PEMBAHASAN
2.1. Semen
Semen merupakan suatu bahan non logam yang digunakan untuk restoratif. Semen juga
berfungsi sebagai perekat pada logam dan juga sebagai luting, basis, liner dan Varnis (Cralk
dalam Kadariani. 2001)
bersifat anti bakteri agar pulpa terlindungi dari bakteri yang merugikan (Mc Cabe dalam
Nugroho, A. 2011)
2. Retensi
Peran utama semen sebagai luting adalah menghasilkan retensi pada restorasi. Pada
semen dengan bahan dasar air seperti semen
geometri dari gigi yang telah dipreparasi, kontrol pada saat insersi, dan kemampuan dalam
memberikan mechanical keying pada permukaan yang tidak rata. Kurangnya retensi
merupakan penyebab utama kegagalan dalam luting. Pada proses adisi, bahan adesif bisa
ditambahkan untuk meningkatkan retensi secara signifikan dan resin adhesive technologies
(Power, J dalam Nugroho, A. 2011).
Sifat Semen sebagai Luting
1. Marginal seal
2. Ketebalan (Film thickness)
3. Mudah digunakan
4. Radiopacity
5. Estetik baik
(Van Noort dalam Nugroho, A. 2011).
Prosedur Penggunaan Semen sebagai Luting
1. Pemberian semen
Pada tahap ini, adonan semen dituang ke dalam mahkota kurang lebih dari volume
mahkota. Pemberian semen pada mahkota lebih baik mahkota agar resiko terjebaknya
udara berkurang, mengurangi waktu pemasangan, mengurangi tekanan yang berlebih saat
pemasangan, dan mengurangi waktu dalam membersihkan sisa semen yang tidak terpakai
(Van Noort dalam Nugroho, A. 2011).
2. Pemasangan / insersi
Setelah semen dituangkan ke dalam mahkota, mahkota dipasang pada gigi preparasi.
Pada saat pemasangan, perlu tekanan yang cukup kuat dengan jari agar semen yang berlebih
dapat keluar. Ada beberapa cara yang dapat mempermudah proses pemasangan atau insersi
yakni dengan menurunkan viskositas semen, mengurangi tinggi preparasi mahkota, dan
dengan bantuan vibrasi saat pemasangan. Bantuan vibrasi saat pemasangan berfungsi agar
semen dapat mengalir dengan baik (Power, J dalam Nugroho, A. 2011).
tidak
dilakukan pada semua restorasi logam, hal ini terganting pada kedalaman kavitas atau ketebalan
dentin yang tersisa (Clark J dalam Kadariani. 2001).
Kavitas yang dalam yaitu ketebalan yang tersisa kurang dari 1 mm merupakan indikasi
penggunaan basis, karena dentin yang tersisa tidak dapat bertindak sebagai insulator panas.
Kavitas yang sedang ketebalan dentin yang tersisa kurang dari 2 mm tetapi lebih dari 1 mm
memerlukan basis sebagai insulator terhadap thermal shock. Kavitas yang dangkal yaitu
ketebalan yang tersisa 2 mm atau lebih di antara lantai kavitas dan pulpa, tidak diperlukan bahan
basis karea dentin yang tersisa dapat memberikan insulaor terhadap thermal shock(Clark J dalam
Kadariani. 2001).
Sifat Semen sebagai Basis
Tidak mengiritasi pulpa dan dapat merangsang pembentukan dentin sekunder
Compresive strenght yang tinggi
Solubility yang rendah
Varnish adalah rosin alami atau rosin sintetik yang dilarutkan dalam pelarut seperti etr
atau chloroform yang dioleskan disekeliling kavitas. Pelarut menguap meninggalkan selapis tipis
yang berfungsi untuk mengurangi mikroleakage yang terjadi di sekeliling restorasi. Varnish yang
ditempatkan di bawah restorasi logam tidak efektif sebagai insolator panas meskipun bahan
varnish merupakan penghantar panas yang rendah (Craig dalam Kadariani. 2001)
Campuran antara powder dengan liquid membentuk pasta dengan komposisi seimbang
agar didapat adonan berbentuk dempul,
d). Sifat :
Meminimalkan kebocoran mikro
Memberikan perlindungan terhadap pulpa
Daya antibakteri
PH-nya mendekati 7 yang membuatnya menjadi salah satu semen dental yang paling
mempunyai potensi iritasi terhadap jaringan
Rasio bubuk cairan akan mempengaruhi kecepatan peng erasan
Kekuatannya berkisar 3 55 Mpa
mahkota dan tambalan sementara dengan menggunakan semen yang sama (Smith BGN
dalam Ricardo, R. 2004)
2) Sebagai Bahan Basis dan Pelapik
Sedangkan sebagai basis, digunakan dalam bentuk dempul dan bentuk lapisan yang
relative tebal untuk menggantikan dentin yang sudah rusak dan untuk melindungi pulpa dari
iritasi kimia dan fisik serta menghasilkan penyekat terhadap panas dan menahan tekanan
yang diberikan selama penempatan bahan restorative (Kidd EA dalam Ricardo, R. 2004).
3) Sebagai Bahan Perekat Inlay, Jembatan dan Pasak Inti
Sebelum memulai penyemenan, terlebih dahulu dilakukan pembersihan dan pengeringan
daerah kerja, semen fosfat dnegn slow setting dibuat dengan menmbah bubuk dalam jumlah
secukupnya dalam cairan sekitar 1-1,5 menit pada glass slab yang dingin, semen yang telah
dicampur dioleskan pada bahan resatoratif dan dimasukkan kedalam kavitas kemudian
ditekan secara intermitten sampai posisinya benar-benar baik. Semen yang telah benar-benar
mengeras, sangat penting untuk membersihkan sisa-sisa semen di bagian proksimal dan
servikal untuk menghindari iritasi gingiva (Craig dalam Ricardo, R. 2004).
b). Komposisi:
Komposisi terdiri dari powder seng oksida 90% dan Magnesium 10 % dan asam
phorporic, garam logam dan air sebagai liquid. Penggunaan sebagai basis, konsistensi harus
seperti dempul, campuran bubuk dan liquid dengan ratio 6:1 atau sesuai kebutuhan, membentuk
adonan yang tidak cair tidak padat, aduk dengan putaran melawan jarum jam, tempatkan adonan
pada tumpatan yang telah diberi semen eugenol sebagai subbasis. Waktu pengerasan sekitar 5-9
menit dan kelebihan tumpatan dibuang (Phillips dalam Ricardo, R. 2004).
C. Sylicat semen
Semen Silikat dibuat dengan mencampur powder yang terbuat dari alumino-FluoroSilikat glass dengan liquid 37% asam fosfat. Secara kimia asam melarutkan dan menggabungkan
sebagian kaca. Hal ini menciptakan suatu matriks yang sangat keras dan rapuh. Campuran cairan
semen ini sama dengan semen Seng fosfat, bagaimanapun, penggunaan utama dalam kedokteran
gigi adalah sebagai material yang sewarna dengan gigi. Karena matriks sangat keras, rapuh dan
kurangnya ketahanannya terhadap abrasi membatasi penggunaannya sebagai bahan basis
restorative(Martin S. 2011).
Sampai munculnya komposit resin, silikat adalah material gigi hanya mengisi warna yang
tersedia, dan satu-satunya alternatif untuk amalgam perak sebagai (non emas) sederhana bahan
pengisi permanen. Penggunaannya terbatas pada gigi depan, atau daerah kerusakan tidak pada
permukaan gigi belakang yang mempunyai kekutan tekan besar (Martin S. 2011).
Keuntungan dari semen ini, selain warnanya, adalah terdapat fluoride dari glass,
(komponen dari bahan matriks karena reaksi kimia yang terlibat dalam pencampuran bubuk
dengan
cairan),
fluoride
cenderung
mencegah
karies
lebih
lanjut
di
sekitar
Semen Ionomer Kaca merupakan salah satu bahan restorasi plastis di bidang kedokteran
gigi yang perkembangannya paling menarik, bahan ini ditemukan oleh Wilson dan kenk tahun
1972 sebagai bahan pertama yang paling praktis, sewarna dengan gigi dan beradhesi secara
kimiawi walaupun versi awalnya tidak baik dan alaur dalam cairan mulut (Ford dalam Lubis,
F.L. 2004).
a). Klasifikasi dan Kegunaan
a.1) Klasifikasi Semen Ionomer Kaca
a) Conventional Glass Ionomer Cements
Pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan Kent tahun 1972, bahan yang digunakan
berasal dari campuran asam poliaklenoic seperti asam poliacrilic dan komponen glass
fluoroaliminosilicate.
b) Resin Modified Glass Ionomer Cements (Conventional with addition of HEMA)
Campuran antara Conventional Glass Ionomer Cements dengan bahan polymer HEMA
(poly-hydroxyethylmethacrylate)
Contoh produk Semen Ionomer Kaca Resin Modified dan Struktur HEMA
: Luting Cement
Semen ini berguna untuk merekatkan gigi mahkota atau jembatan,
tumpatan tuang dan alat-alat ortodonti cekat. Semen perekat ini
: Restorative Cement
Guna semen ini sebagai tumpatan estetik sewarna dengan gigi
3. Tipe III
4. Tipe IV
: Fissure sealants
5. Tipe V
: Orthodontic Cements
6. Tipe VI
: Core build up
7. Tipe VII
: Fluoride releasing
8. Tipe VIII
9. Type IX
: Deciduous teet
Penggunaan varnish pada permukaan tambalan glass ionomer bukan saja bermaksud
menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah dehidrasi saat tambalan tersebut
masih dalam prSeng Oksida Eugenols pengerasan. Varnish kadang-kadang juga digunakan
sebagai bahan pembatas antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada
beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadap pulpa (Galinggih. 2011).
Lapisan smear layer terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu lapisan luar yang mengikuti bentuk
dinding kavitas dan lapisan dalam berbentuk plugs yang terdapat pada ujung tubulus dentin.
Sedangkan plugs atau lapisan dalam tetap dipertahankan untuk menutup tubulus dentin dekat
jaringan pulpa yang mengandung air (Galinggih. 2011).
Bahan dentin conditioner berperan untuk mengangkat smear layer bagian luar untuk
membantu ikatan bahan restorasi adhesif seperti bahan bonding dentin. Hal ini berperan dalam
mencegah penetrasi mikroorganisme atau bahan-bahan kedokteran gigi yang dapat mengiritasi
jaringan pulpa sehingga dapat menghalangai daya adhesi (Galinggih. 2011).
Permukaan gigi dipersiapkan dengan mengoleskan asam poliakrilik 10%. Waktu standart
yang diperlukan untuk satu kali aplikasi adalah 20 detik, tetapi menurut pengalaman untuk
mendapatkan perlekatan yang baik pengulasan dentin conditioner pada dinding kavitas dapat
dilakukan selama 10-30 detik. Kemudian pembilasan dilakukan selama 30 detik pembilasan
merupakan hal penting untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, setelah itu kavitas dikeringkan
(Galinggih. 2011).
b). komposisi
Semen ini adalah sisitem bubuk cairan, yang berbentuk karena reaksi antara kaca
alumino-silikat dengan asam poliakrilat yang sering disebut alumino silikat poyacrilic acid
(ASPA). (Williams dalam Lubis, F.L. 2004).
b.1). Komposisi Bubuk
Bubuk Semen Ionomer Kaca adalah kaca alumina-silikat. Walaupun memiliki
karakteristik yang sama dengan silikat tetapi perbandinagn alumina-silikat lebih tinggi pada
semen silikat (Manappallil dalam Lubis, F.L. 2004).
asam itikonik, maleic atau asam trikarbalik. Asam-asam ini cenderung menambah reaktivitas
dari cairan, mengurangi kekentalan dan mengurangi kecenderungan membentuk gel (Wilson
dalam Lubis, F.L. 2004).
Asam tartaric juga terdapat dalam cairan yang memperbaiki karakteristik manipulasi dan
meningkatkan waktu kerja, tetapi memperpendek pengerasan. Terlihat peningktan yang
berkesinambungan secara perlahan pada kekentalan semen yang tidak mengandung asam
tartaric. Kekentalan semen yang mengandung asam tartaric tidak menunjukkan kenaikan
kekentalan yang tajam (Baum dalam Lubis, F.L. 2004).
Tahap-tahap PrSeng Oksida Eugenols pengerasan Semen Ionomer Kaca sebagai berikut
(Galinggih. 2011):
1. Dissolution
Terdekomposisinya 20-30% partikel glass dan lepasnya ion-ion dari partikel glass
(kalsium, stronsium, dan alumunium) akibat dari serangan polyacid (terbentuk cement sol).
* 4-10 menit setelah pencampuran terjadi pembentukan rantai kalsium (fragile & highly
soluble in water).
* 24 jam setelah pencampuran, maka alumunium akan terikat pada matriks semen dan
membetuk rantai alumnium (strong & insoluble).
Hydration of salts
Terjadi prSeng Oksida Eugenols hidrasi yang progresive dari garam matriks yang akan
periode 24 jam ini SIK sensitif terhadap cairan saliva sehingga perlu dilakukan perlindungan
agar tidak terkontaminasi (Galinggih. 2011).
Kontaminasi dengan saliva akan menyebabkan SIK mengalami pelarutan dan daya
adhesinya terhadap gigi akan menurun. SIK juga rentan terhadap kehilangan air beberapa waktu
setelah penumpatan. Jika tidak dilindungi dan terekspos oleh udara, maka permukaannya akan
retak akibat desikasi. Baik desikasi maupun kontaminasi air dapat merubah struktur SIK selama
beberapa minggu setelah penumpatan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka selama
Proses pengerasan SIK perlu dilakukan perlindungan agar tidak terjadi kontaminasi dengan
saliva dan udara, yaitu dengan cara mengunakan bahan isolasi yang efektif dan kedap air. Bahan
pelindung yang biasa digunakan adalah varnis yang terbuat dari isopropil asetat, aseton,
kopolimer dari vinil klorida, dan vinil asetat yang akan larut dengan mudah dalam beberapa jam
atau pada proses pengunyahan (Galinggih. 2011).
c. Hardness
d. Frakture toughness
(Brushit)
Permukan enamel yang secara adekuat diperkuat dengan ion fluoride, resistensinya
terhadap asam akan meningkat ke titik dimana demineralisasi tidak akan terjadi atau
remineralisasi akan lebih cepat sehingga proses karies terhenti pada sisi tersebut
(Koulourides 1980; Groeneveld 1982 dalam Simanjuntak, E.R, 2000)
Neuman (195, cit. Murrey et al. 1982) mengajukan tiga tahap mekanisme untuk
masuknya ion ke dalam rongga Kristal apatit. Tahap-tahap tersebut adalah:
1. Ion-ion fluoride bertukar dengan salah satu ion-ion atau molekul terpolarisasi yang ada
dalam selubung hidrasi yang terikat longgar
2. Pertukaran ion-ion fluoride dalam lapisan hidrasi dengan satu kelopok ion pada
permukaan kristal apatit. Ion yang bertukar terjadi diantara ion fluoride dan kelompok
hidroksil dan karbonat dan juga dengan ion flurida yang selalu ada dalam kristal
3. Ion-ion yang ada dipermukaan kristal pindah secara perlahan-lahan keruang kosong
dibagian dalam kristal selama rekristalisasi
2. Pertumbuhan kristal dapat terjadi dengan terbentuknya ruang dalam jaringan kalsifikasi
yang padat.
Menurut Le Geros dan Tung (1983) dalam simantuntak, 2000. Larutnya kristal
apatit yang mengandung krabinat-fluorida diikuti dengan pengendapan kristal apatit yang
lebih sedikit mengandung karbnat dan lebih banyak mengandung ion fluoride sehingga
kandungan ion fluoride pada permukaan enamel menjadi lebih tinggi di bandingkan
dengan enamel normal. Hal ini kemungkinan disebabkan karena bertambah luasnya
permukaan enamel akibat larutnya sebagian atau keseluruhan kristal enamel pada proses
demineralisasi sehingga pengikatan ion fluoride pada permukaan enamel bertambah.
Pada sisi tempat terjadinya pelepasan ion kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO4)3- yang
dilepaskan oleh pelarutan di bawah permukaan, ion-ion tersebut diendapkan kembali
pada permukaan enamel. Konsentrasi ion yang tinggi pada permukaan enamel akan
mendorong pengendapan tersebut. Dikatan juga bahwa zona permukaan tetap utuh dank
eras karena sisi tempat ion kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO4)3- dilepaskan oleh pelarutan
dibawah lapisan atau dari larutan yang jenuh dalam plak diendapkan kembali