Anda di halaman 1dari 14

ARGUMENTUM, VOL. 13 No.

1, Desember 2013

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA OLEH KEPALA DESA


DALAM PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF
(STUDI DI KABUPATEN LUMAJANG)
Anwar Sanusi
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jenderal Sudirman Jl. Mahakam No. 7 Lumajang
ABSTRAK
Berdasarkan konsep hukum progresif tersebut, proses
penyelesaian kasus pidana yang dilakukan oleh seorang Kepala
Desa boleh dilakukan dan tidak bententangan dengan hukum
selama seluruh pihak telah bersepakat dan tidak ada yang
berkeberatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penyelesaian
tersebut kasus tersebut telah mencapai rasa keadilan. Dimana
dalam hukum progresif ini, faktor keadilan adalah faktor
utama, meskipun mengabaikan faktor lainnya yaitu faktor
kepastian hukum, tetapi faktor keadilan dapat tercapai.
Kata Kunci: Perkara Pidana, Kepala Desa, Hukum
Progresif.
A. PENDAHULUAN
Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum terkecil yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakatnya berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh negara.
Desa adalah bagian dari sebuah kecamatan. Setiap desa
dipimpin oleh seorang kepala desa. Kepala desa dipilih langsung
oleh masyarakat di desa tersebut. Masa jabatan kepala desa adalah
enam tahun. Ia dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa
jabatan berikutnya. Sesudah itu, ia tidak boleh lagi mengikuti
pemilihan calon kepala desa. Seorang kepala desa dilantik oleh
bupati/wali kota. Kepala desa mendapatkan gaji (upah) bukan dari
pemerintah, tetapi dari hasil pengolahan tanah yang diserahkan
untuk diolah. Di daerah Jawa dikenal dengan tanah bengkok atau
tanah carik.1
1

http://www.imammurtaqi.com/

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh


perangkat desa. Perangkat desa tersebut disesuaikan dengan
kebutuhan di desa. Pamong desa atau perangkat terdiri atas:
a. Sekretaris Desa (Sekdes) atau Carik.
b. Kepala Urusan (Kaur).
c. Kepala dusun atau kebayan.2
Di Kabupaten Lumajang penyelenggaraan pemerintahan
desa diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten
Lumajang Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa (Lembaran Daerah
Kabupaten Lumajang Tahun 2006 Seri E Nomor 13) dan Pertaturan
Daerah Kabupaten Lumajang Nomor 20 tentang Kewenangan Desa.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, seorang
kepala desa memiliki kewenangan yang terbatas sebagaimana yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Bahkan
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dilakukan secara
bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)3 yang
berkedudukan sebagai pengawas dan legislator tingkat desa.
Sehingga segala bentuk kebijakan yang menyangkut kepentingan
desa dan masyarakat desa diputuskan bersama dan dengan
persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Namun yang terjadi di lapangan banyak sekali
ketimpangan-ketimpangan yang dilakukan oleh kepala desa dalam
menjalankan peran, fungsi, tugas, dan kewenangannya. Salah satu
contoh yang terjadi di Desa Yosowilangun Kidul Kecamatan
Yosowilangun Kabupaten Lumajang, dimana seorang kepala desa
menyelesaikan kasus pidana murni berupa pengerusakan,
penganiayaan, dan perampasan harta benda yang dilakukan
sekelompok orang terhadap seorang korban. Kasus pidana4 murni
2

Sarman (2012) Hukum Pemerintahan Daarah di Indonesia. Rineka


Cipta, Jakarta, hal. 289
3
Sarman (2012) Hukum Pemerintahan Daarah di Indonesia. Rineka
Cipta, Jakarta, hal. 289
4
Menurut Moerljatno, pidana adalah suatu penderitaan yang sengaja
dijatuhkan/diberikan oleh negara pada seseorang atau beberapa orang sebagai
akibat hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan
hukum pidana. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan
pidana (kepada siapa yang melanggar hukuman tersebut), untuk singkatnya
dinamakan perbuatan pidana atau delik. Moelyatno (2008) Asas-Asas Hukum
Pidana. Rineka Cipta, Jakarta, hal. 2

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

ini diselesaikan sendiri oleh kepala desa sampai tuntas tanpa


adanya penindakan dari negara (aparat kepolisian, kejaksaan, dan
pihak pengadilan).
Secara hukum formal, tindakan kepala desa ini telah
melampaui tugas dan wewenangnya sebagai kepala desa, karena
seorang kepala desa tidak memiliki kewenangan sebagai penyidik,
pemutus perkara pidana murni sebagaimana yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai berikut: Pasal 4
Penyelidik adalah setiap pejabat kepolisian Negara; Pasal 6
Penyidik adalah pejabat polisi atau pegawai negeri sipil yang
diberi wewenang khusus; Pasal 18 ayat (1) pelaksanaan
penangkapan dilaksanakan oleh petugas kepolisian dengan
memperlihatkan surat tugas; dan Pasal 84 ayat (1) pengadilan
negeri berwenang mengadili segala perkara tindak pidana yang
dilakukan dalam daerah hukumnya.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana proses empirik penyelesaian perkara pidana
oleh Kepala Desa Yosowilangun Kidul Kabupaten Lumajang?
2) Bagaimana penyelesaian perkara pidana oleh Kepala Desa
Yosowilangun Kidul Kabupaten Lumajang jika ditinjau dari
perspektif hukum pidana di Indonesia dan perspektif
hukum progresif5?

C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan oleh
penulis adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis sosiologis,
karena penelitian ini bersifat emperik. Dengan cara melakukan
penelitian awal pada data sekunder yang berasal dari litaratur-

Menurut pemikiran Hukum Progresif, hukum hendaknya mampu


mengikuti perkembangan zaman. Mampu menjawab segala perubahan zaman
dengan segala dasar di dalamnya, serta mampu melayani kepentingan masyarakat
dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak
hukum itu. http://www.negarahukum.com/hukum/ paradigma-hukum-progresifkonsep-prorogasi.html

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

literatur untuk kemudian dilanjutkan ke data primer yang digali di


lapangan.6
Sesuai dengan masalah yang ada, penelitian ini bersifat
diskriptif dengan menggunakan metode kualitatif yaitu
pengamatan, wawancara, dan penelahan dokumen.7 Sedangkan
lokasi penelitian dilakukan di Desa Yosowilangun Kidul, Kecamatan
Yosowilangun, Kabupaten Lumajang. Dalam penelitian ini ada dua
data yang akan dukumpulkan yaitu data primer dan data skunder.
Sedangkan metode yang digunakan untuk pengumpulan data
adalah metode wawancara dan metode studi pustaka. Metode
wawancara digunakan untuk menggali data primer, sedangkan
metode studi pustaka digunakan untuk menggali data skunder.
Data yang terkumpul akan dianalisis secara kualitatif dari
informan dengan data yang berasal dari buku-buku sehingga
penulis dapat menganalisis data-data yang diperoleh. Secara
umum proses analisis data diawali dengan pengumpulan data,
identifikasi data, penggolongan data, perbandingan data dengan
diakhiri pengambilan kesimpulan akhir sebagai hasil akhir dari
penelitian ini.
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
D.1. Proses Empirik Penyelesaian Perkara Pidana Oleh Kepala
Desa Yosowilangun Kidul Kabupaten Lumajang
Perkara bermula dari adanya tawaran Asrori (Abong), untuk
membantu Rifan (keponakan Hartono) untuk menjadi PNS dengan
imbalan senilai lima belas juta rupiah. Melihat tawaran yang
menggiurkan tersebut Rifan memberikan uang senilai lima belas
juta rupiah kepada Asrori dengan harapan Asrori bisa membantu
Rifan menjadi PNS.
Setelah enam bulan berlalu, Rifan tidak mendapat kabar
atau informasi apapun dari Asrori. Karena kesal, Rifan mengadukan
perkara ini kepada Hartono, pamannya Rifan sendiri, dengan

Soerjono Soekanto (2010) Pengantar Penelitian Hukum UI Press,


Jakarta, hal. 11-12
7
J. Moloeng (2010) Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, Hal.9

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

harapan Hartono dapat meminta kembali uang yang lima belas juta
rupiah dari Asrori.
Untuk membantu Rifan, Hartono dibantu beberapa orang
dari Desa Meleman Kecamatan Yosowilangun mencari Asrori
dirumahnya. Seharian Hartono dan teman-temannya tidak
menemukan posisi Asrori, sehingga mereka memutuskan untuk
mengepung rumah Asrori sampai malam hari. Rencana itu pun
dilakukan oleh Hartono dan teman-temannya sampai dengan jam
05.00 WIB.
Sementara, Asrori tidak keluar rumah sama sekali, sehingga
memancing emosi Hartono. Karena Hartono sudah kehilangan
kesabaran, maka Hartono dan teman-temannya mendatangi
rumah Asrori dan melalukan pengerusakan rumah, pintu, kaca dan
lain-lain.
Ternyata Asrori alias Abong berada dirumahnya, sehingga
penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Asrori oleh Hartono
dan Teman-temannya tidak terelakkan lagi. Bahkan keluarga Asrori
tidak berkutik sampai kocar-kacir meninggalkan rumah. Setelah
puas dengan tindakan penganiayaan tersebut, Hartono dan temantemannya mengambil/mencuri tiga buah handphone dan sebuah
sepeda motor milik Asrori dengan paksa kemudian melarikan diri.
Siang hari itu juga Asrori melaporkan kejadian tersebut
kepada pihak kepolisian dengan diantar oleh Anshor, seorang
anggota TNI yang masih saudara dekat Asrori. Selang beberapa jam
kemudian ada informasi yang diterima oleh Asrori bahwa, jika
kasus ini dilanjut kapada pihak kepolisian dan pihak pengadilan,
maka Hartono mengancam akan melakukan pembantaian keluarga
Asrori. Karena ada keluarga yang masih kanak-kanak, Asrori
meminta pihak kepolisian untuk menghentikan kasus ini dan
menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan diluar pengadilan.
Pihak kepolisian mengatakan bahwa kasus ini tidak bisa
dicabut karena kasus ini adalah kasus pidana murni, bukan kasus
perdata. Namun, karena permintaan korban sendiri, maka pihak
kepolisian melakukan fasilitasi untuk membantu Asrori
menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Akhirnya,
pihak kepolisian mempertemukan pihak-pihak yang bermasalah
yaitu Asrori dan Hartono dengan Kepala Desa Yosowilangun Kidul
dan disaksikan oleh beberapa wartawan dari Lumajang antara lain

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Anwar Sanusi, Agus, dan Hendro. Pertemuan itu dilaksanakan di


Balai Desa Yosowilangun Kidul dengan alasan bahwa kasus
tersebut diselesaikan dengan cara kekeluargaaan.
Menurut pihak kepolisian tentang proses penyelesaian
kasus tersebut melalui jalur diluar pengadilan adalah, bahwa
kasus pidana bisa diselesaikan di luar jalur pengadilan, tanpa
melalui proses-proses penyelesaian sebagaimana yang telah diatur
di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana jika dikehendaki oleh korban itu
sendiri tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Sedangkan menurut Kepala Desa Yosowilangun Kidul saat
diwawancarai terkait penyelesaian kasus pidana yang terjadi
diantara Asrori dan Hartono menyatakan bahwa Kami, dari pihak
aparat Desa Yosowilangun Kidul bersama dengan masyarakat
berani menyelesaikan perkara pidana tersebut karena ada
permohonan dari warga saya sendiri, yaitu Asrori selaku korban,
hal ini kami lakukan semata-mata untuk membantu kepada pihakpihak yang berperkara tersebut dengan tujuan tercapainya
kesepakatan dan keadilan untuk kedua belah pihak dengan cara
penyelesaian perkara secara singkat dan efektif tanpa harus
melalui jalur pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan menurut Asrori selaku korban, dalam
wawancaranya menyatakan bahwa, Saya meminta proses
penyelesaian perkra ini dilakukan oleh Kepala Desa Yosowilangun
Kidul, tanpa melibatkan aparat kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Yang terpenting bagi saya adalah adanya kesepakatan
diantara kedua belah pihak yang sama-sama menguntungkan. Saya
khawatir jika kasus ini diselesaikan melalui jalur kepolisian dan
pengadilan menjadikan proses penyelesaiannya berjalan lama,
berbelit-belit, sama-sama membela diri dan pada akhirnya tidak
tercapai rasa keadilan. Dan yang terpenting, penyelesaian secara
kekeluargan ini yang dibantu oleh Kepala Desa Yosowilangun Kidul
adalah tercapainya rasa keadilan yang sama-sama menguntungkan
sehingga tidak ada dendam dari masing-masing pihak.
Hal tersebut di atas juga senada dengan pernyataan
Hartono sebagai pelaku dalam perkara tersebut. Menurutnya,
Penyelesaian perkara yang terjadi diantara saya dan Asrori agar

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

cepat selesai, tidak berlama-lama, dan saya terbebas dari pasalpasal hukuman yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
Akhirnya, penyelesaian kasus itu pun terjadi pada hari
Jumat tanggal 1 Maret 2010 di Balai Desa Yosowilangun Kidul.
Kedua belah pihak juga hadir. Kepala Desa Yosowilangun Kidul
bertindak sebagai hakim, yang memimpin jalannya pertemuan.
Dialog pada pertemuan itu cukup sulit karena para pihak
bersikukuh dengan kebenaran dirinya masing-masing. Pihak
Hartono merasa benar karena Asrori telah melakukan penipuan
kepada keponakannya.
Sementara Asrori juga merasa benar karena Hartono telah
melakukan pengerusakan rumah, penganiayaan dan pencurian
terhdap dirinya. Tetapi pada akhirnya ada kesepakatan diantara
mereka berkat Kepala Desa sebagai penengahnya. Pihak Asrori dan
Hartono pada akhirnya saling menerima dan sadar akan kesalahan
masing-masing, sehingga bersepakat
untuk mengambil
kesepakatan yang saling menguntungkan. Hartono terbebas dari
ancaman hukuman pidana, sedangkan Asrori mendapat ganti rugi
untuk perbaikan rumah dan pengembalian handphone serta
sepeda motornya. Adapun kesepakatan/hasil dari pertemuan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pihak I (Asrori) dan pihak II (Hartono) di hadapan Kepala
Desa Yosowilangun Kidul telah mengadakan musyawarah
damai secara kekeluargaan.
2. Pihak I dalam musyawarah damai tidak akan menuntut
secara hukum kejadian pencurian HP, pengerusakan rumah
dan penganiayaan yang terjadi pada dini hari tanggal 1
Maret 2010.
3. Pihak I dalam musyawarah damai tersebut tidak
mengembalikan uang yang telah diberikan Rifan tersebut
karena untuk memperbaiki rumahnya.
4. Pihak II dalam musyawarah damai menerima uang yang
dipinjam pihak I tersebut untuk memperbaiki rumah pihak
I.
5. Pihak II bersedia mengembalikan dua hand phone kepada
pihk I.

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

Akhirnya kesepakatan ditandatangani oleh kedua belah


pihak pada hari itu juga, diketahui oleh Kepala Desa Yosowilangun
Kidul dan disaksikan oleh Sekretaris Desa Yosowilangun Kidul,
Anwar Sanusi, Agus dan Hendro sebagai wartawan.
Dalam penyelesaian kasus tersebut, pihak kepolisian hanya
memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak dengan aparat desa.
Dengan pertimbangan bahwa pengaduan kasus tersebut kepada
pihak kepolisian telah dicabut oleh korban, dan korban
menghendaki penyelesaian perkara tersebut diselesaikan dengan
jalan kekeluargaan yang ditengahi oleh Kepala Desa Yosowilangun
Kidul Kecamatan Yosowilangun. Sejak itulah perkara diantara
Hartono dan Asrori dinyatakan selesai dan tercapai rasa keadilan
untuk seluruh pihak.
D.2. Penyelesaian Perkara Pidana Oleh Kepala Desa
Yosowilangun Kidul Kabupaten Lumajang Jika Ditinjau Dari
Perspektif Hukum Pidana Di Indonesia Dan Perspektif
Hukum Progresif
Berdasarkan perspektif hukum positif di Indonesia
penyelesaian kasus pidana merupakan hak dan tanggung jawab
pihak yang berwajib yaitu pihak kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan. Sedangkan penyelesaian kasus penganiayaan,
pengerusakan rumah dan perampasan harta benda seseorang
dilakukan oleh seorang Kepala Desa. Kepala Desa ini berkedudukan
sebagai pemeriksa perkara, hakim, dan pemutus perkara. Menurut
hukum positif di Indonesia hal ini adalah sebuah penyimpangan
dan tidak dibenarkan secara hukum.
Selain bertentangan dengan hukum positif di Indonesia,
proses penyelesaian kasus ini juga bertentangan dengan
kewenangan-kewenangan yang diberikan oleh Negara kepada
seorang kepala desa sebagaimana yang di atur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Kepala desa
mempunyai wewenang, di antaranya:
a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama BPD;
b. mengajukan rancangan peraturan desa;
c. menetapkan pertaturan desa yang telah mendapat persetujuan
BPD;

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

d. menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa


mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama
BPD;
e. membina perekonomian desa;
f. membina kehidupan masyarakat desa;
g. mengkoorinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
h. mewakili desanya baik di dalam dan di luar pengadilan dan
dapat menunjuk kuasa hukumnya untuk mewakilinya sesuai
dengan pertaturan perundang-undangan; dan
i. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan pertaturan
perundang-undangan.
Dari kewenangan tersebut, tidak ada satu kewenangan
yang menyatakan bahwa seorang kepala desa berhak
menyelesaikan kasus pidana. Padahal perkara yang terjadi sarat
dengan perkara pidana yang diatur di dalan Kitab Undang-undang
Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Kewenangan yang menyebutkan membina kerukunan warga
merupakan ketentuan yang sangat umum.
Begitu pula dengan kewajiban-kewajiban kepala desa
sebagaimana di atas juga tidak ada yang menyebutkan tentang
penyelesaian kasus pidana oleh kepala desa. Meskipun poin k dari
kewajiban Kepala Desa menurut PP No. 75 Tahun 2005 yang
menyebutkan bahwa mendamaikan perselisihan masyarakat di
desa tidaklah mewakili atau menggantikan ketentuan
sebagainama Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dengan
alasan:
1. Kedudukan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana lebih
tinggi dari Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa, sehingga berlaku azas lex superiori derogate lex
inferiori yaitu suaru peraturan perundang-undangan yang
memiliki kedudukan lebih tinggi mengesampingkan peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah.
2. Ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
lebih khusus daripada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 tentang Desa yang bersifat umum, sehingga
berlaku azas lex specialis derogate lex generalis yaitu suatu
peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus

10

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

mengesampingkan ketentuan perundang-undangan yang


bersifat umum.
Selain itu, kasus penyelesaian perkara pidana oleh kepala
desa ini juga bertolak belakang dengan ketentuan yang terdapat di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan
bahwa, yang menyebabkan tidak dipidananya seseorang pelaku
tindak pidana dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
1) Adanya ketidakmampuan bertanggung jawab si pembuat
(ontoerekeningsvatbaarbeit), Pasal 44 ayat ayat (1) Barang
siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2) Adanya daya paksa (overmacht), Pasal 48 Barang siapa
melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak
dipidana.
3) Adanya pembelaan terpaksa (noodwer), Pasal 49 ayat (1)
Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan
pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang
lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun
orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang
sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
4) Adanya pembelaan terpaksa yang melampaui btas (noodwerexes), Pasal 49 ayat (2) Pembelaan terpaksa yang
melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan
jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu,
tidak dipidana.
5) Karena sebab menjalankan perintah UU, Pasal 50 Barang siapa
melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana.
6) Karena melaksanakan perintah jabatan yang sah, Pasal 51
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan
perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang
berwenang, tidak dipidana.
7) Karena menjalankan perintah jabatan yang tidak sah dengan
itikad baik, Pasal 51 ayat (2) Perintah jabatan tanpa
wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

11

diberikan dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk


dalam lingkungan pekerjaannya.8
Hukum progresif memiliki sudut pandang yang berbeda dari
hukum positif di Indonesia. Hukum progresif merupakan konsep
yang digagas oleh Prof. DR. Satjipto Rahardjo ini menegaskan
bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan sebaliknya.
Hukum itu bukan hanya bangunan peraturan, melainkan juga
bangunan ide, kultur, dan cita-cita Prof. Satjipto Raharjo, S.H.,
yang menyatakan pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis
dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut,
maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum
bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu,
hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan
manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk
mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum
progresif menganut ideologi hukum yang pro-keadilan dan hukum
yang pro-rakyat.9
Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali.
Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada
peraturan,
tetapi
pada
kreativitas
pelaku
hukum
mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat.
Para pelaku hukum progresif dapat melakukan perubahan dengan
melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada,
tanpa harus menunggu perubahan peraturan. Peraturan buruk
tidak harus menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif
untuk menghadirkan keadilan untuk rakyat dan pencari keadilan,
karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap
kali terhadap suatu peraturan. Untuk itu agar hukum dirasakan
manfaatnya, maka dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif
menterjemahkan hukum itu dalam kepentingan-kepentingan sosial
yang memang harus dilayaninya.
Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung
ditemukan lewat proses logis formal. Keadilan justru diperoleh
lewat institusi, karenanya, argument-argumen logis formal dicari
sesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis8

Alfitra (2012) Hapusnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana.


Jakarta. Raih Asa Sukses. Hal. 53
9
www.zeinalmuchtar.blogspot.com

12

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karena itu


konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya
sendiri, melainkan untuk tujuan yang berada di luar dirinya.
Berdasarkan konsep hukum progresif tersebut, proses
penyelesaian kasus yang dilakukan oleh seorang Kepala Desa boleh
dilakukan dan tidak bententangan dengan hukum karena seluruh
pihak-pihak telah bersepakat dan tidak ada yang berkeberatan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penyelesaian tersebut kasus
tersebut telah mencapai rasa keadilan. Dimana dalam hukum
progresif ini, faktor keadilan adalah faktor utama karena kembali
pada prinsip bahwa hukum adalah untuk mengabdi kepada
manusia, bukan sebaliknya. Meskipun mengabaikan faktor lainnya
yaitu faktor kepastian hukum dan faktor kemanfaatan, tetapi
faktor keadilan dapat tercapai.
Dari kasus tersebut, bisa dilihat bahwa Asrori meminta
Kepala Desa Yosowilangun Kidul untuk membantu proses
penyelesaian perkara dengan harapan proses penyelesaian perkara
bisa selesai dengan cepat dan efektif. Pada akhirnya Asrori yang
menjadi korban menyetujui hasil kesepakatan untuk tidak
melanjutkan perkara tersebut melalui jalur hukum. Kedua, Asrori
tidak perlu mengembalikan uang lima belas juta rupiah kepada
Hartono karena uang tersebut dipergunakan untuk memperbaiki
rumahnya. Sedangkan di pihak lain, yaitu Hartono juga menerima
kesepakatan yang telah dibicarakan bersama Kepala Desa
Yosowilangun Kidul. Pihaknya terbebas dari ancaman pidana atas
tindakannya.
Proses pencapaian kesepakatan diantara kedua belah pihak
yang berperkara tersebut dengan bantuan kepala desa sebagai
hakim merupakan tindakan yang dibenarkan menurut konsep
hukum progresif karena menurut hukum progresif, hukum bukan
hanya aturan yang mati dan harga mati, tetapi hukum itu hidup
untuk melayani manusia, jadi yang terpenting dalam dunia hukum
adalah tercapainya rasa keadilan dan bisa diterima oleh masingmasing pihak.
E. PENUTUP
E.1. Simpulan
Proses penyelesaian perkara/kasus yang dilakukan oleh
Kepala Desa Yosowilangun Kidul yaitu dengan mempertemukan

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013

13

para pihak yang bersangkutan berdasarkan permintaan korban


dengan seijin aparat kepolisian serta disaksikan oleh beberapa
orang dari unsur media massa sehingga tercapai keputusan yang
saling menguntungkan bagi para pihak.
Perkara yang tejadi adalah murni perkara pidana yang
berupa pengerusakan rumah, penganiayaan dan pencurian barang
berupa handphone dan sepeda motor, karena itu perkara tersebut
harus diselesaikan sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tetapi perkara/kasus
tersebut diselesaikan diluar jalur pengadilan atas permintaan
korban untuk mencapai sebuah keadilan yang dibenarkan oleh
konsep hukum progresif.
E.2. Saran
Meningkatkan kewaspadaan aparat kepolisian sebagai
pelayan dan pengayom masyarakat dari tindakan-tindakan yang
tidak dibenarkan oleh hukum, sehingga kejadian perkara/kasus
serupa dapat diminimalisir bahkan tidak terjadi kembali.
Adanya
perhatian
pemerintah
pusat
untuk
mempertimbangkan kembali paradigma hukum progresif demi
pencapaian rasa keadilan karena pada prinsipnya tujuan hukum
adalah pencapaian rasa keadilan.
-----

14

ARGUMENTUM, VOL. 13 No. 1, Desember 2013


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alfitra (2012) Hapusnya Hak Menuntut dan Menjalankan Pidana.


Jakarta. Raih Asa Sukses.
http://www.imammurtaqi.com/
http://www.negarahukum.com/hukum/ paradigma-hukumprogresif-konsep-prorogasi.html
http://www.zeinalmuchtar.blogspot.com

J. Moloeng (2010) Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja


Rosdakarya.
Moelyatno (2008) Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta, Jakarta.
Sarman (2012) Hukum Pemerintahan Daarah di Indonesia. Rineka
Cipta, Jakarta.
Soerjono Soekanto (2010) Pengantar Penelitian Hukum UI Press,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai