Anda di halaman 1dari 18

ARGUMENTUM, VOL. 12 No.

2, Juni 2013

115

REDISTRIBUSI DAN PENDAFTARAN TANAH OBYEK


LANDREFORM SECARA SPORADIK DI DESA
SUMBERWULUH, KECAMATAN CANDIPURO
Sutrisno
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman Jl. Mahakam No. 7 Lumajang
ABSTRAK
Pendaftaran tanah obyek landreform untuk pertama kali
dapat dilakukan dengan cara sporadik dan cara sistemik.
Fenomena yang terjadi pada praktek pendaftaran tanah
menimbulkan permasalahan bagi pemilik tanah yang akan
melakukan pendaftaran tanah. PP No. 24 Th. 1997 tentang
Pendaftaran Tanah yang dilaksanakan secara sporadik dan
cara sistemik memberikan solusi kepada masyarakat untuk
dapat menentukan salah satu pilihannya terhadap dua jenis
pendaftaran tanah tersebut. Dalam hal ini diharapkan
pemilik tanah dapat memiliki bukti yang kuat terhadap
kepemilikan tanahnya.
Kata Kunci: Redistrubusi, Pendaftaran Tanah, Landreform,
Sporadik.
A. Pendahuluan
Landreform adalah penataan ulang struktur penguasaan
dan pemilikan tanah. Salah satu program landreform yang popoler
adalah redistribusi tanah yaitu pembagian tanah yang telah
dikuasai oleh Negara dan telah ditegaskan menjadi obyek
landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang
telah memenuhi syarat ketentuan. Dalam arti luas landreform pada
hakekatnya adalah seluru upaya untuk meningkatkan penguasaan
lahan petani, baik dari sisi luas maupun kekuatan hak
penguasaannya.1

Syahyuti (2011) Landreform di Indonesia. Makalah.


http;//syahyuti.wordpess.com/2012/01/05/delandreformisasi-sebagai-gejala-antilandreform-di-indonesia/

116

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

Menurut Boedi Harsono landreform dalam arti sempit


adalah merupakan serangkaian tindakan dalam rangka Agrarian
Reform Indonesia, dalam arti luas Landreform meliputi
perombakan mengenai permilikan dan penguasaan tanah serta
hubungan-hubungan hukum yang bersangkutan dengan
penguasaan tanah.2 Menurut Dorren Warriner yang dikutip oleh
Supriadi, landreform adalah merupakan sebuah alat perubahan
sosial dalam perkembangan ekonomi, dan merupakan manifestasi
dari tujuan politik, kebebasan, dan kemerdekaan suatu bangsa.3
Berdasarkan aliran sociological jurisprudence pengelolaan
sumberdaya agraria/sumberdaya alam haruslah secara adil,
berkelanjutan, ramah lingkungan serta dengan memperhatikan
langka-langka koordinatif, terpadu serta bisa menampung
dinamika, aspirasi dan kebutuhan masyarakat. 4
Tanah-tanah yang akan menjadi obyek landreform yaitu: 1)
Tanah kelebihan batas maksimum, yaitu tanah yang melebihi batas
ketentuan yang boleh dimiliki oleh seseorang atau satu keluarga.
Luas batas maksimum ditentukan per daerah kabupaten dengan
memperhatikan faktor jumlah penduduk dan luas daerah. Daerah
tersebut dibagi menjadi daerah yang tidak padat dengan pemilikan
maksimum 20 hektar, cukup padat maksimum 9 hektar dan
sangaat padat maksimum pemilikannya 6 hektar per kepala
keluarga. 2) Tanah absentee, yaitu tanah pertanian yang
pemiliknya bertempat tinggal di luar Kecamatan letak tanah dan
Kecamatan tersebut letaknya tidak berbatasan. 3) Tanah bekas
perkebunan (bekas hak erfpacht atau HGU). 4) Tanah bekas
swapraja, yaitu tanah bekas wilayah kerajaan atau kesultanan,
yang dengan UUPA beralih menjadi tanah Negara Republik
Indonesia. 5) Tanah Negara lainnya yang merupakan tanah
pertanian yang telah digarap rakyat yang ditegaskan oleh Menteri
(sekarang Menteri Negara Agraria/Kepala BPN). 5
Sebagai ujung tombak untuk melayani masyarakat dan
dalam upaya memberikan pelayanan administrasi pertanahan
2

Boedi Harsono (2008) Hukum Agraria Indonesia Sejarah


Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraia. Djambatan, Jakarta, hal. 364
3
Supriadi (2010) Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 202.
4
Zainuddin Ali (2010), Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 60.
5
Urip Santoso (2012) Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana
Prenada, Jakarta, hal.222.

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

117

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 13


ayat (1) pendaftaran pertama kali dilaksanakan melalui
pendaftaran secara sistemik dan pendaftaran secara sporadik.
Di Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro terdapat
banyak kejanggalan terhadap pendistribusian tanah obyek
landreform yang tidak sesuai dengan amanat UUPA sehinggah
banyak warga masyarakat yang menggarap tanah akan tetapi tidak
dapat membuktikan kepemilikan yang sah. Sedangkan sebagian
masyarakat kesulitan untuk mendaftarkan tanah untuk
memperoleh bukti hak yang kuat atau sertifikat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pendistribusian tanah obyek
landreform di Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro
Kabupaten Lumajang?
2. Bagaimana kendala pendaftaran tanah obyek landreform di
Desa Sumberwuluh Kecamatan Candipuro?
C. Metode Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis
sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah pendekatan yang
dilakukan penelitian lapangan dengan melihat serta mengamati
penerapan peraturan-peraturan tersebut pada prakteknya di
dalam masyarakat.6 Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat diskriptif.7
Lokasi penelitian adalah di Desa Sumberwuluh Kecamatan
Candipuro Kabupaten Lumajang, dengan pertimbangan bahwa
Desa Sumberwuluh merupakan Desa yang mendapatkan program
redistribusi tanah di Tahun 1966 dan Tahun 1974.
Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian
ini terdiri dari data primer dan data sekunde. Data primer
merupakan data yang diperoleh lansung dari lapangan melalui
penelitian. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan
6

Muslan Abdurrahman (2009) Sosiologi dan Metode Penelitian


Hukum, UMM Press, Malang, Hal. 2.
7
Suharsimi Arikunto, edisi revisi (2010) Prosedur Penelitian, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, Hal. 3.

118

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

cara wawancara dengan informan, sebagai informan awal dipilih


secara purposive agar obyek penelitian benar-benar yang
menguasai permasalahan yang diteliti. Data sekunder adalah data
yang diperlukan untuk melengkapi data primer. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan yang
bertujuan untuk memperoleh data sekunder dengan mempelajari
perundang-undangan dan literatur yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
Metode analisis data yang digunakan adalah metode
analisis kualitatif yaitu data yang diperoleh disusun secara
sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar ada kejelasan
terhadap masalah yang akan dibahas. Analisis data kualitatif adalah
salah satu upaya yang dilakukan dengan jalan mengolah,
mengelompokkan, dan memilah-milah menjadi satuan yang dapat
dikelolah untuk menemukan sesuatu yang penting dalam data
yang harus dipelajari untuk dapat diceritakan pada orang lain.8
Setelah data dianalisis selanjutnya akan ditarik kesimpulan
dengan menggunakan cara berfikir induktif, yaitu suatu pola
berfikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat khusus,
kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Program landreform atau yang lebih populer disebut
sebagai redistribusi tanah pertanian sebagai kebijakan dan
kegiatan pemerintah meredistribusikan tanah-tanah pertanian
kepada para petani yang berlahan sempit/petani gurem terutama
petani penggarap yang tidak memiliki tanah.
Obyek tanah redistribusi adalah tanah pertanian yang telah
berstatus tanah Negara dan telah dinyatakan secara resmi oleh
Pemerintah/Kepala Badan Pertanahan Nasional sebagai tanah
obyek landreform. Tanah-tanah tersebut berasal dari: Tanah
Negara bebas dan Tanah Negara sebagai hasil pembebasan dari
tanah kelebihan atau tanah absentee/tanah guntai dan tanah
terlantar.9
8

Soerjono Soekamto (2010) Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press,


Jakarta, Hal. 250.
9
Hasil wawancara dengan Bpk. Gufron selaku Kasi Pendaftaran di
Kantor Pertanahan Kabupaten Lumajang.

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

119

Dari hasil penelusuran data, Desa Sumberwuluh Kecamatan


Candipuro memiliki luas wilayah 1.484,0188 ha merupakan tanah
obyek landreform yang berasal dari bekas tanah perkebunan
Hindia Belanda yang dinasionalisasi oleh UUPA atau bekas tanah
hak erfpacht yaitu Erfp No. 194, 223, 256, 346, 392, 393, dan 394
yang disebut sebagai Perkebunan Kebondeli seluas 624,0886 ha
dengan komuditi tanaman kopi dan ada sedikit tanaman karet, dan
Erfp No. 190, 224, 225, 312, 401, dan 405 disebut sebagai tanah
perkebunan Sumberwuluh dengan luas tanah 859,9302 ha, dengan
komuditi tanaman cengkeh, paneli, dan tebu.10
Dengan adanya program redistribusi, maka pada tahun
1967, Erfpacht Kebondeli seluas, 624,0886 ha dibagikan kepada
para petani sejumlah 936 Kepala Keluarga (KK) yang tidak memiliki
tanah pertanian atau petani yang kepemilikannya kurang dari 1/2
(setengah) hektar. Obyek-obyek redistribusi bekas erfpacht
Kebondeli meliputi Dusun Kebondeli Utara, Dusun Kebondeli
selatan, dan sebagian Dusun Kamarkajang.
Pelaksanaan redistribusi tanah erfpacht Kebondeli dapat
diketahui pada data yang disajikan dalam tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
DATA REDISTRIBUSI TANAH ERFPACHT KEBONDELI
Luas Tanah Jumlah Kepala
Domisili
No
Dusun
Pedistribusian Keluarga (KK)
Penerima
(Ha)
Penerima
Desa SumberKebondeli
1
257,6958
338
wuluh dan
Utara
tetangga Desa
Desa SumberKebondeli
2
314,9618
473
wuluh dan
Selatan
tetangga Desa
Desa
3 Kamarkajang 51,4310
125
Sumberwuluh
Jumlah
624,0886 Ha
936 KK
Sumber data: Data primer diolah

10

. Wawancara dengan Sdr. Suyanto, Kasi Pengukuran Kantor


Pertanahan Nasional Kabupaten Lumajang.

120

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

Sedangkan erfpacht Sumberwuluh seluas 859,9302 Ha jenis


tanah kering secara keseluruhan meliputi Dusun Sukosari, Dusun
Sumberwuluh tengah, Dusun Kebonagung, Dusun Poncosumo,
Dusun Kajarkuning, dan sebagian Dusun Kamarkajang, obyek
tersebut didistribusikan kepada petani, pada tahun 1974, dengan
luas tanah masing-masing Dusun sebagaimana tabel 2 berikut:
Tabel 2
DATA REDISTRIBUSI TANAH ERFPACHT SUMBERWULUH
Luas Tanah
No
Dusun
Keterangan
Redistribusi (Ha)
1 Sukosari
94,5920
Lahan Kering
2 Kebonagung
223,5810
Lahan Kering
3 Sumberwuluh tengah
68,7940
Lahan Kering
4 Kamarkajang
197,5164
Lahan Kering
5 Poncosumo
111,7900
Lahan Kering
6 Kajarkuning
163,6568
Lahan Kering
Jumlah
859,9302
Sumber data: Data primer diolah
Dari 859,9302 tersebut di atas, 257,97 hektar dibagikan
kepada petani yang bertempat tinggal dan berdomisili di Desa
Sumberwuluh Kecamatan Candipuro dengan bagian rata-rata 1/8
(seperdelapan) hektar atau seluas 1.250 M. Sedangkan sisanya
seluas 601,9602 ha, untuk Kantor dan balai Desa seluas 0,4 ha.
2,150 ha untuk pendidikan (SD/MI). 2 ha untuk lapangan
olahraga, 8 ha untuk akses jalan, 2 ha untuk makam dan yang
seluas 585, 4102 ha, dibagikan kepada 579 Jiwa. Bukan terhadap
kepala keluarga, dan bertempat tinggal bukan di Desa
Sumberwuluh atau di dalam Kecamatan dan atau tetangga
Kecamatan. Dan pekerjaannya bukan lagi sebagai petani, namun
rata-rata sebagai pejabat pemerintah atau keluarga pejabat.11
Pengalokasian tanah bekas erfpacht Sumberwuluh yang
didistribusikan kepada masyarakat sebagaimana tabel 3 berikut:

11

Wawancara dengan Bpk. Mukasah selaku Tokoh Masyarakat Desa


Sumberwuluh.

121

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

Tabel 3
DATA PENERIMA REDISTRIBUSI TANAH PERTANIAN ERFPACHT
SUMBERWULUH
Penerima luar
Penerima dlm
Jumlah Kecamatan, Jumlah
No
Dusun
Desa/ttg Desa
KK
Luas tanah
Jiwa
Luas tanah (Ha)
(Ha)
1 Sukosari
22,5
180
67,0920
67
2 Kebonagung
25,2715
77
196,9095
197
Sumberwuluh
3
27,9475
56
38,4975
39
Tengah
4 Kamarkajang
98,0320
784
95,7844
96
5 Poncosumo
31,3875
251
79,9025
80
6 Kajarkuning
39,5030
158
107,2243
100
Jumlah
257,9700
1.506
585,4102
579
Sumber data: Data primer diolah
Data tanah bekas erfpacht Sumberwuluh yang digunakan
sebagai fasilitas umum sebagaimana tabel 4 berikut:
Tabel 4
DATA TANAH UNTUK FASILITAS UMUM
Data Tanah Yang Digunakan Untuk Fasilitas Umum
No
Dusun
Lapangan Jalan
Kantor Sekolah Makam
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
1 Sukosari
3,0000
0,5000
0,5000
2 Kebonagung
1,4000
Sumberwuluh
3
1,0000 0,3000 0,4000 0,6500
tengah
4 Kamarkajang 1,0000 1,7000
0,5000
0,5000
5
6

Poncosumo
Kajarkuning
1,6000
Jumlah
2,0000 8,0000
Sumber data: Data primer diolah

0,4000

0,5000
2,1500

0,5000
0,5000
2,0000

122

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

Tanah-tanah yang dibagikan itu sebagian diberikan dengan


hak milik. Hak milik itu diberikan dengan syarat-syarat sebagai
berikut;12
1. Penerima redistribusi wajib membayar sebesar Rp. 75.000,- per
hektar;
2. Tanah yang bersangkutan harus diberi tanda-tanda batas;
3. Haknya harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten
Lumajang untuk memperoleh sertifikat;
4. Penerima redistribusi wajib mengerjakan/mengusahakan
tanahnya secara aktif;
5. Penerima redistribusi wajib menjadi anggota koperasi;
6. Sebelum penerima redistribusi membayar kewajibannya tanah
tersebut dilarang untuk dialihkan;
7. Kelalaian dalam memenuhi kewajiban-kewajiban atau
pelanggaran terhadap larangan tersebut di atas dapat dijadikan
alasan untuk mengadakan pembatalan hak.
Syarat-syarat tersebut banyak yang tidak dipenuhi,
misalnya hak-hak atas tanah tersebut banyak yang tidak di
daftarakan ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, belum
membayar kewajibannya, tidak menjadi anggota koperasi, dan
tanah tidak di kelola secara aktif, karena tempat tinggal penerima
redistribusi tidak bertempat tinggal di Desa Sumberwuluh, maupun
tidak bertempat tinggal di dalam Kecamatan Candipuro, atau
tetangga, Kecamatan. Sehingga tanah tersebut dibiarkan terlantar.
Pembagian tanah yang disertai dengan pemberian bukti
hak/sertifikat ini yang banyak menjadikan problem terhadap
masyarakat, tercatat dalam buku register masalah pertanahan
sejak Tahun 2000 sampai dengan Tahun 2011 tercatat ada 4
(empat) kasus berat yang hingga sekarang masih belum jelas
keputusannya, ternyata hingga sekarang pemilik masih belum bisa
memiliki dan mengusai tanah miliknya tersebut, dan 25 (dua puluh
lima) kasus ringan bisa diatasi dengan cara memberikan penjelasan
dan pemahaman terkait dengan proses pembagian tanah obyek
landreform di Desa Sumberwuluh.
Mengapa demikian, ketika hak tersebut diberikan kepada
para pejabat pada waktu itu, karena menjalankan tugas Negara
beliaunya tentu saja tidak dapat menetap di Kabupaten Lumajang,
12

Bpk. Gufron, Op.Cit

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

123

bahkan beliau berada di Kabupaten Malang, Jember, Probolinggo,


Surabaya bahkan ada yang di Jakarta. Yang pada akhirnya tanah
tersebut tidak di kelolah secara aktif sehingga terlantar,
ditinggalkan oleh penerima ridistribusi selama bertahun-tahun.13
Pada tahun 1976 tanah-tanah tersebut digarap oleh
masyarakat atas perintah Bupati Lumajang (Suwandi Alm) melalui
Kepala Desa, agar supaya di kelolah untuk di nikmati hasilnya oleh
masyarakat setempat. Yang melatar belakangi perintah ini adalah,
pada tanggal 21 Juni 1976, Desa Sumberwuluh terlanda bencana
alam (banjir) dari aliran gunung semeru yang mengakibatkan
masyarakat banyak yang kehilangan lahan pertanian.
Dalam kurun waktu 36 tahun masyarakat hanya menguasai
obyeknya saja tidak memegang sertifikat, sedangkan sertifikat atas
obyek itu dikuasai atau dipegang oleh orang lain hingga sekarang.
Ketika masyarakat akan mengurus sertifikat ke Kantor Pertanahan
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lumajang dinyatakan
bahwa obyek tersebut telah terbit sertifikat. Hal ini yang hingga
sekarang masih belum ada solusinya.14
Analisis Pelaksanaan Redistribusi Tanah Pertanian
Urutan golongan prioritas di atas menunjukan adanya
pertimbangan rasa keadilan sosial, sekaligus menghormati
hubungan kekerabatan antara petani dengan keluarga bekas
pemilik tanah. Program landreform yang dikonsep seperti ini,
merupakan salah satu contoh kebijakan keagrariaan yang kental
dengan nilai-nilai adat yang bernilai tinggi ke-Indonesa-an, dan
tidak terjerumus ke dalam model-model sosialisme maupun
liberalismenya Negara-Negara lain.
Hal tersebut adalah benar-benar melaksanakan amanah
dari Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, dan
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 yaitu;
a) Penggarap yang sudah memiliki tanah sendiri seluas 1 hektar
atau lebih, tidak mendapatkan pembagian;
b) Penggarap yang sudah memiliki tanah sendiri seluas kurang
dari 1 hektar, mendapatkan bagian seluas tanah yang
13

Hasil wawancara dengan Samiadi selaku Kepala Desa Sumberwuluh


Kecamatan Candipuro.
14
Wawancara dengan Paimin, AP. MM selaku Camat Candipuro.

124

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

dikerjakan, tetapi jumlah tanah milik dan tanah yang dibagikan


kepadanya itu tidak boleh melebihi 1 hektar;
c) Penggarap yang tidak memiliki tanah sendiri, mendapatkan
bagian seluas tanah yang dikerjakan, tetapi tanah yang
dibagikan tidak boleh lebih dari 1 hektar.
Berdasarkan hasil penelusuran dan
wawancara,
pelaksanaan redistribusi tanah khususnya erfpacht Kebondeli
dapat diketahui pada data yang disajikan dalam tabel. 1,
pembagian tersebut sudah sesuai dengan tujuan dari pada
program landreform yang hendak mencapai kemakmuran dan
meningkatkan taraf hidup para petani di seluruh Indonesia,
khususnya para petani yang bertempat tinggal di Desa
Sumberwuluh dan petani yang bertempat tinggal di Desa
sekitarnya. Karena pembagiannya telah sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan dalam Pasal 8, dan Pasal 9, Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1961 Nomor 280) tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian, segingga sampai saat ini tidak
perna terjadi sengketa atau permasalah antara pemilik tanah.
Sedangkan erfpacht Sumberwuluh yang jenis tanahnya
berupa tanah kering, meliputi Dusun Sukosari, Dusun
Sumberwuluh tengah, Dusun Kebonagung, Dusun Poncosumo,
Dusun Kajarkuning, dan sebagian Dusun Kamarkajang, obyek
tersebut di distribusikan kepada petani, pada tahun 1974.
sebagaimana yang di sajikan dalam tabel,3.
Pada pelaksanaannya pembagian ini terjadi kesenjangan
antara petani dan para penguasa. Kerena pembagian ini tidaklah
sesuai dengan amanah UUPA, dan Undang-Undang Nomor 56 Prp
Tahun 1960 Pasal 8 yang menekankan bahwa Pemerintah
mengadakan usaha-usaha agar supaya setiap petani sekeluarga
memiliki tanah pertanian minimal 2 (dua) hektar, dan juga tidak
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961
tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian.
Pembagian ini sebetulnya melanggar asas dalam Pasal 10
UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA, yang mengatur bahwa
setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

125

mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah caracara pemerasan. Dan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian Ganti Kerugian yang telah diubah dan di tambah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964, (PP No. 41
Tahun 1964).
Walaupun telah ditetapkan aturan tentang larangan
pemilikan tanah secara absentee/guntai15 pembagian ini tetap
dilaksanakan dan mengabaikan larangan tersebut. Hal ini terjadi
ada beberapa faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah
faktor pendidikan dan intimidasi terhadap masyarakat. Sehingga
yang ada dalam benak/pikirannya hanyalah rasa takut dan
ketakutan pada masa itu. Dengan kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang apa itu program landreform , dan apa yang
hendak dicapai dalam program itu, masyarakat tidak mengerti dan
memang di usahakan pada masa-masa ini agar supaya masyarakat
itu tidak dimengertikan dengan kata lain dibodohkan, sehingga
masyarakat tidak memahami bagaimana yang seharusnya
pelaksanaan dari program tersebut, sebab pada masa orde baru itu
warga ketakutan dengan predikat yang akan di sandangnya, sebab
siapa yang mau bergerak, dan sipapun yang akan meneliti, mereka
akan di kasih perdikat sebagai anggota Partai Komunis Indonesia
(PKI), dengan predikat itulah masyarakat tidak berkehendak untuk
membuat ulah atau masalah dengan penguasa, walaupun dalam
hatinya menyimpan rasa ketidak adilan.
Pembagian tanah yang dilakukan Pemerintah ini dapat
dibenarkan setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4
Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Pertanian Secara
Absentee/guntai Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 5) pembagian yang
semacam ini diperbolekan. Peraturan ini mengatur ketentuanketentuan pengecualian mengenai pemilikan tanah pertanian yang
berlaku bagi pegawai negeri diberlakukan juga bagi para pensiunan
15

Tanah pertanian yang dimiliki oleh orang perorangan dan


keluarga di mana letak tanah pertanian itu di luar wilayah Kecamatan tempat
kedudukan (domisili) pemilik tanah. Pemilikan tanah secara absentee ini tidak
diijinkan. Apabila telah terjadi peralihan hak yang mengakibatkan pemilikan
tanah secara absentee, maka dalam waktu enam bulan tanah tersebut harus
dialihkan kembali kepada orang yang berdomisili di Kecamatan letak tanah.

126

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

pegawai negeri. Hal ini diberlakukan dengan harapan, ketika


seorang pegawai tersebut pensiun diharapkan orang tersebut mau
berpindah ke Desa atau pindah dalam Kecamatan dimana obyek
tersebut berada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Kepala Desa
Sumberwuluh Kecamatan Candipuro yang berkaitan dengan kasus
berat yang hingga kini tidak ada, kasus pertanahan adalah
merupakan kasus perdata.16 Hukum perdata menurut sistematika
hukum ada 4 yakni hukum perorangan, hukum keluarga, hukum
harta kekayaan, dan hukum waris. Sedangkan kasus tanah yang
terjadi di Desa Sumberwuluh berkaitan dengan hukum harta
kekayaan dalam kategori hukum benda, menurut Pasal 499
Burgerlijk Wetboek (BW) adalah barang dan hak yang dapat
menjadi hak milik yaitu hak eigendom (hak milik) dan bezit.17
Pemilik sertifikat atas tanah tersebut tidak dapat
menguasai/ mengusahakannya sendiri atas tanah tersebut, karena
putusan-putusan selajutnya akan mengacu pada Undang-Undang
Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian atau larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absentee/guntai.
Pemerintah seharusnya dapat membijaki dan segera
membuat peraturan sebagai tindak lanjut dari UUPA terkait
dengan pembatalan hak/sertifikat hak atas tanah pertanian, agar
permasalahan sengketa pertanahan dapat terselesaikan. Hal
seperti ini yang jelas bukan saja terjadi di Desa Sumberwuluh saja,
kemungkinan hal ini dapat terjadi di daerah-daerah lain diseluruh
Indonesia. Karena akibat persengketaan di bidang pertanahan
dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan antar warga
masyarakat yang bersengketa, bahkan sampai kepada ahli
warisnya, yang akhirnya menimbulkan banyak korban.
Kesemuanya berawal dari pertanyaan-pertanyaan tentang
siapakah yang lebih berhak atas tanah tersdebut. Menurut UUPA
Pasal 27 menyatakan bahwa suatu hak milik dapat hapus, artinya
16

Hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu


dengan orang yang lain di dalam masyarakat yang menitik beratkan kepada
kepentingan perseorangan (pribadi).
17
Anis Ibrahim (2007), Hukum Positif Indonesia (Sketsa Asas), Pustaka
Magester Semarang, hal. 68.

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

127

dapat hilang atau lepas dari yang berhak karena, Tanahnya jatuh
pada Negara, penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya, karena
tanahnya diterlantarkan, dan karena tanahnya musnah.
Pendaftaran Tanah Obyek Landreform
Dari hasil penelusuran bahwa Desa Sumberwuluh Kecamatan
Candipuro memiliki luas wilayah, seluas 1.484,0188 hektar luas
lahan yang diperuntukkan untuk pemukiman adalah 106.2820 ha.
Luas lahan yang diperuntukkan untuk Pertanian adalah 401,9 ha.
Luas lahan untuk ladang tegalan dan perkebunan adalah 787,5368
ha. Luas lahan untuk fasilitas umum adalah sebagai berikut: untuk
perkantoran 0,40 ha, sekolah 2,150 ha, Lapangan olahraga 2 ha,
dan tempat pemakaman umum 2,5 ha, Jalan 14,05 ha dan
laharan/pengairan 166,835 ha.
Tanah di Desa Sumberwuluh yang sudah bersertifikat
sekitar 70% saja, pendaftaran ini dilaksanakan pada tahun 1986 s/d
1996 sebanyak 1.286 buah sertifikat, tahun 1997 s/d 2000
sebanyak 877 buah sertifikat, dan sejak tahun 2001 s/d 2012
sebanyak 20 buah sertifikat, sehingga masih sekitar 30% yang
belum bersertifikat18 sebagaimana tabel 6 dan tabel 7 berikut ini:
Tabel 7
DATA PENERBITAN SERTIFIKAT
Jumlah
Jenis Tanah (buah)
No Tahun
Sertifikat
Sawa
Tegal
Pekarangan
19861
1.286
510
439
336
1996
19972
877
112
529
236
2000
20013
20
7
13
0
2012
Jumlah
2.183
629
981
572
Sumber data: Data primer diolah

18

Kades, Op.Cit

128

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

Tabel 8
DATA PETAK TANAH YANG SUDAH/BELUM BERSERTIFIKAT
Sertifikat
Jumlah
No
Jenis Tanah
Petak
Terbit
Belum
1 Pemukiman
848
572
276
2 Pertanian sawah
816
629
187
3 Pertanian tegalan
1.552
981
571
4 Perkantoran
1
1
0
5 Pendidikan SD/MI
4
0
4
6 Lapangan olahraga
2
0
2
7 Pemakaman
5
0
5
Jumlah
3.228
2.183
1.045
Sumber data: Data primer diolah
Dari hasil penelusuran diperoleh jumlah luas obyek yang
belum bersertifikat yang dapat diketahui dalam tabel 8 berikut:
Tabel 8
DATA LUAS TANAH YANG SUDAH/BELUM BERSERTIFIKAT
Sertifikat
No
Jenis Tanah
Luas Tanah
Terbit
Belum
1 Pemukiman
106,2820
71,2000
35,0820
2 Pertanian sawah
401,9000
309,4600
92,4400
3 Pertanian tegalan
787,5368
590,2500
197,2868
4 Perkantoran
0,4000
0,4000
0
5 Pendidikan SD/MI
2,1500
0
2,1500
6 Lapangan olahraga
2,0000
0
2,0000
7 Pemakaman
2,5000
0
2,5000
Jumlah
1.302,7688
971,3100
331,4588
Sumber data: Data primer diolah
Dari luas tanah 331,4588 hektar atau 1.045 petak tersebut
maka warga masyarakat Desa Sumberwuluh hanya hak untuk
menggarap, karena obyek-obyek tersebut masih belum didaftarkan
ke Kantor Pertanahan Kabupaten Lumajang untuk memperoleh
sertifikat sebagai bukti hak atas tanah. Padahal tanat-tanah
tersebut sudah dikuasai dan digarap puluhan tahun.19

19

Mukasah, Op,Cit.

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

129

Dari hasil wawancara dengan informan20 ada beberapa


faktor yang menyebabkan masyarakat enggan untuk mendaftarkan
tanahnya antara lain adalah;
1. Kurangnya kesadaran masyarakat terkait dengan aturan
pertanahan;
2. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah
mulai berkurang;
3. Masih sulitnya cara pendaftaran tanah terkait dengan
obyek landreform;
4. Biaya masih mahal.
Pada pendaftaran tanah periode 1997 s/d 2000 banyak
kasus pendaftaran tanah secara kolektif yang tidak terselesaikan
pengukuran dilaksanakan namun sertifikat tidak kunjung selesai.
Faktor kesalahan ini bukan pada Kantor Pertanahan Kabupaten,
namun faktor seleksi data yuridis yang dilakukan oleh pihak
Desa/Panitia Desa kurang cermat dan kurang teliti, sehingga
setelah diadakan pengukuran dan pemetaan obyeknya telah terbit
sertifikat hal ini yang pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya
sertifikat ganda.21
Analisis Kendala Pendaftaran Tanah Obyek Landreform di Desa
Sumberwuluh Kecamatan Candipuro
Berdasarkan hasil penelusuran salah satu faktor yang
menjadi hambatan masyarakat enggan mengajukan pendaftaran
tanah pertama yaitu kurangnya kesadaran masyarakat atau
kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya sertifikat
atas tanah. Masyarakat mengakui mereka tidak mengerti bahwa
bidang-bidang tanah yang dikuasainya harus didaftarkan ke Kantor
Pertanahan Kabupaten Lumajang untuk mendapatkan sertifikat
sebagai bukti kepemilikan hak atas tananya. Menurut penulis hal
ini harus mendapatkan perhatian dan upaya yang serius dari
Pemerintah baik Pemerintah Kabupaten dan khususnya
Pemerintah Desa untuk sering-sering mengadakan penyuluhan di
tingkat Dusun, tingkat RW, dan tingkat RT guna memotivasi

20

Sumaji selaku peserta pendaftaran tanah obyek landreform periode


tahun 1997 s/d 2000.
21
Suyanto, Op,Cit.

130

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

masyarakat agar segera mendaftarkan tanah ke Kantor Pertanahan


Kabupaten untuk memperoleh sertifikat atas tanahnya.
Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap aparatur
pemerintah kurang. Hal ini terjadi kemungkinan besar masyarakat
pernah menjadi korban prilaku oknum aparatur pemerintah Desa
terkait dengan proses pendaftaran tanah sehingga masyarakat
manjadi tidak percaya lagi ketika di sosialisasikan bahwa tanah
harusnya di daftarkan ke Kantor Pertanahan Kabupaten untuk
mendapatkan sertifikat hak atas tanah, guna memberikan
kepastian hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki. Hal ini
yang harus diperhatikan oleh Apatur Pemerintah Desa
Sumberwuluh untuk segera mengambil kebijakan, guna
mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Ketiga, bersadarkan hasil wawancara dengan informan
yaitu masih sulitnya cara pendaftaran tanah terkait dengan obyek
ladreform. Hal ini bukan caranya yang sulit akan tetapi prosesnya
yang lama menurut penulis persyaratan untuk mengajukan
pendaftaran tanah cukup dengan muda diperoleh yaitu pemohon
hanya menbuat surat pernyataan dan keterangan yang dapat
dipercaya dan yang di saksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang dari lingkungan masyarakat setempat yang tidak mempunyai
hubungan kelurga dengan yang bersangkutan sampai derajat
kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horisontal, yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar-benar pemilik
bidang tanah tersebut.
Keempat, berdasarkan hasil wawancara yaitu biaya
pendaftaran tanah obyek landreform mahal. Hal ini berkenaan
dengan tanah Negara yang di distribusikan kepada masyarakat,
masyarakat penerima tanah Negara harus membayar/menebus
tanah tersebut kepada Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lermbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 18). Yang tujuannya adalah untuk mengoptimalkan
penerimaan Negara.
Yang menjadikan hambatan dalam pendaftaran tanah
secara sporadik ini juga sistem pelayanan dari Kantor Pertanahan
sendiri karena dalam prakteknya bukanlah hal yang rahasia lagi
bahwa dalam pendaftaran tanah banyak masyarakat yang

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

131

mengalami kesulitan untuk mendaftarkan tanahnya. Prosesnya


lama dan biayanya mahal. Pelayanan Kantor Pertanahan
Kabupaten Lumajang dilihat dari aspek administrasi dan personil
belum mampu memberikan pelayanan yang diharapkan
masyarakat yaitu pelayanan prima dalam proses penerbitan
sertifikat atau pelayanan yang sederhana, aman, terjangkau,
mutakhir dan terbuka. Kenyataan yang terjadi adalah pelayanan
yang masih lambat, sulit, mahal, dan berbelit-belit serta
memungkinkan terjadinya malapraktek.
E. Penutup
E.1. Kesimpulan
1) Pelaksanaan redistribusi tanah pertanian erfpacht Kebondeli
sudah sesuai dengan tujuan landreform yang hendak mencapai
kemakmuran dan meningkatkan taraf hidup para petani yang
bertempat tinggal di Desa Sumberwuluh. Sedangkan
redistribusi tanah pertanian erfpacht Sumberwuluh dalam
pelaksanaannya menimbulkan kesenjangan antara petani dan
penguasa.
2) Yang menjadikan kendala dalam pendaftaran tanah di Desa
Sumberwuluh Kecamatan Candipuro antara lain:
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait
dengan aturan tentang pertanahan;
Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur Pemerinta
mulai menurun/berkurang;
Masih sulitnya tata cara dan proses pendaftaran tanah
terkait dengan obyek landreform; dan
Biaya mahal walaupun dalam azas pendaftaran taanah
menganut azas sederhana, aman, terjangkau, muktakhir,
dan terbuka.
E.2. Saran
1) Pemerintah segera menerbitkan kebijakan terkait dengan
pembatalah hak kepemilikan/sertifikat atas tanah pertanian
yang telah diterlantarkan bertahun-tahun oleh pemilik agar
yang menguasai sekarang dapat menerbitkan sertifikat yang
baru.

132

ARGUMENTUM, VOL. 12 No. 2, Juni 2013

2) Perlu adanya pembinaan dan sosialisasi terhadap masyarakat


melalui lembaga-lembaga sosial ditingkat RT/RW dan Dusun
secara terus-menerus tentang pendaftaran tanah untuk
terciptanya kepastian hukum di tengah-tengah masyarakat.
3) Perlu adanya kemudahan dari Kantor Pertanahan Kabupaten
Lumajang untuk mewujutkan pelayanan prima terhadap
masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya secara sporadik,
dan Pemerintah Kabupaten agar dapatnya membantu atau
memfasilitasi masyarakat Desa Sumberwuluh untuk memberi
Program pendaftaran secara kolektif atau dengan cara prona
agar sisa tanah yang belum bersertifikat dapat menerbitkan
sertifikat secara keluruhan.
----DAFTAR PUSTAKA
Anis Ibrahim (2007), Hukum Positif Indonesia (Sketsa Asas),
Pustaka Magester Semarang.
Boedi Harsono (2008) Hukum Agraria Indonesia Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraia. Djambatan,
Jakarta.
Muslan Abdurrahman (2009) Sosiologi dan Metode Penelitian
Hukum, UMM Press, Malang.
Soerjono Soekamto (2010) Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press,
Jakarta.
Suharsimi Arikunto, edisi revisi (2010) Prosedur Penelitian, PT.
Rineka Cipta, Jakarta.
Supriadi (2010) Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta.
Syahyuti (2011) Landreform di Indonesia. Makalah.
http;//syahyuti.wordpess.com/2012/01/05/delandreformis
asi-sebagai-gejala-anti-landreform-di-indonesia/
Urip Santoso (2012) Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana
Prenada, Jakarta.
Zainuddin Ali (2010), Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai