Anda di halaman 1dari 29

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. MH

Umur

: 45 tahun

Alamat

: Lhoksukon

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Menikah

Suku

: Aceh

Nomor CM

: 1019888

Pekerjaan

: Swasta

Tanggal Pemeriksaan : 9 Oktober 2014


ANAMNESA
Keluhan Utama
Nyeri punggung belakang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada punggung bagian belakang yang
dirasakan lebih kurang 3 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan semakin hari semakin
memberat, dan pasien juga sudah susah untuk berjalan lebih kurang 1 bulan terakhir
ini. Awalnya pasien hanya nyeri biasa tetapi semakin lama semakin memberat dan
menjalar hingga kekaki sehingga pasien susah untuk berjalan bahkan terasa sakit pula
ketika pasien sedang tidur dan bangun untuk duduk. Pasien juga mengeluhkan nyeri
di daerah lututnya dan dirasakan sudah lebih kurang 2 tahun yang lalu, akan tetapi
pasien hanya sering diurut. Riwayat demam (+) dan dirasakan naik turun, riwayat
batuk (+) berdahak dan berdarah (-). Selama di rumah sakit pasien juga mengeluhkan
demam akan tetapi turun dengan obat penurun panas. Riwayat trauma (-), mual (-),
dan muntah (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


1

1.
2.
3.
4.

Riwayat alergi disangkal


Riwayat infeksi saluran pernafasan atas disangkal
Riwayat trauma disangkal
Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


1. Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan
2.
3.
4.
5.

pasien
Hipertensi disangkal.
Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Stroke disangkal.
Riwayat Kejang disangkal.

Riwayat Pemakaian Obat


Riwayat pemakaian obat-obatan disangkal oleh pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 87x/menit

Suhu

: 36,7oC

Pernafasan

: 20 x/menit

Berat Badan

: 72 kg

Tinggi Badan

: 168 cm

Keadaan Gizi

: Normoweight

Kulit
Warna

: sawo matang

Turgor

: cepat

Parut/skar

: tidak dijumpai

Sianosis

: tidak dijumpai

Ikterus

: tidak dijumpai

Udema

: tidak dijumpai

Anemia

: tidak dijumpai

Spider naevi

: tidak dijumpai
2

Kepala
Rambut

: hitam, sulit dicabut

Wajah

: simetris, udema (-), deformitas (-)

Mata

: konjungtiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-),


refleks cahaya (+/+), Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm

Telinga

: serumen(-/-)

Hidung

: sekret(-/-)

Mulut
Bibir

: simetris, bibir kering (-), mukosa kering (-),


sianosis (-)

Lidah

:dalam batas normal

Tonsil

:T1-T1

Faring

: dalam batas normal

Leher
Inspeksi

: simetris, retraksi (-)

Palpasi

: TVJ R-2cmH2O, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid


(-)

Thorax
Inspeksi
Statis

: simetris, bentuknormochest.

Dinamis

: pernafasan torakoabdominal, retraksi suprasternal (-),


retraksi intercostal (-), retraksi epigastrium (-)

Paru
Inspeksi

: simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

:
sf Kanan

sf Kiri

Depan

normal

normal

Belakang

normal

normal

Perkusi

Auskultasi

:
Kanan

Kiri

Depan

Sonor

Sonor

Belakang

Sonor

Sonor

Kanan

Kiri

Depan

vesikuler

vesikuler

Belakang

vesikuler

vesikuler

Suara nafas tambahan

Rhonki (+)
Wheezing (-)

Rhonki (-)
Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V, LMCS

Perkusi

: Batas-batas jantung
Atas

: ICS III

Kiri

: ICS V, Linea MidClavicula Sinistra

Kanan : Linea parasternal dextra


Auskultasi

: Bunyi Jantung I > Bunyi Jantung II, murmur tidak


dijumpai, gallop tidak dijumpai

Abdomen
Inspeksi

: simetris, distensi tidak dijumpai, vena kolateral tidak


dijumpai

Palpasi

: nyeri tekan tidak dijumpai, defans muscular tidak


dijumpai

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

Ginjal

: ballotement (-)/(-)

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: peristaltik 5x/menit, kesan normal

Genitalia
Tidak diperiksa
Anus
Tidak diperiksa
Tulang Belakang
Bentuk : simetris
Kelenjar Limfe Inguinal
Pembesaran KGB

: tidak dilakukan

Ekstremitas
Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Sianosis

negatif

negatif

negatif

negatif

Oedema

negatif

negatif

negatif

negatif

lutut

bengkak

negatif

Status Psikiatri
Sikap dan tingkah laku : dalam normal
Persepsi dan pola pikir : dalam batas normal
STATUS NEUROLOGIS
GCS

: E4 M6 V5 = 15

Pupil

: isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm

Reflek Cahaya

: langsung (+/+), tidak langsung (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal (TRM)

: Kaku Kuduk (-), Laseque Test (-),

Nervus Cranialis
Kelompok Optik

Kanan

Kiri

Nervus II (visual)
-

Visus

Lapangan pandang

Melihat warna

6/6

6/6

normal

normal

buta warna (-)

buta warna (-)

Nervus III (otonom)


5

Ukuran

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

bulat

bulat

Reflek Cahaya

positif

positif

Nistagmus

negatif

negatif

Strabismus

negatif

negatif

Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)


-

Lateral

positif

positif

Atas

positif

positif

Bawah

positif

positif

Medial

positif

positif

Diplopia

negatif

negatif

Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
-

Membuka Mulut

Menggigit dan mengunyah

: baik
: baik

Nervus VII (fungsi motorik)


-

Mengerutkan dahi

: baik

Menutup Mata

: baik

Menggembungkan pipi

: baik

Memperlihatkan gigi

: baik

Sudut bibir

: simetris

Nervus IX (fungsi motorik)


-

Bicara

: baik

Reflek menelan

: baik

Nervus XI (fungsi motorik)


-

Mengangkat bahu
Memutar kepala

: baik
: baik

Nervus XII (fungsi motorik)


-

Artikulasi lingualis

: baik

Menjulurkan lidah

: baik

Kelompok Sensoris
Nervus I (fungsi penciuman)

: baik
6

Nervus V (fungsi sensasi wilayah)

: baik

Nervus VII (fungsi pengecapan)

: baik

Nervus VIII (fungsi pendengaran)

: baik

Badan
Motorik
-

Gerakan Respirasi

: torakoabdominal

Gerakan Columna Vertebralis : simetris

Bentuk Columna Vertebralis

: kesan simetris

Sensibilitas
-

Rasa Suhu

: normal

Rasa nyeri

: normal

Rasa Raba

: normal

Anggota Gerak Atas


Motorik

Kanan

Kiri

Pergerakan

aktif

aktif

Kekuatan

5555

5555

Tonus

positif

positif

Refleks

Kanan

Kiri

Bisceps

positif

positif

Trisceps

positif

positif

Kanan

Kiri

Anggota Gerak Bawah


Motorik
-

Pergerakan

aktif

aktif

Kekuatan

4444

4444

Tonus

positif

positif

Kanan

Kiri

Patella

positif

positif

Achilles

positif

positif

Babinski

negatif

negatif

Chaddock

negatif

negatif

Gordon

negatif

negatif

Oppenheim

negatif

negatif
7

Sensibilitas
-

Rasa Suhu

: normal

Rasa nyeri

: Positif

Rasa Raba

: Berkurang

Gerakan Abnormal

: tidak ditemukan

Fungsi Otonom
-

Miksi
Defekasi

: normal
: normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb

: 9,2 g/dl

Ht

: 28 %

Eristrosit : 3,5x106
Leukosit

: 7,6x103

Trombosit : 190x103
Natrium

: 133 mmol/L

Kalium

: 4,3 mmol/L

Klorida

: 101 mmol/L

KGDS

: 138 mg/dL

Ureum

: 34 mg/L

Kreatinin : 0,60 mg/dL


DIAGNOSA
Low Back Pain et causa Spondilytis TB

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax

Kesimpulan : TB Paru

Foto Lumbosacral AP/LAT

Kesimpulan :
Destruksi endplate inferior VL 1,4 dan endplate superior VL 2,5
Spondylosis Lumbalis
Bayangan radioopaque di dalam cavum pelvis
9

Foto Genu AP/LAT

Kesimpulan : Osteoarthritis genu dextra

Foto MRI Lumbalsakral

10

Kesimpulan : Spondilitis TB di VL 1,2,4,5


TERAPI
Non farmakologis
-fisioterapi:
Farmakologis

Nepatic 3x300 mg
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Tramadol Supp
Rimstar 1x200 tab
Coditam 3x10 mg
Omeprazole 1 amp/12 jam
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Methil Prednisolon 125 mg/12 jam

Edukasi
1. Penjelasan mengenai keadaan pasien
2. Latihan fisioterapi di rumah
PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam
11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Vertebra9,10
Vertebra secara anatomis terdiri atas corpus, arcus, processus spinosus dan

processus transversus. Di tengah setiap vertebra terdapat lubang yang disebut


12

foramen vertebrale yang berada di antara corpus dan arcus vertebrae. Di bagian
cranial dan caudal dari arcus vertebrae terdapar incisura vertebralis superior dan
incisura vertebralis inferior. Incisura superior dan inferior dari vertebra di sebelah
cranialnya membentuk lubang yang dinamakan foramen intervertebrale, dilalui
oleh nervus spinalis.

Gambar 1. Vertebrae thoracalis IV, dilihat dari superior9


Foramen vertebralia dari ruas-ruas tulang belakang bersama-sama membentuk
suatu saluran, disebut canalis vertebralis yang berisikan medulla spinalis. Canalis
vertebralis melintang dari foramen magnum hingga hiatus sacrum, mengikuti
lengkungan vertebra. Pada regio cervical dan lumbal, dimana Arcus vertebrae di
bagian kiri dan kanan mempunyai taju yang menuju ke superior dan inferior
untuk berhubungan dengan vertebra di cranialisnya dan vertebra yang berada di
caudalisnya. Taju tersebut disebut processus articularis superior dan processus
articularis inferior. Seriap processus articularis mempunyai facies articularis
untuk membentuk persendian dengan processus articularis dari vertebra di cranial
dan di caudalisnya. Di antara satu corpus vertebrae dengan corpus vertebrae
lainnya terdapat discus intervertebralis.
a) Vertebra cervicalis
Vertebra cervicalis berukuran paling kecil dari semua vertebra yang
bergerak. Tanda khas vertebra cervicalis yaitu adanya foramen pada setiap
processus tranversus, yang disebut foramen costotransversarium yang dilalui
oleh arteri dan vena vertebralis.

13

Gambar 2. Vertebra cervicalis (aspek anterior)9


Vertebra cervicalis I mengalami modifikasi, disebut Atlas; sedangkan
vertebra cervicalis II mengalami modifikasi, disebut Axis. Vertebra cervicalis
VII mempunyai processus spinosus yang jauh lebih panjang dari vertebra
cervicalis lainnya sehingga dapat dilihat dan dipalpasi dari luar. Sehubungan
dengan itu vertebra ini disebut vertebra prominens. Vertebra III, IV, V, VI,
memiliki bentuk yang identik.
b) Vertebra thoracalis
Vertebra thoracalis berjumlah 12 buah. Corpus vertebra thoracalis atas
mengalami perubahan bertahap dari tipe cervical menjadi tipe thoracal dan
corpus vertebra thoracalis bawah mengalami perubahan bertahap dari tipe
thoracal menjadi tipe lumbal.
c) Vertebra lumbalis
Vertebra lumbalis berjumlah 7 buah.

Mempunyai cifri-ciri sebagai

berikut:
Corpus besar, berbentuk sebagai ginjal melintang, bagian dorsal lebih
rendah daripada bagian anterior,
Processus spinosus besar dan pendek
Pada tepi dorsal processus articularis terdapat tonjolan yang tumpul, disebut
processus mamillaris
Processus transversus arahnya melintang
Pada pangkal processus mamillaris di sebelah caudolateral terdapat
processus accesorius.
14

d) Vertebra sacralis
Terdiri atas 5 ruas tulang yang saling melekat menjadi satu membentuk os
sacrum. Os sacrum berbentuk segitiga, dasarnya berada di sebelah cranial,
disebut basis ossis sacri, dan puncaknya berada di bagian caudal, disebut apex
ossis sacri.
e) Os coccygeus
Terdiri dari 4 ruas (3-6) yang melekat menjadi satu tulang. Vertebra
coccygeus I masih mempunyai sisa-sisa processus transversus, membentuk
cornu coccygeus.
Ruas-ruas tulang belakang tersusun menjadi columna vertebralis. Bentuk
columna vertebralis tidak lurus. Di beberapa tempat membentuk lengkungan,
yaitu:
Lordosis cervicalis, melengkung ke anterior di daerah cervical
Kyphosis thoracalis, melengkung ke dorsal di daerah thoracal
Lordosis lumbalis, melengkung ke anterior di daerah lumbal
Kyphosis sacralis, melengkung ke dorsal di daerah sacral

2.2

Gambar 3. Columna vertebralis (dilihat dari lateral)9


Spondilitis Tuberkulosis
Spondilitis Tuberkulosis atau Tuberkulosis tulang dan sendi merupakan suatu

proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis
yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari
paru-paru. Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling sering adalah pada tulang
15

belakang, yang dikenal dengan spondilitis TB.1,2 Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Pervical Pott pada tahun 1779, sehingga disebut Potts disease.3
Spondilitis Tuberkulosis lebih sering terjadi pada anak-anak dan usia dewasa
muda. Lokasi tersering terjadi pada daerah torakal atau lumbal, jarang di daerah
servikal.2,4-8 Spondilitis TB merupakan salah satu infeksi tuberkulosis ekstra paru
yang dapat menimbulkan cacat fisik yang berat dan defisit neurologis permanen. 38

Penanganan medis dan tindakan bedah yang cepat dapat mencegah progresifitas

dan kerusakan tulang belakang yang lebih lanjut.

2.3

Epidemiologi
Angka kejadian spondilitis TB di negara maju maupun berkembang masih

cukup tinggi. Penyakit ini merupakan manifestasi tersering dari tuberkulosis


tulang dan sendi, yaitu sekitar 40-50% dari keseluruhan kasus dan lebih sering
menyerang anak-anak dan usia dewasa muda.3 Rasio angka kejadian kasus ini
lebih banyak terjadi pada laki-laki, yaitu 3:1.3,6-8
Data dari Data Los Angeles dan New York menunjukkan bahwa
tuberkulosis tulang dan sendi terjadi terutama pada ras Afrroamerika, Hispanic
Americans, Asian Americans, dan orang yang lahir di luar negri.3
2.4
Etiologi
Spondilitis TB merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis. Penyebabnya
adalah Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan
bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat
diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik
Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam
media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan
karakteristik

Mycobacterium

tuberculosis

dan

dapat

membantu

untuk

membedakannnya dengan spesies lain.11,12


2.5

Patogenesis3,11,12
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran

hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius Penyebaran langsung juga dapat terjadi dari sumber
infeksi. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
16

fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Secara anatomis, vertebra thoracalis
merupakan lokasi tersering terjadi penyebaran infeksi tuberkulosis, diikuti oleh
vertebra lumbalis.
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebra yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batson yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak
vertebra yang terkena. Infeksi tuberkulosis menyebar dari area kornu anterior
corpus vertebra ke arah diskus intervertebralis. Terjadinya nekrosis perkijuan
yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan
menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan tuberculous
sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis, yang avaskular,
relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Bila diskus terkena infeksi,
maka diskus akan rusak karena jaringan granulasi, hilangnya tulang subchondral,
dehidrasi diskus, sehingga celah sendi menyempit. Suplai darah juga akan
semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang
menjadi nekrosis.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa,
tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai daerah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis
dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat
dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjoi ke dalam faring yang dikenal
sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat
trakea, esofagus atau kavum pleura.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut
akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat
badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi
intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul
17

deformitas berbentuk kifosis. Kifosis terjadi akibat kolapsnya bagian anterior


vertebra.

Gambar 4. Gambar skematis terjadinya kifosis pada tulang belakang (penyakit


Pott) akibat osteomielitis tuberkulosa.
Lesi

pada

vertebra

thoracalis

lebih

banyak

menimbulkan

kifosis

dibandingkan lesi pada vertebra lumbalis. Kanalis vertebralis dapat menyempit


akibat abses, jaringan granulasi, atau invasi langsung lapisan duramater, yang
mengakibatkan kompresi pada medula spinalis dan defisit neurologis.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:1,11
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior/area subkondral). Lesi destruktif
biasanya terdapat di bagian depan korpus vertebra dan cepat merusak
diskuts. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang berdekatan.
Banyak ditemukan pada orang dewasa. Terbanyak ditemukan di regio
lumbal. Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami
destruksi disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji
dan pada tempat tersebut timbul gibbus.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses
selanjutnya adalah seperti pda tipe paradiskal. Sering terjadi pada anak-anak.
Terbanyak di temukan di regio torakal.

18

3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Kerusakan pada diskus berjalan lambat.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu:
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang; maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal.
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama
3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut.
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), .yang
terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan
korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis.
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditemukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa.

Vertebra

torakalis

mempunyai

kanalis

spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah


terjadi pada daerah ini.
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia, yaitu:
1.

Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.

2.

Derajat II
19

Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih


apat melakukan pekerjaannya
3.

Derajat III
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anesthesia.

4.

Derajat IV
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi
dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi
secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif
dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan
vaskuler vertebra.
Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai
paraplegia.
5. Stadium deformitas residual.
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif di sebelah depan.
2.6

Diagnosis
Diagnosis

spondilitis

tuberkulosa

gambaran klinis dan pemeriksaan

dapat

ditegakkan

berdasarkan

radiologis. Untuk melengkapkan

pemeriksaan, maka dibuat suatu standar pemeriksaan pada penderita


tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu:
a) Gambaran klinik dan neurologis yang lengkap
20

b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan Laboratorium
d) Pemeriksaan Radiologis
a.

Gambaran klinis3,5,8,11,12
Dari anamnesis akan didapatkan gambaran penyakit sistemik, antara lain
batuk-batuk lama (>2 minggu) disertai nyeri dada ataupun batuk berdarah,
keringat malam hari, demam intermiten, penurunan berat badan, dan
anorexia. Pasien akan mengeluhkan adanya sakit punggung yang terlokalisir
pada satu vertebra ataupun radikular (menjalar sesuai persarafan yang keluar
dari medula spinalis) yang sifatnya lebih ringan dibandingkan nyeri punggung
akibat infeksi pyogenik lainnya. Pembengkakan di sendi yang berjalan
lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti pada infeksi septik.
Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah
telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat.
Defisit neurologis juga menjadi keluhan pasien antara lain paraplegia,
paresis, sensasi yang berkurang, dan/atau cauda equina syndrome. Apabila
infeksi TB mengenai vertebra cervical, maka akan memberikan gejala
disfagia dan stridor. Gejala lainnya yaitu tortikolis, suara serak, dan defisit
neurologis.

b.

Pemeriksaan fisik
Melalui inspeksi, cara berjalan pasien nampak kaku akibat menahan rasa
sakit yang timbul. Selain itu, tampak adanya deformitas, dapat berupa: kifosis
(gibbus/angulasi tulang belakang), skoliosis, dan dislokasi. Jika terdapat
abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi
rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Abses di
regio lumbar akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di
atas atau di bawah lipat paha. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip
dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan
tangannya diatas paha.3,11,13
Pada palpasi, apabila terdapat abses maka akan teraba massa yang
berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess,
21

yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi
di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang
otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di
sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran
lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.3,11
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus
spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.3,11
c.

Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin didapatkan :

1. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai dengan leukositosis


2. Uji Mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar linfe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
d.

Pemeriksaan radiologis3,11,12,13,15
Perubahan radiologi yang terjadi cukup lambat. Foto rontgen dada
dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di
paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
1. Pemeriksaan konvensional
Karakteristik spondylitis TB pada foto konvensional adalah sebagai berikut
Gambaran destruksi litik pada anterior korpus vertebra
Hilangnya ketinggian diskus intervertebralis yang progresif dengan

gambaran ireguler pada vertebral end plate


Diskus intervertebralis dapat tampak rusak atau menyusut
Kolapsnya korpus vertebra
Pembesaran bayangan psoas dengan atau tanpa kalsifikasi
Lesi tulang dapat terjadi pada lebih dari 1 level.
Pembengkakan jaringan lunak
Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan
psoas. Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular
dengan kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan
lunak yang mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa
kalsifikasi pada saat penyembuhan. Deteksi (evaluasi) adanya abses
epidural sangatlah penting, oleh karena merupakan salah satu indikasi
tindakan operasi (tergantung ukuran abses).
22

Gambar 5. Destruksi berat korpus vertebra dengan kolaps dan kifosis (anak panah)12

Gambar 6. Kalsifikasi parsial massa jaringan lunak paravertebra, dengan ekspansi dan
melengkungnya bayangan psoas kanan
(RadioGraphics 2007; 27:12551273)
2. Pemeriksaan CT-Scan
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Gambaran lesi litik iregular, sklerosis,
23

kolapsnya diskus intervertebralis, dan keterlibatan lengkung syaraf posterior


seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. CT Scan memberikan
gambaran lesi awal dan lebih efektif untuk menentukan bentuk dan
kalsifikasi dair abses jaringan lunak. Selain itu, CT Scan membantu dalam
proses aspirasi jarum halus untuk mengisolasi organisme.

Gambar 7. Tampak destruksi vertebra dan kalsifikasi abses psoas kanan


3. Pemeriksaan MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan pemeriksaan standar untuk
mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomyielitis pada tulang
belakang dan lebih efektif untuk menilai perluasan penyakit ke jaringan
lunak. Pemeriksaan MRI juga lebih baik dalam membedakan spondylitis TB
dengan spondylitis pyogenik, dapat membedakan komplikasi yang bersifat
kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang
belakang.
Spondylitis TB memberikan gambaran dinding abses tipis dan halus, serta
tanda-tanda abnormal paraspinal dengan bentuk teratur. Sedangkan
spondylitis pyogenik memberikan gambaran dinding abses yang tebal dan
iregular, disertai tanda abnormal praspinal dengan bentuk yang tidak teratur.

24

Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi


di abses.

Gambar 8. Hasil MRI pada pasien laki-laki, usia 30 tahun dengan spondylitis TB
sebelum dan sesudah dimasukkan kontras gadolinium IV. Tampak kerusakan dan
abses pada diskus intervertebralis T11-T12

Gambar 9. Spondylitis TB pada vertebra thoracalis. Nampak abses paraspinal


multilokuler12
2.7

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan spondylitis TB harus segera dilakukan begitu diagnosa


ditegakkan untuk mencegah destruksi tulang dan sendi yang serius dan defisit
25

neurologis yang dapat terjadi apabila terjadi penekanan pada medula spinalis.
Terapi pada spondylitis TB terbagi atas terapi konservatif dan terapi operatif
1. Terapi Konservatif
a. Perbaikan nutrisi
b. Tirah baring
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada
turning frame/plaster bed

atau continous bed rest disertai dengan

pemberian kemoterapi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit


yang telah lanjut dan bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang
cukup untuk melakukan operasi, atau bila terdapat masalah teknik yang
terlalu membahayakan. Istirahat dapat dilakukan dengan memakai gips
untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama
pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan
untuk mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas
lebih lanjut. Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu,
sehingga dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda
klinis, radiologis dan laboratorium.11
c. Medikamentosa
Pemberian kemoterapi anti tuberkulosa merupakan prinsip utama terapi
pada seluruh kasus termasuk tuberkulosa tulang belakang. Pemberian
dini obat antituberkulosa dapat secara signifikan mengurangi morbiditas
dan mortalitas. Namun, hasil tersebut hanya dapat diperoleh apabila
pasien belum sampai mengalami defisit neurologis ataupun deformitas
yang berat. Saat ini, regimen anti tuberkulosa yang digunakan adalah
isoniazid, pyrazinamide, etambutol dan rifampisin selama 6 bulan atau
lebih. Pemberian kemoterapi saja dilakukan pada penyakit yang sifatnya
dini atau terbatas tanpa disertai dengan pembentukan abses. Terapi dapat
diberikan selama 6-12 bulan atau hingga foto rontgen menunjukkan
adanya resolusi tulang. Walaupun begitu, selama periode pengobatan
tersebut tidak tertutup kemungkinan destruksi tulang terus dapat
berlanjut. Oleh sebab itu, diperlukan pemantauan ketat selama
pemberian terapi.11,12

26

2. Terapi Operatif
Tindakan operatif pada kasus spondylitis TB menunjukkan perbaikan
neurologis sebesar 60-69% dibandingkan dengan terapi medikamentosa
yang hanya memberikan perbaikan neurologis sebesar 38-48%.3,12 Indikasi
dilakukan operasi pada spondylitis TB antara lain:3,11,12,14
Defisit neurologis: paraperesis, paraplegia
Deformitas vertebra dengan instabilitas atau nyeri. Kerusakan pada
vertebra dinilai bermakna apabila lebih dari 50% korpus vertebra kolaps
atau hancur atau deformitas vertebra lebih dari 50.
Tidak berespon dengan medikamentosa: kifosis terus berlangsung
progresif
Abses paraspinal yang besar
Diagnosa yang meragukan sehingga perlu dilakukan biopsi.
Sebelum

dilakukan

operasi,

disarankan

untuk

memberikan

terapi

antituberkulosis selama 1-2 minggu sebelum operasi untuk menekan angka


kejadian infeksi dan memudahkan diseksi saat operasi. 8,12 Hodgson
mempopulerkan tindakan operasi pada spondylitis TB, yang dikenal dengan
prosedur Hong Kong.8,12 Tindakan operasi ini menggunakan pendekatan dari
arah anterior, yaitu dengan debridemen luas seluruh tulang dan jaringan
lunak yang terinfeksi dari anterior, dekompresi medula spinalis, dan grafting
autolog. Apabila terjadi tuberkulosis pada dinding thorax, maka dilakukan
tindakan thoracotomy. Pendekatan lain yang digunakan adalah posterior
costotransversectomy. Di Indonesia, sebuah laporan kasus pada seorang anak
dengan spondylitis TB menunjukkan perbaikan setelah menajalani operasi
dengan pendekatan costotransversectomy.12

27

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Spondilitis Tuberkulosis merupakan suatu proses peradangan yang kronik dan
destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dari
fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Frekuensi tuberkulosis tulang
yang paling sering adalah pada tulang belakang, yang dikenal dengan spondilitis TB.
Angka kejadian spondilitis TB di negara maju maupun berkembang masih
cukup tinggi. Penyakit ini merupakan manifestasi tersering dari tuberkulosis tulang
dan sendi, yaitu sekitar 40-50% dari keseluruhan kasus dan lebih sering menyerang
anak-anak dan usia dewasa muda.3 Rasio angka kejadian kasus ini lebih banyak terjadi
pada laki-laki, yaitu 3:1.
Diagnosis Spondilitis TB berupa anamnesis tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, Gambaran klinik dan neurologis yang lengkap, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylitis TB harus
segera dilakukan begitu diagnosa ditegakkan untuk mencegah destruksi tulang dan
sendi yang serius dan defisit neurologis yang dapat terjadi apabila terjadi penekanan
pada medula spinalis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ekayuda, Iwan. 2005. Infeksi Tulang dan Sendi. Dalam: Radiologi Diagnostik.
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Abbasi F, Besharat M. 2011.Tuberculosis Spondylitis (Potts Disease) in Iran,
Evaluation of 40 Cases. Dalam: Iran J Clin infect Dis, Vol. 6 suppl: 30-2.
28

3. Hidalgo AJ. 2012. Pott Disease Differential Diagnoses. Available from:


Medscpae Reference; Drugs, Diseases & Procedures.
4. American Thoracic Society. 2000. Diagnostic Standards and Classification of
Tuberculosis in Adults and Children. Dalam: Am J Respir Crit Care Med Vol
161. pp 13761395.
5. Moesbar, N. 2009. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Dalam:
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 3 No. 3: 279
6.

Sinan T, dkk. 2004. Spinal tuberculosis: CT and MRI features. Dalam: Ann
Saudi Med 24:6.

7. Na-Young Jung, dkk. Discrimination of Tuberculous Spondylitis from


Pyogenic Spondylitis on MRI. Dalam: AJR:182, June 2004
8. Nataprawira HM, Rahim AH, Dewi MM, Ismail Y. 2010. Laporan Kasus:
Comparation Between Operative and Conservative Therapy in Spondylitis
Tuberculosis in Hasan Sadikin Hospital Bandung. Dalam: Majalah
Kedokteran Indonesia 60:7.
9. Standring, S. 2008. Gray Anatomy: The Anatomical Basic of Clinical Practice.
Standring S. London: Elsevier Churchill Livingstone.
10. Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi
ke-6. Jakarta: EGC
11. Vitriana. 2012. Spondilitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi. Jakarta.
12. John JMR, Heller G. 2004. Spinal Infections. Dalam: Adult &
Pediatric Spine, The, 3rd Edition . Frymoyer JW, Wiesel SW.
Editor. Lippincott Williams & Wilkins.
13. Berquist TH, Fenton DS. 2007. Spine. Dalam: Musculoskeletal Imaging
Companion: 2nd Editon. Berquist TH. Editor. Lippincott Williams & Wilkins.
Mak KC, Cheung KM. Surgical Treatment of Acute TB Spondylitis:
Indications and outcomes. Dalam: Eur Spine J. 22 Suppl 4:603-11.
14. MR Imaging Assessment of the Spine: Infection or an Imitation? Dalam:
Radiographics Volume 29 Number 2 p599-612.

29

Anda mungkin juga menyukai