulanan dan wakaf uang program maslahat umat sekaligus. Model program
wakaf uang secara bulanan adalah program wakaf uang yang pembayarannya
dilakukan secara reguler setiap bulannya dengan ketentuan yang berlaku dan
nominal uang wakaf yang ditentukan oleh wakif dengan satu kali ikrar wakaf.
Sedangkan model program wakaf uang sekaligus adalah program wakaf uang yang
pembayarannya dilakukan sekaligus atau 1 kali bayar dengan ketentuan yang
berlaku dan nominal uang wakaf yang ditentukan oleh wakif.
3. Memilih Rekening Bank.
Pemilihan rekening Bank sebagai sarana pengiriman wakaf uang yang mana
rekening Bank tersebut telah ditetapkan atas nama lembaga (Nazhir) wakaf sesuai
dengan jumlah yang sudah ditentukan.
4. Memilih Formulir.

Pengisian formulir ditujukan kepada wakif sebagai data identitas pengiriman


wakaf uang melalui kolom yang telah ditetapkan melalu website pengelola (Nazhir)
wakaf. Data tersebut sekaligus sebagai tanda ikrar penyerahan wakaf uang.
5. Tanda Penerimaan Wakaf.
Setelah pengisian formulir tanda kesedian wakaf uang dan telah mentransfer
wakaf uang tersebut ke rekening yang telah ditentukan, wakif menerima tanda
penerimaan wakaf tunai dengan melihat nama pengirim wakaf pada daftar nama
wakaf pada lembaran website.
Dengan demikian, menurut penulis dapat disimpulkan, pengelolaan wakaf
harus dilaksanakan secara profesional dengan memenuhi kreteria-kreteria seperti
dijelaskan di atas, agar hasil dari wakaf tersebut dapat dioptimalkan dengan baik.
Secara teknis pelaksanaan wakaf uang dengan memamfaatknan teknologi informasi
secara online mempunyai kemudahan dalam pelaksanaannya, karena wakif tidak
perlu datang kelembaga yang bersangkutan cukup membuka akses kelembaga
tersebut dan mentransfer wakaf uang kerekening yang telah ditentukan seperti
halnya wakaf uang pada umumnya. Kemudahan tersebut pada akhirnya
menimbulkan masalah baru, tidak berjumpanya wakif dan nazhir secara fisik, tidak
diketahuinya kesepakan hukum, dan tidak adanya saksi yang menjadikan, proses
ikrar tidak jelas secara hukum.

IV. ANALISA WAKAF UANG DENGAN SISTEM ONLINE.


1. Wakaf Dalam Muamalah.
Pengelolaan wakaf di Indonesia telah mengalami tiga periode besar
pengelolaan wakaf yaitu : Pertama adalah perode tradisional dimana wakaf
diperuntukkan bagi pembangunan fisik seperti mesjid, pesantren dan kuburan
sehingga konstribusi sosial belum begitu terasa. Kedua adalah periode semi
profesional dimana wakaf dikelola secara produktif namun belum dilakukan secara
maksimal, sebagai contoh pembangunan mesjid yang ditambah dengan bangunan
toko dan gedung pertemuan untuk acara pernikahan, seminar dan lain-lain. Ketiga
merupakan periode profesional yang ditandai dengan pemberdayaan potensi wakaf
masyarakat secara produktif yang meliputi aspek manajemen, SDM kenazhiran, pola

kemitraan usaha, bentuk benda wakaf yang mulai berkembang lebih banyak seperti
uang, saham dan surat berharga lainnya.13
Dilihat dari beberapa ayat al-Quran dan hadits Nabi yang menyinggung
tentang wakaf tampak tidak tegas. Karena itu sedikit sekali hukum-hukum wakaf
yang ditetapkan berdasarkan kedua sumber tersebut. Sehingga ajaran wakaf ini
diletakkan pada wilayah yang bersifat ijtihadi, bukan taabudi, khususnya yang
berkaitan dengan aspek pengelolaan, jenis wakaf, syarat peruntukan dan lain-lain.
Oleh karenanya, ketika suatu hukum (ajaran Islam) yang masuk wilayah
ijtihadi, maka hal tersebut fleksibel, terbuka penafsiran-penafsiran baru, dinamis,
futuristic (berorientasi pada masa depan), sehingga dengan demikian, ditinjau dari
aspek ajaran wakaf saja, wakaf merupakan sebuah potensi yang cukup besar untuk
bisa dikembangkan sesuai kebutuhan zaman. Apalagi ajaran wakaf ini termasuk
bagian dari muamalah. Keistemewaan ajaran muamalah dalam Islam antara lain :
a. Prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah untuk mewujudkan
kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu sendiri. Setiap jenis
muamalah pengelolaannya menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, jujur,
saling tolong menolong, tidak mempersulit dan suka sama suka.
b. Bahwa berbagai jenis muamalah hukum dasarnya boleh sampai ditemukan dalil
yang melarangnya. Ini artinya. Selama tidak ada dalil yang melarang suatu kreasi
jenis muamalah, maka muamalah itu dibolehkan,14
Para ulama fiqih membagi jenis muamalah kepada dua hal, pertama jenis
muamalah yang hukumnya ditunjuk langsung oleh nash dengan memberikan
batasan tertentu, karena Allah mengetahui bahwa manusia sulit untuk menemukan
kebenaran hakiki dalam persoalan-persoalan seperti ini.

Sekalipun mereka

mengetahunya, tetapi keinginan hawa nafsu mereka lebih mendominasi kebenaran


tersebut. Diantara persoalan muamalah yang langgsung ditentukan Allah, misalnya

13

Dr.Muh.Syafii Antonio, M.Sc, Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktif Dalam


Achmad Djunaidi & Ihobieb Al-Anshar,Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif
Untuk Kesejanteraan Umat (Mitra Abadi Press), hlm 45.
14
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Gaya Media Pratama : Jakarta 2000) hlm ix

persoalan waris, bilangan talak, iddah, khulu, rujuk, keharaman khamar,


keharaman babi dan keharaman riba.
Kedua Jenis muamalah yang tidak ditunjuk langsung oleh nash, tetapi
diserahkan sepenuhnya kepada hasil ijtihad para ulama, susuai dengan kreasi para
ahli dalam rangka memenuhi kebutuhan umat manusia sepanjang tempat dan
zaman, serta sesuai pula dengan situasi dan kondisi mayarakat itu sendiri. Untuk
bidang muamalah seperti ini, syariat Islam hanya mengemukakan kaidah-kaidah
dasar, kreteria-kreteria, dan prinsip-prinsip umum yang sejalan dengan maqashid
as-syariah, yaitu untuk kemaslahatan seluruh umat manusia.
Selain hal tersebut di atas, pembahasan yang sangat luas dalam buku-buku
fiqih ialah tentang shigat wakaf Wakaf yang dilakakukan secara online, tentu juga
mempunyai sighat, hanya saja dilakukan tanpa harus satu majelis. Shighat wakaf
ialah segala ucapan, tulisan atau isyarat dari orang yang berakad untuk menyatakan
kehendak dan menjelaskan apa yang diinginkannya. Seperti halnya pernyataan
shighat akad dalam bermuamalah (transaksi) yakni suatu uangkapan para pihak
yang melakukan akad berupa ijab dan kabul. Ijab dan kabulmempresentasikan
perizinan (persetujuan) yang menggambarkan kesepakatan dan kerelaan kedua
belah pihak atas hak dan kewajiban yang ditimbulkan akad.15
Status shighat (pernyataan), secara umum adalah salah satu rukun wakaf.
Wakaf tidak sah tanpa shighat. Setiap shighat mengandung ijab, dan mungkin
mengandung kabul pula. Namun shighat wakaf cukup dengan ijab saja dari wakif
tanpa memerlukan kabul dari mauquf alaih. Begitu pula kabul tidak menjadi syarat
sahnya wakaf dan juga tidak menjadi syarat untuk berhaknya mauquf alaih
memperoleh mamfaat harta wakaf.
Shighat akad wakaf baik secara lisan maupun tertulis berbeda dengan shighat
akad dalam muamalah, perbedaan ini jelas terlihat disebabkan shighat akad dalam
wakaf tidak memerlukan adanya kabul dari penerima wakaf, sedangkan dalam
shighat akad muamalah (transaksi) disyaratkan adanya kabul. Dalam pengertian
akad wakaf merupakan akad tabarru yang transaksinya dilakukan sepihak yang sah
sebagai suatu akad yang tidak memerlukan kabul dari penerima wakaf. Definisi
15

Afdawaiza, Terbentuknya Akad Dalam Hukum Perjanjian Islam, Al-Mawarid Edisi XVIII,
Tahun 2008, hlm 188.

10

akad disini adalah suatu bentuk perbuatan hukum (tasharruf) yang mengakibatkan
adanya kemestian penataan kepada apa yang dinyatakan dari kehendak perbuatan
hukum itu oleh pihak yang berkepentingan, walaupun pernyataan itu dari sepihak
saja.
Para ulama fuqaha menyatakan bahwa salah satu syarat akad adalah harus
dilaksanakan dalam satu majelis akad. Tempat dan waktu dimana ke dua belah
pihak berada pada saat negosiasi yang dimulai dari saat diajukan ijab dan
berlangsung selama mereka tetap fokus pada masalah perundingan perjanjian serta
berakhir dengan berpalingnya mereka dari negosiasi tersebut, inilah yang disebut
dengan majelis akad. Sebagai konsekwensi dari teori majelis akad ini lahirnya khiyar
qabul, khiyar penarikan (khiyar ar-ruju) dan khiyar majelis (khiyar al-majelis).16
Kesatuan akad seharusnya tidak dipahami secara kaku dalam batasan
dimensi ruang dan waktu. Sebaliknya konsep kesatuan majelis perlu
dikembangkan sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Kesatuan
majelis tidaklah dimaksudkan dengan kesatuan tempat dan waktu, karena hal ini
akan sulit diterapkan dalam realitas kehidupan kontemporer, dimana transaksi
bisa saja terjadi melalui alat komunikasi yang menempatkan para pihak tidak
dalam kesatuan tempat. Akan tetapi yang dimaksudkan dengan kesatuan majelis
akad adalah kesatuan waktu, bukan kesatuan tempat secara fisik, di mana para
pihak yang berakad masih fokus pada perjanjian yang dibuat.17
Dilihat dari pengertian tersebut di atas sangat jelas bahwa shighat akad
dilakukan dalam arti kesatuan majelis adalah akad yang berupa ijab dan kabul,
karena ijab itu hanya bisa menjadi bagian dari akad apabila ia bertemu langsung
dengan kabul. Ketika ijab dan kabul bertemu maka terjadilan kesepakatan hukum
antara kedua belah pihak. Sedangkan dalam akad wakaf yang merupakan akad
tabarru yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan kabul dari penerima
wakaf, tidak mensyaratkan akan adanya kesatuan majelis dalam akad,
dikarenakan dalam akad wakaf tidak diperlukannya kabul. Kesepakatan dalam
akad wakaf akan terjadi apabila penerima wakaf menerima wakaf yang terdapat

16

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalat, (Jakarta : Rajawali Pers 2007), hlm.147.
17
Afdawaiza, op cit, hlm 192.

11

dalam shighat akad wakaf wakaf. Misalnya, wakif mewakafkan uangnya dan ketika
penerima wakaf telah menerima uang wakaf tersebut terjadilah kesepakatan
dalam akad wakaf. Seperti yang telah diterangkan, bahwa wakaf itu bisa terjadi
ketika telah terpenuhi rukun-rukunnya. Dan saksi bukan merupakan rukun
maupun syarat wakaf. Jadi akad wakaf yang tidak dihadiri saksi sudah dianggap
sah menurut syariat dengan syarat terpenuhinya rukun-rukun wakaf.
Dengan demikian menurut penulis dapat disimpulkan, akad

wakaf sah

menurut syariat jika telah memenuhi rukun maupun syarat wakaf dengan
ketentuan bahwa harta wakaf tetap terjaga (tidak musnah) setelah diambil
mamfaatnya dan untuk penggunaan yang mubah (tidak dilarang oleh syara) serta
dimaksudkan untuk mendapat keridhaan dari Allah SWT.
2. Penggunaan Sistem Online dalam Akad Ikrar Wakaf.
Penelusuran penggunaan sistem online dalam ikrar wakaf masuk dalam
ruang lingkup pembahasan epistemologi hukum Islam. Dalam pembahasan ini, dalil
hukum merupakan pijakan bagi para yurist Islam dalam menetapkan suatu
ketetapan hukum yang diterapkan secara praktis oleh seseorang atau masyarakat.
Oleh karenanya maka untuk membahas tentang penggunaan sistem online dalam
ikrar wakaf mempergunakan dalil syara yaitu :
a. Dalil Nash.
Terkait dengan topik pembahasan tentang penggunaan sistem online
dalam ikrar wakaf tidak ditemukan adanya nash al-quran yang secara eksplisit
menjelaskan hal tersebut. Terlebih lagi bagi sistem online merupakan produk
sejarah atau kebijakan yang sangat terikat dengan dimensi ruang dan waktu.
Namun demikian bila ditelusuri isi kandungan al-quran terdapat ayat yang
secara implisit mengindikasikan perlunya tindakan yang mengarah kepada
kemaslahatan dan ketertiban umum dalam bentuk pengadministrasian sebuah
akad atau paling tidak dapat dipakai sebagai pijakan dalam menjastifikasi
kebijakan yang terjadi. Di antara ayat-ayat tersebuat adalah surah al-Anbiya 21:
107.

Wahbah al Zuhayly menjelaskan bahwa pengertian rahmat itu segala
tindakan yang ditujukan untuk kemaslahatan umum. Kalau Allah mengutus Rasul

12

dengan membawa hukum yang tidak membawa kemaslahatan bagi manusia,


lalu untuk apa ?
Ayat lain surah Al Baqarah 2 : 282.
Nilai pesan yang terkandung dalam ayat ini adalah penulisan atau
pencatatan akad muamalah (khususnya akad yang dibatasi waktunya). Apabila
transaksi dalam jangka waktu tertentu seperti utang piutang dan sewa menyewa
saja, Al quran menganjurkan untuk dilakukan pencatatan, terlebih lagi akad
yang berlaku untuk jangka waktu yang tak terbatas seperti wakaf.
Menarik sekali bahwa Alquran telah berbicara tentang tulis menulis dalam
suatu transaksi disaat peradapan manusia belum begitu akrab dengan pola
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pencatatan dalam suatu akad menempati
posisi starategis dalam hubungan muamalah. Kalau dalam nash Alquran tidak
ditemukan ayat yang secara tegas menjelaskan tentang penggunaan sistem
online dalam akad ikrar wakaf, demikian juga haditspun tidak ada yang
membahas tentang hal tersebut.
Dari sini bisa ditarik pengertian bahwa pelaksanaan wakaf uang dengan
menggunakan sistem online adalah merupakan perwujudan dari nilai pesan
yang terkandung dalam Alquran sebagai sarana untuk melengkapi terjadinya
kegiatan transaksi dalam bentuk ikrar wakaf.
b. Al Maslahah Al Mursalah.
Dalil kedua yang dapat dipergunakan untuk menganalisa dimana posisi
penggunaan sistem online dalam ikrar wakaf adalah al-maslahah al-mursalah.
Al-maslahah al-mursalah adalah metode penetapan hukum berdasarkan
kemaslahatan universal sebagai tujuan syara, tanpa berdasar secara langsung
pada tes atau makna nash tertentu. Jika terdapat nash tertentu yang
mendukungnya dari segi makna, berarti ia menjadi qiyas. Sedangkan jika
terdapat nash yang secara tekstual menolaknya secara langsung, berarti ia
menjadi batal.18
Pakar ushul fiqh kontemporer, Abdul Wahab Khalab mengelompokkan
dalil menjadi dua yaitu : Pertama dalil yang mustaqil (mandiri, bebas tak terikat
18

Hamka Haq, Al-Syathibi Aspek Teologis Konsep Maslahah dalam Kitab al-Muwafaqad,
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, hlm 250.

13

dengan dalil lain seperti Alquran dan Sunnah.

Kedua dalil yang la yakun

mustaqillan (tidak mandiri, terikat dan membutuhkan dalil lain seperti Qiyas,
Istihsan, dan Maslahah mursalah). Untuk menggali substansi hukum dan posisi
penggunaan sistem online dalam ikrar wakaf, maka dalil yang digunakan adalah
dalil yang kedua yang mempunyai sifat la yakun mustaqillan karena secara
implisit dalil yang mustaqil tidak ditemukan.
Pembahasan penggunaan sistem online ditinjau dari segi karakter
hukumnya termasuk dalam bingkai hukum fiqh, dikarenakan tidak adanya dalil
nash yang secara jelas mengatur hal-hal tersebut. Sehingga untuk menetapkan
hukum penggunaan sistem online harus melalui perumusan hukum yang
bertolak dari dalil-dalil yang bersifat dzanni al dalalah. Sebagaimana yang
dirumuskan Abd al-Wahab Khallaf ; Nash dzanni al dalalah ialah suatu lafal yang
menunjukkan untuk suatu makna, tetapi makna itu mengandung kebolehjadian
sehingga dapat ditakwil dan dipalingkan dari makna itu kepada makna yang
lain.19
Dari definisi ini dapat dipahami suatu ayat dzanni mengandung lebih dari
satu pengertian sehingga memungkinkan ditakwil. Karena hukum ini dihasilkan
dari proses ijtihad yang berangkat dari nash yang dzanni maka hasilnya bersifat
tidak pasti, relatif, tidak permanen dan berubah atau diubah. Hukum-hukum
dalam katagori inilah yang menjadi lapangan ijtihad.
Dari pada itu, implikasi dari hukum yang terjadi bermuara pada
kesepakatan bahwa semua hukum yang ditetapkan Allah mengandung
kemaslahatan, sebagaimana diungkapkan Al Syatibi bahwa tujuan utama
disyariatkannya hukum Islam pada manusia adalah terwujudnya kemaslahatan
baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Kemaslahatan dimaksud harus selalu seiring dengan maqshid al tasyri
(kehendak syara) dalam hubungannya dengan pemeliharaan dasar yang lima
(mabadi al khamsah) yakni pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal pikiran,
keturunan dan harta benda, yang menurut Ibnu Al Subkhi ditambah satu lagi
yaitu memelihara kehormatan (hifdzu al iradl). Disinilah titik tekan korelasi
19

Firdaus, M.Ag, Ushul Fiqh (Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara
Komprehinsip, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2004), hlm. 31.

14

antara maqashid al tasyri dengan unsur maslahah. Untuk mewujudkan


pemeliharaan kelima unsur pokok tersebut para ulama membaginya kedalam
katagori yaitu , Al maslahah al dlaruriyyah,Al maslahah al hajiyah dan Al
maslahah al tahsiniyyah.
Sementara Jumhur Ulama berpendapat bahwa al maslahah al mursalah
bisa menjadi hujjah syara dalam perkembangan hukum, dengan berbagai
pertimbangan :
1). Kemaslahatan yang dibutuhkan manusia itu selalu berkembang dan tak
terbatas, sehingga apabila hukum tidak berkembang seiring perkembangan
kemaslahatan dan hanya berpijak pada kemaslahatan yang dijelskan syara,
maka banyak kemaslahatan manusia akan terabaikan.
2). Penetapan al maslahah al mursalah sebagai landasan hukum adalah
merupakan realitas sejarah hukum Islam yang telah dipraktekkan oleh para
sahabat, tabiin dan Imam-imam mujtahid. Misalnya pembukuan mushaf
Alquran yang dilakukan oleh Abu Bakar, yang mana aturan tersebut tidak
terdapat dalam nash syara. Demikian juga sahabat Umar bin Khattab yang
tidak memberlakukan hukum potong tangan pada pencuri disaat situasi
masa yang sedang dilanda musim paceklik. Ulama-ulama Syafiiyah juga
berpijak pada maslahah mursalah ketika mewajibkan hukum qishos pada
kasus pembunuhan yang dilakukan sekelompok orang dengan korban satu
orang. Kesemuanya ini adalah contoh-contoh penetapan hukum yang
berdasarkan maslahah mursalah yang pernah dilakukan oleh para sahabat
dan tabiin.
Hanya saja untuk menghindari penyalahgunaan penetapan hukum yang
berpijak pada al maslahah al mursalah maka ditetapkan beberapa syarat :
a). Maslahah tersebut harus haqiqi bukan perkiraan atau dugaan, sehingga
penetapan atasnya benar-benar menarik mamfaat dan menolak
mudharat.
b). Maslahah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk
orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah
sedikit.
c). Maslahah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju
oleh syari.

15

d).

Maslahah itu bukan maslahah yang tidak benar, di mana nash yang
sudah ada tidak membenarkannya, dan tidak menganggap salah.20
Untuk selanjutnya pada masa sekarang pengembangan hukum yang

berpijak

pada

maslahah

menjadi

urgen

dan

mendesak

dikarenakan

kemaslahatan manusia terus berkembang dan berubah sesuai dengan


perkembangan waktu dan kondisi. Sehingga penetapan hukum yang didasarkan
pada maslahah mengakibatkan berbagai kemungkinan; Pertama, suatu saat
dapat mendatangkan kemamfaatan bagi manusia. Kedua pada masa yang sama
menimbulkan kemamfaatan dalam kondisi tertentu dan mendatangkan
kesulitan pada kondisi lain. Dan apabila pada suatu kondisi tertentu ditemukan
maslahat yang mengandung mudharat atau sebaliknya, maka yang menjadi
pedoman adalah mana yang lebih besar mamfaatnya ( al amru al adham ).
Berangkat dari adanya kekosongan hukum yang menjelaskan posisi
penggunaan sistem online dalam wakaf serta urgennya persoalan yang
dimungkinkan akan membawa akibat kemudharatan bagi masyarakat, maka
melalui pendekatan maslahat, dapat dikatakan bahwa adanya penggunaan
sistem online dalam wakaf adalah termasuk persoalan yang mengandung nilai al
maslahah al hajiyyat. Karena implikasi dari penggunaan sistem online
diperlukan oleh seseorang untuk memudahkannya menjalani hidup dan
menghilangkan kesulitan atau kesusahan dalam rangka mewakafkan uangnya
untuk kepentingan agama dan kemaslahatan umum.

V. PENUTUP.
Demikian uraian tentang wakaf uang dengan sistem online, yang menjadi
terobosan hukum dan sangat dibutuhkan umat Islam di Indonesia. Teknologi dan
Informasi yang begitu pesat, cepat dan tidak mungkin menghindar, umat Islam sudah
seharusnya mencari solusi dalam menyalurkan wakafnya, tanpa harus terjebak dan
terperangkap dengan sistem tradisional yang mengakar. Umat Islam harus
menyikapinya sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman agar orang yang
ingin mewakafkan hartanya tidak terbelenggu, melainkan cukup dilakukan melalui akses

20

Chaerul Umam, et.al, Ushul Fiqih I, (Bandung : Pustaka setia 1998), hlm. 137-138.

16

website, dan mentransfer melalui rekening bank yang ditunjuk pengelola wakaf. Wakif
tidak perlu lagi bersusah payah datang kekantor lembaga wakaf. Hal ini didasarkan pada
al maslahah al mursalah sebagai pijakan hukum, yang tujuannya sejalan dengan
maqasid as syariah. Semoga Allah SWT meridhai perjuangan kita. Amin.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Al-Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, Yokyakarta, Pilar
Media, 2004.
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al Ansyhari, Menuju Era Wakaf Produktif, Sebuah Upaya
Progresif untuk Kesejanteraan Umat, Jakarta, Mitra Abadi Pres.
Afdawaiza, Terbentuknya Akad dalam Hukum Perjanjian Islam, Al Mawarid Edisi XVIII, 2008.
Abu Zahrah, Mudharat fi al-Waqf, Beirut, Dar al-Fikr al- Arabi, 1971.
As-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, Kairo, Musthafa Halabi, Juz II, tt.
Kharul Umam dan H.A.Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, Bandung : Pustaka Setia, 1989
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang tertanggal 11 Mei 2002/28 Shafar 1423.
Firdaus, Fiqih Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Depag RI, Jakarta 2007.
Hamka Haq, Al-Syathibi, Aspek Teologis Konsep Maslahah dalam Kitab Al-Muwafaqat,
Jakarta : Penerbit Erlangga, 2007.
http://akitiano,blogspot.com/2009/12/tata-cara wakaf-danpendaftaran-wakaf.html
Jauhar Faradis, Analisis Strategi Penghimpunan Wakaf Uang Tunai (Studi Kasus Badan
Wakaf Uang Tunai Majelis Ulama Indonesia Yokyakarta, Universitas Gajah Mada
Yokyakarta, 2010.
Kompilasi Hukum Islam, Buku III tentang Wakaf.
Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Syathiri, Syarah al-Yaqut al-Nafis, Jeddah : Dar al-Minhaj,
2007.
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah sebagai Pengelola Dana Wakaf, (makalah
Workshop Internasional, Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Wakaf Produktif di
Wisma Haji Batam, 7-8 Januari 2002.
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Gaya Media Pratama : Jakarta 2000.
Nasution Mustafa Edwin dan Uswatun Hasanah (ed), Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam
(Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat) Program Studi
Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Jakarta 2006.
Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 41 Tahun
2004 tentang Wakaf.
Romli SA, Muqaranah Mazahib Fil Ushul, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1999.

Anda mungkin juga menyukai