Anda di halaman 1dari 67

Bab 9

Pelaksanaan
Audit Sektor
Publik

Teori
Pelaksanaan
Audit Sektor
Publik

Sistem
Pelaksanaan
Audit Sektor
Publik

Siklus
Pelaksanaan
Audit Sektor
Publik

Teknik
Pelaksanaan
Audit Sektor
Publik

Pelaksanaan

audit adalah salah satu tahapan


dalam proses audit di mana auditor akan
mengembangkan suatu program audit, menilai
keefektifan sistem pengendalian internal
organisasi, dan melakukan pengujian-pengujian
yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit
yang memadai.

Indikator

pelaksanaan audit sektor publik


yang baik adalah yang dilakukan sesuai
dengan
standar
seperti
yang
telah
ditetapkan, baik standar internasional
maupun standar yang ditetapkan di dalam
negara yang bersangkutan.

Berikut adalah prinsip pelaksanaan proses audit:


(1) Terkait kegiatan pelaksanaan audit.
a. Auditor harus memastikan bahwa prosedur audit
memberikan bukti
audit yang cukup tepat untuk mendukung tujuan
audit.
(2) Kegiatan yang berkaitan dengan mengevaluasi bukti
audit, menyimpulkan dan
pelaporan hasil audit.
b. Auditor harus mengevaluasi bukti audit dan
menarik kesimpulan.
c. Auditor harus menyiapkan laporan tertulis
berdasarkan kesimpulan
yang diambil.

Di dalam SPKN memberlakukan tiga pernyataan standar


pekerjaan lapangan (pelaksanaan) yang ditetapkan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai berikut.
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaikbaiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus
disupervisi dengan semestinya.
b.Pemahaman yang memadai atas pengendalian
internal harus diperoleh untuk merencanakan audit
dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan. pengajuan pertanyaan, dan
konfirmasi
sebagai
dasar
memadai
untuk
menyatakanpendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.

Selain itu, Standar Pemeriksaan Keuangan


Negara (SPKN) juga menetapkan standar
pelaksanaan tambahan sebagai berikut.
a. Komunikasi Pemeriksa.
b. Pertimbangan terhadap Hasil Pemeriksaan
Sebelumnya.
c. Merancang Pemeriksaan untuk Mendeteksi
Terjadinya Penyimpangan dari
Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan,
Kecurangan (Fraud), serta Ketidakpatutan
(Abuse).
d. Pengembangan Temuan Pemeriksaan.
e. Dokumentasi Pemeriksaan

Suatu

proses yang dijalankan oleh eksekutif


(kepala daerah, instansi/dinas, pimpinan
organisasi sektor publik dan segenap personel
yang ada di dalamnya), didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan sebagai
berikut.
a. Keandalan laporan keuangan.
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
c. Efektivitas dan efisiensi operasional.

Berikut
a.

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

jenis-jenis pengendalian internal,

Organisasi
Pemisahan tugas
Fisik
Persetujuan dan otorisasi
Akuntansi
Personel
Supervisi
Manajemen

Pengendalian

ini berkaitan dengan cara di mana


organisasi yang diaudit mengelola pegawainya.
Beberapa ciri berikut seharusnya terdapat
dalam sebuah organisasi, agar struktur
organisasi kondusif dengan pengendalian
internal yang memadai.
1. Perekrutan dan pelatihan personel yang jujur
dan kompeten.
2. Pemisahan fungsi.
3. Pembagian tugas dalam fungsi akuntansi.
4. Tanggung jawab yang dirinci dengan baik
untuk semua personel.

Aspek

penting dari pengendalian adalah


supervisi
manajemen
terhadap
aktivitas
organisasi yang diaudit secara keseluruhan dan
keefektifan pengendalian internal khusus
lainnya. Supervisi yang efektif dihasilkan dalam
pelibatan manajemen pada titik-titik penting
sistem pengendalian internal, yaitu laporan
keuangan dan analisis selisih anggaran.

Ada

empat
teknik
pengendalian
yang
berhubungan
secara
khusus
dengan
kelengkapan dan keakuratan pemrosesan
transaksi, di mana kenyataannya, bersifat
preventif maupun detektif, dan kombinasi
keduanya. Keempat teknik tersebut adalah:
1. Sequence checking
2. Perbandingan (comparison)
3. Control totals
4. Reperformance

Manajemen

mempunyai tanggung jawab untuk


menjaga aset-aset organisasi. Pengendalian di
kategori ini signifikan bagi auditor, terutama
dalam hubungannya dengan keterjadian dan
keberadaan sebuah aset. Pembatasan akses
terhadap aset adalah contoh pengendalian
preventif.
Sementara, stock take secara berkala adalah
pengendalian detektif yang cukup relevan
dalam sebuah audit. Kevalidan pengendalian ini
bergantung pada pemisahan antara fungsi
penjagaan/pengadaan dengan pencatatan.

Pengendalian

ini memberi keyakinan bahwa


sistem dibuat sesuai dengan tujuan awal, yaitu
memberikan pemahaman yang jelas kepada
personel organisasi mengenai tugas dan
tanggung jawabnya, dan membuat pencatatan
transaksi dengan benar secara sederhana.
Apabila sebuah sistem pengendalian mencakup
preventif dan detektif, maka pengendalian
detektif lebih efektif.

Berikut ciri-ciri sistem pengendalian yang baik.


1. Independen dalam prosedur pemrosesan.
2. Harus ada kolusi untuk melewatinya.
3. Personel dengan senioritas yang memadai.
4. Secara tepat waktu.
5. Pengendalian internal yang bergantung pada
pemisahan tugas, dapat dihindari dengan kolusi.
6. Otorisasi dapat diabaikan oleh seseorang yang
mempunyai kedudukan tertentu atau oleh
manajemen.
7. Personel keliru dalam memahami perintah, akibat
kelalaian, tidak perhatian, maupun kelelahan.

Ada beberapa alternatif prosedur yang dapat dilakukan,


yaitu:
1. Hasil pengujian pengendalian sebelumnya.
2. Berdasarkan pertanyaan yang dibuat, apakah
pengendalian tetap sama untuk waktu yang tersisa
sampai berakhirnya periode tersebut.
3. Sifat dan ukuran transaksi dan jumlah akun yang
terlibat.
4. Pengujian substantif yang akan dilakukan tanpa
melihat kecukupan prosedur pengendalian.
Jika terjadi perubahan sistem pengendalian internal
selama masa review, auditor harus mengevaluasi dan
menguji pengendalian internal sebelum dan sesudah
adanya perubahan.

Unsur

pengendalian internal dari lima unsur


pokok sebagai berikut.
a). Lingkungan pengendalian.
b). Penaksiran risiko.
c). Informasi dan komunikasi.
d). Aktivitas pengendalian.
e). Pemantauan.

Lingkungan

pengendalian
menggambarkan
keseluruhan sikap organisasi yang memengaruhi
kesadaran dan tindakan personel organisasi
mengenai pengendalian. Berbagai faktor yang
membentuk lingkungan pengendalian dalam
suatu entitas, antara lain:
a). Nilai integritas dan etika.
b). Komitmen terhadap kompetensi.
c). Filosofi dan gaya operasi manajemen.
d). Pembagian wewenang dan pembebanan
tanggung jawab.
e). Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.

Penaksiran

risiko mencakup pertimbangan


khusus risiko yang timbul dari:
a). Perubahan standar akuntansi baru.
b). Hukum dan peraturan baru.
c). Perubahan yang berkaitan dengan revisi
sistem dan teknologi baru yang digunakan
untuk pengolahan informasi,
d).Pertumbuhan pesat suatu entitas yang
menuntut perubahan fungsi pengolahan dan
pelaporan informasi dan karyawan yang terlibat
dalam fungsi tersebut.

sistem akuntansi yang efektif dapat memberikan


keyakinan memadai bahwa transaksi yang dicatat
atau terjadi adalah:
a). Sah.
b).Telah diotorisasi
c).Telah dicatat.
d).Telah dinilai secara wajar.
e).Telah digolongkan secara wajar.
f). Telah dicatat dalam periode yang seharusnya.
g). Telah dimasukkan ke dalam buku pembantu
dan telah diringkas dengan benar.

Aktivitas pengendalian dapat dibagi atas beberapa


kelompok:
(1) Pengendalian pengolahan informasi.
a. Pengendalian umum.
b. Pengendalian aplikasi.
- Otorisasi memadai.
- Perancangan dan penggunaan dokumen
dan catatan memadai.
- Pengecekan secara independen.
(2) Pemisahan fungsi yang memadai.
(3) Pengendalian fisik atas kekayaan pemerintah daerah
dan catatan.
(4) Review atas kinerja.

Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja


struktur pengendalian internal sepanjang waktu

Pemahaman atas Sistem Pengendalian Internal


Dalam memperoleh pemahaman atas struktur
pengendalian internal, auditor menggunakan tiga
macam prosedur audit, yaitu:
(1)Mewawancarai personel dinas/instansi yang
berkaitan dengan unsur struktur pengendalian.
(2)Melakukan inspeksi terhadap dokumen dan
catatan.
(3)Melakukan pengamatan atas kegiatan organisasi.

Sifat

pengujian audit mengacu pada sifat dan


efektivitas
pengujian
audit
yang
akan
dilaksanakan. Pertama, prosedur audit tersebut
harus dapat memberikan bukti tentang kinerja
kompetitif suatu entitas atau terkait dengan
tujuan spesifik yang ingin dicapai auditor. Auditor
juga harus mempertimbangkan biaya relatif dan
efektivitas prosedur dalam kaitannya dengan
tujuan audit yang spesifik.

Beberapa hal penting yang berkaitan dengan bukti


audit.
Kecukupan bukti audit.
Kompetensi bukti audit.
Dasar yang memadai atau rasional.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk menghimpun
bukti audit.

Kecukupan

bukti audit lebih berkaitan dengan


kuantitas bukti audit. Faktor-faktor yang
memengaruhi kecukupan bukti audit laporan
keuangan adalah:
(1) Materialitas.
(2) Risiko Audit.
(3) Faktor-Faktor Ekonomi.
(4) Ukuran dan Karakteristik Populasi.

Kompetensi

bukti audit yang berupa informasi


penguat tergantung pada faktor berikut.
(1) Relevansi Bukti.
(2) Sumber Informasi Bukti.
(3) Ketepatan Waktu.
(4) Objektivitas.

Dasar

yang bersifat memadai atau rasional


dipengaruhi oleh berbagai faktor berikut.
(1) Pertimbangan Profesional Auditor.
(2) Integritas Pengurus Struktural Entitas.
(3) Transaksi yang terjadi di Entitas.
(4) Kondisi Keuangan.

Terdapat empat prosedur atau tindakan yang dapat


dilakukan untuk menghimpun bukti audit, yaitu:
Inspeksi.
Pengamatan.
Pengajuan pertanyaan.
Konfirmasi.

Di samping prosedur atau tindakan tersebut


di atas, beberapa hal lain yang perlu
diketahui berkaitan dengan keputusan
auditor dalam proses pengumpulan bukti
audit laporan keuangan, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Penentuan prosedur audit.


Penentuan besarnya sampel bukti.
Penentuan elemen tertentu yang harus dipilih
sebagai sampel bukti.
Penentuan waktu pelaksanaan prosedur audit.

Jenis-jenis bukti audit laporan keuangan, dapat


digolongkan sebagai berikut.
a. Bukti Fisik.
b. Bukti Konfirmasi.
c. Bukti Dokumenter.
d. Catatan Akuntansi
e. Bukti Surat Pernyataan Tertulis
f. Bukti Matematis.
g. Bukti Lisan.
h. Bukti Analitis dan Perbandingan.
i.
Struktur Pengendalian Internal.
j.
Bukti Elektronik.

Pengujian dalam audit berkaitan dengan kewajaran


penyajian laporan keuangan dan materialitas.
Kewajaran laporan keuangan dinilai berdasarkan
asersi eksekutif.
Sedangkan, aspek materialitas adalah besarnya nilai
yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi,
yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya,
sehingga berpengaruh terhadap pertimbangan
pengguna informasi keuangan tersebut karena
adanya penghilangan atau salah saji.
Waktu pengujian dapat dilakukan sebelum tangal
neraca, saat tanggal neraca, dan setelah tanggal
neraca.

Waktu

Pengujian:
Sebelum Tanggal Neraca.
Menjelang Tanggal Neraca.
Saat Tanggal Neraca.
Sesudah Tanggal Neraca.
Luas Pengujian:
Sedikit Sampel.
Banyak Sampel.

Seluruh Sampel.

a. Istilah Kontroversial
1. Pengawasan dan Pengendalian
2. Audit dan Pemeriksaan
3. Audit Keuangan dan Audit Umum
4. Audit Operasional, Audit Manajemen, Audit atas
Program, dan Audit Kinerja.
5. Audit Komprehensif
6. Pemeriksaan Serentak (Pemtak)

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Pemeriksaan Kemudian (Post Audit)


Audit Khusus (Spesial Audit)
Pengawasan Aspek Strategis
Evaluasi
Pengawasan Sejak Tahap Perencanaan
Pengawasan Melekat (Waskat)
Pengawasan Fungsional (Wasnal)
Pengawasan Masyarakat (Wasmas)

b. Istilah Non Kontroversial


1. Tax Auditing
2. Fraud Auditing
3. Social Audit
4. Quality Audit
5. Single Audit
6. Risk Based Auditing
7. Legal Auditing
8. Due Deligence Audit
9. Audit Lingkungan

10.
11.
12.
13.
14.
15.

Katalisator
Objek Pemeriksaan (obrik)
Electronic Data Processing (EDP) Audit
Audit Eksternal dan Audit Internal
Audit Pemerintah
Audit Independen

Pengumpulan Data
Berikut kegiatan dalam pengumpulan data.
a. Wawancara
b. Me-review Dokumen
c. Observasi

Analisis Data
Terdapat tiga pendekatan yang dilakukan oleh auditor
dalam memeriksa laporan keuangan klien yang telah
mempergunakan Sistem Informasi Akuntansi (Davis,
James. R, C. Wayne Alderman, Leonard A. Robinson,
1990).
1. Pemeriksaan sekitar Komputer
2. Pemeriksaan dengan Komputer
3. Pemeriksaan melalui Komputer

Pengujian Kepatuhan
Dalam audit kinerja, Auditor melaksanakan
pengujian kepatuhan organisasai terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan dan pengendalian
internal. Saat melakukan audit kinerja, auditor harus
mengkomunikasikan sifat pekerjaan audit dan
tingkat keyakinan, dengan memberikan penekanan
bahwa pekerjaan audit dan pelaporan yang berkaitan
dengan pengujian pengendalian internal, kepatuhan
atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pernyataan tentang hasil pengujian kepatuhan terhadap


ketentuan perundangan-undangan dan pengendalian
intern diatur dalam standar pelaporan tambahan
pertama, yaitu "Laporan hasil pemeriksaan harus
menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai
dengan Standar Pemeriksaan".

Pengujian Validitas Bukti Transaksi


Pengujian validitas bukti transaksi dilakukan untuk
menentukan:
1. Ketepatan otorisasi transaksi akuntansi klien.
2. Kebenaran pencatatan dan peringkasan transaksi
tersebut dalam jurnal.
3. Kebenaran pelaksanaan posting atas transaksi
tersebut ke dalam buku besar dan buku pembantu.

Pengujian Pelaksanaan Peraturan/Regulasi


Entitas pemerintahan, organisasi nirlaba, atau perusahaan
dapat menugasi auditor untuk mengaudit laporan
keuangan entitas tersebut berdasarkan Standar Audit
Pemerintahan. Dalam melaksanakan audit berdasarkan
Standar Audit Pemerintahan, auditor memikul tanggung
jawab melampaui tanggung jawab yang dipikulnya
dalam audit berdasarkan standar auditing yang
ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia untuk
melaporkan tentang kepatuhan dengan peraturan
perundang-undangan dan tentang pengendalian internal.

Pelaporan atas Kepatuhan terhadap


Perundang-Undangan yang Berlaku

Peraturan

Auditor dapat melaporkan masalah kepatuhan peraturan


perundang-undangan dan pengendalian internal dalam
laporan audit atas laporan keuangan atau dalam suatu
laporan terpisah.

Pengujian Kepatuhan terhadap Peraturan PerundangUndangan yang Berlaku


Paragraf 5.11 Standar Audit Pemerintahan mengharuskan
auditor melakukan hal-hal berikut.
1. Auditor
harus merancang audit untuk dapat
memberikan keyakinan memadai guna mendeteksi
ketidakberesan yang material bagi laporan keuangan.
2. Auditor harus merancang audit untuk memberikan
keyakinan
memadai
guna
mendeteksi
kesalahan/kekeliruan yang material dalam laporan
keuangan sebagai akibat langsung dari adanya unsur
perbuatan melanggar/melawan hukum yang material.
3. Auditor harus waspada terhadap kemungkinan telah
terjadinya unsur perbuatan melanggar/melawan
hukum secara tidak langsung.

Pelaporan Ketidakpatuhan
Auditor harus melaporkan hal material dari
ketidakpatuhan terlepas apakah akibat salah saji telah
dikoreksi dalam laporan keuangan entitas. Auditor dapat
mengharapkan untuk memasukkan suatu pernyataan
tentang apakah salah saji sebagai akibat hal material dari
ketidakpatuhan telah dikoreksi dalam laporan keuangan
atau suatu pernyataan yang menjelaskan dampak salah
saji tersebut dalam laporannya atas laporan keuangan
pokok.

Unsur Perbuatan Melanggar/Melawan Hukum


Standar Audit Pemerintahan mengharuskan auditor untuk
melaporkan hal-hal atau indikasi unsur perbuatan
melanggar/melawan hukum yang dapat berakibat ke
penuntutan pidana. Namun, auditor tidak memiliki
keahlian untuk menyimpulkan tentang apakah suatu
unsur pelanggaran hukum atau kemungkinan pelanggaran
hukum dapat berakibat ke penuntutan pidana.

Pengujian Substantif
Perancangan Pengujian Substantif
Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk
memperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan klien. Pengujian
substantif menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap
asersi laporan keuangan yang signifikan. Perancangan
pengujian substantif meliputi penentuan:
a. Sifat pengujian.
b. Waktu pengujian.
c. Luas pengujian substantif.

Prosedur untuk melaksanakan Pengujian Substantif


Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian
pengendalian substantif, yaitu:
a. Pengajuan
pertanyaan kepada para karyawan
berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
b. Pengamatan atau observasi terhadap persoalan dalam
melaksanakan tugas mereka.
c. Menginspeksi dokumen dan catatan.
d. Melakukan penghitungan kembali atau reperforming.
e. Konfirmasi.
f.
Analisis.
g. Tracing atau pengusutan.
h. Vouching atau penelusuran.

Sifat atau Jenis Substantif


Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah
rendah, maka auditor harus menggunakan prosedur yang
lebih efektif. Tiga tipe pengujian substantif yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Pengujian rinci atau detail saldo.
b. Pengujian rinci atau detail transaksi.
c. Pengujian detail akun.

Pengujian Detail Saldo


Pengujian detail saldo akun yang direncanakan harus
cukup memadai untuk memenuhi setiap tujuan spesifik
audit dengan memuaskan. Metodologi perancangan
pengujian detail saldo meliputi empat tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.
2. Menetapkan risiko pengendalian.
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur
analitis.
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi
setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.

Penentuan Saat Pelaksanaan Pengujian Substantif


Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima, memengaruhi
penentuan waktu pelaksanaan pengujian substantif. Jika
risiko deteksi rendah, maka pengujian substantif lebih
baik dilaksanakan pada atau dekat dengan tanggal neraca.
Luas Pengujian Substantif
Semakin rendah tingkat risiko deteksi dapat diterima,
semakin banyak bukti diperlukan. Auditor dapat
mengubah jumlah bukti yang harus dihimpun dengan
cara mengubah luas pengujian substantif yang dilakukan.

Penyusunan Kuesioner
Pengumpulan data yang dilakukan auditor meliputi
pengamatan dan pengukuran. Terdapat banyak metode
untuk mengumpulkan data, di antaranya adalah
kuesioner, wawancara, observasi langsung dan
perhitungan. Kemahiran auditor mendesain dan
menerapkan metode yang dipilihnya merupakan kunci
untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
merupakan bukti yang cukup, kompeten dan relevan.

Prosedur Analitis
Ada enam langkah yang harus dilakukan auditor dalam
melakukan prosedur analitis, yaitu:
1. Mengidentifikasi perhitungan dan perbandingan yang
akan dibuat.
2. Mengembangkan ekspektasi.
3. Melakukan perhitungan dan perbandingan
4. Menganalisi data
5. Menyelidiki perbedaan atau penyimpangan yang
tidak diharapkan yang signifikan
6. Menentukan pengaruh perbedaan atau penyimpangan
terhadap perencanaan audit.

Teknik Mengelola Risiko Audit Sektor Publik


Risiko Audit merupakan salah satu yang menjadi perhatian
auditor dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab
profesionalnya dan kemungkinan terjadinya risiko audit.
Risiko audit dapat ditimbulkan dari tingkat penemuan yang
direncanakan dalam menghadapi penyimpangan, misalnya:
a.
Related party transaction (transaksi organisasi induk dan
anak atau transaksi antar keluarga).
b.
Client misstate (klien melakukan penyimpangan).
c.
Kualitas komunikasi (klien tidak kooperatif).
d.
Initial audit (klien baru pertama kali diaudit).
e.
Klien bermasalah.

Mengetahui Risiko
1. Risiko Deteksi
2. Inherent Risk
3. Risiko Pengendalian (Control Risk)

Seperti

yang dijelaskan dalam SPAP PSA seksi


312 paragraf 28 bahwa risiko bawaan dan risiko
pengendalian berbeda dengan risiko deteksi.
Adapun risiko bawaan dan risiko pengendalian
tetap ada, terlepas dari dilakukan atau
tidaknya audit atas laporan keuangan,
sedangkan risiko deteksi berhubungan dengan
prosedur audit dan dapat diubah oleh
keputusan auditor itu sendiri.

Kertas kerja audit merupakan kertas-kertas yang


diperoleh akuntan selama melakukan pemeriksaan
dan dikumpulkan untuk memperlihatkan pekerjaan
yang telah dilaksanakan, metode dan prosedur
pemeriksaan yang diikuti serta kesimpulankesimpulan yang telah dibuatnya.
Contoh kertas kerja antara lain: Catatan memo;
Hasil analisis jawaban konfirmasi, Clients
Representation Letter; Komentar yang dibuat atau
didapat oleh akuntan pemeriksa; Tembusan (copy)
dari dokumen penting dari suatu daftar baik yang
diperoleh ataupun yang didapat dari klien dan
diverifikasi oleh akuntan.

Tujuan Pembuatan Kertas Kerja Audit :


Mengkoordinasi dan mengorganissi semua tahap
pengauditan
pendukung penting terhadap pendapat akuntan atas
laporan keuangan yang diauditnya
kesimpulan akuntan dan kompetensi pengauditannya
pedoman dalam pengauditan berikutnya
Teknik Dasar Pembuatan Kertas Kerja Audit :
Pembuatan heading
Nomor indeks
Tick marks
Pencantuman tanda tangan pembuat maupun penelaah,
dan tanggal pembuatan serta penelaahan.

Dalam pembuatan kertas kerja audit harus


memperhatikan ; Kertas Kerja kerja harus dibuat
lengkap, Teliti, Ringkas, Jelas, dan Rapi.
Tipe Kertas Kerja :
Audit Program
Working Trial Balance
Summary of adjusment journal entries
Top schedules
Supporting schedules

Review Kertas Kerja dan Kesimpulan


Kertas kerja tidak hanya berisi tentang catatan
klien, tetapi langkah-langkah yang dilakukan oleh
auditor dalam melaksanakan audit.
Kertas kerja harus disesuaikan dengan keadaan yang
dihadapi
dan
kebutuhan
auditor
dalam
melaksanakan suatu penugasan audit.
Kertas kerja juga berhubungan erat dengan standar
pelaporan. Kertas kerja bukan hanya berguna untuk
memudahkan pembuatan laporan audit Kertas kerja
berguna untuk mendukung pendapat auditor yang
diberikan dalam laporan audit.

Dalam SA 339, SPAP - IAI dan SAP 7.63, kertas kerja


biasanya berisi dokumentasi yang memperlihatkan:
a. Pemeriksaan telah direncanakan dan disupervisi dengan
baik yang menunjukkan
dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan yang
pertama.
b. Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian
internal telah diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat,
dan lingkup pengujian
yang telah dilakukan.
c. Bukti audit telah diperoleh, prosedur pemeriksaan yang
telah diterapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan,
yang memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan, yang menunjukkan
dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan yang ketiga.

a). Draf laporan pemeriksaan (audit report).


b). Laporan keuangan yang telah diaudit.
c). Ringkasan informasi bagi penelaah.
d). Program pemeriksaan.
e). Laporan keuangan atau neraca lajur yang
dibuat klien,
f). Ringkasan jurnal penyesuaian.
g).Working trial balance.
h).Top schedule.
i). Supporting schedule.

a. Lengkap
b. Teliti
c. Ringkas
d. Jelas
e. Rapi

(1) Pembuatan kertas kerja harus mempunyai


maksud dan tujuan yang jelas.
(2) Hindarkan pekerjaan salin-menyalin yang tidak
diperlukan.
(3) Buktikan keterangan lisan yang diperoleh
melalui pengajuan pertanyaan (inquiry).
(4) Jangan meninggalkan suatu pertanyaan tanpa
ada jawaban yang jelas.
(5) Tuliskan segala masalah relevan yang ditemukan
pada saat melaksanakan audit

Penelaahan

kertas kerja pada umumnya


dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
dilakukan jika pekerjaan pemeriksaan pada
suatu segmen tertentu sudah selesai.
Penelaahan pada tahap ini meliputi
pekerjaan yang dilakukan, dan bukti yang
diperoleh.
Dan,
kesimpulan
diperoleh
pembuat kertas kerja. Sedangkan, tahap
kedua dilakukan bila semua pekerjaan
lapangan sudah diselesaikan.

Kertas

kerja adalah milik lembaga yang


mengaudit (seperti KAP dan BPK), bukan milik
pribadi auditor maupun yayasan.
Penyimpanan
a. Arsip permanen (permanent file) untuk kertas
kerja yang berisi informasi yang
relatif tidak pernah mengalami perubahan.
b. Arsip kini (current file) untuk kertas kerja
yang hanya dipakai untuk suatu audit
yang telah diselesaikan.

Anda mungkin juga menyukai