Anda di halaman 1dari 6

Makalah Mikrobiologi Dermatofitosis

OLEH BERBAGITUGASKULIAH PADA 17 DESEMBER 2011

BAB I
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG

Jamur yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah dermatofita
(dermatophyte, bahasa yunani, yang berarti tumbuhan kulit) dan jamur serupa ragi candida
albican, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superficial pada kulit, rambut, kuku, dan
selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus jaringan hidup dan menyebabkan infeksi dibagian
dalam. Jamur yang berhasil masuk bisa tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan
penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).1
Insidensi mikosis superfisial sangat tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, oleh
karena itu akan dibicarakan secara luas. Sebaliknya mikosis profunda jarang terdapat. Yang
termasuk ke dalam mikosis superfisial terbagi 2: kelompok dermatofitosis dan nondermatofitosis. Dermatofitosis ialah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan golongan jamur
dermatofita. Penyebabnya adalah dermatofita yang mana golongan jamur ini mempunyai sifat
mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti yang terbagi dalam genus, yaitu
microsporum, trichophyton, dan epidermophyton. Selain sifat keratolitik masih banyak sifat yang
sama di antara dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan
untuk pertumbuhannya, dan penyebab penyakit.
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain: 30% dan pekerja penebang
kayu di Palembang dan 11,8% dan pekerja perusahaan kayu lapis menderita dermatitis kontak
utama Wijaya (1972) menemukan 23,75% dan pekerja pengelolaan minyak di Sumatera Selatan
menderita dermatitis akibat kerja, sementara Raharjo (1982) hanya menemukan 1,82%.
Sumamur (1986) memperkirakan bahwa 50-60% dari seluruh penyakit akibat kerja adalah
dermatofitosis akibat kerja. Dari data sekunder ini terlihat bahwa dermatofitosis akibat kerja
memang mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, walaupun jenis dermatofitosisnya tidak sama.
Dan angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit
Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari persentase terendah sebesar
4,8 % (Surabaya) hingga persentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus
dermatomikosis.3
B.

RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah makalah ini yaitu:


1. Apa definisi dari dermatofitosis?
2. Bagaimana etiologi dari dermatofitosis?

3. Apa penyebab dari dermatofitosis?


4. Bagaimana gejala klinik dari dermatofitosis?
5. Bagaiman pengobatan dari dermatofitosis?
C.

TUJUAN PENULISAN
1.
2.
3.
4.
5.

1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui apa definisi dari dermatofitosis?


Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari dermatofitosis?
Untuk mengetahui apa penyebab dari dermatofitosis?
Untuk mengetahui bagaimana gejala klinik dari dermatofitosis?
Untuk mengetahui bagaimana pengobatan dari dermatofitosis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

DEFINISI

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum
korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita
(Budimulja, 2005).
Dermatofita dibagi menjadi genera Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton (Madani,
2000). Golongan jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Hingga kini dikenal sekitar 40
spesies dermatofita, masing-masing dua spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum dan
21 spesiesTrichophyton (Budimulja, 2005).
Topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah permukaan
tertentu, seperti anti infeksi topikal yang dioleskan pada daerah tertentu di kulit dan yang hanya
mempengaruhi daerah yang dioles tersebut (Dorland, 1996).
B.

ETIOLOGI

Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum, tricopyton, dan
epidermophyton.
1.

Microsporum

Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik) atau
pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17 spesies, dan yang
terbanyak adalah:
SPECIES

CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)

Microsporum audouinii

Anthropophilic

Microsporum canis

Zoophilic (Cats and dogs)

Microsporum cooeki

Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and


rodents)

Microsporum ferrugineum

Anthropophilic

Microsporum gallinae

Zoophilic (fowl)

Microsporum gypseum

Geophilic (also isolated from fur of rodents)

Microsporum nanum

Geophilic and zoophilic (swine)

Microsporum persicolor

Zoophilic (vole and field mouse)


Tabel 2.1 Spesies Microsporum.

Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder. Pertumbuhan
pada agar Sabouraud dextrose pada 25C mungkin melambat atau sedikit cepat dan diameter
dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni bervariasi tergantung
pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih atau menguning sampai
cinnamon.
1. Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan Epidermophyton
stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E. floccosum satusatunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah satu penyebab
tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea cruris,
tinea pedis) dan kuku (onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit luar. koloni
E. floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti inkubasi pada suhu 25 C pada agar
potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan
1.

Tricophyton

Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia. Berdasarkan
tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton concentricum
adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton adalah
satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.
NATURAL HABITATS OF TRICHOPHYTON SPECIES
Species

Natural Reservoir

Ajelloi

Geophilic

Concentricum

Anthropophilic

Equinum

zoophilic (horse)

Erinacei

zoophilic (hedgehog)

Flavescens

geophilic (feathers)

Gloriae

Geophilic

Interdigitale

Anthropophilic

Megnini

Anthropophilic

Mentagrophytes

zoophilic (rodents, rabbit) /


anthropophilic

Phaseoliforme

Geophilic

Rubrum

Anthropophilic

Schoenleinii

Anthropophilic

Simii

zoophilic (monkey, fowl)

Soudanense

Anthropophilic

Terrestre

Geophilic

Tonsurans

Anthropophilic

Vanbreuseghemii

Geophilic

Verrucosum

zoophilic (cattle, horse)

Violaceum

Anthropophilic

Yaoundei

anthropophilic
Tabel 2.2 Spesies Trichophyton.

C.

PENYEBAB

Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat ditemukan
hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai
rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka ini tidak
menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Di
Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.

Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah sakit
tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans, E.floccosum,
Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan Scopulariopsis. Menurut
Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum


27% Trichophyton mentagrophytes
7% Trichophyton verrucosum
3% Trichophyton tonsurans
Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum
versicolor, Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and
Trichophyton violaceum.

1. D.

GEJALA KLINIK

Dermatofitosis pada kulit kepala dan rambut ini umumnya menyerang anak prapubertas. Jamur
menyerang stratum korneum dan masuk ke folikel rambut yang selanjutnya akan menyerang
bagian luar atau sampai ke bagian dalam rambut, bergantung pada spesiesnya.
Satu jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, tergantung letak lokasi
anatominya
1.

Tinea Kapitis
1.
1. Grey patch ringworm

Bentuk ini terutama disebabkan oleh Microsporum audouinii (Mulyono, 1986). Bentuk ini
ditemukan pada anak-anak dan biasanya dimulai dengan timbulnya papula merah kecil di sekitar
folikel rambut. Papula ini kemudian melebar dan membentuk bercak pucat karena adanya sisik.
Penderita mengeluh gatal, warna rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat lagi. Rambut menjadi
mudah patah dan juga mudah terlepas dari akarnya. Pada daerah yang terserang oleh jamur
terbentuk alopesia setempat dan terlihat sebagai grey patch. Bercak abu-abu ini sulit terlihat
batas-batasnya dengan pasti bila tidak menggunakan lampu Wood. Pemeriksaan dengan
lampu Wood memberikan fluoresensi kehijau-hijauan sehingga batas-batas yang sakit dapat
terlihat jelas.
Gambar 1. Grey Patch Ringworm (Sumber : Kao, 2005)
1. Kerion

Merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis (Mulyono, 1986).
Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan
menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya. Kelainan ini menimbulkan
jaringan parut yang menetap.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang
disebabkan oleh jamur dari genus Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Satu
jenis dermatofita dapat menghasilkan bentuk klinis yang berbeda dan tergantung letak
lokasi anatominya.
2. Dermatofitosis meliputi tinea kapitis, tinea favosa, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea
kruris, tinea manus, tinea pedis dan tinea unguium.
3. Pengobatan topikal harus disesuaikan kondisi penyakit kulitnya yang meliputi akut,
subakut dan kronik karena setiap obat topikal terdiri dari bahan dasar (vehikulum) dan
bahan aktif yang berbeda-beda indikasinya. Bahan aktif pada obat topikal antijamur
memiliki manfaat fungisid dan fungistatis berdasarkan besarnya konsentrasi, selain itu
juga ada yang memiliki sifat keratolitik dan antibakteri.
4. Bahan aktif yang terdapat pada pengobatan jamur dermatofita meliputi bahan kimia
antiseptik (seperti Cestallani paint atau solusio carbol fuchsin), bahan keratolitik (seperti
asam salisilat yang terkandung dalam salep Whitefield), golongan allilamin (seperti
naftitin dan terbinafin), golongan benzilamin (butenafin), golongan imidazol (seperti
mikonazol, klotrimazol, ketokonazol, ekonazol, oksikonazol, sulkonazol, sertakonazol dan
bifonazol) dan golongan lainnya (seperti siklopiroks, tolnaftat dan haloprogin).
B. SARAN
Dengan melihat kenyataan yang ada dikalangan masyarakat yang sering terkena penyakit ini
yaitu masyarakat yang pekerjaannya berkontak langsung dari matahari (panas). Kami
menyampaikan menyampaikan beberapa saran yang mungkin dapat mencegah atau mengobati
penyakit ini:
1. Pada masyarakat yang sudah terkena segeralah berobat dan jangan menularkan
penyakit sekalipun dengan sengaja.
2. Apabila masyarakat sudah merasakan gatal-gatal segerah mungkin berikan obat anti
gatal atau langsung periksakan kedokter

Anda mungkin juga menyukai