Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak di dunia. Telah tercatat bahwa Indonesia menempati urutan ke empat dalam
hal penduduk terpadat di dunia.1 Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN), Fasli Jalal pada 30 april 2014 menyampaikan salah
satu isu kependudukan yakni besarnya jumlah penduduk indonesia, diperkirakan
jumlahnya 240 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49% per tahun. 2 Dengan banyaknya
jumlah penduduk yang ada di Indonesia tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa di
Indonesia seringkali banyak timbul permsalahan didalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat. Permasalah yang timbul di Indonesia sangat lah beragam,
baik
dikatakan hukum positif yang terdapat di Indonesia. Oleh sebab itu, segala bentuk
permasalahan akan diselesaikan melalui ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia. Permasalahan tersebut salah satunya timbul atau berasal
dari bidang hukum perdata seperti perbuatan melawan hukum dan wanprestasi.
Perbuatan melawan hukum dan wanprestasi merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang merupakan
produk hukum dari Belanda. Dengan adanya asas ordonansi, maka Indonesia
membuat peraturan tersebut, menjadi peraturan yang mengatur mengenai bidang
keperdataan di Indonesia. Pada hakekatnya, dalam menyelesaikan permasalahan
mengenai perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dapat dilakukan dengan cara
mengajukan gugatan ke pengadilan dimana tempat tergugat tinggal. Pengajuan
gugatan tersebut dilakukan apabila antara kedua belah pihak baik itu penggugat
maupun tergugat tidak berhasil melakukan musyawarah untuk menghasilkan suatu
mufakat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Pengajuan gugatan tersebut
merupakan salah satu upaya hukum yang terdapat dibidang hukum perdata dan telah
diatur didalam HIR maupun RBg.
Pada hakekatnya, HIR dan RBg pun juga merupakan produk hukum yang
dihasilkan oleh Belanda ketika menjajah Indonesia, sehingga sangat berperan penting
dalam sistem hukum nasional yang ada di Indonesia yakni dalam hal tata cara
pelaksanaan pengajuan gugatan dibidang hukum perdata. Dengan kata lain, dengan
adanya HIR dan RBg ini, memberikan pengaruh positif terhadap sistem hukum
nasional menyangkut perubahan atas substansi hukum yang ada di Indonesia. Dimana
sebelumnya di Indonesia ketika merdeka tidak ada peraturan khusus mengenai tata
cara pengajuan gugatan ke pengadilan dan sekarang terdapat peraturan yang
mengatur mengenai hal tersebut.
Dalam suatu gugatan terdapat seseorang atau lebih yang merasa bahwa
haknya atau hak mereka dilanggar, akan tetapi, orang yang dirasa melanggar
haknya atau hak mereka itu, tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang
diminta itu.3 Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikatakan subjek dalam
mengajukan gugatan adalah penggugat yakni seseorang atau lebih yang merasa
bahwa haknya atau hak mereka dilanggar dan tergugat yakni orang yang dirasa
melanggar haknya penggugat dan tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang
diminta oleh penggugat. Pada dasarnya, yang dapat digolongkan sebagai penggugat
adalah individu yang merasa dirinya dirugikan oleh perbuatan hukum orang lain
seperti perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur didalam pasal 1365
KUHPerdata dan wanprestasi sebagaimana yang telah diatur didalam Pasal 1236,
1237, dan 1243 KUHPerdata.
Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, tidak hanya individu dan
kuasa hukum nya yakni pengacara yang dapat melakukan gugatan ke pengadilan,
tetapi juga badan hukum dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau organisasi
sosial lainnya juga dapat mengajukan gugatan untuk mewakili seseorang. Tata cara
pengajuan gugatan tersebut dinamakan sebagai Legal Standing. Dengan terdapatnya
legal standing ini, yang merupakan salah satu sistem yang digunakan di negaranegara yang menganut sistem Anglo Saxon, merupakan salah satu perkembangan
yang terdapat di bidang hukum perdata. Perkembangan tersebut, terjadi ketika dalam
mengajukan suatu gugatan yang dapat mengajukannya adalah pihak-pihak yang
berkepntingan didalamnya, akan tetapi, dalam perkembangannya LSM atau
organisasi lainnya dapat melakukan gugatan untuk mewakili kepentingan publik atau
kepentingan badan hukum atau individu. Perkembangan tersebut selain memberikan
pengaruh terhadap hukum perdata dalam mengajukan gugatan, juga memberikan
pengaruh yang besar terhadap sistem hukum nasional, sehingga penulis tertarik untuk
membahas lebih lanjut dan mendalam mengenai Legal Standing dan hungannya
3
dengan sistem hukum nasional Indonesia. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk
membahas dan menulisnya dalam makalah yang berjudul: KEDUDUKAN LEGAL
STANDING DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL INDONESIA
B. Identifikasi Masalah
Dalam membahas mengenai pengaruh dari legal standing terhadap sistem
hukum nasional dan kedudukan dari legal standing itu sendiri dalam sistem hukum
nasional, maka akan timbul beberapa permasalahan, antara lain:
1. Bagaimana kedudukan legal standing (hak gugat organisasi) dalam sistem
hukum nasional?
2. Bagaimana pengaruh perkembangan legal standing (hak gugat organisasi)
terhadap sistem hukum nasional?
BAB II
PEMBAHASAN
dikarenakan sifatnya yang inanimatif (tidak dapat berbicara) tidak diberi suatu hak
hukum.
Pada dasarnya, dalam HIR maupun RBg, ternyata sama sekali tidak ada diatur
mengenai masalah pihak yang tidak memiliki kepentingan hukum langsung dapat
mengajukan tuntutan hak ke pengadilan karena prinsip dasar dalam sistem hukum
acara perdata konvensional sebagaimana telah dikemukakan dimuka adalah tiada
gugatan tanpa kepentingan hukum. Dengan kata lain, legal standing ini diadopsi dari
sistem hukum anglo saxon. Pengaturan mengenai legal standing ini muncul pertama
kali ketika terdapatnya kasus antara WALHI (Yayasan Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia) dengan PT Inti Indorayon Utama. 4 Dalam perkara tersebut, Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat menerima gugatan WALHI tersebut terhadap 5 instansi
pemerintah dan PT Inti Indorayon Utama. WALHI dalam hal ini bertindak sebagai
organisasi
yang
mewakili
kepentingan
publik
yaitu
kepentingan
yang
ini memiliki kedudukan yang sama dengan gugatan pada umumnya, yakni proses atau
tata cara mengajukan gugatan ke pengadilan, namun yang membedakan legal
standing dengan gugatan yang diatur didalam HIR maupun RBg adalah di dalam
legal standing yang mengajukan gugatan adalah badan hukum, LSM, atau organisasi
lainnya yang memiliki suatu legalitas dalam mengajukan gugatan yang mana tidak
memiliki kepentingan atau bukan salah satu pihak yang dirugikan oleh perbuatan
hukum orang lain, akan tetapi, mewakili kepentingan publik atau masyarakat dalam
suatu bidang tertentu untuk mengajukan gugatan, sedangkan dalam HIR telah diatur
bahwa pihak yang mengajukan gugatan atau dapat dikatakan penggugat adalah orang
yang merasa dirinya dirugikan atas suatu perbuatan hukum orang lain dan
mengajukan gugatan ke pengadilan.
Dalam Yurisprudensi Amerika terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi untuk
mempunyai standing to sue atau legal standing, yaitu:
a. Adanya kerugian yang timbul karena adanya pelanggaran kepentingan
pemohon yang dilindungi secara hukum dan bersifat spesifik, aktual
dalam satu kontoversi dan bukan hanya bersifat potensial;
b. Adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara kerugian dengan
berlakunya suatu UU;
c. Kemungkinan dengan diberikannya keputusan yang diharapkan, maka
kerugian akan dihindarkan atau dipulihkan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa legal standing merupakan salah satu proses
yang ditemukan dalam mengajukan gugatan yang merupakan salah satu hasil
penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim di Indonesia dalam menyelesaikan
suatu perkara. Dimana dalam hal ini, hakim tidak mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan, akan tetapi mengacu pada nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat. Dengan adanya legal standing ini, maka dapat
dikatakan bahwa terjadi perubahan dalam sistem hukum nasional terutama dalam hal
pengajuan gugatan ke pengadilan.
standing dalam mengajukan gugatan, sekarang telah ada peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai legal standing. Substansi hukum itu sendiri
berdasarkan teori friedman, dapat disebut juga produk yangdihasilkan oleh orang
yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang merekakeluarkan,
aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living
law), bukan hanya aturan yang ada dalamkitab undang-undang (law books). Sebagai
negara yang masih menganut sistem Civil LawSistem atau sistem Eropa Kontinental
(meski sebagaian peraturan perundang-undangan jugatelah menganut Common Law
Sistem atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan- peraturan yang tertulis
sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakanhukum.
Mengenai legal standing ini, di Indonesia telah diatur dalam beberapa
peraturan perundang-undangan. Diawali dengan terbentuknya UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana terbentuk setelah adanya kasus antar
WALHI dengan PT inti Indorayon Utama. Kemudian tedapat juga didalam ketentuan
yang mengatur mengenai Mahkamah Konstusi yakni UU No. 24 Tahun 2003 yang
terdapat didalam Pasal 51 ayat (1), yang mengatur mengenai:
Pemohon
kewenangan
BAB IV
KESIMPULAN
bahwa pada era globalisasi ini, banyak sekali masyarakat Indonesia yang
menggunakan legal standing dalam mengajukan gugatan.
Pada intinya, penulis ingin menyampaikan bahwa legal standing ini, memberikan suatu
dampak atau pengaruh yang positif terhadap sistem hukum nasional di Indonesia, dimana
Indonesia akan mendapat masukan dan lebih banyak mengetahui serta mengikuti
perkembangan yang ada di bidang hukum perdata terutama dalam hal pengajuan gugatan ke
pengadilan. Selain itu, dengan diakuinya legal standing ini, terjadi suatu perkembangan
dalam sistem hukum nasional dimana sustem hukum nasional di Indonesia menjadi bersifat
dinamis, yakni berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.