NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN ANGGOTA Abdul Haris - Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman Jl. Mahakam No. 7 Lumajang ABSTRAK Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dalam upaya mensejahterakan anggota belum mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggota. Kelahiran UU Koperasi dikhawatirkan akan membahayakan perkembangan koperasi di Indonesia. Karena tidak berpihak pada koperasi seperti pada pengertian koperasi, keanggotaan, pengawas, modal dan jenis koperasi serta istilah-istilah yang digunakan sehingga pada akhirnya implementasi menjadi sulit. Kata Kunci: UU Perkoperasian, Kesejahteraan Anggota A. PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan mengutamakan kemakmuran perseorangan dan perusahaan yang sesuai dengan hal ini adalah koperasi. Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip koperasi, karena itu koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-seorang. Hasil survey tahun 2013 jumlah koperasi di Tanah Air kurang lebih mencapai 194.000 buah. Mereka juga tumbuh ratarata 5 persen per tahun1. Menurut Kementrian Koperasi dan Usaha 1
Surya Tertantang Kondisi Koperasi 13 Juli 2013
48
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
Kecil Menengah, jumlah koperasi meningkat dari 170.411 unit
pada 2009 menjadi 200.808 koperasi pada pertengahan 2013. Jumlah anggota koperasi juga meningkat dari 29.240.271 anggota pada 2009 menjadi 34.685.145 anggota pada Juni 2013.2 Tapi sangat di sayangkan tidak ada yang mampu bersaing secara global dan juga apabila ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Sebagian koperasi belum berperan secara signifikan kontribusinya terhadap perokonomian nasional. UU Koperasi Nomor 25 tahun 1992 diganti, karena sudah tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian di Indonesia. Inilah landasan utama lahirnya Undang-Undang perkoperasian terbaru. UU tentang perkoperasian Nomor 17 Tahun 2012 ini merupakan pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992 yang memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi. UU Koperasi menegaskan bahwa tujuan dan kegiatan koperasi harus disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi anggotanya agar menjadi sarana para anggota memenuhi kebutuhan ekonomi dan meraih sejahtera bersama. Dengan demikian partisipasi anggota dalam kegiatan usaha koperasi amatlah penting. Anggota juga memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat, saran, dan kritik membangun untuk kemajuan koperasi. Hal inilah yang sering dilalaikan banyak koperasi dalam prakteknya3. Follow up dari lahirnya UU Nomor 17 tahun 2012, strategi yang harus dilaksanakan instansi pemberdaya gerakan koperasi adalah melakukan sosialisasi atas Undang-undang tentang perkoperasian terbaru tersebut. Sosialisasi menjadi prioritas untuk menyebarluaskan informasi tersebut, karena melibatkan seluruh aparat instansi dan seluruh aparat instansi internal yang dimiliki Kementrian Koperasi dan UKM di seluruh Propinsi di Indonesia.
2 3
Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013 hal 6
Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013 hal 6
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
49
Keberadaan UU tentang Perkoperasian diharapkan mampu
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi koperasi pada masa mendatang. Namun dalam realitanya kelahiran Undang-undang kopersai terbaru ini disambut dengan pro dan kontra karena khawatir akan membahayakan perkembangan koperasi di Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penerapan diperkoperasian ada Pasal-Pasal yang belum dapat bisa diterima dengan berbagai macam alasan, sehingga penulis membuat judul Analisis Yuridis Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Dalam Upaya Mensejahterakan AnggotA. B. RUMUSAN MASALAH 1) Bagaimana eksistensi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dalam upaya mensejahterakan anggota dapat dicapai? 2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian belum mampu mensejahterakan anggota? C. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta yang ada, kemudian menganalisis data yang diperoleh sistematis, faktual dan akurat terkait dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian pada suatu koperasi simpan pinjam. Untuk mendapatkan data dalam rangka mendapatkan informasi data dan konfirmasi data yang komprehensif sebagai bahan perbandingan eksistensi Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dengan mencari data dan dokumentasi hukum di di KPRI Sejahtera Lumajang. Untuk memperoleh data yang obyektif dalam penelitian yang dilakukan, peneliti menggunakan metode berupa data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, dalam metode studi kepustakaan data yang diperoleh melalui cara mempelajari atau memahami literatur atau karya karya ilmiah di bidang hukum. Sumber data seperti ini di sebut sumber data sekunder.4 4
Ibid
50
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
Data yang didapat dianalisis dengan mengunakan analisis
data induksi artinya bertitik tolak dari pengertian maupun permasalahan yang bersifat khusus ditarik kesimpulan yang bersifat umum. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN D.1. Eksistensi KPRI Sejahtera Berdirinya KPRI Sejahtera berawal dari kumpulan orangorang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Tingkat II Kabupaten Lumajang yang langsung bernaung dari Kantor Propinsi Tingkat I Jawa Timur yang berpusat di Surabaya. Adapun tujuan awal di bentuknya koperasi supaya terciptanya kerukunan dan sifat kebersamaan dalam upaya saling membantu kepentingan antar komunitas dilingkungan kantor Cabang Dinas. Anggota yang terhimpun kurang lebih 45 orang dengan pendiri diantaranya : Drs Furkan Sidiq yang menjabat sebagai Kepala Urusan Kepegawaian cabang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu dengan dibantu rekan sekantor Sholeh, Miston, Eko Sulistyanto dan Nahadi yang berdiri tahun 1985. Sebagai Koperasi yang langsung di bawah naungan Dinas Pendidikan maka KPRI Sejahtera mempunyai Visi : Menjadi Koperasi Primer untuk memajukan kesejahteraan anggota dengan pengelolaan organisasi dan usaha yang mandiri, terbuka, kokoh, berkembang, profesional dan terpercaya sehingga mampu mengembangkan keterpaduan dan kemandirian secara adil serta berperan nyata sebagai gerakan koperasi simpan pinjam untuk membangun tatanan perekonomian dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 KPRI Sejahtera mempunyai misi : 1. Mengajak seluruh anggota KPRI Sejahtera, agar dapat bersama-sama, bersatu padu dan beritikad baik dalam membangun ekonomi kerakyatan secara bergotong royong dalam bentuk Koperasi Simpan Pinjam dan Serba Usaha 2. Mengembangkan manajemen yang efektif dan efisien berlandaskan prinsip dasar dan nilai-nilai koperasi dengan memanfaatkan secara arif ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan organisasi yang dikelola koperasi maupun anggotanya.
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
3.
4.
51
Meningkatkan profesionalisme dan etika bisnis perkoperasian
serta siapapun yang bertugas dalam penyelenggaraan kegiatan koperasi secara berkelanjutan. Pemberdayaan Sumber Daya Perkoperasian melalui kegiatan pembinaan, konsultatif, advokasi dan pelatihan insan koperasi dibidang manajemen dan bisnis, sehingga tercipta kader-kader koperasi yang handal, berbudaya dan profesional.
D.2. Analisis Yuridis Eksistensi Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2012 Tentang Perkoperasian Meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian sudah di berlakukan namun Implementasi UndangUndang tersebut di beberapa koperasi belum dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Berikut ini beberapa Pasal yang belum bisa di terapkan di KPRI Sejahtera beserta alasannya antara lain : 1. Pasal 1 ayat (1) Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi. Pada definisi terbaru ini koperasi lebih mirip dengan CV karena adanya pembedaan kekayaan para anngotanya 2. Bab VII (Tentang Modal) Modal Koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.. Setoran pokok dibayarkan oleh anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan sebagai anggota dan tidak dapat di kembalikan. Sertifikat Modal Koperasi dari seorang anggota yang meninggal dapat dipindahan kepada ahli warisnya atau dapat dipindahkan kepada anggota lain oleh pengurus dan hasilnya diserahkan kepada ahli waris yang bersangkutan. Keadaan ini memunculkan penafsiran bahwa setoran pokok hampir sama dengan saham pada sebuah perusahaan hanya saja setoran pokok ini tidak mempunyai hak suara. 3. Pasal 82 dan Pasal 83 (Tentang Jenis-jenis Koperasi) Setiap koperasi mencantumkan jenis koperasi dalam Anggaran Dasar. Jenis koperasi sebagaimana yang dimaksud terdiri dari : koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan
52
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
koperasi simpan pinjam. Kedua Pasal tersebut membatasi usaha
koperasi dengan menentukan satu koperasi satu jenis usaha. Dengan demikian memunculkan berbagai kerancuan dan kerugian bagi koperasi-koperasi yang sudah berjalan, baik secara jenis koperasi maupun jenis-jenis usaha yang telah dibangunnya. Mengingat untuk menyusun usaha dengan segala investasi yang telah di keluarkan dan tata kelola yang telah di sistemkan bukanlah pekerjaan mudah dan memiliki dampak yang sangat besar bagi anggota. 4. Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pengawas bertugas mengusulkan calon Pengurus. Dalam Pasal ini fungsi badan pengawas sangat dominan, kondisi ini biasa mengakibatkan pengawas akan mempunyai doktrin terhadap kinerja orang-orang yang ada di koperasi. Dalam Pasal ini tersirat hak dan kesempatan yang melekat pada setiap anggota untuk memilih dan di pilih sebagai pengurus akan hilang, dan ini mematikan karakteristik dan budaya organisasi koperasi yaitu demokrasi koperasi karena akan menjadi sarana kepentingan individu atau golongan tertentu serta membatasi kewenangan pengurus dan keterlibatan anggota. Pengawas yang tidak mempunyai komitmen dan rasa memiliki akan kemajuan koperasi akan mudah dipengaruhi untuk memilih dan mengusulkan namanama tertentu untuk menjadi pengurus yang bisa saja nama-nama tersebut hanya mengedepankan kepentingan pribadi semata. 5. Pasal 56 ayat (1): Pengurus di pilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas. Kondisi ini mengakibatkan konflik intern dan dapat memunculkan transaksi politik atau KKN antara Pengawas dan calon Pengurus akibat seseorang dapat menjadi Pengurus hanya apabila di usulkan oleh Pengawas walaupun pemilihan dan pengangkatan dilakukan pada Rapat Anggota. Selain itu peran Rapat Anggota dalam mengendalikan koperasi di batasi dan anggota kehilangan hak untuk mengusulkan Pengurus karena rapat Anggota hanya memilih dan mengangkat Pengurus yang di usulkan Pengawas. Anggota yang mempunyai hubungan dekat dengan Pengawas akan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menjadi Pengurus dibanding dengan anggota yang mempunyai
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
53
hubungan yang biasa-biasa saja meskipun anggota tersebut secara
skill lebih berkompeten untuk menjadi pengurus. 6. Pasal 55 ayat (1) Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik anggota maupun non anggota. Pengurus adalah salah satu fungsi penting dari sebuah koperasi. Mereka salah satu motor penggerak akan maju tidaknya suatu koperasi. Apabila pengurus terdiri dari mereka yang tidak komitmen dalam mengelola koperasi maka yang terjadi hanyalah akan menghancurkan koperasi. Adanya pengurus yang bukan anggota koperasi memungkinkan munculnya kepentingan pribadi atas usaha koperasi serta mengakibatkan pengurangan hak setiap anggota untuk menjadi pengurus koperasi. Lagipula kondisi ini mengakibatkan terhentinya proses pengkaderan yang seharusnya menjadi salah satu tugas koperasi terhadap anggota. Rasa kebersamaan dan saling memiliki terhadap koperasi akan minim dimiliki oleh pengurus yang berasal dari non anggota dan ini bias mempengaruhi kinerja pengurus itu sendiri. KPRI Sejahtera tidak menerapkan Pasal ini dengan beberapa alasan diatas sehingga pengurus masih dipilih dari anggota koperasi sendiri. 7. Pasal 78 ayat (2) Tentang Surplus Hasil Usaha (SHU) Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan non Anggota. Yang dimaksudkan dengan transaksi dengan Non anggota adalah transaksi yang berasal dari misalnya bank. KPRI Sejahtera tidak menggunakan ketentuan yang berlaku di Undang-Undang terbaru ini dengan alasan hasil dari usaha koperasi baik yang berasal dari anggota (simpanan pokok) ataupun non anggota (pinjaman bank) merupakan hak setiap anggota. Sesuai dengan definisi koperasi bahwa badan usaha ini merupakan milik bersama serta anggota koperasi sebagai pemilik dan pengguna jasa seharusnya juga berhak menerima sisa hasil usaha baik dari anggota maupun non anggota, dengan demikian kesejahteraan bersama antar anggota akan terwujud dan terhindarkan sikap individualisme . Adapun pada kenyataannya perbedaan pendapatan SHU yang diterima oleh masing-masing anggota dipengaruhi oleh keaktifan anggota itu sendiri dalam bertransaksi dengan koperasinya seperti besar kecilnya jumlah pinjaman baik dalam bentuk uang ataupun barang.
54
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
D.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan UU No. 17 Tahun 2012
Belum Mampu Mensejahterakan Anggota Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 memang sudah ditetapkan namun masih banyak koperasi yang belum melaksanakannya termasuk KPRI Sejahtera. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan seperti yang telah di jelaskan sebelumnya dimana alas an-alasan tersebut sebagaian besar berkenaan dengan masalah kesejahteraan anggota. Selain alasanalasan yang telah di kemukakan masih ada faktor-faktor intern yang menyebabkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 belum dapat di laksanakan sehingga tetap menyebabkan kurangnya kesejahteraan anggota baik yang bersifat materi maupun non materi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor Modal Modal di peroleh dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah anggota namun pada kenyataannya ada beberapa pihak yang menyetorkan dana pribadi sebagai modal dengan perhitungan keuntungan yang sama. Hal ini menimbulkan ketimpangan kesejahteraan pada anggota. Dan jikalau aturan terbaru tentang modal di terapkan di koperasi ini maka ketimpangan tersebut akan semakin besar. Hal ini akan mengakibatkan hak yang diperoleh anggota cuma dari Sisa Hasil Usaha Pinjaman, Sedangkan pihak lain yang menyertakan simpanan modal akan memperoleh dari Sisa Hasil Usaha Pinjaman serta dari bunga Simpanan modalnya,sehingga keuntungan yang diperoleh Anggota bisa dikatakan berkurang karena ada alokasi hasil keuntungan dari simpanan modal pribadi dari pihak penyimpan modal tersebut. 2. Faktor Pengurus KPRI Sejahtera masih menggunakan aturan yang lama tentang pengangkatan pengurus yaitu pengurus masih di pilih oleh Rapat Anggota meskipun pada kenyataannya pemilihan pengurus berdasarkan aklamasi beberapa orang saja namun meskipun demikian yang terjadi di koperasi ini pengurus adalah orang-orang yang sama dari satu periode ke periode berikutnya meskipun orang-orang tersebut kurang berkompeten di bidangnya. Kurang kompetennya pengurus yang berjumlah 11 orang ini dapat dilihat dari kurangnya koordinasi dalam pengambilan keputuan sehingga
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
55
keputusan yang diperoleh kurang absolute. Pengurus yang tetap
untuk tiap periodenya mengakibatkan hilangnya regenarasi pengurus dan ini berarti juga hilangnya kesempatan para anggota untuk menjadi pengurus serta kurang berkembangnya ide kreatif karena pengurus hanya orang orang muka lama sedangkan dari para anggota masih banyak yang berkopeten hal ini dapat dilihat dari Rapat Kerja dan Rapat Akhir Tahunan selalu ada argument dan ide ide yang selalu membangun untuk berkembangnya kelangsungan KPRI sejahtera Lumajang. 3. Faktor pengawas Pengawas yang dipilih hanya berdasarkan faktor kolega dan teman sejawat tanpa melihat kemampuan atau skill yang sesuai dengan bidangnya dan hal ini mengakibatkan kinerja pengawas kurang maksimal. Kurangnya kerjasama antara pengawas, pengurus dan anggota menimbulkan adanya kesenjangan di antara ketiganya sehingga dalam pengambilan suatu keputusan misalnya ada beberapa perbedaan dan akhirnya muncul asumsi yang berbeda pada anggota dan karyawan. Misalnya pada karyawan koperasi, munculnya asumsi yang berbeda pada masing-masing karyawan terhadap sebuah keputusan pengawas akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam berkerja,begitu juga antara pengurus dan pengurus yang lainnya kurang adanya komunikasi yang berarti ini disebabkan bertemunya antar pengurus dan pengawas hanya satu kali dalam Rapat Bulanan yang diadakan minggu terakhir setiap bulannya sehingga permasalahan kurang terpecahkan dengan sempurna, sehingga permasalan yang selalu tahu justru karyawan setiap harinya. 4. Rapat Anggota Rapat Anggota merupakan forum tertinggi koperasi yang dihadiri oleh anggota sebagai pemilik koperasi. Diantara wewenang Rapat Anggota adalah memilih, mengangkat, memberhantikan pengurus dan pengawas serta mengesahkan pertanggung jawaban pengurus pengawas. Namun pada kenyataannya di KPRI ini Rapat Anggota hampir tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Rapat Anggota yang seharusnya di hadiri oleh seluruh anggota koperasi atau setidaknya setengah dari jumlah anggota tidaklah terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah anggota. Sistematika peserta Rapat Anggota
56
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
yang hadir atau lebih kongkritnya mendapat undangan adalah
bergantian sehingga mengakibatkan anggota yang hadir pada Rapat Anggota yang pertama tidaklah sama dengan Rapat Anggota yang kedua sehingga pada keputusan dan kebijakan yang berjalan tidak bisa di kontrol dan di evaluasi oleh anggota yang sama. Kondisi seperti ini sangatlah tidak baik bagi perkembangan koperasi selain itu juga akan muncul praduga negatif diantara para anggota serta mengebiri hak anggota untuk selalu hadir pada tiaptiap Rapat Anggota. E. PENUTUP Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dalam upaya mensejahterakan anggota belum mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggota. Kelahiran UU Koperasi dikhawatirkan akan membahayakan perkembangan koperasi di Indonesia. Karena tidak berpihak pada koperasi seperti pada pengertian koperasi, keanggotaan, pengawas, modal dan jenis koperasi serta istilah-istilah yang digunakan sehingga pada akhirnya implementasi menjadi sulit. Faktor-faktor yang menyebabkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian belum mampu mensejahterakan anggota adalah pertama; faktor modal dimana modal di peroleh dari simpanan pokok dan simpanan pribadi dari beberapa pihak tertentu sehingga pembagian keuntungan anggota akan berbeda, kedua; faktor pengurus yang mana pengurus di pilih langsung oleh pengawas sehingga memungkinkan akan timbulnya koneksi dan nepotisme dan hal ini akan mengebiri hak anggota untuk menjadi pengurus, ketiga; faktor pengawas sangat dominan peranannya seperti mengangkat dan memberhentikan pengurus dan ini bisa mengaburkan fungsi dari rapat anngota sebagai tempat pengambilan keputusan tertinggi. Saran yang perlu disampaikan adalah (1) Perlu adanya upaya kebijakan pemerintah agar nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk mensejahterakan anggota dengan memenuhi aspirasi dan kebutuhan dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian terhadap semua koperasi di Indonesia agar tidak terjebak pada
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
57
hukum yang berorientasi liberal tetapi jiwa gotong royong. (2)
Dibangun komunikasi yang baik antar pengurus, pengawas dan anggota sehingga akan muncul suatu keterikatan emosional kerja yang lebih baik sehingga berakibat munculnya pemikiran yang sama. ------DAFTAR KEPUSTAKAAN Djazh, Dahlan (1980) Pengetahuan Koperasi. PN Balai Pustaka, Jakarta. Hayati, Kulsum Nur, Bambang Puji Raharjo (2005) Ekonomi. Primagama, Yogyakarta. Hendrajogi (1997) Koperasi: Asas, Teori. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Soekanto, Soerjono (2010) Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press, Jakarta. Sulistiyono, Adi, Muhammad Rustamaji (2009) Hukum Ekonomi Sebagai Panglima. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo. ------- (1977) Pengetahuan Perkoprasian. PN Balai Pustaka, Jakarta. Purwanti, Henny (2008) Ekonomi Pembangunan Indonesia. Diktat Kuliah. STIH Jenderal Sudirman, Lumajang. Rusdianti@BlogUGColl Pengertian dan Sejarah Koperasi di Indonesia. http://riyanikusuma.wordpress.com pengertian-koperasi. http://lukmanarif.wordpress.com pengertian-dan-prinsip-prinsipkoperasi. http://lhantank.blogspot.com/2010/11/pola-manajemenkoperasi.html. Undang Undang Dasar 1945. Undang Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi. Undang Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian. Undang Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok- Pokok Perkoperasian. Undang Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Undang-Undang Nomor 25 Tahun1992 tentang perkoperasian. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.
58
ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013
Surya Tertantang Kondisi Koperasi 13 Juli 2013.
Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013. Sujono, Dirjosisworo. 1984. Filsafat Peradilan Pidana. Dan Perbandingan Hukum, Bandung: Armico. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Remisi Wiryono Projodikoro. (1969). Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Djakarta: CV. Magda Wahyu