Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Menurut The Jakarta Post (2011) dalam Kemenkes RI (Penyakit Tidak

Menular, 2012) Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian
secara global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di
dunia pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh
Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih
muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh
kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29%
disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13%
kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari
70 tahun, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti
kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM
yang lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian
disebabkan diabetes.
Penyakit kardiovaskuler (PKV) terutama Penyakit Jantung koroner merupakan
penyakit revalen dan menjadi pembunuh utama di negara-negara industry (Anwar,
2004). Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyakit yang progresif dan pada
perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil
menjadi keadaan akut yang dikenal sebagai Sindrom Koroner Akut (SKA) berupa
angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa gelombang Q dan infark miokard
dengan gelombang Q. Mekanisme terjadinya perubahan secara tiba-tiba tersebut
dihubungkan dengan terjadinya trombosis akut pada plak aterosklerosis yang
mengalami erosi, fisur, atau ruptur (Ismantri, 2009). Menurut artikel Kompasiana

(2013) menyatakan pasien dengan penyakit jantung cenderung akan mengalami


rehospitalisasi jika tidak dilakukan perawatan dengan tepat. Berdasarkan laporan
American Heart Asociation tahun 2013, diperkirakan bahwa sekitar 83,6 juta
penduduk Amerika dewasa menderita penyakit jantung dan kardiovaskular, dengan
jumlah 7,6 juta orang mengalami serangan infark miokard. Lina Indrawati dalam
penelitiannya di tahun 2012 menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kemampuan klien dalam melakukan pencegahan rehospitalisasi
adalah dukungan keluarga. Klien yang menderita penyakit jantung akan mengalami
perubahan peran, terutama peran orang sehat menjadi orang sakit. Klien akan
membutuhkan perawatan dari orang lain, terutama anggota keluarga. Dukungan
keluarga dapat berupa menjadi care giver dalam pemberian diet yang tepat,
mengontrol tekanan darah, kadar kolesterol, hingga menemani klien berolahraga.
Dukungan keluarga yang baik tentu akan sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan klien. Hubungan dukungan keluarga terhadap self efficacy dan intensi
pada klien dengan penyakit jantung koroner sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Penyakit jantung dan pembuluh darah saat ini menduduki urutan pertama penyebab
kematian di Indonesia. Dari seluruh kematian hampir 25% disebabkan oleh gangguan
kelainan jantung dan pembuluh darah. Secara garis besar penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK), hipertensi, penyakit jantung
bawaan, penyakit otot dan selaput jantung, gangguan irama jantung dan penyakit
pembuluh darah perifer. Penyakit Jantung Koroner (PJK) ini banyak terdapat pada
usia produktif dan merupakan penyebab kematian utama pada usia 45 tahun keatas
(Santoso, 2002). Laporan WHO memperkirakan 17,5 juta populasi meninggal akibat
penyakit kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut mewakili 30 % dari
seluruh kematian. Sekitar 80 % dari kematian tersebut terjadi pada negara negara

berpendapatan rendah dan menengah. Jika trend tersebut berlanjut, maka di tahun
2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan meninggal akibat penyakit
kardiovaskular (khususnya penyakit jantung koroner) (Ismantri, 2009). Di Indonesia
menurut laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007,
prevalensi penyakit jantung koroner (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan
gejala) berkisar 7,2% (Departemen Kesehatan RI, 2007). Hasil Survei Kesehatan
Nasional tahun 2001 memperlihatkan angka 26,4% kematian disebabkan karena
penyakit jantung koroner (Yahya, 2005). Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan
ancaman terbesar bagi individu/penderita masyarakat maupun negara. Menurut data
Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Depkes RI angka kematian akibat PJK
cenderung meningkat. Tercatat angka kematian PJK pada tahun 1995 sebesar 19,0%,
tahun 1998 menjadi 24,4%, dan tahun 2001 meningkat 24,6%. Menurut WHO 60%
dari penyebab kematian penyakit jantung adalah PJK (Irfan, 2012).
Di Inggris, penyakit kardiovaskuler membunuh satu dari dua penduduk dalam
populasi, dan menyebabkan hampir sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998. Satu
dari empat laki-laki dan satu dari lima perempuan meninggal per tahunnya karena
PJK,

yang

merepresentasikan

sekitar

setengah

kematian

akibat

penyakit

kardiovaskuler. Merupakan konsep yang salah bahwa PJK jarang terjadi pada
perempuan, faktanya, tidak banyak perbedaan antara perempuan dibandingkan lakilaki dalam insiden penyakit ini dihitung berdasarkan harapan hidup yang lebih
panjang. Meskipun PJK tetap merupakan penyebab utama kematian dini di Inggris,
tingkat kematian turun secara progresif selama 20 tahun terakhir. Penurunan ini
terutama pada kelompok usia yang lebih muda di mana sebagai contoh, terdapat
penurunan sebesar 33% pada laki-laki 35-74 tahun dan penurunan sebesar 20% pada
perempuan dengan kisaran usia serupa dalam 10 tahun terakhir (Gray, dkk., 2003).

Sekitar 24% kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Meskipun terdapat penurunan yang progresif
proporsi pada populasi yang merokok sejak 1970-an, pada tahun 1996, 29% laki-laki
dan 28% perempuan masih merokok. Salah satu hal yang menjadi perhatian adalah
prevalensi kebiasaan merokok yang meningkat pada remaja, terutama pada remaja
perempuan. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif)
memiliki peningkatan resiko sebesar 20-30% dibandingkan dengan orang yang
tinggal dengan bukan perokok (Gray, dkk., 2003).
Melihat tingginya angka kejadian penyakit tidak menular di Indonesia,
Pemerintah Republik Indonesia telah menyusun strategi/kebijakan pembangunan
kesehatan baru. Visi Indonesia Sehat 2010 telah ditetapkan sebagai gambaran
prediksi atau harapan mengenai keadaan masyarakat pada tahun 2010. Pada tahun
2010 ditargetkan penduduk yang berusia 10 tahun keatas, 50% telah melakukan
olahraga teratur dan 90% penduduknya tidak merokok (Depkes 2002). Salah satu
indikator dari program Indonesia Sehat 2010 adalah kesadaran akan gaya hidup yang
lebih sehat. Menurut Bustan (2007), dalam penelitian Karina Arvianti (2009),
melakukan kegiatan aktivitas fisik yang teratur dapat mencegah penyakit jantung
koroner, hipertensi, kanker, depresi, kegemukan, osteoporosis, dan diabetes mellitus.
Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga
(pembakaran kalori), yang meliputi aktivitas sehari-hari dan berolahraga. Aktivitas
fisik yang ideal adalah aktivitas yang dapat meningkatkan ketahanan jantung
respirasi, disamping juga melatih ketahanan dan kekuatan otot. Pada tahun 2007
penelitian di Indonesia menyatakan bahwa 48,2% penduduk Indonesia tidak
melakukan aktivotas fisik yang tidak teratur (RISKESDAS, 2007) sedangkan pada

tahun 2000, Depkes menyatakan bahwa penduduk Indonesia yang berusia lebih dari
10 tahun hanya 5,53% saja yang melakukan olahraga secara teratur.
1.2

Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan self efficacy dan intensi pada

pasien dengan (PJK) untuk melakukan exercise?


1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan self efficacy dan intensi
pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) untuk melakukan exercise
1.3.2 Tujuan khusus
1. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan self efficacy pada pasien
dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) untuk melakukan exercise
2. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan intensi pada pasien dengan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) untuk melakukan exercise
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan dukungan keluarga dengan
self efficacy dan intensi pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK) untuk
melakukan exersice, sehingga dapat dijadikan landasan pengembangan Ilmu
Keperawatan.
1. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini dapat membantu dalam hal kesuksesan program yang
diadakan oleh puskesmas khususnya dalam memberikan terapi aktivitas pada
pasien PJK dengan cara dukungan keluarga terhadap pasien PJK itu sendiri
untuk melakukan exercise.
2. Bagi Responden
Memberikan pengetahuan lebih pada pasien PJK khususnya dalam
melakukan aktivitas fisik, sehingga pasien PJK tetap dapat melakukan
olahraga fisik yang sesuai dan meminimalkan timbulnya komplikasi PJK.
1.5

Keaslian Penelitian

Penelitian tentang dukungan keluarga, self efficacy, dan intensi telah beberapa
kali dilakukan. Sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
No.

Judul Karya Ilmiah & Variabel


Penulis

Jenis
Hasil
Penelitian

1.

Cardiac-self efficacy predicts


adverse outcomes in
coronary artery disease
(CAD) patients
(oneil, 2013)

Cross
sectional

2.

Self-Efficacy and SelfReported Functional Status


in Coronary Heart Disease:
A Six-Month Prospective
Study (Sullivan, 1998)

Self efficacy,
Fungsi
jantung,
depresi,
hospital
admission
Self efficacy,
self cardiac
status

Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan Tingkat
Kepatuhan Pasien
Hipertensi Terhadap Terapi
di Puskesmas Turen
Kabupaten Malang
(Setijwati dkk)

Dukungan
keluarga,
Kepatuhan
pasien
hipertensi
terhadap
terapi

Cross
Sectional

Hubungan Dukungan
Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat
pada Pasien Hipertensi di
Poli Jantung RSSA
Malang (Ahsan dkk, 2013)
Hubungan antara
dukungan social keluarga
dengan self efficacy pada
remaja di SMU negeri 9
Yogyakarta (Widanarti &
Indati, 2002)
Hubungan dukungan
keluarga dengan motivasi
klien diabetes melitus
untuk melakukan latihan
fisik di dinas kesehatan

Dukungan
keluarga,
Kepatuhan
minum obat
pasien
hipertensi

Cross
Sectional

Cross
sectional

Cardiac self efficacy


mampu
memprediksikan
status fungsi jantung,
depresi dan hospital
admission
Self efficacy yang
tinggi berpengaruh
pada status
fungsional jantung
dengan indikator
gejala terkontrol dan
mampu beraktifitas
dengan baik

Ada hubungan yang


bermakna antara
dukungan keluarga
dengan tingkat
kepatuhan pasien
hipertensi terhadap
terapi (kepatuhan
diet, minum obat,
dan olahraga)
Dengan demikian
kepatuhan minum
obat sangat
berkaitan erat
dengan dukungan
keluarga.

Dukungan
Cross
social
Sectional
keluarga, Self
efficacy
remaja

Ada hubungan yang


sangat signifikan
antara dukungan
keluarga dengan
self efficacy

Dukungan
Deskriptif
keluarga,
korelatif
motivasi
klien diabetes
mellitus

Ada hubungan
antara dukungan
keluarga dengan
motivasi klien
diabetes mellitus

dan kesejahteraan sosial


kabupaten klaten
(Purnomo, 2007)
Hubungan antara efikasi
diri dan dukungan
sosial dengan
kebermaknaan hidup
pada penderita
tuberkulosis paru di
balai pengobatan
penyakit paru-paru
(bp4) Yogyakarta
(Sedjati, 2013)

melakukan
latihan fisik

melakukan latihan
fisik

Efikasi diri,
dukungan
sosial dan
kebermaknaa
n hidup
penderita
tuberculosis
paru

Deskriptif
korelatif

Ada hubungan
yang signifikan
antara efikasi diri
dan dukungan
sosial keluarga
dengan
kebermaknaan
hidup.

Hubungan keprcayaan diri


dan dukungan sosial
suami dengan
motivasi mengikuti
latihan latihan
kebugaran pada ibuibu (Ardhiani, 2009)

Kepercayaan
diri,
dukungan
sosial suami,
motivasi
mengikuti
latihan
kebugaran

Cross
sectional

Ada hubungan
antara kepercayaan
diri dan dukungan
sosial suami dengan
motivasi mengikuti
latihan kebugaran
pada ibu-ibu

Sementara itu penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah tentang
hubungan dukungan keluarga dengan self efficacy dan intensi untuk exercise pada
pasien dengan Penyakit Jantung Koroner. Variabel penelitiannya adalah dukungan
keluarga, self efficacy, dan intensi. Jenis penelitian yang akan dilakukan yaitu cross
sectional.

Anda mungkin juga menyukai