Anda di halaman 1dari 12

ARGUMENTUM, VOL. 13 No.

1, Desember 2013

47

ANALISIS YURIDIS EKSISTENSI UNDANG UNDANG


NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN
DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN ANGGOTA
Abdul Haris
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman Jl. Mahakam No. 7 Lumajang
ABSTRAK
Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
dalam upaya
mensejahterakan anggota belum
mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai
wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan
kebutuhan anggota. Kelahiran UU Koperasi dikhawatirkan
akan membahayakan perkembangan koperasi di Indonesia.
Karena tidak berpihak pada koperasi seperti pada
pengertian koperasi, keanggotaan, pengawas, modal dan
jenis koperasi serta istilah-istilah yang digunakan sehingga
pada akhirnya implementasi menjadi sulit.
Kata Kunci: UU Perkoperasian, Kesejahteraan Anggota
A. PENDAHULUAN
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) menyatakan
bahwa Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33
antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang
diutamakan bukan mengutamakan kemakmuran perseorangan dan
perusahaan yang sesuai dengan hal ini adalah koperasi. Ketentuan
tersebut sesuai dengan prinsip koperasi, karena itu koperasi
mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun
perekonomian yang berdasar atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat
bukan kemakmuran orang-seorang.
Hasil survey tahun 2013 jumlah koperasi di Tanah Air
kurang lebih mencapai 194.000 buah. Mereka juga tumbuh ratarata 5 persen per tahun1. Menurut Kementrian Koperasi dan Usaha
1

Surya Tertantang Kondisi Koperasi 13 Juli 2013

48

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Kecil Menengah, jumlah koperasi meningkat dari 170.411 unit


pada 2009 menjadi 200.808 koperasi pada pertengahan 2013.
Jumlah anggota koperasi juga meningkat dari 29.240.271 anggota
pada 2009 menjadi 34.685.145 anggota pada Juni 2013.2 Tapi
sangat di sayangkan tidak ada yang mampu bersaing secara global
dan juga apabila ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki
sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Sebagian koperasi
belum berperan secara signifikan kontribusinya terhadap
perokonomian nasional.
UU Koperasi Nomor 25 tahun 1992 diganti, karena sudah
tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan
perkoperasian di Indonesia. Inilah landasan utama lahirnya
Undang-Undang perkoperasian terbaru. UU tentang perkoperasian
Nomor 17 Tahun 2012 ini merupakan pengganti UU Nomor 25
Tahun 1992 yang memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu
mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat,
kuat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya yang mendasarkan
kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi.
UU Koperasi menegaskan bahwa tujuan dan kegiatan
koperasi harus disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi
anggotanya agar menjadi sarana para anggota memenuhi
kebutuhan ekonomi dan meraih sejahtera bersama. Dengan
demikian partisipasi anggota dalam kegiatan usaha koperasi
amatlah penting. Anggota juga memiliki kebebasan untuk
mengemukakan pendapat, saran, dan kritik membangun untuk
kemajuan koperasi. Hal inilah yang sering dilalaikan banyak
koperasi dalam prakteknya3.
Follow up dari lahirnya UU Nomor 17 tahun 2012, strategi
yang harus dilaksanakan instansi pemberdaya gerakan koperasi
adalah melakukan sosialisasi atas Undang-undang tentang
perkoperasian terbaru tersebut. Sosialisasi menjadi prioritas untuk
menyebarluaskan informasi tersebut, karena melibatkan seluruh
aparat instansi dan seluruh aparat instansi internal yang dimiliki
Kementrian Koperasi dan UKM di seluruh Propinsi di Indonesia.

2
3

Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013 hal 6


Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013 hal 6

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

49

Keberadaan UU tentang Perkoperasian diharapkan mampu


mengatasi masalah-masalah yang dihadapi koperasi pada masa
mendatang. Namun dalam realitanya kelahiran Undang-undang
kopersai terbaru ini disambut dengan pro dan kontra karena
khawatir akan membahayakan perkembangan koperasi di
Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penerapan diperkoperasian ada
Pasal-Pasal yang belum dapat bisa diterima dengan berbagai
macam alasan, sehingga penulis membuat judul Analisis Yuridis
Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Dalam
Upaya Mensejahterakan AnggotA.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana eksistensi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian dalam upaya mensejahterakan anggota
dapat dicapai?
2) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian belum mampu
mensejahterakan anggota?
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan fakta-fakta yang
ada, kemudian menganalisis data yang diperoleh sistematis,
faktual dan akurat terkait dengan diberlakukannya UndangUndang Nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian pada suatu
koperasi simpan pinjam.
Untuk mendapatkan data dalam rangka mendapatkan
informasi data dan konfirmasi data yang komprehensif sebagai
bahan perbandingan eksistensi Undang-Undang Nomor 17 tahun
2012 tentang Perkoperasian dengan mencari data dan
dokumentasi hukum di di KPRI Sejahtera Lumajang.
Untuk memperoleh data yang obyektif dalam penelitian
yang dilakukan, peneliti menggunakan metode berupa data
sekunder diperoleh dari studi kepustakaan, dalam metode studi
kepustakaan data yang diperoleh melalui cara mempelajari atau
memahami literatur atau karya karya ilmiah di bidang hukum.
Sumber data seperti ini di sebut sumber data sekunder.4
4

Ibid

50

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Data yang didapat dianalisis dengan mengunakan analisis


data induksi artinya bertitik tolak dari pengertian maupun
permasalahan yang bersifat khusus ditarik kesimpulan yang
bersifat umum.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D.1. Eksistensi KPRI Sejahtera
Berdirinya KPRI Sejahtera berawal dari kumpulan orangorang Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Tingkat II
Kabupaten Lumajang yang langsung bernaung dari Kantor Propinsi
Tingkat I Jawa Timur yang berpusat di Surabaya.
Adapun tujuan awal di bentuknya koperasi supaya
terciptanya kerukunan dan sifat kebersamaan dalam upaya saling
membantu kepentingan antar komunitas dilingkungan kantor
Cabang Dinas. Anggota yang terhimpun kurang lebih 45 orang
dengan pendiri diantaranya : Drs Furkan Sidiq yang menjabat
sebagai Kepala Urusan Kepegawaian cabang Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan pada saat itu dengan dibantu rekan sekantor Sholeh,
Miston, Eko Sulistyanto dan Nahadi yang berdiri tahun 1985.
Sebagai Koperasi yang langsung di bawah naungan Dinas
Pendidikan maka KPRI Sejahtera mempunyai Visi : Menjadi
Koperasi Primer untuk memajukan kesejahteraan anggota dengan
pengelolaan organisasi dan usaha yang mandiri, terbuka, kokoh,
berkembang, profesional dan terpercaya sehingga mampu
mengembangkan keterpaduan dan kemandirian secara adil serta
berperan nyata sebagai gerakan koperasi simpan pinjam untuk
membangun tatanan perekonomian dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945
KPRI Sejahtera mempunyai misi :
1. Mengajak seluruh anggota KPRI Sejahtera, agar dapat
bersama-sama, bersatu padu dan beritikad baik dalam
membangun ekonomi kerakyatan secara bergotong royong
dalam bentuk Koperasi Simpan Pinjam dan Serba Usaha
2. Mengembangkan manajemen yang efektif dan efisien
berlandaskan prinsip dasar dan nilai-nilai koperasi dengan
memanfaatkan secara arif ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk pengelolaan organisasi yang dikelola koperasi maupun
anggotanya.

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013


3.

4.

51

Meningkatkan profesionalisme dan etika bisnis perkoperasian


serta siapapun yang bertugas dalam penyelenggaraan kegiatan
koperasi secara berkelanjutan.
Pemberdayaan Sumber Daya Perkoperasian melalui kegiatan
pembinaan, konsultatif, advokasi dan pelatihan insan koperasi
dibidang manajemen dan bisnis, sehingga tercipta kader-kader
koperasi yang handal, berbudaya dan profesional.

D.2. Analisis Yuridis Eksistensi Undang-Undang Nomor 17 Tahun


2012 Tentang Perkoperasian
Meskipun Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian sudah di berlakukan namun Implementasi UndangUndang tersebut di beberapa koperasi belum dapat dilaksanakan
dengan sepenuhnya. Berikut ini beberapa Pasal yang belum bisa di
terapkan di KPRI Sejahtera beserta alasannya antara lain :
1. Pasal 1 ayat (1)
Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
Koperasi. Pada definisi terbaru ini koperasi lebih mirip dengan CV
karena adanya pembedaan kekayaan para anngotanya
2. Bab VII (Tentang Modal)
Modal Koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat
modal koperasi sebagai modal awal.. Setoran pokok dibayarkan
oleh anggota pada saat yang bersangkutan mengajukan
permohonan sebagai anggota dan tidak dapat di kembalikan.
Sertifikat Modal Koperasi dari seorang anggota yang meninggal
dapat dipindahan kepada ahli warisnya atau dapat dipindahkan
kepada anggota lain oleh pengurus dan hasilnya diserahkan kepada
ahli waris yang bersangkutan. Keadaan ini memunculkan
penafsiran bahwa setoran pokok hampir sama dengan saham pada
sebuah perusahaan hanya saja setoran pokok ini tidak mempunyai
hak suara.
3. Pasal 82 dan Pasal 83 (Tentang Jenis-jenis Koperasi)
Setiap koperasi mencantumkan jenis koperasi dalam
Anggaran Dasar. Jenis koperasi sebagaimana yang dimaksud terdiri
dari : koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan

52

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

koperasi simpan pinjam. Kedua Pasal tersebut membatasi usaha


koperasi dengan menentukan satu koperasi satu jenis usaha.
Dengan demikian memunculkan berbagai kerancuan dan kerugian
bagi koperasi-koperasi yang sudah berjalan, baik secara jenis
koperasi maupun jenis-jenis usaha yang telah dibangunnya.
Mengingat untuk menyusun usaha dengan segala investasi yang
telah di keluarkan dan tata kelola yang telah di sistemkan bukanlah
pekerjaan mudah dan memiliki dampak yang sangat besar bagi
anggota.
4. Pasal 50 ayat (1) huruf a, Pengawas bertugas mengusulkan
calon Pengurus.
Dalam Pasal ini fungsi badan pengawas sangat dominan,
kondisi ini biasa mengakibatkan pengawas akan mempunyai
doktrin terhadap kinerja orang-orang yang ada di koperasi. Dalam
Pasal ini tersirat hak dan kesempatan yang melekat pada setiap
anggota untuk memilih dan di pilih sebagai pengurus akan hilang,
dan ini mematikan karakteristik dan budaya organisasi koperasi
yaitu demokrasi koperasi karena akan menjadi sarana kepentingan
individu atau golongan tertentu serta membatasi kewenangan
pengurus dan keterlibatan anggota. Pengawas yang tidak
mempunyai komitmen dan rasa memiliki akan kemajuan koperasi
akan mudah dipengaruhi untuk memilih dan mengusulkan namanama tertentu untuk menjadi pengurus yang bisa saja nama-nama
tersebut hanya mengedepankan kepentingan pribadi semata.
5. Pasal 56 ayat (1): Pengurus di pilih dan diangkat pada Rapat
Anggota atas usul Pengawas.
Kondisi ini mengakibatkan konflik intern dan dapat
memunculkan transaksi politik atau KKN antara Pengawas dan
calon Pengurus akibat seseorang dapat menjadi Pengurus hanya
apabila di usulkan oleh Pengawas walaupun pemilihan dan
pengangkatan dilakukan pada Rapat Anggota. Selain itu peran
Rapat Anggota dalam mengendalikan koperasi di batasi dan
anggota kehilangan hak untuk mengusulkan Pengurus karena rapat
Anggota hanya memilih dan mengangkat Pengurus yang di usulkan
Pengawas. Anggota yang mempunyai hubungan dekat dengan
Pengawas akan mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
menjadi Pengurus dibanding dengan anggota yang mempunyai

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

53

hubungan yang biasa-biasa saja meskipun anggota tersebut secara


skill lebih berkompeten untuk menjadi pengurus.
6. Pasal 55 ayat (1)
Pengurus dipilih dari orang perseorangan, baik anggota
maupun non anggota. Pengurus adalah salah satu fungsi penting
dari sebuah koperasi. Mereka salah satu motor penggerak akan
maju tidaknya suatu koperasi. Apabila pengurus terdiri dari mereka
yang tidak komitmen dalam mengelola koperasi maka yang terjadi
hanyalah akan menghancurkan koperasi. Adanya pengurus yang
bukan anggota koperasi memungkinkan munculnya kepentingan
pribadi atas usaha koperasi serta mengakibatkan pengurangan hak
setiap anggota untuk menjadi pengurus koperasi. Lagipula kondisi
ini mengakibatkan terhentinya proses pengkaderan yang
seharusnya menjadi salah satu tugas koperasi terhadap anggota.
Rasa kebersamaan dan saling memiliki terhadap koperasi akan
minim dimiliki oleh pengurus yang berasal dari non anggota dan ini
bias mempengaruhi kinerja pengurus itu sendiri. KPRI Sejahtera
tidak menerapkan Pasal ini dengan beberapa alasan diatas
sehingga pengurus masih dipilih dari anggota koperasi sendiri.
7. Pasal 78 ayat (2) Tentang Surplus Hasil Usaha (SHU)
Koperasi dilarang membagikan kepada Anggota Surplus
Hasil Usaha yang berasal dari transaksi dengan non Anggota. Yang
dimaksudkan dengan transaksi dengan Non anggota adalah
transaksi yang berasal dari misalnya bank. KPRI Sejahtera tidak
menggunakan ketentuan yang berlaku di Undang-Undang terbaru
ini dengan alasan hasil dari usaha koperasi baik yang berasal dari
anggota (simpanan pokok) ataupun non anggota (pinjaman bank)
merupakan hak setiap anggota. Sesuai dengan definisi koperasi
bahwa badan usaha ini merupakan milik bersama serta anggota
koperasi sebagai pemilik dan pengguna jasa seharusnya juga
berhak menerima sisa hasil usaha baik dari anggota maupun non
anggota, dengan demikian kesejahteraan bersama antar anggota
akan terwujud dan terhindarkan sikap individualisme . Adapun
pada kenyataannya perbedaan pendapatan SHU yang diterima
oleh masing-masing anggota dipengaruhi oleh keaktifan anggota
itu sendiri dalam bertransaksi dengan koperasinya seperti besar
kecilnya jumlah pinjaman baik dalam bentuk uang ataupun barang.

54

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

D.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan UU No. 17 Tahun 2012


Belum Mampu Mensejahterakan Anggota
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 memang sudah
ditetapkan namun masih banyak koperasi yang belum
melaksanakannya termasuk KPRI Sejahtera. Dengan berbagai
alasan dan pertimbangan seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya dimana alas an-alasan tersebut sebagaian besar
berkenaan dengan masalah kesejahteraan anggota. Selain alasanalasan yang telah di kemukakan masih ada faktor-faktor intern
yang menyebabkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 belum
dapat di laksanakan sehingga tetap menyebabkan kurangnya
kesejahteraan anggota baik yang bersifat materi maupun non
materi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor Modal
Modal di peroleh dari simpanan pokok, simpanan wajib,
dana cadangan dan hibah anggota namun pada kenyataannya ada
beberapa pihak yang menyetorkan dana pribadi sebagai modal
dengan perhitungan keuntungan yang sama. Hal ini menimbulkan
ketimpangan kesejahteraan pada anggota. Dan jikalau aturan
terbaru tentang modal di terapkan di koperasi ini maka
ketimpangan tersebut akan semakin besar. Hal ini akan
mengakibatkan hak yang diperoleh anggota cuma dari Sisa Hasil
Usaha Pinjaman, Sedangkan pihak lain yang menyertakan
simpanan modal akan memperoleh dari Sisa Hasil Usaha Pinjaman
serta dari bunga Simpanan modalnya,sehingga keuntungan yang
diperoleh Anggota bisa dikatakan berkurang karena ada alokasi
hasil keuntungan dari simpanan modal pribadi dari pihak
penyimpan modal tersebut.
2. Faktor Pengurus
KPRI Sejahtera masih menggunakan aturan yang lama
tentang pengangkatan pengurus yaitu pengurus masih di pilih oleh
Rapat Anggota meskipun pada kenyataannya pemilihan pengurus
berdasarkan aklamasi beberapa orang saja namun meskipun
demikian yang terjadi di koperasi ini pengurus adalah orang-orang
yang sama dari satu periode ke periode berikutnya meskipun
orang-orang tersebut kurang berkompeten di bidangnya. Kurang
kompetennya pengurus yang berjumlah 11 orang ini dapat dilihat
dari kurangnya koordinasi dalam pengambilan keputuan sehingga

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

55

keputusan yang diperoleh kurang absolute. Pengurus yang tetap


untuk tiap periodenya mengakibatkan hilangnya regenarasi
pengurus dan ini berarti juga hilangnya kesempatan para anggota
untuk menjadi pengurus serta kurang berkembangnya ide kreatif
karena pengurus hanya orang orang muka lama sedangkan dari
para anggota masih banyak yang berkopeten hal ini dapat dilihat
dari Rapat Kerja dan Rapat Akhir Tahunan selalu ada argument dan
ide ide yang selalu membangun untuk berkembangnya
kelangsungan KPRI sejahtera Lumajang.
3. Faktor pengawas
Pengawas yang dipilih hanya berdasarkan faktor kolega dan
teman sejawat tanpa melihat kemampuan atau skill yang sesuai
dengan bidangnya dan hal ini mengakibatkan kinerja pengawas
kurang maksimal. Kurangnya kerjasama antara pengawas,
pengurus dan anggota menimbulkan adanya kesenjangan di antara
ketiganya sehingga dalam pengambilan suatu keputusan misalnya
ada beberapa perbedaan dan akhirnya muncul asumsi yang
berbeda pada anggota dan karyawan. Misalnya pada karyawan
koperasi, munculnya asumsi yang berbeda pada masing-masing
karyawan terhadap sebuah keputusan pengawas akan
menyebabkan ketidakharmonisan dalam berkerja,begitu juga
antara pengurus dan pengurus yang lainnya kurang adanya
komunikasi yang berarti ini disebabkan bertemunya antar
pengurus dan pengawas hanya satu kali dalam Rapat Bulanan yang
diadakan minggu terakhir setiap bulannya sehingga permasalahan
kurang terpecahkan dengan sempurna, sehingga permasalan yang
selalu tahu justru karyawan setiap harinya.
4. Rapat Anggota
Rapat Anggota merupakan forum tertinggi koperasi yang
dihadiri oleh anggota sebagai pemilik koperasi. Diantara
wewenang Rapat Anggota adalah memilih, mengangkat,
memberhantikan pengurus dan pengawas serta mengesahkan
pertanggung jawaban pengurus pengawas. Namun pada
kenyataannya di KPRI ini Rapat Anggota hampir tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Rapat Anggota yang seharusnya di hadiri
oleh seluruh anggota koperasi atau setidaknya setengah dari
jumlah anggota tidaklah terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya jumlah anggota. Sistematika peserta Rapat Anggota

56

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

yang hadir atau lebih kongkritnya mendapat undangan adalah


bergantian sehingga mengakibatkan anggota yang hadir pada
Rapat Anggota yang pertama tidaklah sama dengan Rapat Anggota
yang kedua sehingga pada keputusan dan kebijakan yang berjalan
tidak bisa di kontrol dan di evaluasi oleh anggota yang sama.
Kondisi seperti ini sangatlah tidak baik bagi perkembangan
koperasi selain itu juga akan muncul praduga negatif diantara para
anggota serta mengebiri hak anggota untuk selalu hadir pada tiaptiap Rapat Anggota.
E. PENUTUP
Eksistensi UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
dalam upaya mensejahterakan anggota belum mencerminkan nilai
dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk
memenuhi aspirasi dan kebutuhan anggota. Kelahiran UU Koperasi
dikhawatirkan akan membahayakan perkembangan koperasi di
Indonesia. Karena tidak berpihak pada koperasi seperti pada
pengertian koperasi, keanggotaan, pengawas, modal dan jenis
koperasi serta istilah-istilah yang digunakan sehingga pada
akhirnya implementasi menjadi sulit.
Faktor-faktor yang menyebabkan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian belum mampu
mensejahterakan anggota adalah pertama; faktor modal dimana
modal di peroleh dari simpanan pokok dan simpanan pribadi dari
beberapa pihak tertentu sehingga pembagian keuntungan anggota
akan berbeda, kedua; faktor pengurus yang mana pengurus di pilih
langsung oleh pengawas sehingga memungkinkan akan timbulnya
koneksi dan nepotisme dan hal ini akan mengebiri hak anggota
untuk menjadi pengurus, ketiga; faktor pengawas sangat dominan
peranannya seperti mengangkat dan memberhentikan pengurus
dan ini bisa mengaburkan fungsi dari rapat anngota sebagai
tempat pengambilan keputusan tertinggi.
Saran yang perlu disampaikan adalah (1) Perlu adanya
upaya kebijakan pemerintah agar nilai dan prinsip perkoperasian
sebagai wadah usaha bersama untuk mensejahterakan anggota
dengan memenuhi aspirasi dan kebutuhan dalam melaksanakan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian
terhadap semua koperasi di Indonesia agar tidak terjebak pada

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

57

hukum yang berorientasi liberal tetapi jiwa gotong royong. (2)


Dibangun komunikasi yang baik antar pengurus, pengawas dan
anggota sehingga akan muncul suatu keterikatan emosional kerja
yang lebih baik sehingga berakibat munculnya pemikiran yang
sama.
------DAFTAR KEPUSTAKAAN
Djazh, Dahlan (1980) Pengetahuan Koperasi. PN Balai Pustaka,
Jakarta.
Hayati, Kulsum Nur, Bambang Puji Raharjo (2005) Ekonomi.
Primagama, Yogyakarta.
Hendrajogi (1997) Koperasi: Asas, Teori. PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta.
Soekanto, Soerjono (2010) Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press,
Jakarta.
Sulistiyono, Adi, Muhammad Rustamaji (2009) Hukum Ekonomi
Sebagai Panglima. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.
------- (1977) Pengetahuan Perkoprasian. PN Balai Pustaka, Jakarta.
Purwanti, Henny (2008) Ekonomi Pembangunan Indonesia.
Diktat Kuliah. STIH Jenderal Sudirman, Lumajang.
Rusdianti@BlogUGColl Pengertian dan Sejarah Koperasi di
Indonesia.
http://riyanikusuma.wordpress.com pengertian-koperasi.
http://lukmanarif.wordpress.com pengertian-dan-prinsip-prinsipkoperasi.
http://lhantank.blogspot.com/2010/11/pola-manajemenkoperasi.html.
Undang Undang Dasar 1945.
Undang Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi.
Undang Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian.
Undang Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok- Pokok
Perkoperasian.
Undang Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun1992 tentang perkoperasian.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.

58

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Surya Tertantang Kondisi Koperasi 13 Juli 2013.


Kompas Mengembalikan Jati Diri Koperasi 17 Juli 2013.
Sujono, Dirjosisworo. 1984. Filsafat Peradilan Pidana. Dan
Perbandingan Hukum, Bandung: Armico.
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Remisi
Wiryono Projodikoro. (1969). Asas-Asas Hukum Pidana di
Indonesia. Djakarta: CV. Magda Wahyu

Anda mungkin juga menyukai