Anda di halaman 1dari 40

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar

1.

Pengertian
Urolithiasis merujuk pada adanya kalkuli (batu) dalam urinari tract, sedang
nephrolitiasis menggambarkan bahwa kalkuli terbentuk dalam parenkim
ginjal (Ignativicius, 1995).
Urolithiasis adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya batu di satu
atau beberapa tempat di sepanjang collecting system (Munver & Preminger,
2001).
Batu Saluran Kemih (BSK) adalah penyakit dimana didapatkan batu di dalam
saluran air kemih mulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior (Gardjito,
1994).

2. Faktor yang mempengaruhi


a. Anatomi
Sistem perkemihan (urinari) terdiri atas ginjal beserta salurannya,
ureter, buli-buli dan uretra. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih
yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas di sepanjang kolumna
vertebra. Pada posisi supine ginjal terletak antara vertebra thorakal XII
vertebra lumbal III, pada saat posisi trendelenberg posisinya bisa naik ke
atas sampai ruang intercosta X, sedangkan pada saat berdiri letak ginjal
bisa turun sampai di atas permukaan sacroiliaka. Karena adanya hepar,
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri. Bentuk ginjal menyerupai
kacang mente dengan sisi cekungnya menghadap ke medial dan disebut
sebagai hilus renalis, yaitu tempat struktur struktur pembuluh darah,
sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan meninggalkan ginjal.

9
Besar dan berat ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung pada jenis
kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada autopsi
klinik didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5
cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara
120-170 gram atau kurang lebih 0,4 % dari berat badan. Ginjal dibungkus
oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut true capsule (kapsula
fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di
sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenalis yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersamasama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia gerota. Fasia
ini berfungsi sebagai barier yang berfungsi menghambat meluasnya
perdarahan dari parenkim ginjal serta menghambat ekstravasasi urine pada
saat terjadi trauma, di luar fasia gerota terdapat jaringan lemak
retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal. Di sebelah posterior,
ginjal dilindungi oleh otot-otot punggung yang tebal serta tulang rusuk XI
dan XII, sedangkan di sebelah anterior dilindungi oleh organ organ
intraperitoneal. Ginjal kanan di kelilingi oleh hepar, kolon dan duodenum;
sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan
kolon. Secara anatomik jaringan parenkim ginjal terdiri atas :
(1). korteks
(2). medula
Bagian korteks merupakan bagian luar yang berhubungan langsung dengan
kapsul, sedang medula merupakan bagian dalam yang berada di bawah
korteks. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk
kerucut yang disebut piramida ginjal, terdapat 12 sampai 18 piramida tiap
ginjal. Kolumna dari Bertin merupakan tonjolan korteks ke dalam medula
dan memisahkan medula. Ujung atau bagian akhir piramida disebut papila
yang menyalurkan urine yang terbentuk ke dalam collecting system dan

10
berhubungan dengan kaliks minor. Beberapa kaliks minor bergabung
membentuk kaliks mayor, dimana kaliks mayor akan bergabung lagi
membentuk pelviks renal yang terletak di atas ureter.
Aliran darah ke ginjal berasal dari arteri renal, merupakan arteri tunggal
(end artery) cabang dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan
melalui vena renalis yang bermuara ke dalam vena cava inferior. Saluran
getah bening (limfe) dari ginjal mengalir ke kelenjar limfe di hilus renalis
selanjutnya

ke kelenjar limfe

paraaorta.

Persyarafan

dari ginjal

dilaksanakan oleh sistem otonom, yaitu simpatis dan parasimpatis. Bila


diperiksa secara histologik maka ginjal terdiri dari satuan unit fungsional
yang disebut nefron, masing-masing ginjal terdapat 1 juta sampai 1,25 juta
nefron, semua berfungsi sama dan independen. Tiap nefron terbentuk dari
dua komponen utama : (1) Glomerulus dan Kapsula Bowmans, tempat air
dan larutan difiltrasi dari darah dan (2) Tubulus, yang mereabsorpsi
material penting dari filtrat dan memungkinkan bahan-bahan sampah dan
material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam filtrat (material hasil
filtrasi glomerulus) dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urine.
Glomerulus terdiri atas sekumpulan kapiler-kapiler yang mendapat suplai
nutrisi dari arteriole afferen dan diperdarahai oleh arteriole afferen.
Glomerulus dikelilingi oleh kapsula bowmans, arteriole efferen mensuplai
darah ke kapiler peritubuler. Cairan filtrat dari kapiler masuk ke kapsula
kemudian mengalir ke dalam sistem tubular, yang terdiri atas empat bagian
: (1) Tubulus Proksimus, (2) Ansa Henle , (3) Tubulus Distalis dan Tubulus
kolegentes. Berdasarkan letak nefron pada massa ginjal, ada dua tipe
nefron :
(1). nefron kortikal
(2). nefron jukstamedular
Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut

11
nefron kortikal, nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang
menembus ke dalam medula dengan jarak dekat. Nefron jukstamedular
kira-kira 20 % sampai 30 % mempunyai glomerulus dan terletak di korteks
renal sebelah dalam dekat medula, nefron ini mempunyai ansa henle yang
panjang dan masuk sangat dalam ke medula, pada beberapa tempat semua
berjalan ke ujung papila renal. Struktur vaskuler yang menyuplai nefron
jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada
nefron kortikal, seluruh sistem tubulus dikelilingi oleh jaringan kapiler
peritubular yang luas, sedangkan pada nefron jukstamedular, arteriol
efferen panjang akan meluas dari glomerulus turun ke bawah menuju
medula bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler
peritubular khusus yang disebut vasa rekta, meluas ke bawah menuju
medula dan terletak berdampingan dengan ansa henle. Seperti ansa henle,
vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya kedalam vena
kortikal; jaringan kapiler khusus dalam medula ini memegang peranan
penting pembentukan urine pekat (Ignatavicius,1995).
b. Fisiologi
Ginjal menjalankan berbagai fungsi penting untuk mempertahankan
homeostasis, antara lain :
(1). pengeluaran cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa serta
pengeluaran nitrogen dan produk sisa
(2). aktivitas hormonal
Melalui efek beberapa hormon dan pengaturan keseimbangan cairan, ginjal
juga ikut mengatur tekanan darah.
(1). Fungsi regulasi/pengaturan
Proses fisiologis yang terlibat dalam pengaturan lingkungan interna
adalah termasuk :
(a). filtrasi glomerulus

12
(b). reabsorpsi tubular
(c). sekresi tubular
Adapun mekanisme masing-masing proses di atas meliputi :
(a). difusi
(b). transport aktif
(c). osmosis
(d). filtrasi
(a). Filtrasi glomerulus
Merupakan proses penting dalam pembentukan urine. Sewaktu
darah mengalir dari arteriole afferen masuk glomerulus, sejumlah air,
elektrolit dan zat terlarut (seperti creatinin, urea nitrogen dan glukosa)
difiltrasi melewati membran glomerular masuk

kapsul bowmans

membentuk filtrat. Substansi dan berat molekul lebih dari 69.000


terlalu besar untuk melewati membran dan merupakan subyek
terjadinya penolakan elektrostasis pada membran kapiler glomerulus
(Guyton, 1991), sehingga substansi seperti protein-albumin, globulin
dan SDM normalnya tidak terdapat dalam filtrat. Adanya tekanan
positif

memungkinkan

terjadinya

filtrasi

glomerulus.

Tekanan

hidrostatik merupakan tekanan utama yang mendukung terjadinya


ultrafiltrasi darah dimana ada tekanan yang melawan filtrasi
glomerulus, yaitu tekanan onkotik plasma dari darah di dalam
glomerulus dan tekanan filtrat tubular dari filtrat di dalam kapsul
bowmans. Filtrat glomerulus terjadi apabila tekanan hidrostatik lebih
besar dari tekanan oposisinya (tekanan onkotik plasma dan filtrat
tubular).

Ginjal

mempunyai

kemampuan

autoregulasi

untuk

mempertahankan atau mengatur tekanan dan aliran darah ginjal,


sehingga memungkinan Glomerular Filtration Rate (GFR) berjalan
relatif konstan dimana otot polos arteriole afferen dan efferen

13
bertanggung jawab dalam proses ini. Hal ini dapat kita lihat, meskipun
tekanan darah sistemik darah meningkat dan dapat meningkatkan
GFR, namun vasodilatasi dari arteriole afferen akan menurunkan
tekanan darah ke ginjal, sehingga GFR berlangsung konstan. Hal yang
sama juga terjadi apabila tekanan darah sistemik menurun, maka akan
terjadi vasokonstriksi arteriole afferen, sehingga tekanan darah ke
ginjal naik, akibatnya filtrasi tetap berlangsung tanpa perubahan yang
besar. Autoregulasi akan terjadi selama tekanan sistolik dipertahankan
antara 75 sampai 160 mmHg (Guyton, 1991). Setiap hari sekitar 180
liter terbentuk filtrat dari glomerulus atau normalnya GFR berkisar 125
ml/menit, dari sejumlah tersebut hanya sekitar 1 sampai 2 liter yang
dikeluarkan sebagai urine.
(b). Reabsorpsi tubular
Merupakan proses kedua yang juga ikut mempertahankan
konsentrasi plasma normal dan pengeluaran cairan serta solut melalui
urine secara tepat. Sewaktu filtrat mengalir melalui komponen tubular
dari nefron, sejumlah air, elektrolit dan solut lain direabsorpsi oleh
tubuh. Reabsorpsi terjadi dari filtrat yang berada dalam lumen tubular
masuk ke dalam kapilar peritubuler atau vasa rekta. Di dalam tubulus
proksimal direabsorpsi sekitar 65 % dari filtrat.
Reabsorpsi air : lebih dari 99 % filtrat air direabsorpsi kembali oleh
tubulus ke dalam tubuh. Beberapa proses juga membantu ginjal dalam
mempertahankan keseimbangan cairan antara lain kemampuan
mempertahankan interstisial

medula hipertonik dan kemampuan

memproduksi variasi dalam volume urine. Sebagian besar air


direabsorpsi dari filtrat ke dalam plasma saat melewati tubulus
proksimal, saat filtrat berada pada pars desenden air juga direabsorpsi.
Pada pars asenden yang berdinding

berdinding tipis, sodium dan

14
klorida

secara aktif direabsorpsi, akan tetapi dindingnya tidak

permeabel terhadap air, sehingga cairan jaringan interstisial medula


menjadi hipertonik. Pada saat filtrat melewati tubulus distal reabsorpsi
air juga terjadi karena dindingnya permeabel terhadap air. Dinding
membran tubulus distal dapat menjadi lebih permeabel terhadap air
atas pengaruh vasopresin (ADH). ADH meningkatkan permeabilitas
membran terhadap air dan meningkatkan reabsorpsi air. Aldosteron
juga mengubah permeabilitas membran, aldosteron meningkatkan
reabsorpsi sodium dalam tubulus distal; sedangkan reabsorpsi air
terjadi sebagai hasil perpindahan sodium.
Reabsorpsi solut : sebagian besar sodium, clorida dan air direabsorpsi
sewaktu di tubulus proksimal dan reabsorpsi yang sama juga terjadi
pada tubulus koligentes dan biasa terjadi atas pengaruh aldosteron.
Potassium utamanya direabsorpsi pada tubulus proksimal dimana 20 %
sampai 40 % potassium direabsorpsi pada pars asenden yang
berdinding tebal. Bikarbonat, kalsium dan phospat utamanya juga
direabsorpsi pada tubulus proksimal dan sebagian pada pars asenden
dan tubulus distal. Reabsorpsi bikarbonat menjadi dasar penetralan
asam dalam plasma dan membantu

mempertahankan pH serum

normal. Kalsitonin dan paratiroid hormon (PTH) juga mempengaruhi


reabsorpsi dan sekresi kalsium. Magnesium terutama direabsorpsi pada
pars asenden dinding tebal dan sebagian kecil pada tubulus proksimal.
Biasanya ambang batas ginjal terhadap glukosa adalah pada tingkat
kadar glukosa serum sekitar 220 mg/dl. Normalnya hampir semua
glukosa dan beberapa asam amino atau protein yang difiltrasi
kemudian direabsorpsi kembali, sekitar 50 % dari urea yang ada
difiltrat difiltrasi dan tidak ada kreatinin yang diabsorpsi.
(c). Sekresi tubular

15
Sekresi tubular adalah proses ketiga dalam pembentukan urine
dan merupakan perpindahan substansi dari plasma ke dalam filtrat
tubular. Selama sekresi tubular, molekul molekul mengalir dari
kapiler peritubular melewati membran kapiler masuk ke dalam sel di
sekitar tubular. Sebuah pertukaran molekul secara konstan dan reaksi
koreksi

kimia

memungkinkan

pengeluaran

hydrogen

(melalui

ammonium klorida), pelepasan potassium dari tubuh dan regenerasi


bikarbonat.
(2). Fungsi hormonal
Ginjal

memproduksi

beberapa

hormon

yang

signifikan

mempengaruhi fisiologi, antara lain :


(a). erithropoetin
(b). pengaktif vitamin D
(c). renin
(d). prostaglandin
Sekresi lain seperti kinin, mempengaruhi aliran darah ginjal dan
permeabilitas kapiler. Ginjal juga berperan dalam penghambatan dan
pengeluaran insulin.
(a). Produksi erythropoetin
Erythropoetin diproduksi dan dikeluarkan sebagai respon
terhadap penurunan tekanan oksigen pada suplai darah ginjal.
Erythropoetin menstimuli pembentukan SDM dalam sumsum
tulang.

Saat

massa

parenkim

ginjal

menurun;

produksi

erythropoetin juga menurun.

(b). Aktivasi vitamin D


Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D, yaitu 1,25-

16
Dihidroksi vitamin D3, dimana bentuk aktif ini diperlukan pada
pengaturan kalsium dan phospat.
(c). Produksi renin
Renin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.
Renin dibentuk dan dikeluarkan apabila ada penurunan dalam
aliran darah, volume atau tekanan dalam arteriole serta apabila
adanya penurunan konsentrasi ion sodium yang dideteksi oleh
reseptor jukstaglomerular. Angiotensinogen yang dihasilkan oleh
hati diaktifkan oleh angiotensinogen I pada waktu terdapatnya
renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi
bentuk aktif; angiotensinogen II. Angotensinogen II merupakan
vasokonstriktor yang kuat yang juga merangsang dikeluarkannya
aldosteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron meningkatkan
reabsorpsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak
peningkatan volume darah.
(d). Produksi prostaglandin
Prostaglandin diproduksi salah satunya termasuk dalam
parenkim ginjal. Prostaglandin dibentuk dari metabolisme asam
arakidonik yang merupakan derivat dari asam lemak. Protaglandin
spesifik yang diproduksi dalam korteks renal adalah prostaglandin
E2 (PGE2) dan prostasiklin (PGI2). Prostaglandin ini memegang
peranan dalam pengaturan filtrasi glomerulus, resistensi vaskular
dan produksi

renin. Di dalam medulla PGE 2 mempengaruhi

tubulus distal dan koligentes dalam menghambat sekresi ADH,


menurunkan permeabilitas membran, meningkatkan sekresi
sodium dan air.
c. Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan

17
metabolisme, meskipun belum diketahui secara pasti mekanismenya.
Namun beberapa teori menyebutkan diantaranya teori inti matriks, teori
supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori berkurangnya faktor
penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu,
namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat
diduga sebagai faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang
dapat membantu yaitu

keasaman dan kebasaan batu, stasis urine,

konsentrasi urine, substansi lain dalam urine (seperti : pyrophospat, sitrat


dll). Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium,
phospat, oksalat, asam urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak
dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu saluran kemih,
kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau
campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari
seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit
disebut juga batu infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih, kuman penyebab infeksi ini adalah kuman
golongan pemecah urea atau urea splitter, yang dapat menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya
mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat
jarang ditemui di Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek
tubular renal yang herediter (Purnomo, 2000). Apabila karena suatu sebab,
partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan memudahkan
terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami
immobilisasi yang lama

maka akan terjadi perpindahan kalsium

dari

tulang, akibatnya kadar kalsium serum akan meningkat sehingga


meningkat pula yang harus dikeluarkan melalui urine. Dari sini apabila
intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami dehidrasi, maka
supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium sangat

18
besar. pH urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu
asam urat dan sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat
asam, sedangkan batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada
suasana urine basa, adapun batu kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH
urine. Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat
berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi
pelvis serta seluruh kaliks ginjal (Ignatavicius, 1995). Batu yang mengisi
pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn (Purnomo, 2000). Batu yang
besar dan menyumbat saluran kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga
menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis. Peningkatan tekanan akibat
obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks renalis dan
medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan
kegagalan ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin
stasis yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah
kerusakan ginjal yang ada. Sebagian urin dapat mengalir kembali ke
tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus getah bening yang bekerja
sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan ginjal. Ginjal
yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak.
Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita
membesar dan dapat berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti
sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi kedua belah ginjal berdampak kepada
kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa gejala selama ginjal
berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan
infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual,
muntah dan perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat
menimbulkan nyeri ketok pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai
hematuri akibat kerusakan epitel. Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat

19
menyumbat ureter yang akan menimbulkan rasa nyeri kolik pada pinggir
abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan paha yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos
pada ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk
berlalu. Mual dan muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut
disebabkan oleh reaksi reflek terhadap nyeri dan biasanya dapat diredakan
setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar dapat mendesak
lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang berkesinambungan.
Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual dan muntah merupakan ancaman
gajala uremia (Long, 1996).
d. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya
BSK pada seseorang. Faktor-faktor tersebut adalah faktor intrinsik, yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang meliputi : herediter, umur dan
jenis kelamin. Sedangkan faktor ekstrinsik yaitu berasal dari lingkungan
sekitar meliputi : faktor geografi, iklim-temperatur, asupan air, diit dan
pekerjaan (Purnomo, 2000).
3. Dampak masalah
Adapun dampak masalah yang dapat terjadi pada penderita batu
saluran kemih sebelum dilakukan pembedahan meliputi :
a. Bagi penderita
Dapat berdampak pada beberapa aspek, meliputi :
l). Biologi

: terjadi gangguan sistem urinari (perubahan pola berkemih),


sistem pencernaan (mual/muntah, diare) (Doenges, 1999).

2). Psikologi : timbul kecemasan, ketakutan akibat proses penyakit

20
maupun hospitalisasi (Engram, 1998).
3). Sosial

: dapat terjadi perubahan peran, pekerjaan dan aktifitas


harian lainnya (Engram, 1998).

4). Spiritual

: dapat timbul hambatan dalam aktifitas spiritual

b. Bagi keluarga
Adanya

gangguan/perubahan

peran

dalam

keluarga

akan

mengakibatkan perubahan pada proses/aktifitas keseharian keluarga, juga


akan timbul kecemasan akibat proses penyakit maupun biaya pengobatan.
4. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah batu yang
telah menimbulkan : obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui
tindakan endourologi, bedah laparaskopi atau pembedahan terbuka.

Endourologi
Merupakan tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran
kemih yang terdiri atas memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari
saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran
kemih. Alat tersebut dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada
kulit (perkutan). Sedangkan pemecahnya dapat dilakukan secara mekanik
dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara atau dengan energi
laser.

Salah satu tindakan endourologi adalah PNL (Percutaneus Nephro

Litholapaxy) (Purnomo, 2000).


PNL
Yaitu ekstraksi batu yang berada pada saluran ginjal dengan cara

21
memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit (kurang
lebih 1 cm), batu biasanya dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu dan
biasa dikombinasi dengan ESWL (Soebandi, 1999). PNL biasanya
diindikasikan untuk batu ginjal yang keras, lebih dari 2 cm, batu staghorn,
batu yang berada di kaliks inferior; kaliks medius; pielum dan UPJ atau batu
yang gagal dengan tindakan ESWL (Munver & Preminger, 2001). Untuk
persiapan penderita tindakan PNL,

sebagaimana tindakan pembedahan

lainnya meliputi persiapan kulit, persiapan GI tract (puasa/klisma), evaluasi


pra bedah meliputi pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, faal hati, gula
darah, faal hemostasis, urine lengkap, biakan dan tes sensitifitas urine, foto
polos abdomen serta IVP, USG bila perlu, serta EKG dan foto thoraks. Pra
bedah pada waktu premedikasi diberikan antibiotika profilaksis dengan
ampissilin 1 gram secara intravena, atau dengan antibiotika yang sesuai
dengan hasil biakan urine. Anestesi diberikan secara regional (subarakhnoid
atau peri/epidural) atau umum (Soebandi, 1999). Adapun komplikasi yang
dapat terjadi pada tindakan PNL adalah perdarahan, infeksi dan ekstravasasi
urine (Nettina, 1996).

B. Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan meliputi lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksannan dan evaluasi.
l. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al,
1986). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu yang meliputi :
Pengumpulan data

22
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada
usia 30 sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria
dengan

perbandingan

kali

lebih

banyak

dari

wanita),

alamat,

agama/kepercayaan, pendidikan, suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan


angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari daerah lain), pekerjaan (BSK
sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang
aktifitas atau sedentary life) (Purnomo, 2000).
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri
pinggang akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung
lokasi dan besarnya batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang
menjalar ke testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga
mengalami gangguan saluran gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi
urine (Ignatavicius, 1995).
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih,
hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang
mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito,
1995).
d. Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi
penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal
tubular acidosis (RTA), cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria
(Munver & Preminger, 2001).
e. Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang

23
dialami, juga berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan
masalah tentang kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas
harian lainnya (Engram, 1998).
f. Pola fungsi kesehatan
l). Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan
lingkungan dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air (Purnomo,
1999). Terdapat riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan seperti antibiotik,
antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol dan sebagainya. Aktifitas olah
raga biasanya tidak pernah dilakukan (Doenges, 1999).
2). Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat.
Terdapat juga ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami
mual/muntah, nyeri tekan abdomen (Doenges, 1999).
3). Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi
sebelumnya sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung
kemih terasa penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan
adanya diare (Doenges, 1999).
4). Pola istirahat - tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul
pada malam hari atau saat istirahat (Marsorie & Susan, 1984).

5). Pola aktifitas


Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun
immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak
sembuh, cedera medulla spinalis) (Doenges, 1999).
6). Pola hubungan dan peran

24
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan
masyarakat, interaksi dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja,
adakah perubahan atau gangguan (Carpenito, 1999).
7). Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang
dirasakan sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa
dan tindakan/operasi (Engram, 1998).
8). Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik
tergantung lokasi batu (Doenges, 1999).
9). Pola reproduksi seksual
Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam
hubungan seksual karena perubahan kondisi yang dialami (Engram, 1998).
l0). Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang
mungkin diketahui, bagaimana mengambil keputusan (Carpenito, 1999).
ll). Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa
(siapa) klien mendapat sumber kekuatan atau makna (Carpenito, 1999).
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal
dilakukan berdasarkan data/informasi yang diperoleh saat melakukan
pengkajian tentang riwayat penyakit. Pemeriksaan meliputi sistem urinari
disertai review sistem yang lain dan status umum.
l). Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat
kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan
(Black, l993). Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi

25
meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat turun apabila
nyeri sampai mengakibatkan shock (Ignatavicius, l995).
2). Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen
yang lain dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya
pembesaran di daerah pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris
ataukah adanya perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat
disebabkan karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta
atau arteri renal untuk memeriksa adanya bruit. Adanya bruit di atas arteri
renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti
stenosis atau aneurisma arteri renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan
memakai dua tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk
mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba dari depan
dengan sedikit menekan ke bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah dapat
teraba pada orang yang kurus. Adanya pembesaran pada ginjal seperti
tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak
dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya akan
menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke
skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas
simphisis atau setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada
leher buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra,
adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan
terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi
urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya

26
tumor/massa.
Uretra
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya
discharge; darah; mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran mukosa
dilihat adanya lesi, rash atau kelainan pada penis atau scrotum; labia atau
vagina. Iritasi pada uretra biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak
nyaman saat klien miksi.
3). Sistem integumen
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan
adanya anemia defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena
adanya deposit carotene like substance akibat kegagalan ekskresi ginjal.
Kulit kering dapat mengindikasikan adanya gagal ginjal kronik atau
kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan adanya perdarahan, adanya
deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan ginjal yang
berlangsung lama (Black, l993).
4). Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan
status cairan klien atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal
pernafasan mungkin berbau urine atau 'fruit-flavored gum' yang
menandakan adanya tosin dalam darah (Black, 1993).
5). Sistem kardiovaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk
mengetahui status keseimbangan cairan dan elektrolit dan yang spesifik
dengan urinary tract adalah pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat
ditemukan pada beberapa penyakit ginjal dan mungkin adanya overload
cairan atau gangguan sistem renin-angiotensin (Black, 1993).
6). Sistem muskuloskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan

27
tonus otot tubuh secara keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik
klien mengontrol eliminasi urine, otot yang spesifik pada proses ini adalah
otot perineal dan abdomen. Klien dianjurkan untuk mengencangkan
(kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui dengan cara palpasi (Black,
1993).
7). Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada
gagal ginjal kronik peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani,
penurunan kalsium akan menyebabkan kelemahan atau penumpukan
toksin. Karena spinkter ani dan spinkter urinari berasal dari cabang
persyarafan yang sama maka pada pemeriksaan bila salah satu utuh maka
spinkter yang lain juga demikian. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memasukan jari ke dalam anus, jari akan terasa terjepit pada saat diberikan
rangsangan nyeri pada penis akibat berkontraksinya spinkter ani eksterna
dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan reflek pada S2 dan S4 intak
(Black, 1993).
h. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisa : warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum
menunjukkan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan,
mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan magnesium, fosfat
amonium atau batu kalsium fosfat).
Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin
mungkin meningkat.
Kultur urine : mungkin menunjukkan ISK (Staphilococcus aureus, proteus,
klebseila, pseudomonas).
Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein, elektrolit.
BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada

28
urine) sekunder tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan
penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
Hitung

darah

lengkap

SDP

mungkin

meningkat

menunjukkan

infeksi/septikemia.
SDM : biasanya normal
Hb/Ht : abnormal bila klien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi
(mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi/gagal
ginjal).
Hormon paratiroid : mungkin meningkat jika ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan
kalsium urine).
Foto ronsen KUB : menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang ureter.
IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
Sistouterkopi : visualisasi langsung kandung kemih dapat menunjukkan batu
dan atau efek obstruksi (Doenges, 1999).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa data
Data yang terkumpul, selanjutnya diklasifikasikan, diidentifikasi serta
dilakukan validasi data untuk menentukan masalah keperawatan.
b. Perumusan diagnosa keperawatan
Setelah dikelompokkan, diidentifikasi dan divalidasi data-data yang
signifikan,

selanjutnya

dirumuskan

diagnosa

keperawatan.

Diagnosa

keperawatan dapat bersifat aktual, potensial dan kemungkinan. Untuk klien

29
batu ginjal (pra pembedahan) diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi
adalah :
1). Nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu ginjal
dan spasme otot polos (Engram, 1998).
2). Perubahan pola eliminasi urine sehubungan dengan obstruksi mekanik,
inflamasi (Doenges, 1999)
3). Ansietas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik dan rencana

tindakan (Engram, 1998).

4). Ansietas sehubungan dengan tindakan pembedahan, kehilangan kontrol,


hasil yang tidak dapat diperkirakan dan ketidakcukupan pengetahuan
tentang rutinitas pra operasi, latihan dan aktifitas pasca operasi (Carpenito,
1999).
5). Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan sehubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvik umum dari ginjal atau
kolik uretral) (Doenges, 1999).
6). Resiko tinggi terhadap cedera sehubungan dengan adanya batu pada
saluran ginjal (Engram, 1998).
7). Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi sehubungan dengan
prosedur/tindakan operasi (Ignatavius, 1995)
3. Perencanaan
Langkah-langkah dalam perencanaan meliputi : menentukan prioritas,
menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan. Adapun perencanaan pada klien
batu ginjal (pra pembedahan) adalah sebagai berikut a. Diagnosa keperawatan
pertama : nyeri sehubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap batu
ginjal dan spasme otot polos
1). Tujuan : mendemonstrasikan rasa nyeri hilang
2). Kriteria hasil : tak ada nyeri, ekspresi wajah rileks, tak ada mengerang dan
perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekwensi nadi 60-100 kali/menit,

30
frekwensi nafas 12-24 kali/menit
3). Rencana tindakan :
a). Kaji dan catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan penyebarannya.
Perhatikan tanda-tanda verbal : tekanan darah, nadi, gelisah, merintih
b). Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf terhadap
perubahan kejadian/karakteristik nyeri
c). Berikan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan seperti pijatan
punggung, lingkungan nyaman, istirahat
d). Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus, bimbingan imajinasi
dan aktifitas terapeutik
e). Dorong/bantu dengan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan
pemasukan cairan sedikitnya 3-4 l/hari dalam toleransi jantung
f). Kolaborasi, berikan obat sesuai indikasi :
-

narkotik

antispasmmodik

kortikosteroid

g). Berikan kompres hangat pada punggung


h). Pertahankan patensi kateter bila digunakan
4). Rasional
a). Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
kalkulus. Nyeri panggul sering menyebar, nyeri tiba-tiba dan hebat
dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas sampai tingkat
berat/panik
b). Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesik sesuai waktu
(membantu meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan
ansietas),

mewaspadakan

staf

akan

kemungkinan

lewatnya

batu/terjadinya komplikasi
c). Meningkatkan relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan

31
meningkatkan koping
d). Mengarahkan kembali perhatian dan membantu dalam relaksasi otot
e). Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan
membantu mencegah pembentukan batu selanjutnya
f). -

Biasanya diberikan pada episode akut untuk menurunkan kolik


ureteral dan meningkatkan relaksasi otot/mental

- Menurunkan refleks spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri


- Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan dan untuk
membantu gerakan batu
f). Menghilangkan tegangan otot dan dapat menurunkan refleks spasme
g). Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan resiko peningkatan tekanan
ginjal dan infeksi
b. Diagnosa keperawatan kedua : perubahan pola eliminasi urine sehubungan
dengan obstruksi mekanik, inflamasi
1). Tujuan : klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasa atau tidak
ada gangguan
2). Kriteria hasil : jumlah urine 1500 ml/24 jam dan pola biasa, tidak ada
distensi kandung kemih dan oedema
3). Rencana tindakan
a). Monitor pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
b). Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi
c). Dorong klien untuk meningkatkan pemasukan cairan
d). Periksa semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke
laboratorium untuk analisa
e). Selidiki keluhan kandung

kemih penuh : palpasi untuk distensi

suprapubik. Perhatikan penurunan keluaran urine, adanya edema


periorbital/tergantung
f). Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran

32
g). Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit, BUN kreatinin
h). Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas
i). Berikan obat sesuai indikasi, contoh :
-

asetazolamid, alupurinol

HCT, klortaridon

amonium klorida : kalium fosfat/natrium fosfat

agen antigout

antibiotik

natrium bikarbonat

asam askorbat

j). Perhatikan patensi kateter tak menetap, bila menggunakan


k). Irigasi dengan asam atau larutan alkali sesuai indikasi

4). Rasional
a). Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
(infeksi dan perdarahan). Perdarahan dapat mengindikasikan
peningkatan obstruksi/iritasi
b). Kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera
c). Peningkatan hidrasi membilas bakteri, darah dan debris serta dapat
membantu lewatnya batu
d). Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi
e). Retensi urine dapat terjadi, menyebabkan distensi jaringan (kandung
kemih/ginjal) dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
f). Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik pada SSP
g). Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit mengindikasikan disfungsi

33
ginjal
h). Menentukan adanya ISK, yang menjadi penyebab/gejala komplikasi
i). Obat-obat tersebut :
-

Meningkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan batu


asam

Mungkin digunakan untuk mencegah stasis urine dan


menurunkan pembentukan batu kalsium tertentu

Menurunkan pembentukan batu fosfat

Menurunkan produksi asam urat/potensial pembentukan batu

Adanya ISK/alkaline urine potensial pembentukan batu

Mengganti kehilangan yang tak dapat teratasi selama


pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine dapat
menurunkan/mencegah pembentukan beberapa kalkuli

Mengasamkan

urine

untuk

mencegah

berulangnya

pembentukan batu alkalin


j). Mungkin diperlukan untuk membantu aliran urine/mencegah retensi
dan komplikasi
k). Mengubah pH urine dapat membantu pelarutan batu dan mencegah
pembentukan batu selanjutnya
c. Diagnosa keperawatan ketiga : ansietas sehubungan dengan kurang
pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan
1). Tujuan : klien mendemonstrasikan ansietas berkurang
2). Kriteria hasil : mengungkapkan pemahamana tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik dan rencana terapeutik; keluhan berkurang
tentang cemas atau gugup; ekspresi wajah rileks.
3). Rencana tindakan :
a). Berikan kesempatan pada klien dan orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan dan harapannya. Perbaiki konsep yang

34
salah.
b). Berikan informasi tentang :
- Sifat penyakit
- Tujuan tindakan yang diprogramkan
- Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
tujuan
deskripsi singkat tentang prosedur
pemeriksaan setelah perawatan
Bila informasi harus diberikan selama episode nyeri, pertahankan
instruksi dan penjelasan singkat dan sederhana. Berikan informasi lebih
detil bila nyeri terkontrol.
4). Rasional
a). Kemampuan pemecahan masalah klien ditingkatkan bila lingkungan
nyaman dan mendukung diberikan.
b). Pengetahuan apa yang akan dirasakan membantu mengurangi
ansietas. Nyeri mempengaruhi proses belajar.
d). Diagnosa keperawatan kempat : ansietas sehubungan dengan tindakan
pembedahan,

hasil

yang

dapat

diperkirakan

dan

ketidakcukupan

pengetahuan tentang rutinitas preoperasi, latihan dan aktifitas pascaoperasi.


1). Tujuan : klien akan menunjukkan perasaan dan pemahaman tentang
rutinitas pembedahan
2). Kriteria hasil : klien akan :
- mengkomunikasikan perasaan mengenai pengalaman bedah
- mengungkapkan, bila ditanya, apa yang diharapkan

mengenai

rutinitas, lingkungan dan sensasi


- memperagakan
pascaoperasi

latihan,

pembebatan

dan

regimen

pernafasan

35
3). Rencana tindakan
a). Berikan jaminan dan kenyamanan; tinggal dengan klien, berikan
dorongan pada klien untuk mengungkapkan perasaan dan
kekhawatirannya, dengarkan dengan penuh perhatian dan tunjukkan
empati serta pengertian.
b). Perbaiki miskonsepsi dan ketidakakuratan informasi yang dimiliki
klien tentang prosedur
c). Tentukan apakah klien menginginkan dukungan spiritual ( misalnya
kunjungan

rohaniawan

atau

pemimpin

agama

lain;artikel

keagamaan atau ritual). Atur untuk dukungan ini bila diperlukan.


d). Izinkan dan dorong anggota keluarga dan orang terdekat untuk saling
berbagi rasa takut dan kekhawatirannya. Sebutkan dukungan
mereka untuk klien, tetapi hanya bila bermakna dan produktif
e). Evaluasi tingkat ansietas klien dan keluarga (Willard, 1995) :
- Rendah (diperkirakan)
- Sedang (persepsi menyempit, kesulitan untuk konsentrasi, akan
mempunyai kesulitan menganalisa, gemetar)
- Tinggi (persepsi sangat menurun, perhatian sangat mudah dialihkan,
tak mampu berkonsentrasi, belajarsangat terganggu)
f). Beri tahu dokter bila klien menunjukkan ansieas berat atau panik
g). Bila ansietas sedang, bantu klien untuk mendapatkan pemahaman ke
dalam ansietas mereka dan alasan mengapa timbul ansietas. Bantu
untuk menilai kembali ancaman dan belajar cara baru untuk
menerimanya (Tarsitono, 1992).
h). Beri tahu dokter jika klien memerlukan penjelasan lanjut tentang
prosedur, sebelumnya dokter harus menjelaskan tentang sifat
pembedahan, alasan untuk pembedahan dan hasil yang diperkirakan,
setiap resiko yang termasuk, jenis anastesi yang akan digunakan,

36
lama pemulihan yang diperkirakan dan setiap pembatasan dan
instruksi pasca operasi
i). Libatkan anggota keluarga dan orang terdekat dalam penyuluhan
klien, setiap saat bila memungkinkan.
j). Berikan instruksi (di tempat tidur atau kelompok) tentang informasi
umum yang berkaitan dengan pentingnya partisipasi aktif, rutinitas
pra operasi, lingkungan, petugas dan latihan pascaoperasi.
k). Berikan informasi atau pertegas belajar menggunakan materi tertulis
(misalnya buku, panflet, lembar instruksi) atau alat audiovisual
(misalnya videotape, slide, poster)
l). Jelaskan pentingnya dan tujuan dari semua prosedur pascaoperasi
(1)

enema

(2)

status puasa

(3)

pemeriksaan laboratorium

(4)

obat-obatan praoperasi

m). Diskusikan prosedur intraoperasi dan sensasi yang diperkirakan :


(1)

Penampilan ruangan dan peralatan operasi

(2)

Kehadiran staf pembedahan

(3)

Pemberian anestesi

(4)

Penampilan ruang pemulihan

(5)

Pemulihan dari anestesi

n). Jelaskan semua rutinitas dan sensasi pascaoperasi yang diperkirakan


(1) Pemberian cairan parenteral
(2) Pemantauan tanda vital
(3) Pemeriksaan dan penggantian balutan
(4) Pemasangan dan perawatan selang nasogastrik (NG)
(5) Pemasangan dan perawatan kateter indwelling (Foley)
(6) Alat lain, seperti jalur intravena (IV), pompa dan drain

37
(7) Gejala-gejala termasuk mual, muntah dan nyeri
(8) Ketersediaan analgesik dan antiemetik, jika diperlukan
o). Jelaskan rasional nafas dalam, peragakan dan minta klien
memperagakan ulang (Tarsitano, 1992)
(1) Letakkan tangan di atas abdomen dan tangan lainnya di tempat
insisi akan dilakukan
(2) Inspirasi dan kembangkan abdomen
(3) Ekspirasi dengan lambat dan dalam
p). Jelaskan rasional batuk, peragakan dan minta klien memperagakan
ulang
(1)

Batuk hanya saat ekspirasi

q). Jelaskan rasional untuk latihan kaki, peragakan dan minta klien
memperagakan ulang (Tarsitano, 1992)
(1)

Dengan tumit di tempat tidur, dorong ibu jari kaki kedua kaki
searah tempat tidur sampai otot betis kaki mengencang. Rileks
kedua kaki. Tarik ibu jari ke arah dagu sampai otot betis
mengencang. Rilekskan kaki.

(2)

Dengan tumit di tempat tidur, putar kedua pergelangan kaki,


pertama ke kanan dan kemudian ke kir. Ulangi tiga kali. Rileks.

(3)

Tekuk setiap lutut secara bergantian, luncurkan kaki sepanjang


di tempat tidur. Rileks.

r). Bila dapat dilakukan, ajarkan klien (menggunakan peragaan ulang


untuk memastikan pemahaman dan kemampuan) cara melakukan hal
berikut:
(1)

Berbalik, batuk atau nafas dalam

(2)

Menyangga insisi saat batuk

(3)

Mengubah posisi di tempat tidur setiap 1 sampai 2 jam

(4)

Duduk, turun dari tempat tidur dan ambulasi sesegara mungkin

38
setelah pembedahan (duduk lama harus dihindari)
s). Jelaskan pentingnya aktivitas progressif pascaoperasi termasuk
ambulasi setelah pembedahan dan perawatan diri sesegera mungkin
klien mampu
t). Jelaskan pentingnya kebijakan rumah sakit untuk anggota
keluarga/orang

terdekat,

misalnya

jam

berkunjung,

jumlah

pengunjung, lokasi ruang tunggu dan bagaimana dokter akan


menghubungi mereka setelah pembedahan
u). Evaluasi kemampuan klien dan keluarga atau orang terdekat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang direncanakan secara mutual dan
telah ditetapkan sebelumnya.
4). Rasional
a). Memberikan dukungan emosional dan dorongan pada klien untuk
berbagi memungkinkan klien untuk mengklarifikasi rasa takutnya
dan memberi kesempatan pada perawat untuk memberikan umpan
balik positif dan penenangan
b).

Faktor

penunjang

ansietas

yang

dapat

diubah

termasuk

ketidaklengkapan dan ketidakakuratan informasi. Pemberian


informasi yang akurat dan meluruskan kesalahan konsep dapat
membantu menghilangkan rasa takut dan mengurangi ansietas
(Redman, 1992)
c). Banyak klien memerlukan dukungan spiritual untuk meningkatkan
kemampuan koping
d). Penelitian telah menunjukkan bahwa anggota keluarga yang terlibat
dalam perawatan mengakibatkan peningkatan kerjasama klien dan
penyesuaian positif pada pengalaman (Leske, 1993)
e). Strategi keperawatan akan berbeda tergantung pada tingkat ansietas
(Tarsitono, 1992)

39
f). Pemberitahuan segera memungkinkan pengkajian segera dan
kemungkinan intervensi farmakologis
g). Dengan membantu klien untuk memahami ansietas dan sumbernya
memungkinkan kesempatan untuk dapat mengatasinya (Tarsitano,
1992)
h). Dokter bertanggungjawab untuk memberitahukan pembedahan pada
klien, keluarga dan perawat, untuk menentukan tingkat pemahaman
dan kemudian memberitahu dokter tentang kebutuhan akan
pemberian informasi lebih banyak (Douglas, 1986)
i). Anggota keluarga atau orang terdekat yang mempunyai pengetahuan
yang cukup dapat berfungsi sebagai pelatih untuk mengingatkan
klien tentang instruksi dan larangan
j). Penyuluhan praoperasi memberikan klien informasi, yang dapat
membantu menurunkan ansietas dan takut berkenaan dengan
ketidaktahuan dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi
k). Stimulasi berbagai pengindera secara simultan meluaskan proses
belajar. Materi tertulis dapat disimpan dan digunakan sebagai
referensi setelah pulang. Materi ini secara khusus sangat berguna
untuk untuk pemberi perawatan yang tidak berpartisipasi pada sesi
penyuluhan klien (Redman, 1992)
l). Informasi ini dapat membantu menghilangkan ansietas dan takut
yang berkaitan dengan kurang pengetahuan tentang pentingnya
aktivitas dan rutinitas praoperasi
(1)

Enema kadang dilakukan untuk mengosongkan usus dari


materi fekal yang dapat membantu mengurangi resiko
obstruksi usus pascaoperasi karena peristaltik usus tak ada

(2)

Menghindari cairan per oral praoperasi akan mengurangi resiko


aspirasi pascaoperasi

40
(3)

Tes dan pemeriksaan menetapkan nilai data dasar dan


membantu

mendeteksi

adanya

abonormalitas

sebelum

pembedahan
(4)

Sedatif praoperasi mengurangi ansietas dan emningkatkan


relaksasi

yang

meningkatkan

efektifitas

anestesia

dan

menurunkan sekresi dalam berespon terhadap intubasi


m). Menjelaskan apa yang dapat diperkirakan klien, mengapa prosedur
dilakukan dan mengapa sensasi tertentu dapat terjadi membantu
mengurangi takut yang berkaitan dengan ketidaktahuan dan halhal yang tidak diperkirakan (Christman, 1992)
(n). (1) Cairan perenteral menggantikan cairan yang hilang akibat
puasa dan kehilangan darah
(2) Pemantauan yang cermat diperlukan untuk menentukan status
dan melacak setiap perubahan
(3) Sampai tepi luka membaik, luka harus dilindungi dari
kontaminan
(4) Selang nasogastrik meningkatkan drainase dan mengurangi
distensi abdominal dan tegangan pada jahitan
(5) Kateter Folley mengalirkan kandung kemih sampai tonus otot
kembali saat anestesi diekskresi
(6) Mual dan muntah adalah efek samping umum dari obat-obat
praoperasi dan anestesi; faktor penunjang lain termasuk jenis
pembedahan tertentu, obesitas, ketidakseimbangan cairan,
perubahan posisi yang cepat dan faktor-faktor psikologis serta
lingkungan. Nyeri biasanya terjadi bila obat-obat sudah tidak
efektif lagi
o).

Latihan

dan

gerakan

meningkatkan

ekspansi

paru dam

memobilisasi sekret. Spirometri insentif meningkatkan nafas

41
dalam dengan memberikan indikator visual dari efektifitas upaya
bernafas (Litwack, 1991)
p). Menghembuskan nafas kuat saat glotis tertutup dapat menaikkan
tekanan pleural di atas tekanan alveolar, menyebabkan kolaps
alveolar (Huddleston, 1990)
q). Latihan ini akan meningkatkan aliran balik vena dan mencegah
stasis ( Caswell, 1993)
r). Pengertian klien tentang tindakan perawatan pascaoperasi dapat
membantu mengurangi ansietas berkenaan dengan ketidaktahuan
dan ini dapat meningkatkan kepatuhan. Penyuluhan klien tentang
rutinitas pascaoperasi sebelum pembedahan memastikan bahwa
pengertiannya

tidak

rusak

oleh

kontinuitas

efek

sedasi

pascaoperasi (Tarsitano, 1992)


s). Aktifitas memperbaiki sirkulasi dan membantu mencegah
pengumpulan sekresi pernafasan. Perawatan diri meningkatkan
harga diri dan dapat memantau meningkatkan pemulihan
t). Memberikan informasi pada anggota keluarga dan orang terdekat
tentang informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas mereka
dan memungkinkan mereka untuk mendukung klien lebih baik
(Leske, 1993)
u). Pengkajian ini mengidentifikasi kebutuhan akan penyuluhan dan
dukungan tambahan
e. Diagnosa keperawatan kelima : resiko tinggi terhadap kekurangan volume
cairan sehubungan dengan mual/muntah
1). Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
2). Kriteria hasil :
- tekanan darah 120/85 mm Hg
- nadi 60 100 kali/menit

42
- berat badan dalam rentang normal
- membran mukosa lembab
- turgor kulit baik
3). Rencana tindakan
a). Monitor pemasukan dan pengeluaran
b). Catat insiden muntah, diare. Perhatikan karakteristik dan frekwensi
muntah/diare, jaga kejadian yang menyertai atau mencetuskan
c). Tingkatkan pemasukan cairan sampai 3-4 liter/hari dalam toleransi
jantung
d). Awasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa
e). Timbang BB tiap hari
Kolaborasi :
f). Awasi Hb/Ht, elektrolit
g). Berikan cairan intra vena
h). Berikan diet tepat, cairan jernih dan makanan lembut sesuai toleransi
i). Berikan obat sesuai indikasi : antiemetik, contoh : proklorperazin
(compazin)
4). Rasional
a). Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu
dalam evaluasi adanya/derajat stasis/kerusakan ginjal
b). Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal
karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
Pencatatan dapat membantu mengesampingkan kejadian abdominal
lain yang menyebabkan nyeri atau menunjukkan kalkulus
c). Mempertahankan keseimbangan cairan untuk

homeostasis juga

tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Dehidrasi dan


ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap

43
kehilangan cairan berlebihan (muntah dan diare)
d). Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
e). Peningkatan berat badan yang cepat mungkin berhubungan dengan
retensi
f). Mengkaji hidrasi dan keefektifan/kebutuhan intervensi
g). Mempertahankan volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup)
meningkatkan fungsi ginjal
h). Makanan mudah cerna menurunkan aktifitas GI/iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi
i). Menurunkan mual/muntah
f). Diagnosa keperawatan keenam : resiko tinggi terhadap cedera sehubungan
dengan adannya batu pada saluran ginjal
1). Tujuan : klien mendemonstrasikan fungsi ginjal normal
2). Kriteria hasil :
- urine berwarna kuning atau kuning jernih
- BUN 10 - 20 mg/dl
- Kreatinin <1,5 - <2 mg/dl
- tidak nyeri waktu berkemih
3). Rencana tindakan
a). Pantau :
-

urine (warna, bau) setiap 8 jam

masukan dan haluaran setiap 8 jam

pH urine setiap 8 jam

tanda vital setiap 4 jam

b). Saring semua urine. Observasi terhadap kristal untuk dilihat dokter,
kemudian kirim ke laboratorium untuk analisa komposisi
c). Kolaborasi : konsul dokter bila :
-

klien sering berkemih, jumlah sedikit dan terus-menerus terasa

44
ada dorongan untuk berkemih
-

BUN - kreatinin abnormal

perubahan warna urine dari jernih sampai keruh (kemerahan,


kecoklatan atau merah terang) dan tercium bau busuk

oliguria (haluaran kurang dari 30 ml/jam) atau anuria (tidak ada


urine) terjadi

nyeri menetap tidak hilang dengan analgesia

Siapkan penderita untuk intervensi pembedahan sesuai protokol dan


prosedur fasilitas
d). Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan pH
4). Rasional
a). Untuk deteksi dini terrhadap masalah
b). Untuk mendapatkan data-data keluarnya batu. Perubahan diet yang
didasari oleh komposisi batu
c). Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan
kebutuhan intervensi agresif (bedah atau lithotripsi)
d). Dengan perubahan pH urine (peningkatan keasaman atau alkalinitas),
faktor solubilitas untuk batu dapat dikontrol. Batu kalsium dan
oksalat sedikit kemungkinan untuk mencetuskan urine asam karena
kimia alkalin. Pencetus asam urat dan batu sistin dapat dikontrol
dengan mempertahankan urine alkalin
g. Diagnosa keperawatan ketujuh : kurang pengetahuan tentang prosedur
operasi sehubungan dengan tindakan/prosedur
1). Tujuan : klien menunjukkan peningkatan pengetahuan dan persiapan
untuk dilaksanakan operasi
2). Kriteria hasil :
- mengungkapkan pemahaman tentang rutinitas/prosedur preoperasi
- mengungkapkan pembedahan dipersilahkan untuk dilaksanakan dan

45
menandatangani informed consent
3). Rencana tindakan
a). Jelaskan dan diskusikan tentang rutinitas/prosedur praoperasi dan
pascaoperasi
b). Ajarkan dan usahakan klien untuk :
-

bernafas dalam dan latihan batuk

latihan kaki

latihan mobilitas

c). Fasilitasi klien dalam memberikan informed consent, sebelumnya


dokter harus menjelaskan tentang : sifat pembedahan, alasan untuk
pembedahan dan hasil yang diperkirakan, setiap resiko yang termasuk,
jenis anestesi yang akan digunakan, lama pemulihan yang diperkirakan
dan setiap pembatasan dan instruksi paskaoperasi
d). Kolaborasi : laksanakan prosedur/rutinitas sesuai pesanan pra operasi :
-

pembatasan nutrisi/cairan (puasa)

persiapan perut (enema)

persiapan kulit

berikan obat pra operasi/premedikasi, jika diberikan :


(1). barbiturat/tranquillizer : pentobarbital, benzodiazepines
(2). opoids : morphine, meperidine
(3). anticholinergies : atropine
(4). antibiotics sesuai kultur

e). Pantau tanda vital, antarkan dan temani klien ke kamar operasi
4). Rasional
a). Memberikan pengetahuan dimana dapat meningkatkan kerja sama
klien selama prosedur dilaksanakan
b). Mendorong keterlibatan klien dalam perawatan dan pemulihan pasca
operasi

46
c). Perawat mengemban tanggung jawab memfasilitasi informed consent
sebagai aspek legal dan perlindungan hukum bagi klien dan ahli
bedah. Surat persetujuan berarti klien telah memiliki pengetahuan
yang cukup tentang sifat pembedahan, alasan dan resiko yang
mungkin terjadi, jenis anesthesi, serta tindakan-tindakan guna
mempertahankan hidup
d). - menghindari cairan per oral pra operasi akan mengurangi resiko
aspirasi pasca operasi
- enema kadang dilakukan untuk mengosongkan usus dari materi fekal,
yang dapat membantu mengurangi resiko obstruksi usus pasca
operasi karena peristaltik usus tidak ada
- membebaskan/mengurangi sedapat mungkin area operasi dari
mikroorganisme
- (1). mempunyai efek sedasi dan meningkatkan relaksasi
(2). dapat mengurangi jumlah general anesthesi yang diperlukan
(3). mengurangi sekresi traktus respiratori
(4). mencegah kontaminasi bakteri yang tidak diinginkan
e). Penyimpangan yang signifikan dari nilai normal berpengaruh dalam
pemberian/tindakan anesthesi, memberikan rasa aman dan dukungan
emosional akan meningkatkan koping
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik (Lyer et al, 1986). Proses ini dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan fasilitas koping.
Perencanaan tindakan perawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika

47
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaaan tindakan
perawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien serta disesuaikan dengan kondisi yang ada
5. Evaluasi
Menurut Ignatavicius dan Bayne (1991) evaluasi adalah tindakan yang
intelektual untuk mlengkapi proses keperawatan dengan mengindikasikan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah
berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan
pelaksanaan tindakan.
Evaluasi merupakan tahap proses keperawatan dimana pengumpulan
data direview untuk menentukan apakah informasi yang telah dikumpulkan
sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa
juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Adapun evaluasi pada penderita batu ginjal (pra pembedahan)
diharapkan penderita akan :
a. Menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rasa nyaman atau tidak adanya rasa
nyeri
b. Mempertahankan pola eliminasi urine biasa
c. Mendemonstrasikan ansietas berkurang
d. Memperlihatkan

ansietas

moderat,

mengungkapkan

perasaan

dan

pemahaman tentang rutinitas preoperasi


e. Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
f. Mempertahankan fungsi ginjal normal
g. Menunjukkan peningkatan pengetahuan dan persiapan untuk dilakukan
tindakan pembedahan

Anda mungkin juga menyukai