Ismail Sunny
FitriYuranda
AndikeRahma Nanda
Thessallonica
Ekawisudawati
J3L111041
J3L112010
J3L112018
J3L112094
J3L112185
3i
DAFTAR ISI
DATFAT GAMBAR
i
DAFTAR TABEL
3
ii
PENGERTIAN DAN KETERSEDIAAN HAYATI ASAM FOLAT, BIOTIN,
PANTOTENAT, VITAMIN B12, DAN SENYAWA MIRIP VITAMIN ASAM 1
Folat
1
Biotin
1
Asam Pantotenat
2
Vitamin B12
2
Senyawa Mirip Vitamin
3
METODE BIOSPESIFIK UNTUK PENENTUAN VITAMIN B-KELOMPOK
DALAM MAKANAN
4
Metode
4
Asam Pantotenat
6
Vitamin B6
6
Biotin
6
Vitamin B12
7
Folat
8
ANALISIS VITAMIN LARUT AIR DALAM SUSU FORMULA DENGAN
METODE BIOSENSOR
8
Prinsip Umum Biosensor
9
Metode dan Hasil Pengujian
9
TEKNIK PENENTUAN KETERSEDIAAN HAYATI FOLAT PADA
MAKANAN
11
Metode
11
Hasil Uji Ketersediaan Folat
12
DAFTAR PUSTAKA
13
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Struktur folat
Struktur biotin
Asam pantotenat
Vitamin B12
Struktur kolin
Struktur karnitin
Struktur pirolokuinolina kuinon
Mekanisme metode ELISA
Mekanisme EPBA
1
2
2
3
3
4
4
5
5
ii
DAFTAR TABEL
6
7
8
10
Folat
Istilah umum folat mengacu pada kelas senyawa yang memiliki struktur
kimia (Gambar 1) dan aktivitas nutrisi yang serupa dengan asam folat (asam
pteroil-L-glutamat). Folat terdiri atas 3 bagian utama, yaitu L-glutamat, paminobenzoat, dan 2-amino-4-hidroksipteridina.
NH
HO
CH3 O
O
OH
H2N
H2N
O
H2N
CH3
H3C
NH2
H3C
H3C
N
+
Co
N
CH3
O
NH2H C
3
H3C
O
CH3
O
NH
O
N
P
O HO N
O
H
H
H
O
HO
CH3
NH2
CH3
CH3
CH3
CH3
+
N
HO
CH3
Gambar 5Struktur kolin
Karnitin dapat disintesis oleh tubuh manusia dan karnitin juga diperoleh
dalam makanan. Karnitin berfungsi secara metabolik dalam pengangkutan asam
OH
H3C
N+
COO-
H3C
HOOC
N
O
Metode
Metode biospesifik yang berkembang untuk analisis makanan ada dua tipe.
Pertama analisis yang didasarkan pada interaksi spesifik antibodi dengan antigen,
contoh metode ini adalah Radioimmunoasay (RIA) atau Enzyme Linked
Immunosorbent Assay (ELISA). Metode yang kedua didasarkan penggunaan
protein alami pengikat protein contoh metode ini Radiolabelled Protein Binding
Assay ( RPBA) dan Enzim Protein Binding Assay (EPBA).
Metode ELISA ada dua yaitu ELISA tak langsung dan langsung. ELISA tak
langsung (Gambar 8) menggunakan antibodi primer dan vitamin ditambahkan ke
setiap sumur-sumur pada pelat mikrotritasi dan antibodi akan terditribusi antara
vitamin yang termobilisasi dan vitamin bebas. Setelah tahap pemisahan, kemudian
sumur dibilas, antibodi primer yang terikat pada vitamin yang termobilisasi
Uji mikrobiologi dilakukan dengan cara sederhana, dan uji ini tergantung
pada vitamin yang akan dianalisis karena menggunakan mikroorganisme yang
berbeda. Asam pantotenat dan biotin menggunakan mikroorganisme Lactobacillus
plantarum, vitamin B12 menggunakan Lactobacillus leichmannii atau dengan
prosedur pengikatan ligan-radioaktif, dan folat menggunakan Lactobacillus
rhamnosus atau Enterococcus hirae.Metode mikrobiologi didasarkan pada respon
bakteri terhadap vitamin.
Asam Pantotenat
Metode biospesifik terbaik untuk analisis pantotenat yaitu dengan metode
ELISA. Hal ini dikarenakan metode ELISA menghasilkan kandungan asam
pantotenat dalam sampel makanan mendekati kandungan berdasarkan literatur.
Perbedaan jauh kadar yang dihasilkan dengan metode mikrobiologi menunjukkan
bahwa metode uji mikrobiologi tidak spesifik dalam pengujian asam
pantotenat.Perbandingan metode dalam analisis asam pantotenat dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1
Perbandingan metode uji mikrobiologi, RIA, dan ELISA pada uji asam
pantotenat
Makanan
ELISA
Uji mikrobiologi
Kandungan
pantotenat
(Literatur)
Susu
0.36
0.28
0.35
Kentang
0.23
0.23
0.30
Roti
0.23
0.30
0-23
Telur
1.74
1.46
1.80
Hati domba
8-25
8-65
8.20
Selada
0.18
0.07
0.20
Vitamin B6
deteksinya yaitu 10 g per sumur untuk metode EPBA sedangkan metode ELISA
sebesar 500 g per sumur. Apabila dibandingkan dengan uji mikrobiologi
kandungan biotin dari kedua metode tersebut cenderung sama. Aplikasi penentuan
kandungan biotin metode EPBA telah digunakan untuk penentuan biotin pada hati
domba dan hasil yang diperoleh baik. Spesifisitas yang lebar membuat metode
EPBA dapat mengenali analog biotin lainnya seperti biotin D-sulfoksida dan D,Loksibiotin.
Vitamin B12
Analisis vitamin B12 umumnya dilakukan dengan uji mikrobiologi, RIA, dan
EPBA.Uji mikrobiologi dalam analisis vitamin B12 dalam makanan menggunakan
bakteri L.leichnannii atau Ochromonas malhamensis.Metode selanjutnya untuk
menentukan vitamin B12 dalam makanan adalah metode RIA. Metode ini
merupakan salah satu teknik immunoassay yang baik dan sensitif. Prinsip dari
RIA adalah untuk mengetahui perbandingan konsentrasi antibodi yang terdapat
pada bagian dalam tabung dan antigen yang terdapat didalam sampel dengan
menggunakan radioaktif. Metode selanjutnya adalah metode EPBA, metode ini
telah diadaptasikan oleh pekerja lain dalam pengembangan microtitration piring
format PBA untuk analisis vitamin B12 di fortifikasi makanan.
Tabel 2 Perbedaan perlakuan metode mikrobiologi, ELISA, EPBA, dan RIA
Metode Mikrobiologi
Metode EPBA
L. leichnannii
Ochromonas Metode RIA
malhamensis
Spesifik Co
Inkubasi Cepat
Spesifisitas Kecil
Kurang akurat
Spesifik Co
Inkubasi
Lama
Spesifisitas
Lebih besar
Akurat
dapat
menimbulkan
galat
positif.
Metode ini juga
bergantung pada
ekstraksi
mengukur tingkat alami dalam makanan, perbaikan lebih lanjut dalam assay
sensitivitas menggunakan deteksi end-point alternatif sistem dan prosedur
ekstraksi pembersihan mungkin perlu dilakukan
Folat
Analisis folat umumnya dilakukan dengan menggunakan metode HPLC,
RIA, EPBA dan uji mikrobiologi. Metode HPLC menggunakan deteksi UV dan
fluorometri
untuk
menganalisis
folat
yang
terkandung
dalam
makanan.Kekurangan dari metode HPLC adalah sulit untuk mendeteksi kadar
vitamin yang konsentrasinya rendah pada makanan. Sebagai uji alternatif, metode
EPBA dikembangkan dengan memanfaatkan enzim berlabel folat pengikat protein
dari susu sapi. Sebagai contoh, hasil analisis folatdalam kubis Brussel dengan
berbagai metode dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3Hasil analisis folat dalam kubis Brussel dengan berbagai metode
Metode
Enzim dekonjugasi
Rerata kandungan folat
Uji mikrobiologi
Plasma manusia
824
Plasma ayam
984
EPBA
Plasma manusia
739
Plasma ayam
320
RPBA
Plasma manusia
93
Plasma ayam
290
KCKT
Plasma manusia
762
Plasma ayam
729
Berdasarkan data pada Tabel 3 metode yang paling baik untuk analisis folat
adalah metode uji mikrobilogi, karena dari ke empat metode tersebut kandungan
folat yang paling besar ditunjukkan pada uji mikrobilogi yaitu 824 pada plasma
manusia dan 984 pada plasma ayam. Metode ini menggunakan dua bakteri yaitu
L.rhamnoses dan Enterococcus hirae.
Metode EPBA lebih sensitif dibandingkan dengan metode ELISA. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya perbedaan dalam batas deteksinya yaitu 10 g per
sumur untuk metode EPBA sedangkan metode ELISA sebesar 500 g per sumur.
Apabila dibandingkan dengan uji mikrobiologi kandungan biotin dari kedua
metode tersebut cenderung sama. Aplikasi penentuan kandungan biotin metode
EPBA telah digunakan untuk penentuan biotin pada hati domba dan hasil yang
diperoleh baik (Finglas dan Morgan 1994).
berfungsinya tubuh hewan, menjaga terus otot disepanjang dinding saluran cerna,
dan meningkatkan kesehatan sistem syaraf, kulit rambut, mata, mulut dan hati.
Vitamin larut air tidak dapat diprosuksi secara langsung oleh tubuh sehingga
dibutuhkan asupan pangan dari luar sehingga kadarnya terpenuhi untuk tubuh.
Proses penambahan zat lain kedalam bahan pangan disebut dengan metode
fortifikasi. Salah satu aplikasinya adalah fortifikasi dalam formulasi susu bayi dan
suplemen nutrisi. Dari hasil fortifikasi untuk menjamin kadarnya dalam bahan
pangan hasil fortifikasi baik itu dari mutu, pelabelan nutrisi, maupun regulasi
pemerintah maka diperlukan metode uji kuantitatif yang spesifik, cepat, dan
sensitif.
Dalam penelitian metode analisis interaksi biomolekul (BIA) yang
menggunakan biosensor didasarkan pada resonans plasmor permukaan (SPR)
dievaluasi untuk analisis vitamin larut air B2, B12, biotin, asam folat, dan asam
pantotenat yang ditambahkan ke formula bayi. Kelebihan teknik instrumental ini
dibandingkan dengan teknik biospesifik lainnya meliputi pengukuran real-time,
tidak memerlukan enzim, serta lebih teliti. Cip sensor yang digunakan memiliki
beberapa kelebihan yaitu memberikan hasil yang terulang, baseline stabil,
stabilitas kimia tinggi, dan peningkatan nonspesifik rendah.
Prinsip Umum Biosensor
Biosensor komersial yang digunakan dilengkapi dengan cip sensor yang
diimobilisasi dengan vitamin atau turunannya. Komponen utama cip sensor pada
biosensor komersial dalam penelitian ini adalah permukaan cip sensor atas
permukaan kaca yang dilapisi dengan selapis tipis emas yang dapat menjadi dasar
untuk aneka permukaan khusus yang dirancang untuk mengoptimumkan
pengikatan secara kovalen dan imobilisasi berbagai biomolekul. Sejumlah tertentu
molekul pendeteksi yang berbobot molekul tinggi seperti protein atau antibodi
pengikat vitamin (VBP/A) ditambahkan kedalam sampel. Larutan sampel
diinjeksikan pada cip sensor, maka VBP/A akan terikat ke analit (vitamin) dalam
sampel sebanding dengan jumlah analit (vitamin) dalam sampel tersebut. VBP/A
yang tidak terikat akan tetap didalam larutan dan dapat berinteraksi dengan analit
(vitamin/turunan vitamin) pada permukaan sensor. Pengikatan kepermukaan ini
berlangsung dalam satu aliran yang berkelanjutan, bebas pulsa, terkendali, dan
dengan demikian menjaga konsentrasi VBP/A yang konstan dipermukaan chip.
Respon diukur sebagai perbedaan respon mutlak yang diperoleh segera sebelum
dan segera sesudah injeksi sampel. Semakin tinggi konsentrasi vitamin dalam
sampel semakin besar tingkat inhibisi dan semakin rendah respon yang terdeteksi
pada cip biosensor. Respon dari deret konsentrasi standar digunakan untuk
membuat kurva kalibrasi dan sampel yang tidak diketahui ditentukan dari kurva
kalibrasi.
Metode dan Hasil Pengujian
Tahap awal sebelum dilakukan analisis terhadap sampel adalah validasi
terhadap metode yang dilakukan. Parameter yang diukur adalah ketepatan,
10
Larutan pengekstrak
Buffer fosfat sitrat pH
7
11
12
untuk jangka waktu 1,5 atau 7 hari. Asupan makanan dan berat badan dicatat
setiap hari.
Pada akhir periode feeding, tikus ditimbang, dibius dengan injeksi pada
intraperitoneal (1ml/kg berat badan) natrium barbiturat dan dimatikan. Perut
dibuka pada parental dan sampel darah sebanyak 2,5ml dari vena dengan jarum
suntik. Sampel dari hati dan usus mukosa disimpan dibawah nitrogen cair. Setelah
penyimpanan selama 1 jam pada suhu 4C sampel serum disentrifgasi dan
disimpan di bawah nitrogen cair sebelum analisis. Adanya folat dari sumber
makanan dengan menghitung asupan folat dari masing-masing tikus dan
meningkatkan serum folat dari kristal PGA.
Ekstraksi sampel jaringan dilakukan dengan cara sebanyak 5 gr berat basah
hati atau mukosa dalam larutan asam askorbat (20% b/b) pada pH 6, diekstraksi
dengan air mendidih selama 10 menit kemudian didinginkan dan disentrifugasi
(1500g, 30 menit,4C) lalu supernatan dibuang dan filtrat dapat diekstrak kembali.
Supernatan digabungkan sebelum dilakukan dengan radioimmunoassay.
Serum dan jaringan folat dilakukan dengan cara folat ditentukan
menggunakan radioimmunoassay. Sampel serum diencerkan 1% dari larutan asam
askorbat sebelum diuji dan dipanaskan pada 100C selama 15 menit dan
didinginkan dalam ruang gelap. Folat ditambahkan kedalam kedua sampel serum
dan standar asam folat kemudian diinkubasi dalam buffer pH 9,3 selama 30 menit.
Folat yang bebas maupun terikat kemudian dipisahkan menggunakan dekstran
yang dilapisi arang kemudian disentrifugasi lalu supernatan dihitung
menggunakan Philips PW4750 gamma kilau counter.
Hasil Uji Ketersediaan Folat
Penentuan ketersediaan hayati folat pada pakan menggunakan tikus wistar
jantan yang diberi pakan semi sintetik bebas folat (FFS) secara Ad libitum. Ad
libitum adalah pemberian makanan kepada hewan uji sampai pada saat dimana
hewan dalam kondisi kenyang dan tidak lagi makan, walaupun makanan
disekitarnya masih ada. Diet FFS ini mengandung komponen sukrosa dan kasein.
Setelah pemberian diet FFS pada hewan uji kemudian dilanjutkan dengan
pemberian pakan semi sintetik, yaitu dengan kubis hijau mentah dan PGA. Hewan
uji yang telah diberi perlakuan diet dibius menggunakan natrium barbiturat untuk
diambil serum (darah), hati, dan mukosa usus kecilnya.
Analisis kadar folat menggunakan larutan asam askorbat untuk
menghomogenkan serum, hati, dan mukosa usus kecil sebelum diekstrak dan
sentrifus dengan dibantu enzim dekonjugase ginjal babi yang berfungsi memutus
folat poliglutamat. Sampel serum, hati, dan mukosa dari tikus kemudian diekstrak
dengan larutan asam askorbat 1% dan dipanaskan dalam ruang gelap. Pemanasan
tersebut untuk menghancurkan protein pengikat folat endogen. Setelah
pemanasan, sampel didinginkan ditambah sejumlah tertentu protein pengikat folat
dengan bertanda [125I] dan diinkubasi dalam buffer pH 9,3. Hasil inkubasi, sampel
kemudian dipisahkan folat bebas dan folat terikatnya menggunakan arang bebas
dekstran. Kadar folat TOTAL diukur dengan uji mikrobiologis menggunakan
bakteri L. Cassei (ATCC 7469) pada kondisi aseptik dan pertumbuhan bakteri
13
tersebut diukur dengan EEL Nephelometer, sedangkan penentuan kadar folat pada
serum dikukur dengan RIA.
Hasil hewan uji yang diberi diet FFS bobotnya bertambah hingga 7 minggu
tanpa menunjukkan tanda-tanda sakit. Berdasarkan pengukuran kadar folat
tertinggi diperoleh dalam serum (darah), sedangkan terendah terdapat dalam
mukosa. Penambahan diet semi sintetik dengan adanya penambahan kubis
menyebabkan peningkatan folat yang signifikan terutama dalam serum. Hal ini
terjadi karena folat dalam kubis sebagai poliglutamat yang dihidrolisis sebelum
penyerapanmenghasilkan peningkatan folat pada hewan uji, sedangkan
pembatasan asupan folat untuk periode lebih dari satu bulan menyebabkan
penurunan folat dalam serum, liver, dan mukosa usus kecil. Hasil dari kadar folat
serumdengan konsentrtasi PGA yang lebih tinggi juga meningkat dengan jumlah
diet yang sama.
Percobaan hewan uji yang kekurangan folat dengan pemberian pakan kubis
125 g/kg dapat diterima baik pada hewan uji dan tidak banyak berpengaruh
terhadap asupan pakan maupun pertambahan bobot, sedangkan pada pemberian
kubis 250 g/kg hewan uji berkurang nafsu makannya. Kedua perlakuan tersebut
menghasilkan kadar folat serum jauh lebih tinggi daripada kontrol sehingga dapat
diketahui bahwa pengaruh pemberian kubis yang terlalu banyak dapat
meningkatkan kandungan folat, namun dapat menurunkan nafsu makan.
Penggunaan ketersediaan folat menggunakan hewan uji merupakan
pendekatan pada ketersediaan folat pada makanan manusia. Ketersediaan folat
paling banyak pada serum menggunakan RIA merupakan cara yang lebih mudah
diukur, namun penggunaan jaringan dalam bentuk padat lebih rumit karena
memerlukan waktu yang lama untuk pembedahan hewan uji dan hati atau mukosa
usus kecil dapat tercemar oleh darah.
DAFTAR PUSTAKA