Anda di halaman 1dari 17

STUDI KASUS MAYOR

MANIFESTASI ORAL PADA PENDERITA TUBERKULOSIS

Oleh:
Aco Karso
Cuspaeni
Tri Utami Rahmahwati
Durotun Nafisah
Pembimbing:
Elizabet Fitriana, drg., Sp. PM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2014

BAB I
LAPORAN KASUS
DATA PASIEN
Tanggal Pemeriksaan

: 15 September 2013

No. Medrek

: 00013095xx

Nama Lengkap

: Tn. D

Umur

: 47 Tahun

Jenis Kelamin

:Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: GR

Masuk RSHS

: 15 September 2013

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: lidah dan seluruh rongga mulut terdapat sariawan dan terasa perih.

Dirasakan semakin parah sejak 1 bulan lalu.


Anamnesa khusus

Pasien merasakan sakit tenggorokan 6 bulan lalu, riwayat merokok sejak remaja.
Semakin banyak merokoknya sejak 5 tahun lalu (sehari 3 bungkus) kemudian berobat ke dokter
umum di Karawang didiagnosa TBC dan diterapi dengan OAT (sekarang sedah sampai pada
bulan ke 6 OAT) pertama mulai diterapi OAT, mulai timbul selaput putih di dorsum lidah,
berobat kedokter umum diberi kandistatin, tapi tidak ada perbaikan. Lama-lama selaput putih
jadi kemerahan dan perih dan juga timbul di pipi bagian dalam kanan dan kiri, langit-langit, bibir
dalam dan bawah lidah. Sejak 6 bulan lalu pasien suka makanan pedas ( makanan padang).
Selama ini sudah diberikan berbagai macam obat : albotil dikumur, betadine kumur, gentian
violet dan ekstrak manggis tapi tidak ada perubahan.
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Disangkal

RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA / KERABAT


Disangkal
PEMERIKSAAN FISIK
A. Tanda Vital
Kesadaran

: CM

Tekanan darah: mm Hg
Nadi

: menit

Pernafasan

: menit

Suhu

Kepala

: konjunctiva anemi

Leher

: kelenjar getah bening tidak teraba

Thorax

: Bentuk dan gerak simetris. Batas paru-hepar , intercostal space V kanan

COR

:Ictus cordis tidak tampak, teraba diintercostal space V linea medioclavicular


batas kanan linea sternalis dextra, kiri ics V linea medioclavicular sinistra, batas
intercostal space III kiri, bunyi jantung S1-S2 normal, S3 (-), S4 (-), murmur (-)

Pulmo

: VF kiri=kanan,

Abdomen

: Ballonment +, nyeri tekan +

Ekstremitas

: edema -

PEMERIKSAAN INTRA ORAL


Kebersihan Mulut

baik/sedang/buruk

Kalkulus +/- RA dan RB

plak +/stain +/-

ant RA dan RB

ant RB

Gingiva

pigmentasi coklat (+), diffuse, di anterior

Mukosa Bukal

mukosa bukal kiri dan kanan: erosif (+), eritem(+), diffuse, dikelilingi
selaput putih (+)

Mukosa Labial

mukosa labial bawah kanan erosif, eritem(+), diffuse


Mukosa labial atas kanan : daerah hiperkeratotik, diffuse, sakit (-)

Palatum Durum

eritem (+), diffuse

Palatum mole

TAK

Frenulum

TAK

Lidah

dorsum lidah : selaput putih (+), eritem (+), erosif (+)


Ventral dan lateral lidah kanan dan kiri : selaput putih (+), erosif (+),
eritem (+), berdarah (+)

Dasar Mulut

TAK

Bibir

kering

Gambar
Diagnosis :
TBC dan diterapi dengan OAT (sekarang sedah sampai pada bulan ke 6 OAT)
Diagnosis Intra Oral:
Susp. Pemfigus vulgarid DD/ OLP
Coated tongue
Bibir kering
Tindakan/ pengobatan:
OHI, KIE
Obat kumur buang prednison
R/ prednison 5 mg tab No. LX
S digerus, coll oris
R/surbex Z No. XII
S 1 dd 1
R/vit B12 100 mg No. XX
S 2 dd 1
R/ Asam folat 400 mg No X
S 1 dd1
Pro kontrol 10 hari lagi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Tanggal 30 Oktober 2013
No. Pemeriksaan
1.
DARAH RUTIN
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
2.

3.
4.

INDEKS ERITROSIT
MCV
MCH
MCHC
HEMATOLOGI
Laju Endap Darah
KIMIA KLINIK
AST (SGOT)
ALT (SGPT)

Hasil

Nilai Rujukan

14,1
41
5.08
10.000
227.000

13,5 17,5 gr/dL


40-52 %
4,5- 6,5 juta/uL
4.400-11.300 /mm3
150.000-440.000 /mm3

80,5
27.8
34.5

80-100 fl
20 34 pg
32 36 %

10

0-15 mm/jam

11

< 50 U/L 37C

< 50 U/L 37C

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TUBERKULOSIS
2.1.1

Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh organisme yang infeksius dan

dapat ditularkan yaitu Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini ditularkan melalui inhalasi
droplet dari pasien yang terinfeksi. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan
diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam paru-parunya yang kemudian
menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. Masa inkubasi penyakit ini cukup lama. Seringkali,
setelah Mycobacterium tuberculosis memasuki tubuh, kekebalan tubuh mengontrol bakteri

tersebut, namun masih hidup dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dalam bentuk tidak aktif.
Sewaktu Mycobacterium tuberculosis tidak aktif, kerusakan tidak bisa timbul, dan penyakit tidak
dapat ditularkan kepada orang lain. Replikasi M.tuberculosis menyebabkan respon inflamatori
dan granulomatosis serta gejala klasik penyakit paru dan sistemik pada pada penderita.
2.1.2

Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini.

Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai
Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif.
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO
jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia,
namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika
hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk. Diperkirakan
angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO
tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara
yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka
mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV
yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.
Kelompok yang beresiko tinggi tertular Tuberkulosis:

2.1.3

Orang yang berkontak dekat dengan penderita TB


Penderita HIV
Pengguna obat suntik
Pasien dengan resiko medis
Petugas kesehatan yang merawat pasien resiko tinggi
Orang yang lahir di negara dengan insidensi dan prevalensi TB tinggi
Orang yang sedang mendapat perawatan medis
Ras beresiko tinggi atau populasi etnik minoritas

Etiologi
Penyebab utama tuberkulosis pada manusia adalah Mycobacterium tuberculosis, bakteri

berbentuk batang yang bersifat tahan asam, non-motil dan obligat aerob. Karena bersifat aerob,
Mycobacterium tuberculosis dapat hidup dengan baik pada keadaan dengan tekanan oksigen
tinggi. Oleh karena itu, bakteri ini pada umumnya menginfeksi paru-paru.
Transmisi yang khas dari bakteri ini adalah melalui droplet mukus atau saliva yang
berasal dari paru-paru pemderita tuberculosis, terutama saat batuk, bersin dan berbicara. Jumlah
dan ukuran dari droplet yang dikeluarkan, mempengaruhi transmisi. Semakin kecil droplet,
semakin cepat menguap dan meninggalkan bakteri serta materi padat yang melayang diudara dan
mudah terhirup. Semakin besar droplet, semakin cepat jatuh ke tanah. Transmisi melalui ingesti
(misalnya: susu yang terkontaminasi) jarang terjadi. Biasanya disebabkan karena mengkonsumsi
susu pasteurisasi. Bentuk lain dari transmisi ingesti adalah ketika pasien batuk dan mengeluarkan
sputum, terjadi inokulasi ke jaringan rongga mulut. Lesi oral dapat terjadi melalui mekanisme
ini.
Interval antara infeksi hingga tuberkulosis aktif pada setiap orang dapat berbeda-beda,
dari beberapa minggu hingga dekade. Pada umumnya kasus tuberkulosis disebabkan oleh
reaktivasi tuberkel; hanya 10% yang disebabkan oleh inisial infeksi. Jumlah organisme yang
terhirup dan immunokompetensi sangat menentukan timbulnya penyakit.

2.1.4 Tipe Tuberkulosis

Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang intim untuk
penularannya. Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak
pada tuberkulosis laring dibandingkan dengan tuberkulosis pada organ lainnya.
Secara klinis tuberkulosis dibagi menjadi tiga tipe:

Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer menunjukkan proses infeksi yang akhirnya mengeliminasi
patogen atau hasil dalam suatu salemate antara mycobacteria dan sistem imun. Dari
kebanyakan infeksi TB, dapat mengandung sistem imun, walaupun tidak mengeliminasi,
mycobacteria dalam tuberkel, mencegah penyebaran bakteri dan progresi penyakit. M.
tuberculosis dapat berada dalam infeksi dorman ini selama bertahun-tahun.
Tuberkulosis tipe ini terdapat pada anak-anak. Setelah usia 6-8 minggu kemudian
mulai dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberkulin menjadi
positif.

Tuberkulosis Sekunder atau Reaktivasi dari tuberkulosis primer


Infeksi dapat menjadi reaktivasi jika mycobacteria dapat merusak tuberkel dan
menyebar melalui paru. Reaktivasi ini secara tipikal terjadi pada keadaan dengan system
imun yang lemah atau tertahan. 10% dari infeksi tuberkulosis primer akan mengalami

reaktifasi, terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer.


Tuberkulosis Diseminata
Penyebaran penyakit dalam tubuh mungkin terjadi jika makrofag yang terinfeksi
bergerak melalui darah dan limfa mengangkut bakteri ke bagian lain. Sekali terinfeksi,
gejala TB diseminata berhubungan dengan lokasi yang terinfeksi. Istilah consumption
yang antikuat timbul dari banyak sekali gejala yang berhubungan dengan TB diseminata
ketika hal yang terinfeksi tersebut terlihat menderita secara perlahan. Infeksi yang baru
terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi. Mungkin dapat terjadi apabila terdapat
penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi penularan secara terus menerus oleh kuman
tersebut dalam suatu keluarga.

2.1.5

Gejala
Gejala TB pada orang dewasa umumnya penderita mengalami:

Batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih


Batuk darah atau pernah batuk darah. Adapun gejala-gejala lain
Sesak nafas dan nyeri dada
Badan lemah
Nafsu makan dan berat badan menurun
Rasa kurang enak badan (malaise)
Berkeringat malam
Demam meriang lebih dari sebulan.

Pada anak-anak gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus.
Gejala umum, meliputi :

Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik

dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.


Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi

saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.


Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah leher,
ketiak dan lipatan paha.

Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab
lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
Gejala dari saluran cerna, misalnya:
- diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
- benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda
Gejala Khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya :
- TB kulit atau skrofuloderma
- TB tulang dan sendi, meliputi : tulang punggung (spondilitis): gibus, tulang panggul
-

(koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul, tulang lutut: pincang dan atau bengkak
TB otak dan saraf: meningitis dengan gejala kaku kuduk, muntah-muntah dan

kesadaran menurun.
Gejala mata: Conjunctivitis phlyctenularis, tuburkel koroid (hanya terlihat dengan
funduskopi).

2.1.6

Pendekatan Diagnosa
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak

secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen
SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan
rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.
Pada orang dewasa, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam diagnosis, hal ini
disebabkan suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang bersangkutan pernah
terpapar dengan Mycobacterium tubeculosis. Selain itu, hasil uji tuberkulin dapat negatif
meskipun

orang

tersebut

menderita

TB.

Misalnya

pada

penderita

HIV

(Human

Immunodeficiency Virus), malnutrisi berat, TB milier dan morbili.


Jenis-jenis pemeriksaan yang perlu dilakukan tergantung kepada bentuk manifestasi
tuberkulosis:

Keadaan klinik meliputi gambaran klinik tuberkulosis paru dan ekstra paru
Radiologi meliputi pemeriksaan foto toraks PA, lateral, lateral decubitus, tomogram, foto

sendi dan tulang, foto ginjal, dan foto abdomen.


Bakteriologi atau identifikasi kuman
Pemeriksaan penunjang lain meliputi funduskopi, laryngoskopi, ultrasonografi,
bronkoskopi, laparoskopi, dan sidik tulang pada tuberkulosis tulang/sendi.

Cara identifikasi lain seperti pengukuran tingkat pertumbuhan kuman, morfologi dan
pigmentasi kuman produksi niacin dan nitrat, khromatografi gas dan cairan, deteksi
antibodi/antigen kuman TB, dan deteksi DNA dan kuman TB.

2.1.7

Manifestasi oral Tuberkulosis


Lesi tuberkular terutama pada bibir, seringkali pada awalnya berupa tuberkel yang pecah

menjadi ulser. Tuberkel baru biasanya muncul di sekitar pinggiran ulser dan proses ini terus
berulang. Sudut mulut merupakan daerah yang sering terkena. Gambaran khas lesi pada mukosa
rongga mulut adalah ulser dengan tepi irregular, undermine, ditutupi pseudomembran abu-abu
dan biasanya nyeri.

Gambar ulser pada alveolar bawah dengan indurasi minimal dan tepi hemoragik

2.1.8

Terapi
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah

kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka
prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

Menghindari penggunaan monoterapi.


Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis

obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini
untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observe Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).


Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan anti
infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga
mekanisme, yaitu aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat
yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid, dan Streptomisin.
Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.
Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan
dengan rifampisin dan streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme
sterilisasi. Sedangkan obat lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat,
Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino
Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang
lebih toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat primer sudah resisten. Sedangkan Rifapentin
dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan kombinasi anti
TB.

Rejimen pengobatan TB mempunyai kode standar yang menunjukkan tahap dan lama
pengobatan, jenis OAT, cara pemberian (harian atau selang) dan kombinasi OAT dengan dosis
tetap. Contoh : 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZES/5HRE
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekwensi. Angka 2
didepan seperti pada 2HRZE, artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi
tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3 kali
seminggu ( selama 4 bulan).
Sebagai contoh, untuk TB kategori I dipakai 2HRZE/4H3R3, artinya : Tahap
awal/intensif adalah 2HRZE : Lama pengobatan 2 bulan, masing masing OAT (HRZE) diberikan
setiap hari. Tahap lanjutan adalah 4H3R3 : Lama pengobatan 4 bulan, masing masing OAT (HR)
diberikan 3 kali seminggu
Menurut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dari Departemen Kesehatan RI,
pengobatan TB dibagi atas 4 kategori yaitu:
1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) yaitu kombinasi isoniazid 300 mg, rifampicin 450 mg,
pirazinamid 1500 mg dan etambutol 750 mg yang diberikan setiap hari selama 2 bulan
dilanjutkan dengan kombinasi isoniazid 600 mg dan rifampicin 450 mg yang diberikan 3 kali
seminggu selama 4 bulan. Obat kategori ini diberikan kepada penderita baru TB paru BTA
positif, penderita TB paru BTA negative. Rontgen positif yang sakit berat dan penderita TB
ekstra paru yang berat.
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) yaitu kombinasi isoniazid 300 mg, rifampicin 450
mg, pirazinamid 1500 mg, etambutol 750 mg dan suntikan streptomicin 750 mg yang
diberikan setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan dengan kombinasi pil yang sama yang juga
diberikan setiap hari tetapi tanpa suntikan streptomicin selama satu bulan dan dilanjutkan lagi
dengan kombinasi isoniazid 600 mg, rifampicin 450 mg dan etambutol 750 mg yang
diberikan 3 kali seminggu selama 5 bulan. Obat kategori ini diberikan kepada penderita TB
yang kambuh, yang gagal pada pengobatan sebelumnya dan untuk penderita yang drop out
pada pengobatan sebelumnya.
3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) yaitu kombinasi isoniazid 300 mg, rifampicin 450 mg dan
pirazinamid 1500 mg yang diberikan setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan dengan
kombinasi iisoniazid 600 mg dan rifampicin 450 mg yang diberikan 3 kali seminggu selama
4 bulan. Obat kategori ini diberikan kepada penderita baru TB paru BTA negatif Rontgen

positif yang sakit ringan dan penderita TB ekstra paru yang ringan seperti TB kelenjar limfe,
TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), TB sendi dan kelenjar adrenal.
4. OAT (Obat anti tuberkulosis) sisipan (HRZE) yaitu kombinasi isoniazid 300 mg, rifampicin
450 mg, pirazinamid 1500 mg dan etambutol 750 mg yang diberikan setiap hari selama satu
bulan. Obat ini diberikan sebagai sisipan kepada penderita TB yang menjalani pengobatan
dengan kategori 1 atau 2 yang BTA-nya masih positif pada akhir fase intensif.
Obat anti tuberkulosis yang sering digunakan adalah INH dengan dosis 10-15 mg/
kgBB/hari, rifampisin dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, pirazinamid 25-35mg/kgBB/hari,
streptomisin dengan dosis 15-30 mg/kgBB/hari, obat lainnya adalah etambutol dengan dosis
15-20 mg/kgBB/hari. OAT yang digunakan dalam bentuk kombinasi dipilih berdasarkan
pengertian akan sifat obat dan keampuhannya terhadap tipe aktivitas dari kuman TB. Dalam
pengobatan TBC ada 2 fase yang perlu diperhatikan: fase intensif dan fase pemeliharaan.
Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT

Sifat

Isoniazid (H)

Bakterisid

Rifampicin (R)

Bakterisid

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid

Streptomycin (S)

Bakterisid

Ethambutol (E)

Bakteriostatik

Dosis yang direkomendasikan


(mg/kg)
Harian
3 x seminggu
5
10
(4-6)
(8-12)
10
10
(8-12)
(8-12)
25
35
(20-30)
(30-40)
15
15
(12-18)
(12-18)
15
30
(15-20)
(20-35)

BAB III
PEMBAHASAN
Melihat gejala-gejala yang terjadi pada pasien ini bila dihubungkan dengan TB adalah
sebagai berikut. Demam hilang timbul adalah ciri khas penyakit infeksi yang kronik. Demam
berkaitan dengan daya tahan tubuh pasien ditambah bakteri micobakteriun dapat dorman.
Demam biasanya terjadi saat kuman sedang membelah dan memperbanyak diri.. Malaise dan
tidak mau makan kemungkinan karena efek pelepasan sitokin. Respon imun terhadap kuman TB
akan merangsang pengeluaran sitokin seperti IL-1, IL-4, TNF alfa dan lain-lain, yang dapat
menyebabkan kurang nafsu makan. Demam secara terus menerus, juga menyebabkan nafsu
makan berkurang. Hal ini menyebabkan defisiensi nutrisi, defisiensi natrium dan kalium selain
itu, karena kurangnya asupan nutrisi, absorpsi yang kurang baik sehingga terjadi
ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan berat badan akibat berkurangnya nafsu makan
sehingga berat badan menurun. Konjungtiva pasien juga tampak pucat, kemungkinan pasien
mengalami anemia. Anemia disebabkan kurangnya asupan makanan.
Pengobatan juga dapat diberikan sambil menunggu hasil pemeriksaan penunjang yang sudah
dilakukan maupun yang telah direncanakan. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan sesak
nafas, nyeri pinggang, panas badan hilang timbul terutama malam hari, keringat pada malam hari

dan berat badan menurun drastis. Untuk memperkuat adanya dugaan tuberkulosis pada pasien
maka dilakukan pemeriksaan hematologi, pemeriksaan feses rutin, urin rutin, LED, LDH, SGOT,
SGPT, Rontgen thorax, dan pemeriksaan sputum BTA 3x. dari pemeriksaan ini didapat hasil
pasien (+) menderita TB diseminata. Untuk itu dilakukan rencana pengobatan OAT kategori 1
dikarenakan pasien dianggap sebagai kasus TB baru dan belum pernah mendapat terapi obat TB
sebelumnya, dengan menggunakan obat kombinasi isoniazid, rifampicin, pirazinamid, dan
etambutol yang diberikan 1 x 1 hari.
Pada rongga mulut pasien ini terdapat candidiasis oral dan xerostomia. Xerostomia
dapat terjadi karena infeksi granulomatosa yang juga dapat terjadi pada
kelenjar saliva akibat Mycobacterium tuberculosis. Candidiasis pada pasien ini
dihubungkan dengan kondisi xerostomia. Kurangnya saliva menyebabkan
penurunan IgA sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mikroflora di dalam
rongga mulut sebagai pemicu keadaan oportunistik bagi jamur Candida
albicans. Faktor predisposisi sistemik yang ditemukan pada pasien ini seperti
kondisi tubuh yang lemah dan anemia menyebabkan daya tahan tubuh yang
menurun juga dapat memicu timbulnya candidiasis pada mukosa bukal dan
lidah pasien ini.
Terapi yang disarankan untuk pasien ini adalah terapi antifungal yang aman
untuk ibu hamil, yaitu nistatin dan amphotericin B. Obat flukonazol, ketokonazol,
flucytocin dan griseofulvin dilaporkan sebagai obat yang

bersifat teratogenik

sehingga tidak dapat diberikan pada pasien ini.


Dosis nistatin yang digunakan adalah 2-3 tetes sebanyak 4 kali sehari
selama 7-10 hari. Sediaannya berupa oral drop. Obat kumur klorheksidin 0,12%
bisa menjadi pengganti nistatin. Amphotericin B (0.1 mg/ml) 5-10 ml dikumur
dan dibuang 3-4 kali per hari.
Untuk mengobati xerostomia, saliva dapat dirangsang menggunakan
makanan atau permen karet dan juga buah-buahan. Selain itu dapat digunakan
saliva buatan yaitu carboxymethyl cellulose.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis: Edisi 2. Jakarta.


Greenberg, M.S; M. Glick. 2003. Burkets Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 10th ed.
Hamilton. BC Decker Inc

http://www.

tunggulpharmacist.files.wordpress.com/.../pharamceutical-care-

tubercolusis.pdf

medis.web.id/penyakit-dalam/tuberkulosis-paru.html
http://www.ijdr.in/article.asp?issn=0970Laskaris, M.D., D.D.S., Ph.D., George. 1998. Pocket Atlas of Oral Diseases: Second
Edition. Thieme: Newyork.

Wikipedia. 2009. Tuberculosis. Available at www.Wikipedia.com (diakses tanggal Maret 17


2009)

www.kalbe.co.id/.../06DiagnosisdanPenatalaksanaanTuberkulosis115.../06DiagnosisdanPenat

alaksanaanTuberkulosis115.html
9290;year=2006;volume=17;issue=2;spage=87;epage=90;aulast=Ajay

Anda mungkin juga menyukai