Spondilitis TB
Spondilitis TB
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. MH
Umur
: 45 tahun
Alamat
: Lhoksukon
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Suku
: Aceh
Nomor CM
: 1019888
Pekerjaan
: Swasta
1.
2.
3.
4.
pasien
Hipertensi disangkal.
Diabetes Melitus disangkal.
Riwayat Stroke disangkal.
Riwayat Kejang disangkal.
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 87x/menit
Suhu
: 36,7oC
Pernafasan
: 20 x/menit
Berat Badan
: 72 kg
Tinggi Badan
: 168 cm
Keadaan Gizi
: Normoweight
Kulit
Warna
: sawo matang
Turgor
: cepat
Parut/skar
: tidak dijumpai
Sianosis
: tidak dijumpai
Ikterus
: tidak dijumpai
Udema
: tidak dijumpai
Anemia
: tidak dijumpai
Spider naevi
: tidak dijumpai
2
Kepala
Rambut
Wajah
Mata
Telinga
: serumen(-/-)
Hidung
: sekret(-/-)
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
:T1-T1
Faring
Leher
Inspeksi
Palpasi
Thorax
Inspeksi
Statis
: simetris, bentuknormochest.
Dinamis
Paru
Inspeksi
Palpasi
:
sf Kanan
sf Kiri
Depan
normal
normal
Belakang
normal
normal
Perkusi
Auskultasi
:
Kanan
Kiri
Depan
Sonor
Sonor
Belakang
Sonor
Sonor
Kanan
Kiri
Depan
vesikuler
vesikuler
Belakang
vesikuler
vesikuler
Rhonki (+)
Wheezing (-)
Rhonki (-)
Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas-batas jantung
Atas
: ICS III
Kiri
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Hepar
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: ballotement (-)/(-)
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Genitalia
Tidak diperiksa
Anus
Tidak diperiksa
Tulang Belakang
Bentuk : simetris
Kelenjar Limfe Inguinal
Pembesaran KGB
: tidak dilakukan
Ekstremitas
Superior
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Sianosis
negatif
negatif
negatif
negatif
Oedema
negatif
negatif
negatif
negatif
lutut
bengkak
negatif
Status Psikiatri
Sikap dan tingkah laku : dalam normal
Persepsi dan pola pikir : dalam batas normal
STATUS NEUROLOGIS
GCS
: E4 M6 V5 = 15
Pupil
Reflek Cahaya
Nervus Cranialis
Kelompok Optik
Kanan
Kiri
Nervus II (visual)
-
Visus
Lapangan pandang
Melihat warna
6/6
6/6
normal
normal
Ukuran
3 mm
3 mm
Bentuk Pupil
bulat
bulat
Reflek Cahaya
positif
positif
Nistagmus
negatif
negatif
Strabismus
negatif
negatif
Lateral
positif
positif
Atas
positif
positif
Bawah
positif
positif
Medial
positif
positif
Diplopia
negatif
negatif
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
-
Membuka Mulut
: baik
: baik
Mengerutkan dahi
: baik
Menutup Mata
: baik
Menggembungkan pipi
: baik
Memperlihatkan gigi
: baik
Sudut bibir
: simetris
Bicara
: baik
Reflek menelan
: baik
Mengangkat bahu
Memutar kepala
: baik
: baik
Artikulasi lingualis
: baik
Menjulurkan lidah
: baik
Kelompok Sensoris
Nervus I (fungsi penciuman)
: baik
6
: baik
: baik
: baik
Badan
Motorik
-
Gerakan Respirasi
: torakoabdominal
: kesan simetris
Sensibilitas
-
Rasa Suhu
: normal
Rasa nyeri
: normal
Rasa Raba
: normal
Kanan
Kiri
Pergerakan
aktif
aktif
Kekuatan
5555
5555
Tonus
positif
positif
Refleks
Kanan
Kiri
Bisceps
positif
positif
Trisceps
positif
positif
Kanan
Kiri
Pergerakan
aktif
aktif
Kekuatan
4444
4444
Tonus
positif
positif
Kanan
Kiri
Patella
positif
positif
Achilles
positif
positif
Babinski
negatif
negatif
Chaddock
negatif
negatif
Gordon
negatif
negatif
Oppenheim
negatif
negatif
7
Sensibilitas
-
Rasa Suhu
: normal
Rasa nyeri
: Positif
Rasa Raba
: Berkurang
Gerakan Abnormal
: tidak ditemukan
Fungsi Otonom
-
Miksi
Defekasi
: normal
: normal
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hb
: 9,2 g/dl
Ht
: 28 %
Eristrosit : 3,5x106
Leukosit
: 7,6x103
Trombosit : 190x103
Natrium
: 133 mmol/L
Kalium
: 4,3 mmol/L
Klorida
: 101 mmol/L
KGDS
: 138 mg/dL
Ureum
: 34 mg/L
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorax
Kesimpulan : TB Paru
Kesimpulan :
Destruksi endplate inferior VL 1,4 dan endplate superior VL 2,5
Spondylosis Lumbalis
Bayangan radioopaque di dalam cavum pelvis
9
10
Nepatic 3x300 mg
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Tramadol Supp
Rimstar 1x200 tab
Coditam 3x10 mg
Omeprazole 1 amp/12 jam
Inj Ceftriaxone 1 gr/12 jam
Inj Methil Prednisolon 125 mg/12 jam
Edukasi
1. Penjelasan mengenai keadaan pasien
2. Latihan fisioterapi di rumah
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam
: dubia ad bonam
Quo ad sanactionam
: dubia ad bonam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi Vertebra9,10
Vertebra secara anatomis terdiri atas corpus, arcus, processus spinosus dan
foramen vertebrale yang berada di antara corpus dan arcus vertebrae. Di bagian
cranial dan caudal dari arcus vertebrae terdapar incisura vertebralis superior dan
incisura vertebralis inferior. Incisura superior dan inferior dari vertebra di sebelah
cranialnya membentuk lubang yang dinamakan foramen intervertebrale, dilalui
oleh nervus spinalis.
13
berikut:
Corpus besar, berbentuk sebagai ginjal melintang, bagian dorsal lebih
rendah daripada bagian anterior,
Processus spinosus besar dan pendek
Pada tepi dorsal processus articularis terdapat tonjolan yang tumpul, disebut
processus mamillaris
Processus transversus arahnya melintang
Pada pangkal processus mamillaris di sebelah caudolateral terdapat
processus accesorius.
14
d) Vertebra sacralis
Terdiri atas 5 ruas tulang yang saling melekat menjadi satu membentuk os
sacrum. Os sacrum berbentuk segitiga, dasarnya berada di sebelah cranial,
disebut basis ossis sacri, dan puncaknya berada di bagian caudal, disebut apex
ossis sacri.
e) Os coccygeus
Terdiri dari 4 ruas (3-6) yang melekat menjadi satu tulang. Vertebra
coccygeus I masih mempunyai sisa-sisa processus transversus, membentuk
cornu coccygeus.
Ruas-ruas tulang belakang tersusun menjadi columna vertebralis. Bentuk
columna vertebralis tidak lurus. Di beberapa tempat membentuk lengkungan,
yaitu:
Lordosis cervicalis, melengkung ke anterior di daerah cervical
Kyphosis thoracalis, melengkung ke dorsal di daerah thoracal
Lordosis lumbalis, melengkung ke anterior di daerah lumbal
Kyphosis sacralis, melengkung ke dorsal di daerah sacral
2.2
proses peradangan yang kronik dan destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis
yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari
paru-paru. Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling sering adalah pada tulang
15
belakang, yang dikenal dengan spondilitis TB.1,2 Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Pervical Pott pada tahun 1779, sehingga disebut Potts disease.3
Spondilitis Tuberkulosis lebih sering terjadi pada anak-anak dan usia dewasa
muda. Lokasi tersering terjadi pada daerah torakal atau lumbal, jarang di daerah
servikal.2,4-8 Spondilitis TB merupakan salah satu infeksi tuberkulosis ekstra paru
yang dapat menimbulkan cacat fisik yang berat dan defisit neurologis permanen. 38
Penanganan medis dan tindakan bedah yang cepat dapat mencegah progresifitas
2.3
Epidemiologi
Angka kejadian spondilitis TB di negara maju maupun berkembang masih
Mycobacterium
tuberculosis
dan
dapat
membantu
untuk
Patogenesis3,11,12
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar
tulang belakang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem
pulmoner dan genitourinarius Penyebaran langsung juga dapat terjadi dari sumber
infeksi. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
16
fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari
fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Secara anatomis, vertebra thoracalis
merupakan lokasi tersering terjadi penyebaran infeksi tuberkulosis, diikuti oleh
vertebra lumbalis.
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebra yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus Batson yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak
vertebra yang terkena. Infeksi tuberkulosis menyebar dari area kornu anterior
corpus vertebra ke arah diskus intervertebralis. Terjadinya nekrosis perkijuan
yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan
menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan tuberculous
sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis, yang avaskular,
relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Bila diskus terkena infeksi,
maka diskus akan rusak karena jaringan granulasi, hilangnya tulang subchondral,
dehidrasi diskus, sehingga celah sendi menyempit. Suplai darah juga akan
semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang
menjadi nekrosis.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra.
Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan
perlunakan korpus. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa,
tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan
berekspansi ke berbagai daerah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis
dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat
dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjoi ke dalam faring yang dikenal
sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat
trakea, esofagus atau kavum pleura.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut
akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat
badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi
intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul
17
pada
vertebra
thoracalis
lebih
banyak
menimbulkan
kifosis
18
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Kerusakan pada diskus berjalan lambat.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu:
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang; maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal.
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra
serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama
3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut.
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk
massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), .yang
terjadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan
korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis.
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi, tetapi terutama ditemukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa.
Vertebra
torakalis
mempunyai
kanalis
Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
2.
Derajat II
19
Derajat III
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesia/anesthesia.
4.
Derajat IV
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi
dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi
secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan
ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum
tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit
yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang
kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif
dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan
vaskuler vertebra.
Derajat I-III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai
paraplegia.
5. Stadium deformitas residual.
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan
vertebra yang masif di sebelah depan.
2.6
Diagnosis
Diagnosis
spondilitis
tuberkulosa
dapat
ditegakkan
berdasarkan
b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan Laboratorium
d) Pemeriksaan Radiologis
a.
Gambaran klinis3,5,8,11,12
Dari anamnesis akan didapatkan gambaran penyakit sistemik, antara lain
batuk-batuk lama (>2 minggu) disertai nyeri dada ataupun batuk berdarah,
keringat malam hari, demam intermiten, penurunan berat badan, dan
anorexia. Pasien akan mengeluhkan adanya sakit punggung yang terlokalisir
pada satu vertebra ataupun radikular (menjalar sesuai persarafan yang keluar
dari medula spinalis) yang sifatnya lebih ringan dibandingkan nyeri punggung
akibat infeksi pyogenik lainnya. Pembengkakan di sendi yang berjalan
lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti pada infeksi septik.
Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah
telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat.
Defisit neurologis juga menjadi keluhan pasien antara lain paraplegia,
paresis, sensasi yang berkurang, dan/atau cauda equina syndrome. Apabila
infeksi TB mengenai vertebra cervical, maka akan memberikan gejala
disfagia dan stridor. Gejala lainnya yaitu tortikolis, suara serak, dan defisit
neurologis.
b.
Pemeriksaan fisik
Melalui inspeksi, cara berjalan pasien nampak kaku akibat menahan rasa
sakit yang timbul. Selain itu, tampak adanya deformitas, dapat berupa: kifosis
(gibbus/angulasi tulang belakang), skoliosis, dan dislokasi. Jika terdapat
abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi
rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Abses di
regio lumbar akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di
atas atau di bawah lipat paha. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip
dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan
tangannya diatas paha.3,11,13
Pada palpasi, apabila terdapat abses maka akan teraba massa yang
berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess,
21
yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi
di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang
otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di
sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran
lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.3,11
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus
spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.3,11
c.
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium mungkin didapatkan :
Pemeriksaan radiologis3,11,12,13,15
Perubahan radiologi yang terjadi cukup lambat. Foto rontgen dada
dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya tuberkulosa di
paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).
1. Pemeriksaan konvensional
Karakteristik spondylitis TB pada foto konvensional adalah sebagai berikut
Gambaran destruksi litik pada anterior korpus vertebra
Hilangnya ketinggian diskus intervertebralis yang progresif dengan
Gambar 5. Destruksi berat korpus vertebra dengan kolaps dan kifosis (anak panah)12
Gambar 6. Kalsifikasi parsial massa jaringan lunak paravertebra, dengan ekspansi dan
melengkungnya bayangan psoas kanan
(RadioGraphics 2007; 27:12551273)
2. Pemeriksaan CT-Scan
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Gambaran lesi litik iregular, sklerosis,
23
24
Gambar 8. Hasil MRI pada pasien laki-laki, usia 30 tahun dengan spondylitis TB
sebelum dan sesudah dimasukkan kontras gadolinium IV. Tampak kerusakan dan
abses pada diskus intervertebralis T11-T12
Penatalaksanaan
neurologis yang dapat terjadi apabila terjadi penekanan pada medula spinalis.
Terapi pada spondylitis TB terbagi atas terapi konservatif dan terapi operatif
1. Terapi Konservatif
a. Perbaikan nutrisi
b. Tirah baring
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada
turning frame/plaster bed
26
2. Terapi Operatif
Tindakan operatif pada kasus spondylitis TB menunjukkan perbaikan
neurologis sebesar 60-69% dibandingkan dengan terapi medikamentosa
yang hanya memberikan perbaikan neurologis sebesar 38-48%.3,12 Indikasi
dilakukan operasi pada spondylitis TB antara lain:3,11,12,14
Defisit neurologis: paraperesis, paraplegia
Deformitas vertebra dengan instabilitas atau nyeri. Kerusakan pada
vertebra dinilai bermakna apabila lebih dari 50% korpus vertebra kolaps
atau hancur atau deformitas vertebra lebih dari 50.
Tidak berespon dengan medikamentosa: kifosis terus berlangsung
progresif
Abses paraspinal yang besar
Diagnosa yang meragukan sehingga perlu dilakukan biopsi.
Sebelum
dilakukan
operasi,
disarankan
untuk
memberikan
terapi
27
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Spondilitis Tuberkulosis merupakan suatu proses peradangan yang kronik dan
destruktif yang disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dari
fokus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Frekuensi tuberkulosis tulang
yang paling sering adalah pada tulang belakang, yang dikenal dengan spondilitis TB.
Angka kejadian spondilitis TB di negara maju maupun berkembang masih
cukup tinggi. Penyakit ini merupakan manifestasi tersering dari tuberkulosis tulang
dan sendi, yaitu sekitar 40-50% dari keseluruhan kasus dan lebih sering menyerang
anak-anak dan usia dewasa muda.3 Rasio angka kejadian kasus ini lebih banyak terjadi
pada laki-laki, yaitu 3:1.
Diagnosis Spondilitis TB berupa anamnesis tanda dan gejala klinis,
pemeriksaan fisik, Gambaran klinik dan neurologis yang lengkap, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan spondylitis TB harus
segera dilakukan begitu diagnosa ditegakkan untuk mencegah destruksi tulang dan
sendi yang serius dan defisit neurologis yang dapat terjadi apabila terjadi penekanan
pada medula spinalis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ekayuda, Iwan. 2005. Infeksi Tulang dan Sendi. Dalam: Radiologi Diagnostik.
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Abbasi F, Besharat M. 2011.Tuberculosis Spondylitis (Potts Disease) in Iran,
Evaluation of 40 Cases. Dalam: Iran J Clin infect Dis, Vol. 6 suppl: 30-2.
28
Sinan T, dkk. 2004. Spinal tuberculosis: CT and MRI features. Dalam: Ann
Saudi Med 24:6.
29