Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN KOTA BOGOR DENGAN

JAKARTA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341)

Dosen Pengampu : Sri Rahayu, SSi, Msi

Oleh :
Kelompok 8
Intan Hasiani Pasaribu

21040113120056

M. Saifuddin Amanullah

21040113120058

Siti Kurniawati

21040113120062

Godlive Handel Imanuel

21040113120064

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dan

melengkapi satu sama lain. Sifat manusia sebagai makhluk sosial, memicu interaksi antar
individu yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pergerakan. Pergerakan tersebut
tidak hanya dalam satu wilayah saja melainkan pergerakan antar wilayah. Pemicu
pergerakan tersebut seperti karakteristik wilayah, karakteristik masyarakat, serta permintaan
dan penawaran. Dalam hal permintaan dan penawaran hubungan antar wilayah sangat
mempengaruhi, karena suatu wilayah tidak dapat berkembang tanpa adanya wilayahwilayah disekitarnya sebagai wilayah penyokong.
Hubungan antar wilayah yang memiliki hierarki tertinggi dengan wilayah-wilayah di
bawahnya akan mewujudkan adanya interaksi keruangan. Interaksi keruangan tersebut
dapat berupa pemenuhan kebutuhan terhadap akses infrastruktur (sarana dan prasarana)
yang ada di pusat kota, perekonomian seperti demand-supply antar wilayah, dan aspek
sosial seperti pergerakan tenaga kerja ke pusat kota. Interaksi keruangan yang timbul dapat
memberikan dampak positif dalam kemajuan wilayah tujuan maupun asal. Serta dapat
memberikan dampak negatif bagi kedua wilayah seperti peningkatan arus lalu lintas,
kurangnya interaksi masyarakat dalam suatu daerah yang diakibatkan oleh banyaknya
tenaga kerja ke pusat kota, dan sebagainya.
Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta lokasinya
sangat dekat dengan Ibukota Negara. Hal tersebut merupakan potensi yang strategis bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri,
perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Oleh karena itu, interaksi keruangan
dapat terjadi antara Kota Bogor dengan Ibukota Negara yaitu Jakarta.
1.2

Tujuan dan Sasaran


Laporan analisis mengenai interaksi keruangan antara Kota Bogor dan Jakarta ini

mencakup segala aktivitas perdagangan, pariwisata, pendidikan dan tenaga kerja yang ada
didalamnya, dimana memiliki tujuan dan sasaran sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
interaksi keruangan antara Kota Bogor dengan Jakarta.
1.2.2

Sasaran
Dalam hal mewujudkan tujuan diatas, ada beberapa sasaran yang harus dicapai

yaitu :
-

Mengidentifikasi kondisi umum Kota Bogor

Menganalisis interaksi yang ada antara wilayah dengan menggunakan model matriks

asal/tujuan, model gravitasi dan perhitungan titik henti.


Menentukan seberapa besar pengaruh yang diberikan Kota Bogor dan aksesibilitas
jangkauan/interaksi yang ada di wilayah studi.

1.3

Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam laporan ini terbagi atas ruang lingkup wilayah dan ruang

lingkup materi.
1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam laporan analisis interaksi keruangan ini meliputi Kota
Bogor dan Jakarta.
1.3.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan analisis interaksi keruangan ini meliputi interaksi
dalam bidang pariwisata, industri, dan ketenagakerjaan.
1.4

Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan laporan ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan hal-hal yang menjadi awal atau dasar dalam penyusunan laporan,
yang meliputi latar belakang, tujuan dan sasaran, ruang lingkup serta sistematika
penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Bab ini menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan cara analisis interaksi
keruangan menggunakan metode-metode yang diperlukan dan diperoleh dari review
literatur dan internet.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bab ini meliputi penjelasan kondisi profil wilayah Kota Bogor dan Jakarta
BAB IV ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
Mencakup analisis interaksi keruangan dengan menggunakan matriks asal tujuan,
model gravitasi, dan titik henti.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini, mencakup kesimpulan dari hasil analisis interaksi keruangan antara
Kota Bogor dan Jakarta.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1

Pengertian Interaksi
Pengertian interaksi menurut Yosep S. Roucek (1963) adalah proses yang sifatnya

timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap prilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan
melalui kontak langsung, berita yang didengar, atau surat kabar. Jika terjadi kontak atau
hubungan antar dua wilayah atau lebih, sedangkan dari hasil tersebut dapat timbul suatu

kenyataan yang baru dalam wujud tertentu maka yang sedang atau sudah terjadi diartikan
sebagai interaksi.
Dalam geografi dibahas istilah interaksi keruangan. Istilah spatial interaction ini untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Edward Ullman dalam bukunya yang berjudul Geography
as Spatial Interaction (1954) untuk mengidentifikasi kebergantungan antar wilayah geografis.
Interaksi keruangan menurut Ullman mencakup gerak barang, migran, uang, dan informasi.
2.2

Unsur-unsur Interaksi
Interaksi antar wilayah dapat terjadi karena adanya faktor atau unsur yang ada di

kedua wilayah tersebut baik asal maupun wilayah tujuan. Kemajuan masyarakat, perluasan
jaringan jalan, integrasi atau pengaruh antar wilayah, serta kebutuhan timbal balik telah
memacu interaksi keruangan secara bertahap dan efektif. Menurut Ullman interaksi dapat
terjadi karena ada unsur-unsur penyebabnya, yaitu sebagai berikut.
a. Adanya Komplementaritas (Regional Complentarity)
Komplementaritas atau wilayah yang saling melengkapi adalah wilayah-wilayah yang
saling memiliki potensi sumber daya yang berbeda-beda. Atas dasar perbedaan
sumber daya tersebut, selanjutnya masing-masing wilayah saling melengkapi. Jika
kota-kota yang saling berlainan atau kelompok manusia yang saling berbeda, hal
tersebut tidak secara langsung menimbulkan pergerakan. Tetapi, harus ada kebutuhan
b.

saling melengkapi (komplementaritas) yang didorong oleh permintaan dan penawaran.


Adanya Kemungkinan Pemindahan (Spatial Transfer Ability)
Agar barang atau manusia dapat dipindahkan ke tempat lain. Pemindahan tersebut
memerlukan adanya aturan dan tata tertib pelaksanaannya. Kemudahan pemindahan
dalam ruang baik proses pemindahan manusia, barang, maupun informasi sangat
bergantung pada;
- Jarak mutlak dan jarak relatif antarwilayah,
- Biaya angkut atau transportasi untuk memindahkan manusia, barang, dan informasi
dari satu tempat ke tempat lain,
- Kemudahan dan kelancaran prasarana transportasi antarwilayah, seperti kondisi
jalan, relief wilayah, jumlah kendaraan, dan sebagainya.

2.3

Matriks O/D (Origin/Destination)


Matriks O-D adalah matriks berdimensi dua yang menggambarkan besarnya

pergerakan antar lokasi (asal dan tujuan) dalam wilayah tertentu. Baris dari matriks
menyatakan asal pergerakan dan kolom menyatakan tujuan pergerakan, sedangkan isi sel
dari matriks menyatakan besarnya arus pergerakan antar asal dan tujuan pergerakan terkait.
Dalam hal ini, notasi Tij digunakan untuk menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan,
orang, atau barang dari tempat asal i ke tempat tujuan j selama selang waktu tertentu.
Melalui matriks O-D dapat dipelajari pola pergerakan orang atau barang yang terjadi dalam
wilayah tertentu.
Dalam membuat matriks asal tujuan, metode yang digunakan ada dua, yaitu;

a.

Metode konvensional. Metode ini berdasarkan survey lapangan yang mahal,


membutuhkan banyak tenaga kerja, mengganggu pergerakan lalu lintas serta berlaku

b.

untuk selang waktu yang singkat.


Metode non-konvensional. Metode ini didasari oleh arus lalu lintas seperti dengan
estimasi matriks dengan entropi maksimum (EMEM).

Sumber: people.hofstra.edu

Gambar II.1 Matriks O/D


(Origin/Destination)

Gambar di atas merupakan gerakan matriks asal tujuan antara lima lokasi (A, B, C, D dan
E). Dari grafik ini, matriks asal-tujuan dapat dibangun dimana masing-masing wilayah asal
dan tujuan menjadi sel. Nilai 0 ditugaskan untuk setiap pasangan wilayah asal-tujuan yang
tidak memiliki aliran yang diamati.
2.4

Model Gravitasi
Hukum gravitasi yang dicetuskan oleh Sir Issac Newton menyatakan bahwa dua buah

benda atau materi memiliki gaya tarik-menarik yang kekuatannya berbanding lurus dengan
hasil kali kedua massa tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak tersebut.
Model gravitasi adalah suatu model yang digunakan dalam hubungan keruangan satu
wilayah dengan wilayah lainnya, yang juga terkait dengan pergerakan manusia atupun
komoditas diantara wilayah-wilayah.
Menurut Tarigan, model gravitasi yang digunakan untuk menganalisa daya tarik suatu
lokasi dapat juga digunakan untuk memperkirakan besarnya arus lalulintas pada jalan
tertentu, menaksir banyaknya perjalanan antara dua tempat, banyaknya pemukim untuk
lokasi tertentu, banyaknya pelanggan untuk suatu kompleks pasar, banyaknya murid
sekolah untuk masing-masing lokasi, dan banyaknya masyarakat yang berobat pada
berbagai lokasi tempat berobat. Semuanya berdasarkan daya tarik masing-masing aspek
yang dikaji.
Jika hukum gravitasi Newton digunakan untuk menghitung besarnya interaksi antara
wilayah pertumbuhan A dan B, maka rumusnya menjadi:

Keterangan :
IA.B

: Interaksi pertumbuhan wilayah A dan B

PA

: Jumlah penduduk wilayah pertumbuhan A

PB

: Jumlah penduduk wilayah pertumbuahan B

DAB

: Jarak antara wilayah pertumbuhan A dan B

2.5

Titik Henti (Breaking Point Theory)


Teori ini berusaha memberikan suatu cara dalam memperkirakan suatu lokasi garis

batas yang memisahkan wilayah perdagangan dari dua kota yang berbeda ukurannya. Teori
ini juga dapat kita gunakan untuk memperkirakan penempatan lokasi industri atau
pelayanan-pelayanan sosial antara dua wilayah sehingga dapat dijangkau oleh penduduk
daerah-daerah tersebut. Untuk menghitung titik henti, digunakan rumus berikut:

Keterangan :
Th

: titik henti

: jarak antara kota x dan y

Px

: penduduk kota x

Py

: penduduk kota y

BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA
3.1

Profil Wilayah Kota Bogor


Secara geografis Kota Bogor terletak di antara 106 48 BT dan 6 26 LS, kedudukan

geografis Kota Bogor di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Batas administrasi Kota
Bogor sebagai berikut:
Sebelah Utara

:Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja

Sebelah Timur

: Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi

Sebelah BaraT

: Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas

Sebelah Selatan

: Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin

Kota Bogor memiliki ketinggian minimal 190 meter dan maksimal 330 meter dari
permukaan laut, dengan suhu udara 260C dan teretndah 21,80C serta kelembapan udara
kurang dari 70%. Sebagai salah satu bagian dari Provinsi Jawa Barat, Kota Bogor
merupakan penyangga Ibukota Negara yang memiliki asset wisata ilmiah yang bersifat
internasional (kebun raya bogor) dan juga wisata lainnya seperti Museum Perjuangan Bogor,

Museum Pembela Tanah Air, Museum Tanah, Istana Bogor, dan sebagainya. Selain itu,
terdapat potensi wisata alam seperti Situs Gede, The Jungle, Dan Kuntum Nurseries.
3.2

Profil Wilayah Jakarta


Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibukota negara

Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat
provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan
nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra
(1619-1942), dan Djakarta (1942-1972). Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km (lautan:
6.977,5 km), dengan penduduk berjumlah 9.607.787 jiwa (2010). Batas administrasi DKI
Jakarta adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur
: Kabupaten/Kota Bekasi
Sebelah Selatan
: Kabupaten Tangerang dan Kota Depok
Sebelah Barat
: Kota Tangerang
Sebelah Utara
: Laut Jawa

BAB IV
ANALISIS INTERAKSI KERUANGAN
4.1

Faktor Pendukung Interaksi Keruangan


Faktor pendukung interaksi keruang ada dua yaitu Regional Complentarity dan

Spatial Transfer Ability.


4.1.1 Regional Complentarity
Dalam analisis ini sektor yang dianalisis terbagi dalam tiga sektor:
a. Sektor Ketenagakejaan
b. Sektor Pariwisata
c. Sektor Industri
Kedudukan topografis Kota Bogor ditengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor serta
lokasinya yang dekat dengan Ibukota Negara yaitu Jakarta, merupakan potensi yang
strategis untuk perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Letak Kota Bogor yang relatif
dekat dengan Jakarta dan memiliki potensi wisata serta fasilitas penunjang yang memadai,
mejadikan Kota Bogor sebagai tempat favorit bagi instansi pemerintah dan swasta di Jakarta
yang mengadakan rapat, kegiatan, konferensi dan pameran (meeting, incentives,
conference and exhibition). Selain untuk kegiatan tersebut, banyak juga wisatawan yang
datang dari Jakarta hanya untuk menikmati wisata yang ada di Kota Bogor selepas dari
rutinitas sehari-hari yang padat. Adanya Kebun Raya yang didalamnya terdapat Istana
Bogor di Pusat Kota merupakan tujuan wisata, serta kedudukan Kota Bogor diantara jalur
tujuan wisata Puncak-Cianjur juga merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan
ekonomi.

Tidak hanya dalam bidang pariwisata, Kota Bogor juga mengembangkan kegiatan
industri yang memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan yakni dengan dikembangkannya
industri-industri kecil yang non polutan dan bersifat padat karya melalui perbaikan
lingkungan dan lokalisasi usaha. Produk unggulan dari Kota Bogor yaitu sepatu dan sandal,
industri ini dapat menyerap banyak tenaga kerja, untuk pemasaran dalam negeri sendiri
seperti ke Jakarta, Semarang, dan pasar lokal serta ke mancanegara terutama ke negaranegara berkembang di Afrika dan Amerika Latin. Perusahaan industri sepatu sandal baik
formal maupun non formal di Kota Bogor berjumlah 360 unit usaha, tenaga kerja yang
terserap sebanyak 2.380 orang, kapasitas produksi per tahunnya sebanyak 488.038 kodi
dengan nilai investasi sebesar Rp. 45.000.000.000,00 yang tersebar di wilayah Kota Bogor.
Sumber bahan baku diperoleh dari dalam negeri, seperti dari jakarta dan daerah lain
(64,78%) dan sisanya 35,22% diimpor dari beberapa negara antara lain Amerika, Korea,
Italia, Argentina, dan Jerman.
Selain sebagai penyumbang dari bahan baku dari produk unggulan Kota Bogor, Jakarta
juga dipandang sebagai suatu provinsi yang memiliki potensi dalam bidang bisnis. Hal ini
ditandai dengan banyaknya jumlah perusahaan yang berdiri di Jakarta yaitu lebih dari 23.000

yang terdiri dari perusahaan sedang dan besar. Perusahaan yang ada tersebut mampu
menyerap tenaga kerja kurang lebih 50 juta tenaga kerja yang berasal dari Jakarta dan
daerah sekitarnya seperti Bogor, Bekasi, Tangerang, dan Depok. Khusus untuk wilayah
Bogor, Bogor menyumbang cukup besar untuk tenaga kerja ke wilayah DKI Jakarta. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah keberangkatan penumpang kereta Commuterline dari Bogor menuju
Jakarta yang mencapai 50.000 penumpang setiap harinya. Sebagian besar tenaga kerja
yang berasal wilayah Bogor merupakan tenaga kerja komuter. Dengan adanya penyerapan
tenaga kerja oleh wilayah Jakarta, maka secara tidak langsung Jakarta ikut meningkatkan
pendapatan rata-rata (income per capita) masyarakat Bogor. Ketika income per capita
masyarakat mengalami peningkatan, dampak positif yang diberikan terhadap wilayah
tersebut adalah adanya peningkatan pembangunan wilayah. Sehingga kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat juga akan ikut meningkat.

Sumber: bogorkota.go.id

Gambar IV.1 Ekspor Komoditi Sepatu, Sandal


Kota Bogor

Sumber: publication.gunadarma.ac.id

Diagram IV.1 Persentase Ekspor Sepatu, Sandal


Kota Bogor

Sumber: bogorkota.go.id

Gambar IV.2 Impor Bahan Baku Sepatu, Sandal


Kota Bogor

Sumber: bogorkota.go.id

Diagram IV.2 Persentase Impor Bahan Baku Sepatu, Sandal


Kota Bogor

4.1.2

Spatial Transfer Ability


Agar barang atau manusia dapat dipindahkan ke tempat lain. Pemindahan tersebut

perlu memperhatikan kemudahan transfer dimana dalam hal ini merupakan fungsi jarak
yang diukur dalam biaya dan waktu yang nyata, juga termasuk kemudahan dan kelancaran
prasarana transportasi yang digunakan antarwilayah. Dalam hal ini, contoh yang diambil
adalah spatial transfer ability Kota Bogor dengan Jakarta.
Letak Kota Bogor relatif dekat dengan Ibu Kota Negara yaitu Jakarta. Jarak antara
Kota Bogor dengan Jakarta 45 Km. Dengan jarak yang ada, untuk mempermudah
pemindahan manusia atau barang dari Kota Bogor ke Jakarta ataupun sebaliknya dapat
menggunakan moda transportasi massal yang sudah disediakan. Prasarana transportasi
yang ada seperti tersedianya KRL Bogor-Jakarta (Commuterline). Kereta Api dapat menjadi
menjadi salah satu alternatif dalam mengantisipasi pergerakan penduduk maupun barang
disebabkan moda angkutan kereta api memiliki beberapa kelebihan yaitu kereta api dapat
mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar, kereta api dapat bergerak dengan
cepat dan bebas hambatan di tengah-tengah lalu lintas yang cukup padat karena kereta api
memiliki jalur khusus, waktu keberangkatan, kedatangan, dan lama perjalanan relatif lebih
terjadwal, dan juga biaya transportasi menjadi lebih murah dengan waktu jarak tempuh yang
relatif lebih singkat daripada moda transportasi lain. Selain itu, untuk pengguna mobil pribadi
dapat menggunakan jalan tol yang merupakan jalan bebas hambatan. Jalan tol jagorawi
merupakan jalan tol yang melintasi Jakarta Timur, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota
Bogor.
4.2 Matriks O/D (Origin/Destination)
Matriks O/D atau matriks asal/tujuan digunakan untuk mengetahui hubungan antara
jarak dan interaksi dalam suatu wilayah, berikut ini adalah matrik O/D wilayah Kota Bogor
dan Jakarta.

Tabel IV.1
Matriks O/D Wilayah Kota Bogor

Kota Bogor
Jakarta
Tj

Kota Bogor
0
67,8
67,8

Jakarta
67,8
0
67,8

Ti
67,8
67,8
135,6

Sumber: www.scribd.com

Tij digunakan untuk menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan, orang, atau barang
dari tempat asal i ke tempat tujuan j selama selang waktu tertentu.
4.3 Model Gravitasi
Kekuatan interaksi antara wilayah Jakarta dan Kota Bogor dapat ditentukan dalam
perhitungan sebagai berikut:

IA.B = 4.567.418.765
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa interaksi keruangan antara Kota
Bogor dan Jakarta memiliki interaksi yang kuat.

T (B-A)

4.4

Titik Henti
Perhitungan titik henti berfungsi untuk menentukan batas jangkauan/pengaruh suatu

kota (pusat pelayanan) terhadap daerah lainnya.

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa antara Kota Bogor dengan Jakarta memiliki
titik henti atau jangkauan yang dekat.
4.5

Dampak dari Interaksi Keruangan


Dampak yang ditimbulkan karena adanya interaksi keruangan antar wilayah dapat

berupa dapat negatif tetapi juga dapat memberikan dampak positif.


A.

Dampak Negatif
-

Masalah Transportasi
Semakin banyaknya pemindahan manusia antarwilayah, mengakibatkan
peningkatan jumlah kendaran yang lalu lalang dari Bogor ke Jakarta ataupun
sebaliknya. Peningkatan jumlah kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas jalan, sehingga dapat menimbulkan kemacetan.

Peningkatan Pencemaran Udara


Peningkatan jumlah kendaraan berbanding lurus dengan peningkatan
pencemaran yang ada. Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, cukup
banyak warga Jakarta yang menderita infeksi saluran pernapasan jika
dibandingkan dengan daerah lain. Penyebab utama dari polusi udara sekitar 70
persen dihasilkan oleh asap kendaraan bermotor. Pada tahun 1998, kerugian
akibat pencemaran udara sudah mencapai Rp1,8 triliun.

Peningkatan Volume Sampah


Dengan meningkatnya pergerakan manusia ke Jakarta, hal itu juga
mengakibatkan peningkatan jumlah sampah yang ada di Ibukota. Jumlah
sampah setiap harinya yang dihasilkan oleh DKI Jakarta adalah 25.650 meter
kubik atau setara dengan 6.000 ton. Padahal, sampah yang dapat diolah di TPA
yang dimiliki oleh Pemda Jakarta baru 88 persennya atau setara dengan 22.500
meter kubik.

B.

Dampak Positif
-

Mempercepat laju perekonomian


Adanya interaksi keruangan antarwilayah dapat mempercepat pertumbuhan
ekonomi wilayah yang pada akhirnya dapat meningkatkan pembangunan wilayah
dalam tujuannya mensejahterakan masyarakat.

Dengan adanya pergerakan manusia dapat menciptakan arus pertukaran


informasi antarwilayah.

Interaksi keruangan dapat menjadikan suatu wilayah dengan wilayah lain saling
melengkapi satu sama lain dalam segala hal (komplementaritas antarwilayah).

BAB V
PENUTUP
5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada interaksi keruangan antara Kota Bogor

dengan Jakarta dapat disimpulkan bahwa;


-

interaksi antara wilayah ini didasari oleh permintaan dan penawaran dimana tiap

daerah memiliki suatu surplus yang dapat memenuhi kebutuhan daerah sekitarnya.
Terdapat suatu interaksi transfer keruangan dengan menggunakan moda transportasi
yang efisien seperti KRL Bogor-Jakarta dan penggunaan jalan bebas hambatan yaitu

jalan tol jagorawi.


Hasil perhitungan model gravitasi dan titik henti menunjukkan bahwa Kota Bogor
dengan Jakarta memiliki interaksi keruangan yang tinggi dengan jangkauan
antarwilayah yang dekat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2006 , - -). Estimasi Parameter Model Kombinasi Sebaran Pergerakan dan
Pemilihan Moda Berdasarkan Data Arus Lalulintas dengan Kondisi Pembebanan
Keseimbangan. Dipetik November 22, 2014, dari Perpustakan Digital ITB:
http://digilib.itb.ac.id
Rodrigue, D. J.-P. (1998, - -). THE GEOGRAPHY OF TRANSPORT SYSTEMS. Dipetik
November 22, 2014, dari https://people.hofstra.edu
Samadi. (2007). Geografi 3 SMA Kelas XII. Yogyakarta: Yudhistira.
Siska. (2012, Desember 7). Interaksi Keruangan. Dipetik November 22, 2014, dari Blog
Belajar: Matakristal.com
Wetik, J. D., & Soelasih, Y. (2006). Prospek Usaha Kecil di Kota Bogor Dilihat dari Sisi
Pemasaran. Jurnal Ekonomi & Bisnis No 2 Jilid 11.
Yani, A., & Rahmat, M. (2007). Geografi: Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: PT
Grafindo Media Pratama.
http://jabarprov.go.id
http://kotabogor.go.id
http://regionalinvestment.bkpm.go.id

Anda mungkin juga menyukai