Anda di halaman 1dari 131

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME

FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN


TANPA DIABETES

TESIS
OLEH
ROBERTHUS BANGUN
Nomor Register CHS : 15431

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2008

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME


FUNGSIONAL PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DAN
TANPA DIABETES

TESIS
Untuk memperoleh gelar spesialis dalam program studi Ilmu Penyakit Saraf pada
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan

OLEH
ROBERTHUS BANGUN
Nomor Register CHS : 15431

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2008
Judul Tesis

: HUBUNGAN

KADAR

ALBUMIN

SERUM

FUNGSIONAL PENDERITA STROKE

DAN

OUTCOME

ISKEMIK DENGAN DAN

TANPA DIABETES
Nama

: ROBERTHUS BANGUN

Nomor register CHS

: 15431

Program studi

: Ilmu Penyakit Saraf

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Kiking Ritarwan, Sp.S, MKT


NIP. 132 161 243

Prof.Dr. Darulkutni Nasution,Sp.S (K)


NIP. 130 535 847

Mengetahui/Mengesahkan

Ketua Program Studi


Departemen Neurologi FK USU/
RSUP. H. Adam Malik Medan

Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K)


NIP. 131 124 054

Tanggal lulus

Ketua Departemen Neurologi


FK USU/
RSUP. H. Adam Malik Medan

Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS (K)


NIP. 130 702 008

Telah diuji pada


Tanggal 27 Mei 2008

PANITIA PENGUJI TESIS


1. Prof.DR.Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)
2. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)
3. Dr. Darlan Djali, SpS
4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)
Bangun:
HubunganSpS(K)
Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
5.Roberthus
Dr. Rusli
Dhanu,
Diabetes, 2008.

6. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, SpS


7. Dr. Aldy S. Rambe, SpS
8. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, SpS
9. Dr. Khairul P. Surbakti, SpS
10. Dr. Cut Aria Arina, SpS

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke
iskemik dan berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang bukan
hiperglikemia dan diabetes. Diabetes juga dapat menurunkan sintesa albumin yang berhubungan
dengan mortalitas dan morbiditas pada orang dewasa. Walaupun konsentrasi albumin serum
kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome, masih belum jelas apakah berhubungan
dengan gangguan fungsional khususnya keterbatasan fungsional pada penderita diabetes.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar albumin serum pada penderita stroke
iskemik yang menderita penyakit diabetes dan yang tidak menderita diabetes terhadap outcome
fungsional yang dinilai dengan Bartel index (BI) dan Modified Rankin Scale (MRS).
Metodologi : Penelitian ini merupakan studi prospektif terhadap 30 orang penderita stroke iskemik
dengan diabetes dan 30 orang penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang dirawat di bangsal
neurologi FK USU/RSUP H. Adam malik Medan periode Nopember 2007 sampai April 2008.
Kadar albumin diperiksa pada hari ke-3 setelah masuk rumah sakit dan dinilai BI dan MRS pada
hari ke-7 dan 14.
Hasil : Sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik akut dengan diabetes (15 laki-laki, umur ratarata 61,37 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata 199,2 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata
3,156 g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 73 dan 81,5 dan skor
MRS < 4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 23 pasien (76,7%) dan 24 pasien (80%)
sementara 30 orang penderita stroke iskemik akut tanpa diabetes (23 laki-laki, umur rata-rata
58,67 tahun, kadar gula darah puasa rata-rata 93,37 mg/dL, kadar albumin serum rata-rata 3,402
g/dL) memperoleh rata-rata skor BI hari ke-7 dan 14 berturut-turut 60,5 dan 69,8 dan skor MRS <
4 hari ke-7 dan 14 berturut-turut didapati pada 17 pasien (56,7%) dan 19 pasien (63,3%).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kadar serum albumin dan outcome fungsional penderita
stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes.
Kata kunci : Albumin, outcome fungsional, stroke iskemik, diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

ABSTRACT
Background : Diabetes mellitus is one of the major risk factor for ischemic stroke and can cause
worse outcome compared to those without hyperglycemia and diabetes. Diabetes mellitus can also
decrease albumin synthesis which is related to mortality and morbidity in adult. Although serum
albumin level seems to be related to survival and outcome, it is not yet clear whether it is
correlated to functional outcome disturbance, especially in diabetic patients. The objective of this
study was to determine the influence of serum albumin level on ischemic stroke patients with
diabetes and without diabetes toward functional outcome assessed with Bartel index (BI) and
Modified Rankin Scale (MRS).
Methods : This was a prospective study toward 30 ischemic stroke patients with diabetes and 30
ischemic stroke patients without diabetes in neurology ward at Haji Adam Malik hospital between
the periode of November 2007 April 2008. Serum albumin level was examined on the 3rd day
after admission and BI and MRS were evaluated on day 7 and 14.
Result : There were 30 ischemic stroke patient with diabetes (15 male, mean age 61.37 years,
mean fasting glucose level 199.2 mg/dL, mean serum albumin level 3.156 g/dL) had mean BI
score 73 and 81.5 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 23 patients (76,7%) and 24
patients (80%) respectively on day 7 and 14 while 30 ischemic stroke patient without diabetes (23
male, mean age 58,67 years, mean fasting glucose level 93.37 mg/dL, mean serum albumin level
3,402 g/dL) had had BI score 60.5 and 69.8 respectively on day 7 and 14 and MRS score < 4 in 17
patient (56.7%) and 19 patients (63.3%) .
Conclusion : There were no relation between serum albumin level and functional outcome of
ischemic stroke patients with and without diabetes.
Keyword : Albumin, functional outcome , ischemic stroke, diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa atas segala berkat,
rahmat dan kasihNya yang telah memberi kesempatan untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan salah satu tugas akhir
dalam Program Pendidikan spesialisasi di Bidang Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara / Rumah sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini
masih dijumpai banyak kekurangannya, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan
datang.
Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya, kepada :
Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis,
DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
dan menyelesaikan pendidikan spesialisasi.
Yang terhormat Prof. Dr. T. Bahri Anwar, Sp.JP(K), (Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara saat penulis diterima sebagai peserta PPDS I ) yang telah
memberikan kesempatan pada penulis untuk menjadi peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Yang terhormat Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, Dekan Fakultas Kedokteran
yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Saraf
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Yang terhormat Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K), (Ketua Departemen Neurologi FK
USU Saat penulis diterima sebagai PPDS) yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menjadi peserta didik serta memberi bimbingan selama mengikuti program pendidikan
spesialis ini.
Yang terhormat Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara Prof.
DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan serta
dorongan semangat yang tak ternilai selama penulis mengikuti program pendidikan spesialis ini.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Yang terhormat Dr. H. Hasanuddin Rambe, SpS(K), (Ketua Program Studi saat penulis
diterima sebagai PPDS), yang telah bersedia menerima penulis menjadi peserta didik serta
banyak memberi bimbingan dalam menjalankan proses pendidikan.
Yang terhormat Ketua Program Studi Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas umatera Utara, Dr. H. Rusli Dhanu, SpS(K) yang telah memberikan kesempatan,
bimbingan dan arahan serta dorongan semangat dalam menjalani pendidikan spesialis ini.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr.
Kiking Ritarwan, SpS, MKT dan Prof. Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K) selaku pembimbing penulis
yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengkoreksi dan mengarahkan
penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
Kepada guru-guru saya, Dr. Syawaluddin Nasution, Sp.S(K), almarhum., Dr. Ahmad
Syukri Batubara, Sp.S(K) almarhum., Dr. LBM Sitorus, Sp.S., Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S., Dr.
Yuneldi Anwar, SP.S(K)., Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S., Dr. Dadan Hamdani, Sp.S., Dr. Aldy S
Rambe, Sp.S.,

Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S., Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S dan Dr. Cut Aria

Arina, Sp.S dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, baik di Departemen
Neurologi maupun Departemen / SMF lainnya di lingkungan FK USU / RSUP H. Adam Malik
Medan, terimakasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan atas segala bimbingan dan didikan
yang telah penulis terima.
Kepada Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M. Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak
membimbing,

membantu

dan

meluangkan

waktu

dalam

pembuatan

tesis

ini,

penulis

mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya.


Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan, Rumah Sakit Umum
Tembakau Deli Medan, Rumah Sakit Kesdam I Bukit Barisan, Rumah Sakit Sri Pamela PTP N III
Tebing Tinggi, dan Rumah Sakit Umum F.L Tobing Sibolga yang telah memberikan kesempatan,
fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan spesialisasi ini
sampai selesai.
Ucapan terima kasih penulis kepada seluruh teman sejawat PPDS-I Departemen
Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, atas bantuan dan kerja sama yang terjalin baik
serta dorongan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Ucapan terima kasih kepada Bapak Amran Sitorus, Sukirman Aribowo,

dan seluruh

perawat di Departemen Neurologi RSUP. H. Adam Malik Medan yang membantu penulis dalam
pelayanan pasien sehari-hari.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua saya, Andar
Antonius Bangun, BA dan Lucia Tarsim Br Ginting yang telah membesarkan saya dengan penuh
kasih sayang, membekali saya dengan pendidikan, kebiasaan hidup disiplin, jujur, kerja keras dan
bertanggung jawab, memberikan bimbingan, dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang
tulus agar penulis tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Bapak dan Ibu mertua saya,
Lettu. A. Hutabarat almarhum dan H. Br Siburian yang terus memberikan dorongan, nasehat serta
doa yang tulus hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan spesialisasi ini.
Teristimewa kepada istriku tercinta Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat dan ananda
Oktomayer Primonta Bangun, Tictano Enryco Bangun dan Daniel Dacosta Bangun yang dengan
sabar dan penuh pengertian, mendampingi dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya.
Kepada semua rekan dan sahabat yang tak mungkin saya sebutkan satu persatu yang
telah membantu saya sekecil apapun, saya haturkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan tesis ini
masih dijumpai banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, penulis
mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak untuk kebaikan dimasa yang akan
datang. Akhirnya penulis mengaharapkan semoga penelitaian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita
semua.

Medan, 27 Mei 2008

Dr. Roberthus Bangun

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

Dr. Roberthus Bangun

Tempat/tanggal lahir

Medan, 04 Nopember 1968

Agama

Katholik

Pekerjaan

Nama Ayah

Andar Antonius Bangun, BA

Nama Ibu

Lucia Tarsim Br Ginting

Nama Istri

Dra. Nurhayati Magdalena Br Hutabarat

Nama Anak

1. Oktomayer Primonta Bangun


2. Tictano Enryco Bangun
3. Daniel Dacosta Bangun

Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Gloria Medan, tamat tahun 1981.
2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Putri Cahaya Medan, tamat tahun 1984.
3. Sekolah Menengah Atas di SMA Santo Thomas Yogyakarta, tamat tahun 1987.
4. Fakultas Kedokteran di Universitas Sumatera Utara tamat tahun 1995.

Riwayat Pekerjaan
1. Dokter PTT Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan,
tahun 1996 sampai tahun 1997.
2. Kepala Puskesmas Binanga, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan,
tahun 1997 sampai tahun 1999.
3. Dokter RSU Sari Mutiara Medan, tahun 1999 sampai 2003.
4. Dokter RSU Sembiring Deli Tua, tahun 2000 sampai tahun 2007.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRAK ........

ABTRACT ........

ii

KATA PENGANTAR ......

iii - vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .....

viii

DAFTAR ISI ........

ix - xi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .......

xii - xiii

DAFTAR TABEL ........

xiv xv

DAFTAR GRAFIK ...........................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................

xvii

BAB I.

PENDAHULUAN ..........

1 - 7

I.1.

Latar belakang

1 - 7

I.2.

Perumusan masalah ............................................

I.3.

Tujuan Penelitian .................

8 - 9

BAB II.

I.3.1. Tujuan Umum ..

I.3.2. Tujuan khusus .

I.4.

Hipotesis ..............................................................

I.5.

Manfaat Penelitian .

9 - 10

TINJAUAN PUSTAKA ......

11 - 58

II.1.

Definisi.................................................

11

II.2.

Epidemiologi......

11 - 14

II.3.

Klasifikasi...

15 - 23

II.4

Faktor Resiko

..................

23 - 31

II.5.

Patofisiologi...

31 - 51

II.6.

Peranan Brain Imaging ......

51 - 53

II.7.

Penatalaksanaan.....

53 - 55

II.8.

Outcome Fungsional Stroke ..

55 - 57

II.9. Bangun:
KERANGKA
KONSEPSIONAL
.
58 Iskemik Dengan Dan Tanpa
Roberthus
Hubungan Kadar
Albumn Serum Dan Outcome
Fungsional Penderita Stroke
Diabetes, 2008.

BAB III.

METODE PENELITIAN ......

59 - 70

III.1.

Tempat dan Waktu .............

59

III.2.

Subjek Penelitian ...............

59

III.3.

Kriteria Inklusi

..........................

61

III.4.

Kriteria Eksklusi ........ ...

61

III.5.

Batasan Operasional .........................................

61 - 63

III.6. Instrumen Penelitian .........................................

63 - 67

III.7. Rancangan Penelitian .......................................

67

III.8. Pelaksanaan Penelitian ....

67 - 68

III.9. Variabel yang Diamati ......................................

69

III.10. Analisa Statistik ................

69 - 70

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....

71 - 66

IV.1. HASIL PENELITIAN .........

71 - 118

IV.1.1. Karakteristik demografi subjek penelitian .......

71 - 74

IV.1.2. Karakteristik dasar subjek stroke iskemik


dengan diabetes dibanding tanpa
diabetes ...............................

74 - 83

IV.1.3.

Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan


14 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut status
demografi ........

83 - 97

IV.1.4. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan


14 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut hasil
CT scan kepala ..........

98 -111

IV.1.5. Distribusi gambaran CT scan kepala pada


subjek stroke iskemik dengan dan tanpa
diabetes menurut kadar albumin serum..........

112 - 115

IV.1.6. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan


14 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut kadar
albumin serum ..........

115 - 118

IV.2. PEMBAHASAN ......

119 - 131

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.

128 - 129

V.1. KESIMPULAN ....

132 - 134

V.2. SARAN ....

134

KEPUSTAKAAN ...

135 146

LAMPIRAN .

147 - 161

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG


AACE

: American Association of Clincal Endocrinologists

ACE

: American College of Endocrinology

ADA

: American Diabetes Association

ADL

: Activity Daily Living

ALIAS : Albumin in Acute Stroke


AODM : Adult Onset Diabetes Mellitus
ASNA

: ASEAN(Association of South East Asian Nations) Neurological


Association

BADL

: Basic Activity of Daily Living

BCG

: Brom Cresyl Green

BI

: Barthel Index

CT

: Computed Tomography

dkk

: dan kawan kawan

FOOD : Feed Or Ordinary Diet


GDM

: Gestasional Diabetes Mellitus

HDL

: High Density Lipoprotein

IDDM

: Insulin Dependent Diabetes Mellitus

IGT

: Impaired Glucose Tolerance

IL

: Interleukin

JODM : Juvenile Onset Diabetes Mellitus


LACI

: Lacunar Infarct

mRNA : massenger Ribonucleic Acid


MRI

: Magnetic Resonance Imaging

MRS

: Modified Rankin Scale

: Besar sampel

NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus


NIHSS : National Institute of Health Stroke Scale
NMDA : N Methyl D Aspartate
OGTT : Oral Glucose Tolerance Test
p

: Tingkat kemaknaan

PACI

: Partial Anterior Circulation Infarct

PNS

: Pegawai Negri Sipil

POCI

: Posterior Circulation Infarct

rtPA

: recombinant tissue Plasminogen Activator

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat


Sd Roberthus
: Perkiraan
simpang
bakuSerum
dari Dan
selisih
rerata
(dariPenderita
penelitian
atau Dengan Dan Tanpa
Bangun: Hubungan
Kadar Albumn
Outcome
Fungsional
Stroke Iskemik
Diabetes, 2008.

judgement)
SD

: Sekolah Dasar

SKG

: Skala Koma Glasgow

SGA

: Subjective Global Assessment

SMA

: Sekolah Menengah Atas

SMP

: Sekolah Menengah Pertama

TACI

: Total Anterior Circulation Infarct

TIA

: Transient Ischemic Attack

TNF

: Tumour Necrosis Factor

WHO

: World Health Organization

: Nilai baku normal berdasarkan nilai yang telah ditentukan =


1,96

: Nilai baku normal berdasarkan nilai yang telah ditentukan =


1,282

: Persen

: lebih besar atau sama dengan

: lebih kecil atau sama dengan

<

: lebih kecil dari

>

: lebih besar dari

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Clinical Features, Anatomy, Pathology, Aetiology and Prognosis
of the four Clinical Stroke Syndrome.
Tabel 2. Kriteria Klasifikasi Glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA.
Tabel 3. Kriteria Diagnostik Diabetes Mellitus
Tabel 4. Kriteria Diagnostik Prediabetes
Tabel 5. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Tabel 6. Prevalence of Vascular Risk Factors in 244 patients with a First Ever - in a
Lifetime Ischemic Stroke (Cerebral Infarction) in the Oxfordshire Community Stroke
Project.
Tabel 7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Tabel-8. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol pada subjek
stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes
Tabel-9. Keadaan saat masuk rumah sakit pada subjek stroke iskemik dengan diabetes
dibanding tanpa diabetes
Tabel-10. Hasil pemeriksaan penunjang subjek stroke iskemik dengan
diabetes dibanding tanpa diabetes
Tabel-11. Hasil pemeriksaan CT scan kepala subjek stroke iskemik dengan diabetes
dibanding tanpa diabetes
Tabel-12. Hasil pemeriksaan gangguan motorik subjek stroke iskemik
diabetes dibanding tanpa diabetes
Tabel-13. Distribusi kadar albumin serum subjek stroke iskemik dengan
tanpa diabetes menurut umur dan jenis kelamin

dengan
diabetes dibanding

Tabel-14. Hasil pemeriksaan rata-rata kadar albumin serum dan kadar gula darah subjek
stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes
Tabel-15. Distribusi skor Barthel Index hari ke-7 pada subjek stroke
iskemik dengan dan tanpa diabetes menurut status demografi
Tabel-16. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut status demografi
Tabel-17. Distribusi skor Modified Rankin Scale hari ke-7 dan 14 pada
subjek stroke iskemik dengan diabetes menurut status demografi
Tabel-18. Distribusi skor Modified Rankin Scale (MRS) hari ke-7 dan 14
pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut status
demografi
Tabel-19. Distribusi skor BI hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tabel-20. Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan
dan tanpa diabetes menurut CT scan kepala
Tabel-21. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes
menurut CT scan kepala
Tabel-22. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke
menurut CT scan kepala

iskemik tanpa diabetes

Tabel-23. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa
diabetes menurut kadar albumin serum
Tabel-24. Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke
dan tanpa diabetes menurut kadar albumin serum

iskemik dengan

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR GRAFIK
Grafik-1. Distribusi kadar albumin serum kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Grafik-2. Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Grafik-3. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Grafik-4. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Grafik-5. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non
Diabetes
Grafik-6. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14 pada kelompok diabetes dan
Non Diabetes
Grafik-7. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-7 pada kelompok diabetes dan
Non Diabetes
Grafik-8. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-14 pada kelompok diabetes dan
Non Diabetes

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian
2. Lembar Pengumpulan Data Penelitian
3. National Institute of Health Stroke Scale
4. Index Barthel
5. Modified Rankin Scale
6. Data pasien stroke iskemik dengan diabetes
7. Data pasien stroke iskemik tanlpa diabetes
8. Lembar Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan
9. Rangkuman pertanyaan dan jawaban

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga
di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang
mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan
200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan
mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007; Fitzsimmons,
2007; Air and Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007).
Dari data penderita yang rawat inap di bangsal neurologi Rumah Sakit H. Adam Malik
Medan pada tahun 2006 diperoleh bahwa dari 598 orang yang opname, 203 (33%) orang
merupakan stroke iskemik dan 41(7%) orang merupakan stroke hemoragik (Departemen
Neurologi, 2006).
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA
(ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan
pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki
lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun yaitu 11,8%, usia 45 64 tahun
berjumlah 54,2% dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).
Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko.
Resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan populasi yang pernah menderita
stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali dibandingkan populasi normal.
Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko jangka panjang yang penting.
Kira-kira 40% - 60% pasien diebetes terkomplikasi dengan hipertensi yang mana merupakan
faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diebetes dan hipertensi terjadi bersamaan,
resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy, 2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok
Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006).
Diabetes jelas merupakan salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke
iskemik, khususnya pasien-pasien yang berumur kurang dari 65 tahun tetapi data pada stroke
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

hemoragik masih kontroversial walaupun laporan terbaru dari studi Framingham diduga terjadi
peningkatan resiko stroke hemorhagik pada diabetes tipe 2. Kira-kira 30% pasien dengan
aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes melitus dan insidens stroke dua kali lipat lebih tinggi
pada pasien diabetes dari pada non diabetes (Gilroy, 2000; Hankey dan Lees, 2001; Ryden dkk,
2007).
Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes
tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Pada penelitian
prospektif di Finlandia dengan follow up selama 15 tahun, diabetes adalah faktor resiko tunggal
yang paling kuat untuk stroke (relative risk untuk laki-laki 3,4 dan untuk wanita 4,9 ) Diperkirakan
20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes dan sebanyak 37 42 % dari semua stroke
iskemik di Amerika disebabkan oleh efek diabetes sendiri atau kombinasi dengan hipertensi
(Kissela dkk, 2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Rodbard dkk, 2007; Ryden dkk, 2007).
Komponen sindroma metabolik dengan hubungan yang paling kuat dengan stroke
iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah hipertensi dan gangguan glukosa puasa.
Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke
iskemik dan TIA dari pada dengan diabetes (Koren-Morag dkk, 2005).
Kenaikan kadar glukosa darah ditemukan pada 43% penderita stroke akut, dan 25%
diantaranya adalah penderita diabetes dan dalam jumlah yang sama (25%) ditemukan kenaikan
Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita nondiabetes dengan respon
hiperglikemia akibat stroke (Misbach, 1999).
Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis di pembuluh koroner,
serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas
dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark
miokard atau stroke meningkat 2 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal
dkk, 2004). Pada populasi stroke yang berumur kurang dari 55 tahun, diabetes meningkatkan
resiko stroke lebih dari 10 kali lipat (Beckman dkk, 2002). Perkiraan resiko stroke pada populasi
diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi tanpa diabetes paling tinggi terjadi pada wanita
muda, walaupun resiko ini menurun dengan bertambahnya usia. Pasien-pasien yang berumur

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko yang paling tinggi. Resiko stroke juga berhubungan
dengan lamanya menderita diabetes tipe 2 (Mulnier dkk, 2006; Janghorbani dkk, 2007).
Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas,
hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang
bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela,
2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih
berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat
merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu sendiri
(Adam dkk, 2007).
Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya
mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan
perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes (Caplan,
2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa
penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun
diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan
pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan
neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes
(Air dan Kissela, 2007).
Konsentrasi albumin dalam serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan
kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi albumin dalam serum sedang sampai sangat
rendah berhubungan dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa.
Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome,
tetapi masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya
keterbatasan fungsional yang ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada
penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang rendah berhubungan dengan
diabetes dan rendahnya midupper arm muscular area dan disabilitas pada activities of daily living
(ADL) (Castaneda dkk, 2000).
Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin dan mRNA albumin.
Konsentrasi mRNA diperlukan untuk aksi pada ribosom adalah faktor penting untuk mengontrol
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

kecepatan sintesa albumin. Trauma dan proses penyakit akan mempengaruhi mRNA.
Pengurangan konsentrasi mRNA albumin yang disebabkan oleh berkurangnya transkripsi gen
dapat dilihat pada reaksi fase akut yang diperantarai oleh cytokine terutama interleukin-6 (IL-6)
dan tumour necrosis factor (TNF-). Lingkungan hormonal juga dapat mempengaruhi
konsentrasi mRNA. Insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Penderita diabetes
mengalami penururnan sintesa, yang dapat diperbaiki dengan pemberian infus insulin (Wanke dan
Wong, 1991; Nicholson dkk, 2000).
Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang berkhasiat sebagai
neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang dengan stroke akut memperlihatkan bahwa
terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya
volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan penumpukan natrium, bahkan
walaupun diberikan setelah lebih dari 2 jam onset iskemia.

(Dziedzic dkk, 2004; Gum dkk, 2004).

Pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial, albumin manusia 25% dalam rentang
dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-pasien dengan stroke iskemik akut tanpa
komplikasi berat yang dibatasi oleh dosis. Hanya 13% yang mengalami edema pulmonal ringan
sampai sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian diuretik (Ginsberg dkk, 2006).
Subjek yang menjalani terapi tPA yang menerima albumin dosis tinggi tiga kali memperoleh
outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis rendah albumin, menduga
bahwa ada efek sinergistik positif antara albumin dengan tPA (Palesch dkk, 2006).
Walaupun pada beberapa penelitian memperlihatkan manfaat yang bermakna serum
albumin manusia pada pengobatan stroke, mekanisme neuroproteksinya belum diketahui.
Sejumlah mekanisme yang mungkin telah diuji termasuk pengaruh serum albumin manusia pada
perfusi lokal serebral, kerusakan blood-brain barrier, respon asam lemak sistemik dan patensi
pembuluh darah kecil. Sementara kebanyakan dari mekanisme ini kemungkinan memberikan
kontribusi, belum ada mekanisme yang cukup kuat dilaporkan mempunyai efek neuroprotektif
besar (Belayev, 2002; Gum dkk, 2004).
Outcome fungsional pasien-pasien stroke iskemik yang diukur 3 bulan setelah onset
stroke dengan menggunakan modified Rankin Scale (mRS) memperlihatkan bahwa pada pasienRoberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

pasien stroke akut dengan kadar albumin serum yang relatif tinggi menurunkan resiko outcome
yang buruk (Dziedzic dkk, 2004).

I.2. Perumusan Masalah


I.2.1. Bagaimana hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke
iskemik dengan dan tanpa diabetes.
I.2.2. Bagaimana hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku,

tingkat

pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional penderita stroke iskemik
dengan dan tanpa diabetes.

I.3. Tujuan Penelitian


I.3.1.

Tujuan umum:
Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dan outcome fungsional
penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes

I.3.2.

Tujuan khusus:

I.3.2.1. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita stroke iskemik tanpa diabetes.
I.3.2.2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita stroke iskemik dengan diabetes
I.3.2.3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran
CT scan kepala penderita stroke iskemik tanpa diabetes.
I.3.2.4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada gambaran
CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes.
I.3.2.5. Untuk mengetahui outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes dan
tanpa diabetes.
I.3.2.6. Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat pendidikan)
dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik
dengan diabetes dan tanpa diabetes.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

I.4. Hipotesis
Ada hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional penderita stroke
iskemik dengan dan tanpa diabetes.

I.5. Manfaat Penelitian


I.5.1. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita

stroke

iskemik

dengan

atau

tanpa

diabetes

maka

dapat

dilakukan

penatalaksanan terhadap hipoalbuminemia, hiperglikemia dan diabetes yang terjadi pada


penderita stroke akut sehingga diperoleh outcome fungsional yang lebih baik.
I.5.2. Dengan mengetaui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita stroke iskemik dengan atau tanpa diabetes maka dapat dilakukan strategi
pencegahan terjadinya hipoalbuminemia dan diabetes pada orang-orang yang beresiko
tinggi terjadinya stroke.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak (fokal atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok
Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).
Stroke iskemik adalah suatu defisit neurologis yang berlangsung secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen
dan glukosa ke otak dan selanjutnya terjadi kegagalan proses metabolisme di daerah yang terlibat
(Hacke dkk, 2003).

II.2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian terbanyak ketiga di Amerika Serikat demikian juga di
seluruh dunia setelah penyakit jantung dan kanker dan setiap tahunnya 700.000 orang akan
mengalami stroke baru atau berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan
200.000 merupakan serangan ulang. Rata-rata, setiap 45 detik seseorang di Amerika Serikat akan
mengalami stroke (Machfoed, 2003; Hacke dkk, 2003; William, 2001; Manji, 2007 ; Fitzsimmons,
2007; Air dan Kissela, 2007; Rosamond dkk, 2007).
Diantara penduduk asli Amerika, Indian/Alaska yang berumur 18 tahun dan lebih, 5,1%
mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau Afrika angkanya 3,2%, pada
mereka yang berkulit putih 2,5%, dan pada orang-orang Asia 2,4%. Prevalensi silent infark serebri
diantara umur 55 64 tahun kira-kira 11%. Prevalensi ini meningkat menjadi 22% diantara umur
65 69, 28% diantara umur 70 74 tahun, 32% diantara umur 75 79 tahun, 40% diantara umur
80 85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun. Bila angka ini digunakan pada tahun 1998

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

pada perkiraan papulasi di Amerika maka diperkirakan 13 juta penduduk mengalami silent stroke
(Rosamond dkk, 2007).
Di Amerika Serikat stroke bertanggung jawab terhadap 1 dalam setiap 15 kematian
pada tahun 2001 dan 1 dalam setiap 16 kematian pada tahun 2004 dan rata-rata setiap 3 menit
seseorang meninggal karena stroke. Kira-kira 50% kematian karena stroke pada tahun 2003
terjadi diluar rumah sakit (Machfoed, 2003; De Freitas dkk, 2005; Rosamond dkk, 2007).
Stroke juga merupakan menyebabkan pengeluaran yang banyak untuk perawatan
kesehatan di Amerika; rata-rata biaya selama hidup pada seorang penderita stroke iskemik
diperkirakan 140.000 dolar dan secara nasional terjadi peningkatan dimana pada tahun 1999,
beban ekonomi stroke pada masyarakat diperkirakan 45 milyar dolar, terdiri dari 29 milyar dolar
untuk pembayaran langsung (rumah sakit, dokter, farmasi dan lain-lain) dan pembayaran tidak
langsung seperti kehilangan produktifitas dengan nilai 16 milyar dolar diperkirakan menjadi 62,7
milyar dolar pada tahun 2007 (Rosamond dkk, 2007). Di Amerika serikat sendiri, dijumpai lebih
dari 4 juta penderita stroke yang masih bertahan hidup dan lebih dari 750.000 penderita stroke
baru setiap tahunnya.(Fitzsimmons, 2007).
Meskipun

dapat

mengenai

semua

usia,

insidens

stroke

meningkat

dengan

bertambahnya usia dan terjadi lebih banyak pada wanita pada usia yang lebih muda tetapi tidak
pada usia yang lebih tua. Perbandingan insidens pria dan wanita pada umur 55 64 tahun adalah
1,25, pada umur 65 74 tahun adalah 1,50, pada umur 75 84 tahun adalah 1,07, dan pada umur
85 tahun adalah 0,76 (Rosamond dkk, 2007).
Stroke merupakan penyebab kecacatan utama diantara semua orang dewasa dan
kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia dan
merupakan penyebab utama gangguan fungsional, dengan 20% penderita yang masih bertahan
hidup membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15% sampai 30% menjadi cacat
permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan yang tidak hanya
mengenai seseorang yang dapat menjadi cacat tetapi juga seluruh keluarga dan pengasuh yang
lain (Johnson dan Kubal, 1999; Ropper dan Brown, 2005; Gilroy, 2000; Hacke, 2003; Goldstein
dkk, 2006) .
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Meskipun data studi epidemiologi stroke secara komprehensif dan akurat belum ada di
Indonesia, dengan meningkatnya harapan hidup orang Indonesia, terdapat tendensi peningkatan
kasus stroke pada masa yang akan datang. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga di
Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai tahun 1986
meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita
pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Sedangkan prevalensi stroke pada
tahun 1986 adalah 35,6 per 100.000 penduduk (Sjahrir, 2003).
Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari
1397 pasien yang didiagnosa stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak 1001
(71,73%) pasien adalah stroke iskemik dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur ratarata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan umur rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43
tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik (Machfoed, 2003).
Penelitian yang bersekala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh Survei ASNA di 28
Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang
dirawat di Rumah Sakit (hospital based study). Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan
dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45 64 tahun berjumlah 54,2%
dan diatas usia 65 tahun 33,5% (Misbach, 2007).
II.3. KLASIFIKASI
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach,
1999)
I. Bedasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b.Roberthus
Perdarahan
subarakhnoid
Bangun: Hubungan
Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

II. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu


a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke in evolution
c. Completed Stroke
III. Berdasarkan sistim pembuluh darah
1. Sistim karotis
2. Sistim vertebrobasiler
IV. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007):
1. Partial Anterior Ciculation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infarct (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)

Tabel-1. Clinical features, anatomy, pathology, aetiology and prognosis of the four clinical stroke
syndromes.

Clinical
Features

Anatomy

Pathology

Aetiology

Recurrence
rates

Total Anterior
Circulation
Syndrome
(TACS)
1. Hemiparesis and
Hemisensory loss
and
2. Homonymous
hemianopia
and
3. Cortical dysfunction
(dysphasia or visu
al-spatial-perceptu
al dysfunction)
Fronto-temporal-pari
etal lobes or tha
lamus/internal
cap
sule/ occipital lobe
Infarction (85%) or
haemorrhage (15%)

Partial Anterior
Circulation
Syndrome
(PACS)
Any two of the three
features of TACS
(e.g. 1 and 2, 2 and
3, 1 and 3, or 2
alone, 3 alone)

Infarction: occlusion
of ipsilateral ICA or
MCA, and occasio
nally PCA; by embo
lism from heart, aor tic
arch
or
vertebro
basilar arteries, or insitu thrombisis

Infarction: occlusion
of branch of MCA or
PCA; by embolism
from heart, aortic

Haemorrhage: any of
possible causes
Low

Haemorrhage: any
of possible causes
High in first 3
months

Lacunar Syndrome
(LACS)

Posterior Circulation
Syndrome
(POCS)

Hemiparesis or
Hemisensory loss or
Hemisensorymotor
loss or
Ataxic hemiparesis

Brainstem symtoms
and
signs
(e.g.
diplopia,
vertigo,
dysphagia,
ataxia,
bilateral limb defect,
hemianopia or cortical
blindness

No hemianopia or
cortical dysfuction
Lobar

Infarction (85%) or
haemorrhage (15%)

Small deep lesion in


corona radiata, inter
nal capsule, thala
mus or ventral pons
Infarction (95-98%)
or haemorrhage
(2-5%)
Infarction:
usually
lipohyalinosis, micro
atheroma
or
complex
disease
(fibrinoid necrosis) of
small
penetrating
artery.
Rarely
arteritis or embolism

Brainstem
cerebellum

and/or

Haemorrhage: any of
possible causes
Low but steady over
12 months

Haemorrhage: any of
possible causes
High first 2 months
and steady over 12
months
Fair

Infarction (85%) or
haemorrhage (15%)
Infarction: occlusion
of VBA, or PCA, or
branches; by insitu
thrombosis
or
embolism from from
heart, aortic arch or
VBA

Prognosis
Poor
Fair
Fair
at 1 year
Dead at
60%
15%
10%
20%
1 year (%)
Dependent
35%
30%
30%
20%
at 1 year (%)
Independent
5%
55%
60%
60%
at 1 year (%)
ICA, InternalRoberthus
Carotis Artery;
MCA,
Middle Cerebral
Artery; Serum
PCA, Posterior
Cerebral
Artery; VBA,
VertebralBasiler
Bangun:
Hubungan
Kadar Albumn
Dan Outcome
Fungsional
Penderita
Stroke
Iskemik Dengan Dan Tanpa
Artery
Diabetes, 2008.

Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited. London.

Sindroma ini memberikan informasi yang berharga mengenai lokasi anatomi pembuluh
darah, etiologi dan prognosis stroke. Kira-kira 1% pasien stroke tidak cocok dengan salah satu
sindrom ini (Hankey dan Lees, 2001).
Diabetes bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi sekelompok gangguan yang
heterogen yang berhubungan satu dengan yang lainnya hanya karena manifestasi primer mereka
yaitu hiperglikemia dan komplikasi vaskuler yang dihasilkannya. Pada masa yang lalu, ketika
pengertian dasar mekanisme patofisiologi masih kurang jelas, klasifikasi diabetes didasarkan pada
kelompok umur yang terkena atau pada paradigma pengobatan konvensional. Contohnya,
diagnosa diabetes mellitus tipe 1 yang ada saat ini adalah juvenile-onset diabetes mellitus
(JODM) atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) , sementara diabetes mellitus tipe 2
adalah

adult-onset diabetes mellitus (AODM) atau non-insulin-dependent diabetes mellitus

(NIDDM) (Inzucchi, 2005).


Diabetes tipe 1 mencakup sebagian besar pasien-paien dengan destruksi sel beta islet
pankreas dan cenderung menjadi ketoasidosis. Bentuk ini termasuk pasien-pasien dimana
destruksi sel beta disebabkan oleh proses autoimun dan pasien-pasien yang tidak diketahui
etiologinya. Dalam hal ini tidak termasuk destruksi sel beta atau kegagalan oleh penyebab
nonautoimun spesifik (cystic fibrosis). Sementara kebanyakan diabetes tipe 1 ditandai dengan
adanya autoantibodi yang merupakan identifikasi proses autoimun yang menyebabkan destruksi
sel beta walaupun pada beberapa subjek dapat dijumpai tidak ada bukti proses autoimun; kasus
ini diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus tipe 1 idiopatik. Diabetes melitus tipe 2 adalah bentuk
diabetes yang paling sering dan disebabkan oleh resistensi insulin dengan gangguan sekresi
insulin. Walaupun penyebab pasti resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin belum
sepenuhnya diketahui, keduanya dapat ditentukan secara genetik dan kerusakan sel beta tidak
disebabkan oleh proses autoimun (Naik dkk, 2005).
Diagnosa diabetes pada awalnya adalah berdasarkan pada gejala-gejala yang
disebabkan oleh hiperglikemia, tetapi selama dekade terakhir banyak penekanan yang telah
dilakukan untuk mengidentifikasi diabetes dan bentuk lain abnormalitas glukosa pada subjek yang
asimptomatik. Diabetes mellitus berhubungan dengan berkembangnya kerusakan organ jangka
panjang Roberthus
yang spesifik
(komplikasi
diabetes)
retinopathy
yang
berpotensi
Bangun: Hubungan
Kadar Albumn
Serum Dan ternasuk
Outcome Fungsional
Penderita Stroke
Iskemik
Dengan Dan untuk
Tanpa buta,
Diabetes, 2008.

nephropathy dengan resiko berkembang menjadi gagal ginjal, neuropathy dengan resiko luka
pada kaki, amputasi, dan Charcot joints dan disfungsi otonom seperti gangguan seksual. Pasienpasien diabetes merupakan resiko tinggi untuk penyakit kadiovaskuler, cerebrovaskuler, dan arteri
perifer. Sejak penyatuan pertama klasifikasi diabetes oleh the National Diabetes Data Group pada
tahun 1979 dan the World Health Organization (WHO) pada tahun 1980, beberapa modifikasi
telah diperkenalkan oleh WHO dan the American Diabetes Association (ADA) (Tabel 2) (Ryden
dkk, 2007)
Tabel-2. Kriteria klasifikasi glukometabolik berdasarkan WHO dan ADA

Dikutip dari: Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer,
M., et al. 2007. Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular
Journal Supplement 9:3 74.

disease. Eropean Heart

Sementara itu American College of Endocrinology/American Association of Clincal


Endocrinologists (ACE/AACE) mendukung kriteria diagnostik untuk diabetes mellitus dan
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) seperti yang ditetapkan oleh WHO yang terlihat pada tabel 3
dan mendukung kriteria diagnostik untuk prediabetes mellitus seperti yang ditetapkan oleh ADA
seperti yang terlihat pada tabel 4 serta klasifikasi diabetes mellitus seperti yang terlihat pada tabel
5 (Rodbard dkk, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tabel-3. Kriteria diagnostik diabetes mellitus

Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007.
American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the
Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 68.

Tabel-4. Kriteria diagnostik prediabetes

Dikutip dari: Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007.
American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for the
Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 68.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tabel-5. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Dikutip

dari:Rodbard,

H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H.,


Handelsman, Y., et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists
Medical Guideline for Clinical Practice for the Management of Diabetes Mellitus.
Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 68.

American Diabetes Association (ADA) dan World Health Organization (WHO)


merekomendasikan penggunaan pemeriksaan gula darah puasa (whole blood atau plasma)
dengan atau tanpa pemeriksaan 2 jam setelah pemberian glukosa oral 75 gr untuk mendiagnosa
diabetes mellitus. Bagaimanapun juga, kriteria ini menganggap bahwa tes dilakukan ketika
individu dalam keadaan baik dan secara klinis stabil. Respon stres katabolik terhadap stroke akan
meningkatkan konsentrasi gula darah sehingga membuat penggunaan glukosa plasma [dan oleh
sebab itu penggunaan oral glucose tolerance test (OGTT) dan intravenous glucose tolerance test]
tidak dapat dipercaya untuk mendiagnosa diabetes mellitus dan impaired glucose tolerance (IGT)
dalam situasi klinis seperti ini. Sehingga pasien-pasien yang dirawat dengan stroke akut biasanya
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

sangat penting untuk mengundurkan penyelidikan definitif untuk mendiagnosa diabetes mellitus
sampai lewat fase akut jika diduga hasil pengukuran glukosa plasma puasa yang meningkat
tersebut disebabkan oleh stres karena penyakit akut (Bravata dkk, 2003; Gray dkk, 2004).
Beberapa penelitian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa hiperglikemia setelah
stroke akut berhubungan dengan outcome yang buruk termasuk meningkatnya mortalitas setelah
stroke. Walaupun demikian belum ada batas nilai glukosa yang spesifik yang ditetapkan untuk
menentukan hiperglikemia demikian juga batas nilai yang digunakan secara konsisten pada
penelitian sebelumnya. American Diabetes Association tidak menetapkan nilai glukosa spesifik
untuk keadaan hiperglikemia, tetapi telah menetapkan keadaan normal sebagai konsentrasi
glukosa puasa < 110 mg/dl (6,1 mmol/l), atau pengukuran glukosa < 140 mg/dl (7,8 mmol/l)
selama 2 jam oral glucose tolerance test. American Diabetes Association juga telah menetapkan
diabetes sebagai glukosa puasa 126 mg/dl (7 mmol/l), atau pengukuran glukosa 200 mg/dl
(11,1 mmol/l) selama 2 jam oral glucose tolerance test, atau setiap pengukuran glukosa 200
mg/dl (11,1 mmol/l) dengan gejala-gejala diabetes (Bravata dkk, 2003).

II.4. Faktor Resiko


Resiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor resiko.
Data epidemiologi menyebutkan resiko untuk timbulnya serangan ulang stroke adalah 30% dan
populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang adalah 9 kali
dibandingkan populasi normal. Tekanan darah tinggi dan diabetes masih merupakan faktor resiko
jangka panjang yang penting. Kira-kira 40% - 60% pasien diabetes terkomplikasi dengan
hipertensi yang mana merupakan faktor resiko yang paling kuat untuk stroke. Apabila diabetes
dan hipertensi terjadi bersamaan, resiko untuk stroke semakin meningkat secara drastis (Gilroy,
2000; Eguchi dkk, 2003; Kelompok Studi Serebrovaskuler Perdossi, 2004; Hu dkk, 2005; Harmsen
dkk, 2006; Goldstein, 2006).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan
pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan
bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006).

I. Nonmodifiable risk factors:


1. Age
2. Sex
3. Low birth weight
4. Race/Ethnicity
5. Genetic

II. Modifiable risk factors


A. Well-documented and modifiable risk factor
1. Hypertension
2. Exposure to cigarette smoke
3. Diabetes
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac conditions
5. Dyslipidemia
6. Caroted artery stenosis
7. Sickle cell disease
8. Postmenopausal hormone therapy
9. Poor diet
10. Physical inactivity
11. Obesity and body fat distribution
B. Less well- documented and modifiable risk factor
1. Metabolic syndrome
2. Alcohol abuse
3. Oral contraceptive use
4. Sleep-disordered breathing
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

5. Migraine headache
6. Hyperhomocysteinemia
7. Elevated lipoprotein(a)
8. Elevated lipoprotein-associated phospholipase
9. Hhypercoagulability
10. Inflamation
11. Infection

Efek faktor resiko pada insidens stroke biasanya bertambah atau berlipat ganda,
sehingga dengan adanya beberapa faktor resiko akan menempatkan seseorang pada resiko
tinggi. Pada tabel 2 diperlihatkan frekuensi relatif faktor resiko infark serebral pada satu
community-based population pasien dengan stroke iskemik pertama (Hankey dan Lees, 2001).

Tabel-6. Prevalence of vascular risk factors in 244 patients with a first- ever- in a - lifetime
ischaemic stroke (cerebral infarction) in the Oxfordshire Community Stroke Project.
n

Hypertension (BP > 160/90 mmHg on 2 occassions pre-stroke)

123

52

Angina and/or myocardial infarction

92

38

Current smoker

66

27

Claudication and/or absent foot pulses

60

25

Major cardiac embolic source

50

20

Transient ischaemic attack

35

14

Cervical arterian bruit

33

14

Diabetes mellitus

24

10

Any of the above

196

80

Dikutip dari: Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby
International Limited. London.

Penyakit serebrovaskuler merupakan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes


tipe 1 dan tipe 2 disamping penyakit jantung iskemik dan penyakit arteri perifer. Diabetes adalah
salah satu faktor resiko yang paling penting untuk stroke iskemik, khususnya pada pasien-pasien
dengan umur kurang dari 65 tahun. Diperkirakan bahwa 37 42 % dari semua stroke iskemik di
AmerikaRoberthus
diakibatkan
efek
diabetes
sendiri
atauFungsional
kombinasi
dengan
hipertensi.
(Kissela
dkk,
Bangun: oleh
Hubungan
Kadar
Albumn Serum
Dan Outcome
Penderita
Stroke Iskemik
Dengan Dan
Tanpa
Diabetes, 2008.

2005; Marshall dan Flyvbjerg, 2006; Ryden dkk, 2007). Mayoritas penderita stroke akut mengalami
gangguan metabolisme glukosa, dan pada kebanyakan kasus keadaan ini tidak diketahui. Karena
diabetes akan memperburuk outcome stroke akut, maka setelah selesai fase akut stroke,
pemeriksaan oral glucose tolerance test harus direkomendasikan pada semua pasien stroke tanpa
riwayat diabetes sebelumnya (Matz dkk, 2006).
Diabetes militus adalah faktor resiko untuk stroke iskemik pada penyakit pembuluh
darah besar intrakranial dan ekstrakranial dan penetrating artery tetapi masih menjadi pertanyaan
penting pada penyakit pembuluh darah kecil. Atheroma pada percabangan arteri intrakranial
terutama pada paramedian pontine penetrating arteries, anterior choroidal arteries, dan anterior
inferior cerebellar arteries khususnya sering terjadi pada pasien-pasien diabetes. Kira-kira 30%
pasien dengan aterosklerosis otak terbukti adalah diabetes mellitus dan insidens stroke dua kali
lipat lebih tinggi pada pasien diabetes dari pada nondiabetes (Caplan, 2000; Gilroy, 2000; Hankey
dan Lees, 2001).
Diseluruh dunia kelihatannya terjadi peningkatan yang luar biasa pada diabetes tipe 2,
dari yang ditaksir 124 juta kasus pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 221 juta kasus pada tahun
2010, dengan hanya 3% dari semua kasus adalah diabetes tipe 1 (Sacco dan Boden-Albala,
2001). Pada tahun 2001, 11,1 juta orang Amerika didiagnosa diabetes oleh dokter, dan
diperkirakan tambahan 5,1 juta yang tidak terdiagnosa (Goldstein, 2006). Pada pasien-pasien
dengan diabetes tipe 2, resiko komplikasi diabetes sangat kuat berhubungan dengan keadaan
hiperglikemia sebelumnya dan setiap pengurangan HbA1c akan mengurangi resiko komplikasi
dengan resiko yang paling kecil adalah pada mereka dengan nilai HbA1c dalam rentang normal (<
6,0%) (Stratton dkk, 2000).
Diperkirakan 20,8 juta penduduk Amerika menderita diabetes. Kira-kira 14,6 juta
penduduk telah didiagnosa sebagai diabetes dan 6,2 juta masih belum terdiagnosa. Data terakhir
(2005) dari Centers for Disease Control and Prevention memperlihatkan terjadi peningkatan yang
dramatis prevalensi diabetes mellitus di United State; lebih tinggi pada populasi etnik tertentu.
Misalnya non-Hispanic black dan Mexican American berturut-turut 1,8 kali dan 1,7 kali lebih sering
menderita diabetes dari pada non-Hispanic white (Rodbard dkk, 2007)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Diabetes diperkirakan mengenai 8% populasi dewasa. Data yang mendukung diabetes


sebagai faktor resiko stroke berulang lebih jarang. Frekuensi diabetes diantara pasien-pasien
stroke adalah 3 kali lebih sering dibanding kontrol. Resiko stroke meningkat 150% - 400% pada
pasien-pasien dengan diabetes, dan buruknya kontrol gula darah berhubungan langsung dengan
resiko stroke (Sacco dkk, 2006; Beckman dkk, 2002).
Proporsi yang tinggi pasien-pasien yang mengalami stres akut seperti stroke atau infark
miokard dapat berkembang hiperglikemia, bahkan pada keadaan dimana sebelumnya tidak ada
diagnosis diabetes. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada manusia dan binatang diduga
bahwa hal ini bukan peristiwa yang tidak berbahaya dan bahwa hiperglikemia yang di induksi stres
berhubungan dengan tingginya mortalitas setelah stroke dan infark miokard. Lebih lanjut, bukti
terbaru bahwa kadar glukosa yang diturunkan dengan insulin mengurangi kerusakan otak yang
mengalami iskemik pada stroke dengan model binatang, diduga bahwa hiperglikemia yang
diinduksi stres adalah faktor resiko yang dapat dimodifikasi untuk kerusakan otak (Capes dkk,
2001).
Penelitian prospektif telah menunjukkan bahwa sindroma metabolik yaitu peninggian
glukosa puasa, tekanan darah dan trigliserida, rendahnya high density lipoprotein cholesterol
(HDL), dan obesitas abdominal

berhubungan dengan peningkatan yang bermakna resiko

morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskuler. Komponen sindroma metabolik dengan


hubungan yang paling kuat dengan stroke iskemik dan Transient Ischemic Attack (TIA) adalah
hipertensi dan gangguan glukosa puasa. Walaupun sindroma metabolik tanpa diabetes adalah
faktor resiko yang kurang kuat untuk stroke iskemik dan TIA dari pada diabetes (Koren-Morag dkk,
2005).
Diabetes secara nyata meningkatkan resiko aterosklerosis

di pembuluh koroner,

serebral dan perifer dengan konsekuensi klinis berupa infark miokard, stroke, iskemia ekstremitas
dan kematian (Luscher dkk, 2003). Pada penderita diabetes tipe 2, resiko untuk terjadinya infark
miokard atau stroke meningkat 2 3 kali lipat dan resiko kematian meningkat 2 kali lipat (Almdal
dkk, 2004). Perkiraan resiko stroke pada populasi diabetes tipe 2 dibandingkan dengan populasi
tanpa diabetes paling tinggi terladi pada wanita muda, walaupun resiko ini menurun dengan
bertambahnya usia dan pasien-pasien yang berumur lebih dari 75 tahun masih berada pada resiko
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

yang tinggi (Mulnier dkk, 2006). Peningkatan resiko stroke iskemik terjadi pada wanita baik
dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 dan bahwa diabetes tipe 1 berhubungan dengan resiko stroke
hemoragik yang berlebihan. Resiko stroke juga berhubungan dengan lamanya menderita diabetes
tipe 2 (Janghorbani dkk, 2007)
Meskipun patogenesis stroke pada pasien-pasien dengan diabetes belum jelas,
hiperglikemia dan diabetes berpengaruh pada outcome yang lebih buruk dari pada mereka yang
bukan hiperglikemia dan diabetes (Kagansky dkk, 2001; Beckman dkk, 2002; Air dan Kissela,
2007). Candelise dkk, menemukan bahwa hiperglikemia sebagai petanda dari stroke yang lebih
berat. Sehingga outcome yang buruk diantara pasien-pasien dengan hiperglikemia dapat
merupakan sebagian dari gambaran keseriusan yang terjadi pada pembuluh darah itu
sendiri.(Adam dkk, 2007)
Diabetes berhubungan dengan meningkatnya resiko stroke iskemik dan meningkatnya
mortalitas pasien-pasien dengan stroke. Resiko yang tinggi ini telah dihubungkan dengan
perubahan patofisiologi yang dilihat pada pembuluh darah otak pasien dengan diabetes. (Caplan,
2000; Sacco dan Boden-Albala, 2001; Magherbi dkk, 2003; Air dan Kissela, 2007 ). Beberapa
penelitian secara umum telah menemukan peningkatan angka mortalitas 30 hari dan 1 tahun
diantara pasien-pasien hiperglikemia walaupun peningkatan angka mortalitas ini tidak ditemukan
pada penelitian lain. Morbiditas yang ditetapkan sebagai perbaikan outcome fungsional dan
neurologis, juga mengalami perburukan dalam kasus-kasus dengan hiperglikemia dan diabetes
(Air dan Kissela, 2007).
Stroke hamoragik relatif lebih sedikit pada individu dengan diabetes dari pada yang
bukan diabetes. Glukosa darah yang tinggi pada saat masuk meramalkan peningkatan angka
kasus fatal 28 hari pada pasien perdarahan intrakranial baik yang nondiabetes maupun yang
diabetes. Peningkatan resiko stroke dijumpai pada pasien diabetes yang tergantung insulin dan
yang tidak tergantung insulin dan tidak menurun dengan meningkatnya umur dan jenis kelamin
(Caplan, 2000; Broderick dkk, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

II.5. Patofisiologi
Kemajuan

yang

pesat

dan

kompleks

di

bidang

patofisiologi

stroke

sangat

mempengaruhi strategi menejemen stroke. Keadaan ini berhubungan dengan intervensi terapeutik
yang didasarkan pada proses patofisiologi yang jelas. Sehingga pengobatan diharapkan akan
memperbaiki proses yang menyebabkan kematian sel-sel saraf akibat iskemia global maupun
fokal. Oleh karena itu setiap terobosan dan pengetahuan baru tentang patofisiologi stroke akan
mempengaruhi pengobatan. Sehubungan dengan itu pengetahuan mengenai patofisiologi stroke
merupakan hal dasar yang harus diketahui oleh dokter supaya dapat mengerti sasaran penyakit
yang dilakukan serta keterbatasannya (Misbach, 1999).
Otak hanya terdiri dari 2% dari masa tubuh, namun untuk memenuhi kebutuhan
metaboliknya yang besar, ia membutuhkan hingga 20% dari output jantung dan tergantung pada
suplai oksigen dan glukosa yang terus menerus. Otak secara unik rentan terhadap injury iskemik.
Jika perfusi ke otak terhenti atau berkurang secara kritis, terjadi keterbatasan kemampuan untuk
mengkompensasi dan meminimalkan ketersediaan energi (Ahmed-Fisher, 2001).
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia
daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian selsel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Neuron yang iskemik menjadi
terdepolarisasi oleh karena kurangnya ATP dan sistim transport ion pada membran menjadi gagal,
terjadi influks kalsium yang menyebabkan pelepasan sejumlah neurotransmiter, termasuk
sejumlah besar glutamat yang mengaktivasi N-methy-D-aspartate (NMDA) dan reseptor eksitatori
lainnya pada neuron-neuron yang lain. Influks kalsium yang banyak ini juga mengaktivasi berbagai
enzim perusak yang menyebabkan destruksi membran sel dan struktur neuron penting lainnya
(Sacco, 2000).
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan
tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu
singkat jika tidak ada reperfusi. Diluar daerah core iskemik terdapat darah penumbra iskemik. Selsel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya
dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan.
Daerah penumbra iskemik, diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi
sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali.
Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat
berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007)
Iskemia otak akan mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap
sebagai berikut (Sjahrir, 2003):
Tahap 1.
a. Penurunan aliran darah
b. Pengurangan O2
c. Kegagalan energi
d. Terminal depolarisasi dan kegagalan hemostasis ion
Tahap 2.
a. Eksitoksitas dan kegagalan hemostasis ion
b. Spreading dapression
Tahap 3. Inflamasi
Tahap 4. Apoptosis

II.5.1. Peranan Diabetes dan Hiperglikemia pada Stroke Akut


Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik dengan banyak penyebab yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang
disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kombinasi keduanya (Ryden dkk,
2007).
Patogenesis terjadinya kelainan vaskular pada diabetes mellitus meliputi terjadinya
imbalans metabolik maupun hormonal. Pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah maupun sel
mesangial , keduanya distimulasi oleh sitokin. Kedua macam sel tersebut juga berespon terhadap
berbagai substansi vasoaktif dalam darah terutama angiotensin II. Di pihak lain adanya
hiperinsulinemia seperti yang tampak pada diabetes tipe 2 ataupun juga pemberian insulin
eksogen ternyata akan memberikan stimulus mitogenik yang akan menambah perubahan yang
terjadi akibat pengaruh angiotensin pada sel otot pembuluh darah maupun sel mesangial. Jelas
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

baik faktor hormonal maupun faktor metabolik berperan dalam patogenesis terjadinya kelainan
vaskular diabetes (Waspadji, 2006).
Jaringan kardiovaskular, demikian juga jaringan lain yang rentan terhadap terjadinya
komplikasi kronik diabetes (jaringan saraf, sel endotel pembuluh darah dan sel retina serta lensa)
mempunyai kemampuan untuk memasukkan glukosa dari lingkungan sekitar tanpa harus
memerlukan insulin (insulin independent), agar dengan demikian jaringan yang sangat penting
tersebut akan diyakinkan mendapat cukup pasokan glukosa sebelum glukosa tersebut dipakai
untuk energi di otot maupun untuk kemudian disimpan sebagai cadangan lemak. Tetapi dalam
keadaan hiperglikemia kronik, tidak cukup terjadi down regulation dari sistim transportasi glukosa
yang non-insulin dependent ini, sehingga sel akan kebanjiran masuknya glukosa; suatu keadaan
yang disebut sebagai hiperglisolia. Selanjutnya keadaan hiperglisolia krinik ini akan mengubah
homeostasis biokimiawi sel tersebut yang kemuadian berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar
terbentuknya komplikasi kronik diabetes, yang meliputi beberapa jalur biokimiawi seperti jalur
reduktase aldosa, jalur stres oksidatif sitoplasmik, jalur pleotropik protein kinase C dan
terbentuknya spesien glikosilasi lanjut intraseluler. Proses-proses lain yang juga berperan dalam
dalam pembentukan komplikasi kronik diabetes adalah proses patobiologik seperti proses
inflamasi, peran peptida vasoaktif, prokoagulasi dan sistim renin angiotensin (Waspadji, 2006).
Diabetes berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, dengan relative risk berkisar
antara 1,5 dan 6,0 tergantung pada studi populasi dan tipe dan beratnya diabetes. Kontrol gula
darah yang ketat tidak terbukti mengurangi resiko stroke pada pasien diabetes, walaupun kontrol
hiperglikemia yang agresif dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular yang lain, seperti diabetic
nephropathy, retinopathy dan peripheral neuropathy. Pasien dengan diabetes sering berkembang
penyakit yang lain yaitu hipertensi dan penyakit jantung yang mana akan meningkatkan resiko
stroke. Hipertensi dijumpai 40 60% pada penderita DM tipe 2 dewasa dan beberapa penelitian
telah menunjukkan adanya pengurangan komplikasi kardiovaskuler dan stroke dengan
pengurangan tekanan darah secara agresif pada pasien-pasien ini (Fitzsimmons, 2007).
Hiperglikemia setelah puasa dan peningkatan yang berlebihan konsentrasi glukosa
setelah pemberian glukosa oral merupakan kriteria untuk diagnosa Diabetes Mellitus tipe 2. Pada
kedua keadaan ini dijumpai tiga kerusakan penting yang telah dilihat pada subjek dengan diabetes
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

mellitus tipe 2 yaitu: (1) kerusakan sekresi insulin dalam keadaan basal dan stimulasi, (2)
peningkatan kecepatan pelepasan glukosa endogen hati, dan (3) penggunaan glukosa jaringan
perifer yang tidak efisien. Lingkaran umpan balik yang terdiri dari islet pankreas, hati, dan jaringan
perifer secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap pengaturan glukosa plasma (Khan dan
Porte, 2005).
Penyebab utama kematian dan besarnya persentasi morbiditas pada pasien-pasien
dengan diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh darah. Diabetes tipe 2 mengenai
pembuluh darah kecil (microangipathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy). Penyakit
pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopathy, neuropathy, dan nephropathy, sementara
macroangiopathy pada diabetes dimanifestasikan dengan kecepatan terjadinya atherosclerosis,
yang mengenai organ-organ vital (jantung dan otak). Atherosclerosis pada pasien-pasien dengan
diabetes tipe 2 adalah multifaktor dan meliputi intereaksi yang sangat kompleks antara
hiperglikemia, hiperlipidemia, stress oksidatif, pertambahan umur, hiperinsulinemia, dan/atau
hiperproinsulinemia, dan perubahan dalam koagulasi dan fibrinolisis (Calles-Escandon dan
Cipolla, 2001).
Keadaan metabolik yang abnormal yang menyertai diabetes menyebabkan disfungsi
arteri. Faktor-faktor ini menyebabkan arteri mudah mengalami atherosklerosis. Diabetes merubah
banyak tipe sel, termasuk endothelium, smooth muscle cells, dan platelets, yang mengindikasikan
luasnya kerusakan pada penyakit ini (Beckman dkk, 2002).
Disfungsi endothel dapat dijumpai pada pasen-pasien dengan diabetes tipe 2 dan juga
pada individu dengan diabetes tipe 1 khususnya jika secara klinis dijumpai mikroalbuminuria.
Disfungsi endothel dapat juga dijumpai pada individu yang mengalami resistensi insulin, atau pada
mereka dengan resiko tinggi terjadinya diabetes tipe 2 (impaired glucose tolerance, metabolic
syndrome), dan pada pasien-pasien yang sebelumnya adalah diabetes gestasional (CallesEscandon dan Cipolla, 2001). Penderita dengan diabetes dan impaired glucose tolerance
mengalami gangguan vasodilatasi pembuluh darah akibat kerusakan endothel yang disebabkan
oleh berkurangnya produksi nitric oxide atau kerusakan metabolisme nitric oxide. Nitric oxide
dalam keadaan normal mempunyai efek proteksi terhadap agregasi platelet dan memainkan
peranan penting dalam respon terhadap keadaan iskemia otak (Air dan Kissela, 2007).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Telah diperlihatkan sebelumnya pada model binatang bahwa selama iskemia fokal dan
global akut, terapi insulin mengurangi kerusakan otak yang iskemik dan dapat bersifat
neuroprotektif dimana insulin menurunkan kadar glukosa sehingga mengurangi efek merusak dari
glukosa tersebut (Garg dkk, 2006). Pada keadaan iskemia fokal, glukosa darah harus dinormalkan
dengan insulin, tetapi tetap menghindari terjadinya hipoglikemia, untuk memperkecil daerah infark
otak. Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non
lakuner adalah 100 200 mg%. Batas tertinggi kadar gula darah paling optimal dengan keluaran
terbaik pada fase akut stroke non lakunar adalah 150 mg% (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia, 2004).
Kadar glukosa darah yang sebenarnya yang membutuhkan intervensi segera tidak
diketahui. Satu pendekatan yang beralasan adalah memulai pengobatan pasien-pasien dengan
kadar gula darah > 200 mg/dL.

Secara umum, kadar glukosa darah yang diinginkan adalah

berkisar antara 80 sampai 140 mg/dL. Sering memonitor kadar glukosa darah dan penyesuaian
dengan dosis insulin adalah dibutuhkan. Beberapa studi mengenai hal ini telah memperlihatakan
pengurangan angka kematian dan komplikasi penting, meliputi infeksi dan gagal ginjal, dengan
penatalaksananan agresif hiperglikemia (Adam dkk, 2007).
Gangguan metabolik yang timbul pada fase akut stroke dapat memperburuk keadaan
penderita stroke terutama stroke berat. Keadaan ini harus segera diatasi karena akan
mempengaruhi prognosis dan kembalinya fungsi neurologis. Salah satu gangguan metabolik
tersebut adalah hiperglikemia dan hipoglikemia dimana kenaikan kadar glukosa darah ditemukan
pada 43% penderita stroke akut dimana kebanyakan pasien mengalami peningkatan kadar
glukosa yang sedang dan 25% diantaranya adalah penderita diabetes dan jumlah yang sama
(25%) ditemukan kenaikan Hemoglobin A1c pada serum. Setengahnya lagi (50%) yaitu penderita
nondiabetes dengan respon hiperglikemia akibat stroke. Riwayat menderita diabetes melitus juga
berhubungan dengan outcome yang lebih buruk setelah stroke (Misbach, 1999; Adam dkk, 2007).
Hiperglikemia selama fase akut stroke terjadi pada kira-kira sepertiga pasien-pasien
tanpa diagnosa diabetes mellitus sebelumnya. Sementara diabetes mellitus jelas adalah faktor
resiko untuk terjadinya stroke dengan prognosisnya yang jelek, hiperglikemia tanpa riwayat
diabetes melitus sebelumnya juga dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

pasien-pasien stroke walaupun belum ada konsensus apakah hiperglikemia itu sendiri yang
menyebabkan outcome stroke yang jelek. Walaupun demikian, 3 bulan setelah stroke akut, lebih
dari 2/3 pasien yang sebelumnya tidak diketahui diabetes mengalami gangguan metebolisme
glukosa. Pasien-pasien stroke tanpa diagnosa diabetes sebelumnya harus diperiksa adanya
metabolisme glukosa yang abnormal sehingga dapat dilakukan terapi yang agresif untuk
mencegah penyakit pembuluh darah otak dikemudian hari (Vancheri dkk, 2005; Garg dkk, 2006).
Kebanyakan penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa pada stroke akut,
keadaan hiperglikemia pada waktu masuk pada pasien-pasien dengan atau tanpa diabetes
berhubungan dengan outcome klinis yang buruk dari pada pasien-pasien tanpa hiperglikemia.
Efek hiperglikemia lebih jelas pada stroke nonlakunar daripada stroke lakunar. Pada suatu
penelitian yang melibatkan 1259 pasien dengan stroke iskemik akut, hiperglikemia berhubungan
dengan buruknya outcome klinis hanya pada stroke nonlakunar (Bruno dkk, 1999). Penelitian
pada binatang percobaan mendukung penemuan ini dimana diperlihatkan bahwa baik pada model
post iskemik global atau fokal, hiperglikemia menyebabkan proses kerusakan yang berlebihan
sebagai berikut: intracellular acidosis, accumulation of extracellular glutamate, brain edema
formation, blood-brain barrier disruption, dan tendency for hemorrhagic transformation (Kagansky
dkk, 2001).
Gentile dkk pada satu penelitian retrospektif di Amerika selama periode 40 bulan yang
bertujuan untuk menentukan pengaruh kontrol gula darah pada mortalitas setelah stroke akut
pada pasien-pasien yang keluar dengan diagnosa stroke iskemik menemukan bahwa
hiperglikemia yang terjadi pada waktu masuk rumah sakit berhubungan dengan buruknya outcome
setelah stroke dibandingkan dengan keadaan euglycemia. Menormalkan kadar gula darah selama
48 jam pertama perawatan memberikan keuntungan harapan hidup yang lebih besar pada pasienpasien dengan stroke thromboembolic (Gentile dkk, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Capes dkk pada tahun 2001 mendapatkan bahwa pada
pasien-pasien stroke iskemik tanpa riwayat diabetes sebelumnya, stres hiperglikemia dengan
kadar glukosa masuk

> 6,1 7,0 mmol/L (110 126 mg/dL) berhubungan dengan

peningkatan resiko mortalitas sebesar 3 kali. Resiko yang lebih besar perbaikan fungsional yang
jelek pada pasien yang hiperglikemia (Capes dkk, 2001).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Hiperglikemia yang terjadi setelah stroke akut mungkin berhubungan dengan beberapa
mekanisme yang mendasari. Hal ini termasuk: reaksi nonspesifik terhadap stres akut; perubahan
otomom, hormonal, dan metabolik sebagai hasil dari injury pada jaringan; ditemukannya diabetes
yang tersembunyi dengan kejadian stroke akut; aktivasi hypothalamo-hypophyseal-adrenal axis
sehubungan dengan efek langsung dari pada iskemik otak pada kelenjar pituitary; dan gangguan
pusat pengaturan glukosa di otak oleh stroke. Keyakinan yang paling populer saat ini adalah
bahwa stroke yang berhubungan dengan hiperglikemia adalah satu respon stres dengan aktivasi
hypothalamo-hypophyseal-adrenal axis, yang menyebabkan peningkatan kortisol dan katekolamin.
Walaupun data yang konsisten sehubungan dengan hal ini belum ada tetapi hiperglikemia pada
stroke akut kemungkinan disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk cytokine yang menginduksi
resistensi terhadap kerja insulin (Garg dkk, 2006).
Hiperglikemia yang menyertai stroke akut pada pasien-pasien yang nondiabetes
disebabkan oleh peningkatan serum kortisol, katekolamin, hormon pertumbuhan, dan glukagon
yang merupakan respon dari stres yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara langsung
berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglycogenesis,
Hiperglikemia dapat terjadi, khususnya pada pasien-pasien sebelumnya dijumpai intoleransi
glukosa. Efek merusak hiperglikemia belum begitu jelas diketahui tetapi peningkatan kadar
glukosa berhubungan dengan asidosis laktat (penumpukan laktat, asidosis intraseluler) dan
produksi radikal bebas sehingga menambah pada perluasan kerusakan otak (Blecic dan Devuyst,
2001; Adam dkk, 2007). Salah satu alasan yang paling kuat yang mendukung hipotesis asidosis
laktat pada iskemia serebral adalah penemuan oleh Myers dan Yamaguchi dimana hiperglikemia
preiskemik akan memperburuk outcome post iskemik. Penemuan ini, yang telah berulang kali
diujikan pada model binatang dengan iskemia, telah menjadi landasan bagi hipotesis asidosis
laktat untuk menjadi penghubung langsung antara kadar laktat pada otak yang iskemik dan derajat
kerusakan iskemia. Sehingga, kadar glukosa yang lebih tinggi pada otak sebelum iskemik akan
menyebabkan kadar laktat saat iskemia lebih tinggi sehingga menyebabkan kerusakan otak post
iskemik yang lebih luas (Schurr, 2002).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

II.5.2. Peranan Albumin pada Stroke Akut


Serum albumin manusia adalah satu molekul yang unik yang merupakan protein utama
dalam plasma manusia (3,4 4,7 g/dL) dan membentuk kira-kira 60% dari protein plasma total.
Kira-kira 40% albumin dijumpai didalam plasma dan 60% yang lain dijumpai di ruang ekstraseluler.
Hati menghasilkan kira-kira 12 g albumin per hari yang merupakan kira-kira 25% dari total sintesa
protein hati. Ia mempertahankan tekanan osmotok koloid dalam pembuluh darah dan mempunyai
sejumlah fungsi penting yang lain (Gum dkk, 2004; Murray, 2006). Albumin melarutkan dan
menghantar banyak molekul-molekul kecil dalam darah (contohnya bilirubin, kalsium, progesteron
dan obat-obatan), merupakan tempat penyimpanan protein, dan merupakan partikel utama yang
menentukan tekanan onkotik plasma, supaya cairan tidak dapat secara bebas melintas antara
ruang intra dan extravascular (Rose, 2002).
Sintesi albumin membutuhkan: mRNA untuk translasi; suplai yang cukup asam amino
yang diaktivasi dengan berikatan dengan tRNA; ribosom untuk pembentukan dan; energi dalam
bentuk ATP. Sintesa albumin dimulai di dalam nukleus, dimana gen ditranskripsikan kedalam
messenger ribonucleic acid (mRNA). Kemudian mRNA disekresikan kedalam sitoplasma, dimana
ia berikatan dengan ribosom, membentuk polysomes yang mensintesa preproalbumin.
Preproalbumin adalah molekul albumin dengan 24 asam amino yang disambung pada terminal N.
Sambungan asam amino memberi isyarat penempatan preproalbumin kedalam membran
retikulum endoplasma. Setelah berada di dalam lumen retikulum andoplasma, 18 asam amino
akan memecah, menyisakan proalbumin ( albumin dengan 6 asam amino yang tersisa).
Proalbumin adalah bentuk intraseluler yang utama dari albumin. Proalbumin kemudian dikirim ke
Golgi apparatus, dimana 6 sambungan asam amino dipindahkan sebelum albumin disekresi oleh
hepatosit (Nicholson dkk, 2000; Parelta dkk, 2006)
Penurunan konsentrasi albumin serum dapat terjadi melalui dua cara: albumin hilang
dari tubuh dalam jumlah besar (perdarahan, renal, gastrointestinal, eksudasi kulit yang berat), atau
terjadi penurunan produksi albumin (hepatic insufficiency, malnutrisi). Penyebab lain rendahnya
albumin termasuk hypoadrenocorticism dan hyperglobulinemia (kerena multiple myeloma). Pada
kebanyakan kasus, hypoalbuminemia yang bermakna dapat disebabkan oleh tiga penyebab
utama yaitu: hepatic insufficiency, renal loss (protein-losing nephropathy), dan gastrointestinal loss
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

(protein-losing enteropathy). Walaupun rentang nilai rujukan bervariasi, secara umum, albumin
serum kurang dari 2,5 mg/dL disebut abnormal, dan konsentrasi kurang dari 1,5 mg/dL dapat
menyebabkan tanda klinis yang bermakna, seperti pembentukan asites dan edema (Rose, 2002).
Malnutrisi sering kurang mendapat perhatian pada penderita stroke akut, walaupun hal
tersebut berhubungan dengan peningkatan prevalensi komplikasi, gangguan fungsi imunologis,
dan tingginya mortalitas diantara pasien-pasien yang opname di rumah sakit. Respon stres yang
terjadi pada penderita stroke akut dapat menyebabkan malnutrisi karena proses katabolisme yang
berlebihan dan konsumsi visceral yang sering terjadi pada minggu pertama disamping tingginya
frekuensi infeksi pernafasan, saluran kemih dan bedsore. Keadaan stres dan malnutrisi tersebut
dapat memperburuk outcome dan mortalitas yang lebih tinggi serta memperlama tinggal di rumah
sakit. Sehingga malnutrisi merupakan prediktor yang penting dari buruknya prognosis (Davalos
dkk, 1996).
Frekuensi malnutrisi yang terjadi setelah stroke bervariasi dari 8% - 34% tergantung
penelitian. Dalam praktek klinis yang rutin, tidak mudah untuk menilai status nutrisi pasien stroke
karena beberapa alasan: anamnese mengenai diet dan berat badan tidak bisa dilakukan jika
pasien mempunyai masalah komunikasi; sumber informasi yang lain tidak dapat diperoleh jika
pasien hidup sendiri; pemeriksaan sederhana dengan mengukur berat badan dan tinggi badan
untuk menentukan body mass index mungkin sulit dilakukan atau tidak mungkin pada pasien
stroke yang tidak bisa bergerak; peralatan khusus seperti tempat tidur dengan alat pengukur yang
dapat mengangkat kursi roda mungkin tidak tersedia di unit stroke. Dari penelitian Feed Or
Ordinary Diet (FOOD) diperolah bukti yang dapat dipercaya bahwa status nutrisi dini setelah
stroke berhubungan dengan outcome jangka panjang (FOOD Trial Collaboration, 2003).
Beberapa penelitian mengandalkan albumin serum sebagai penanda status nutrisi. Hal
ini dapat merupakan pengukuran yang berguna dimana perubahan yang akut pada nutrisi perlu
diperiksa dalam waktu kurang dari 1 bulan. Walaupun demikian, kadang-kadang sulit untuk
membedakan antara perubahan serum albumin yang disebabkan oleh gangguan nutrisi dengan
proses penyakit yang mendasari. Davis dkk yang menggunakan subjective global assessment
(SGA), suatu metode pemeriksaan nutrisi yang tervalidasi untuk menilai pengaruh nutrisi yang
tidak normal sebelumnya pada outcome stroke menemukan bahwa nutrisi yang tidak normal
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

sebelumnya dapat meningkatkan resiko outcome yang buruk pada 1 bulan setelah stroke.
Disamping itu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal pada
populasi yang beresiko untuk stroke dapat memperbaiki outcome setelah stroke (Davis dkk, 2004).
Serum albumin manusia adalah protein multifungsi yang unik yang berkhasiat sebagai
neuroprotektif. Penelitian eksperimental pada binatang dengan stroke akut memperlihatkan bahwa
terapi albumin pada dasarnya memperbaiki fungsi neurologis, yang ditandai dengan berkurangnya
volume infark serebral, berkurangnya pembengkakan otak dan penumpukan natrium, bahkan
walaupun diberikan setelah lebih dari 2 jam onset iskemia.

(Dziedzic dkk, 2004; Gum dkk, 2004).

Walaupun pada beberapa penelitian, albumin manusia memperlihatkan manfaat yang


bermakna pada pengobatan stroke iskemik dan hematoma intrakortikal akut, mekanisme
neuroproteksinya belum diketahui. Sejumlah mekanisme yang telah diuji termasuk pengaruh
albumin manusia pada perfusi lokal serebral, kerusakan blood-brain barrier, respon asam lemak
sistemik dan patensi pembuluh darah kecil. Kebanyakan dari mekanisme ini kemungkinan
memberikan kontribusi tetapi belum ada mekanisme yang cukup kuat dilaporkan mempunyai efek
neuroprotektif besar (Belayev, 2002; Gum dkk, 2004; Belayev, 2005)
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa dosis albumin
1,25 2,5 g/kg berat badan jelas merupakan neuroprotektif, dapat mengurangi volume infark pada
iskemia fokal 60% - 65% dan jelas mengurangi perluasan pembengkakan otak dengan jendela
terapi sampai 4 jam (Ginsberg, 2003). Sementara pada Albumin in acute stroke (ALIAS) Pilot Trial,
albumin manusia 25% dalam rentang dosis diatas 2,05 g/kg dapat ditoleransi oleh pasien-pasien
dengan stroke iskemik akut tanpa komplikasi berat yang dibatasi oleh dosis. Hanya 13% yang
mengalami edema pulmonal ringan sampai sedang yang segera dapat diatasi dengan pemberian
diuretik (Ginsberg dkk, 2006 ). Subjek yang menjalani terapi tPA yang menerima albumin dosis
tinggi tiga kali memperoleh outcome yang baik dibandingkan dengan subjek yang menerima dosis
rendah albumin, menduga bahwa ada efek sinergistik positif antara albumin dengan tPA (Palesch,
2006)
Penelitian lain menyebutkan bahwa dosis rendah albumin memberikan neuroproteksi
yang kuat pada satu model iskemia serebral fokal. Hal ini menguntungkan secara klinis karena
dapat mengurangi kejadian acute intravascular volume overload dan congestive heart failure pada
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

pasien-pasien dengan gangguan fungsi kardiovascular yang diterapi dengan albumin dosis tinggi
(Belayev, 2005).

II.5.3. Hubungan Diabetes dan Kadar Albumin Serum pada Stroke Akut
Faktor utama yang terlibat dalam perkembangan terjadinya diabetes adalah resistensi
insulin dan disfungsi sel beta. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi apabila kelenjar endokrin pada
pankreas gagal untuk mensekresikan insulin dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik, yang disebabkan oleh disfungsi sekresi dari sel beta dan/atau penurunan
jumlah sel beta (Lina dan Wijaya).
Jika dibiarkan tidak dikelola dengan baik, diabetes mellitus akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik makroangiopati maupun mikroangiopati. Adanya
pertumbuhan sel yang tidak normal atau kematian sel yang tidak normal merupakan dasar
terjadinya komplikasi kronik diabetes. Kelainan dasar ini sudah dibuktikan pada penderita diabetes
dan binatang percobaan. Perubahan dasar atau disfungsi tersebut tertuma pada pembuluh darah,
sel otot polos pembuluh darah maupun sel mesengial ginjal (Waspadji, 2006). Eppens dkk
menemukan bahwa kaum muda yang menderita diabetes tipe 2 lebih banyak secara bermakna
mengalami microalbuminuria dan hipertensi dibanding sebayanya yang menderita diabetes tipe 1,
meskipun lamanya menderita diabetes lebih pendek dan HbA1c yang lebih rendah (Eppens dkk,
2006).
Hipoalbuminemia adalah masalah yang sering terjadi diantara orang-orang dengan
kondisi medis akut maupun kronis. Pada saat sampai di rumah sakit, 20% pasien mengalami
hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh beragai keadaan termasuk sindroma
nefrotik,

sirosis

hepatis,

gagal

jantung,

dan

malnutrisi,

walaupu

kebanyakan

kasus

hipoalbuminemia disebabkan oleh respon inflamasi akut dan kronis. Karena sejumlah penyakit
mungkin sebagai penyebab hipoalbuminemia, gambaran klinis, penemuan pemeriksaan fisik dan
hasil laboratorium serta beratnya tergantung dari proses penyakit yang mendasari (Parelta dkk,
2006).
Penyakit ginjal sering terjadi pada individu dengan diabetes mellitus. Sekitar 1 juta orang
di Amerika dengan diabetes tipe 1, 30 40% berkembang stadium akhir gagal ginjal. Secara
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

keseluruhan Insidens penyakit ginjal pada diabetes tipe 2 adalah 5 -10% walaupun bervariasi
tergantung grup etnis. Secara absolut , lebih banyak pasien dengan tipe 2 dari pada tipe 1
berkembang stadium akhir gagal ginjal (DeFronzo, 2005). Microalbuminuria menggambarkan
adanya peningkatan kadar albumin yang abnormal dalam urin yang tidak dapat dideteksi dengan
menggunakan dipstick urinalisa. Microabuminuria ditemukan sepertiga atau lebih pada pasien
diabetes. Adanya microalbuminuria dapat memprediksi perburukan penyakit ginjal sampai pada
diabetic nephropathy yang jelas dan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 30%
penderita yang baru didiagnosa dengan diabetes tipe 2 akan mempunyai kadar albumin yang
tinggi dalam urin dimana 75% adalah microalbuminuria dan 25% adalah diabetic nephropathy.
Diagnosa microalbuminuria apabila kadar albumin dalam urin 30 mg/hari atau lebih (ekskresi > 20
g/menit atau konsentrasi > 20 mg/L urin) (Tobe dkk, 2002).
Konsentrasi albumin serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan
kesehatan umum seorang individu. Konsentrasi albumin serum sedang sampai sangat rendah
berhubungan dengan morbiditas dan semua penyebab mortalitas pada orang dewasa.
Konsentrasi albumin dalam serum yang rendah juga telah ditemukan berhubungan secara
bermakna dengan pengurangan masa otot pada wanita dan pria dewasa yang relatif sehat.
Walaupun konsentrasi albumin serum kelihatannya berhubungan dengan survival dan outcome,
tetapi masih belum jelas apakah berhubungan dengan gangguan fungsional khususnya
keterbatasan fungsional yang ditemukan pada penyakit diabetes mellitus. Castaneda dkk pada
penelitiannya mendapatkan bahwa konsentrasi serum albumin yang rendah berhubungan dengan
diabetes dan rendahnya midupper arm muscular area dan disabilitas pada activities of daily living
(ADL) (Castaneda dkk, 2000).
Diabetes mellitus menyebabkan penurunan sintesa albumin dan mRNA albumin.
Konsentrasi mRNA diperlukan untuk aksi pada ribosom adalah faktor penting untuk mengontrol
kecepatan sintesa albumin. Trauma dan proses penyakit akan mempengaruhi isi mRNA.
Pengurangan konsentrasi mRNA albumin yang disebabkan oleh berkurangnya transkripsi gen
dapat dilihat pada reaksi fase akut yang diperantarai oleh cytokine terutama interleukin-6 (IL-6)
dan tumour necrosis factor (TNF-). Lingkungan hormonal juga dapat mempengaruhi
konsentrasi mRNA. Insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang cukup. Penderita diabetes
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

mengalami penururnan sintesa, yang dapat diperbaiki dengan pemberian infus insulin (Wanke dan
Wong, 1991; Nicholson dkk, 2000).

II.6. Peranan Brain Imaging


Brain imaging masih merupakan komponen yang dibutuhkan dalam pemeriksaan pasien
yang diduga stroke. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
merupakan pilihan untuk brain imaging, tetapi pada kebanyakan kasus dan kebanyakan institusi,
CT masih merupakan pemeriksaan awal yang paling praktis. Dalam kebanyakan hal, CT akan
memberikan informasi untuk membuat keputusan mengenai penatalaksanaan darurat (Adam dkk,
2007).
Sejak ditemukan pada tahun 1970, CT scan berkembang menjadi salah satu
pemeriksaan penting untuk menegakkan diagnosis kelainan-kelainan neurologi. Salah satu
diantaranya adalah pada penderita stroke. Biasanya secara klinis kita sudah dapat membedakan
antara stroke iskemik dengan stroke hemorragik. Tetapi kadang-kadang sebagian penderita
(hampir 20% ), diagnosis klinis tidak sesuai dengan pemeriksaan radiologis. Perbedaan kedua
kelainan itu menjadi sangat penting karena terapi yang tidak sama, tatalaksana faktor resiko yang
juga berbeda. Penelitian Wang dkk, 1988 (Cit. Sjahrir, 2003) terhadap 5042 pasien selama 2
tahun dengan pemeriksaan Kranial CT scan memperoleh hasil bahwa sebesar 19,8% dilakukan
untuk konfirmasi dan evaluasi terhadap kasus yang secara klinis diduga stroke 87% memang
positif konfirmasi sebagai stroke. Peranan CT scan sangat besar sehingga dapat dikatakan
menjadi golden standard (baku emas) penderita stroke (Sjahrir, 2003; Jannis, 2007).
Peran utama CT-scan kepala pada seseorang yang diduga stroke adalah untuk
mengidentifikasi adanya perdarahan, yang merupakan kontraindikasi absolut terapi trombolitik.
Sensitivitas CT-scan untuk perdarahan intraserebral adalah hampir 100%, dan sensitivitas untuk
perdarahan subarachnoid adalah 90 95%. Computed Tomography scan kadang-kadang juga
akan mengidentifikasi adanya lesi desak ruang seperti epidural atau subdural hematoma, tumor
atau abses (Marino, 2007).
Hasil diagnostik pemeriksaan CT kurang baik untuk infark. Setengah dari infark serebri
tidak kelihatan pada CT-scan, dan hasil diagnostik bahkan lebih jelek dalam 24 jam pertama
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

setelah onset gejala. Sehingga hasil pemeriksaan CT yang negatif, khususnya jika dilakukan
dalam 24 jam setelah onset gejala, tidak menyingkirkan adanya infark serebral. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dapat mendeteksi 90% stroke dalam 24 jam pertama setelah onset
gejala. Magnetic Resonance Imaging juga lebih baik dari CT dalam mendeteksi beberapa kondisi
berikut

ini:

perdarahan,

subdural

hematoma,

aneurisma,

arteriovenous

malformation,

microvascular disease, dan venous sinus thrombosis. Karena kelebihan hasil diagnostik ini, MRI
kelihatannya akan menggantikan CT dikemudian hari untuk evaluasi dini stroke (Marino, 2007).

II.7. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan stroke akut sangat menentukan kualitas hidup pasien dan
bahkan mencegah kematian. Karenanya motto tatalaksana pasien stroke adalah Time is Brain.
Prinsip-prinsip penatalaksanaan stroke akut adalah (Misbach, 2007):
1. Diagnosis yang cepat dan tepat terhadap stroke dan stroke mimics
2. Mengurangi meluasnya lesi di otak
3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut
4. Mencegah berulangnya serangan stroke
5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik (Functional Outcome)
Strategi pengobatan stroke iskemik saat ini berpusat pada penatalaksanaan faktor
resiko yang dapat dimodifikasi melalui kombinasi modifikasi gaya hidup, meliputi diet, latihan,
penghentian merokok, pembedahan arteri karotis pada pasien-pasien resiko tinggi, dan
pengobatan pharmakologis dengan antihipertensi, antihiperlipidemia, antikoagulan, dan atau
bahan antiplatelet (Kirshner dkk, 2005). Memonitor dan berusaha menstabilkan parameter
fisiologis akut dalam batas normal seperti tekanan darah, temperatur, status hidrasi, kadar glukosa
dan saturasi oksigen menjadi standard pada beberapa unit stroke. Strategi untuk mengkoreksi
hipertensi, hipotensi, dehidrasi, hiperglikemia, pireksia dan hipoksia berpotensi untuk mengurangi
kerusakan neuron pada fase akut stroke dan selanjutnya akan memperbaiki outcome fungsional
dan survival (Bhalla, 2001).
Pengobatan stroke iskemik secara strategis ditujukan pada 2 dasar: (1). Pemulihan
aliran darah otak dan (2). Perlindungan terhadap sel otak (neuroproteksi). Maka upaya
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

neuroproteksi untuk mencegah terjadinya / meluasnya infark otak adalah dengan pemberian obatobatan neuroprotektan sesegera mungkin dalam masa tertentu (jendela terapi / therapeutic
window). Dikenal dua jenis obat-obatan neuroproteksi yang didasarkan pada patogenesis
kerusakan sel otak yaitu: (1). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat iskemik injuri.
(2). Neuroprotektan yang mencegah kematian sel akibat reperfusi injuri. Sampai saat ini
penggunaan neuroprotektan masih kontroversial (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia,
2004)
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik obat-obatan yang apabila diberikan setelah
onset stroke akut akan sukses mengurangi perluasan kerusakan jaringan dan memperbaiki
outcome fungsional. Satu-satunya kekecualian adalah bahan trombolitik recombinant tissue-type
plasminogen activator (rtPA), yang diperlihatkan pada satu studi klinis acak di Amerika Utara
memperbaiki outcome fungsional pada stroke iskemik jika diberikan dalam 3 jam onset stroke
(Belayev, 2001)

II.8. Outcome Fungsional Stroke


Keberhasilan pengobatan setiap penyakit yang menyebabkan disabilitas termasuk
stroke, harus memberikan manfaat dengan menggunakan sistim klasifikasi untuk menilai
pengaruh pengobatan, khususnya pengobatan darurat. Agar penderita stroke yang masih dapat
bertahan hidup dapat menerima perawatan terbaik, satu sistim klasifikasi outcome stroke yang
komprehensif dibutuhkan untuk intervensi terapi yang sesuai secara langsung. Pegembangan satu
sistim klasifikasi outcome stroke berdasarkan pada keyakinan bahwa defisit neurologis sering
menyebabkan impairment, disability yang permanen dan membahayakan kualitas hidup (KellyHayes dkk, 1998).
Kehilangan fungsi yang terjadi setelah stroke sering digambarkan sebagai impairments,
disabilitas dan handicaps. World Health Organization (WHO) membuat batasan sebagai berikut
(Misbach,1999):
1. Impairment menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,

psikologis, fisiologis dan

anatomis yang disebabkan stroke.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

2. Disability adalah setiap hambatan, kehilangan kemampuan untuk berbuat sesuatu


yang seharusnya mampu dilakukan orang yang sehat seperti: tidak bisa berjalan,
menelan dan melihat akibat pengaruh stroke.
3. Handicaps adalah halangan atau gangguan pada seseorang penderita stroke
berperan sebagai manusia normal akibat "impairment atau disability tersebut.
Secara garis besar, outcome stroke dapat dikategorikan kedalam neurologic impairment
(tanda yang diperoleh dengan pemeriksaan yang disebabkan oleh penyakit), disability (efek
fungsional dari pemburukan), dan handicap ( konsenkuensi sosial dari disability). Secara lebih
sederhana lagi dapat diklasifikasikan sebagai impairment measures dan activity measures (DavisFisher, 2001)
Usaha-usaha yang cukup banyak telah dilakukan untuk mengembangkan pengobatan
dengan obat-obatan yang dapat mengurangi kerusakan otak dan memperbaiki outcome pasienpasien dengan stroke iskemik. Pada kebanyakan penelitian-penelitian klinis mengenai stroke,
Barthel Index (BI) dan Modified Rankin Scale (mRS) adalah skala yang paling sering digunakan
untuk mengukur outcome karena mudah digunakan, pengukuran yang sensitif terhadap beratnya
stroke dan memperlihatkan interrater reliability yang tinggi. (Sulter dkk, 1999; Davis-Fisher, 2001;
Weimar dkk, 2002; Sainbury dkk, 2005). The National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
telah luas digunakan untuk penelitian-penelitian stroke akut. Skala ini dikembangkan untuk
mengukur outcome neurologis dan perbaikan pada pasien-pasien dengan stroke. The National
Institutes of Health Stroke Scale mengukur semua derajat pemburukan neurologis dan merupakan
salah satu instrumen pengukuran klinis yang paling dipercaya dan tepat pada stroke (Young dkk,
2005).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

II.9. Kerangka Konsepsional

Wanke dan Wong, 1991

DIABETES
MELITUS
Khan dan Porte, 2005
Waspadji, 2006

PENYAKIT
HATI
Parelta dkk, 2006

MAL
NUTRISI
Parelta dkk, 2006

DISFUNGSI
ENDOTHEL

Rose, 2002

Calles-Escandon dan Cipolla, 2001

ATHERO
SKLEROSIS

DIABETIK
NEFROPATI

INSULIN

PENYAKIT
JANTUNG
Parelta dkk, 2006

PENYAKIT
INFLAMASI
KRONIK

STROKE
ISKEMIK
AKUT
Parelta, 2006

Blecic dan Devuyst, 2001


Garg dkk, 2006
Adam dkk, 2007
Schurr, 2002
Nicholson dkk, 2000

HIPER
GLIKEMIA

HIPO
ALBUMINEMIA
Dziedzic dkk, 2004
Gum dkk, 2004
Palesch dkk, 2006

Kagansky dkk, 2001


Beckman dkk, 2002
Air dan Kisela, 2007
Vancheri dkk, 2005
Garg dkk, 2006

OUTCOME
FUNGSIONAL
BURUK

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Departemen neurologi FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan
dari tanggal 1 November 2007 s/d 31 Januari 2008.

III.2. Subjek Penelitian


Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan subjek penelitian
menurut metode sampling nonrandom secara konsekutif.

III.2.1. Populasi sasaran


Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan
Head CT-Scan.

III.2.2. Populasi terjangkau


Semua penderita stroke iskemik akut yang sedang dirawat di ruang rawat inap terpadu
(Rindu) A4 Departemen Neurologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik Medan.

III.2.3. Besar sampel


Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk, 2002)

( Z + Z ) x Sd
n

d2

= Besar sampel

Z = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan. Untuk = 0,05 maka Z = 1,96
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Z = Nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai
yang ditentukan. Untuk = 0,15 maka Z = 1,036
Sd = Standar deviasi = 0,457 ( survei pendahuluan)
d

= Tingkat ketepatan = 0,2 (ditentukan oleh peneliti)

Besar sampel yang dibutuhkan adalah:


2

( 1,96 + 1,036 ) x 0,457


n
0,25
n 29,99 30

Dibutuhkan sampel masing-masing minimal 30 kasus untuk stroke iskemik dengan


diabetes dan stroke iskemik tanpa diabetes.

III.3. Kriteria Inklusi


1. Semua penderita stroke iskemik akut yang ditegakkan dengan anamnese,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologi dan CT scan kepala yang dirawat di Bangsal Neurologi
Rindu A4 RSUP. H. Adam Malik Medan.
2. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini.

III.4. Kriteria Eksklusi


1. Penderita stroke iskemik akut yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT-Scan
otak.
2. Penderita stroke iskemik akut berulang.
3. Penderita TIA dan stroke haemoragik .
4. Penderita stroke iskemik dengan lokasi di batang otak
5. Penderita stroke dengan onset > 1 minggu
6. Penderita stroke iskemik akut yang disertai dengan penyakit hati, ginjal dan
tirotoksikosis.
7. Penderita stroke iskemik akut yang menggunakan steroid jangka panjang.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

III.5. Batasan Operasional


1. Stroke (WHO, 1986) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
(Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi, 1999).
2. Stroke iskemik adalah defisit neurologis yang berlangsung tiba-tiba yang
disebabkan oleh oklusi pembuluh darah fokal yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen
dan glukosa ke otak dan selanjutnya kegagalan proses metabolisme dari teritori yang terlibat
(Hacke dkk, 2003)
3. Fase akut stroke adalah jangka waktu antara awal mula serangan stroke
berlangsung sampai satu minggu (Misbach, 1999).
4. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik dengan banyak etiologi yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik dengan kerusakan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
disebabkan oleh kerusakan sekresi insulin, aksi insulin atau kombinasinya (Ryden dkk, 2007).
Yang dimaksud diabetes pada penelitian ini adalah diabetes mellitus tipe-2.
5. Glukosa puasa normal didefinisikan sebagai glukosa < 100 mg/dL (5,6 mmol/L)
(Sacco dkk, 2006).
6. Gangguan glukosa puasa didefinisikan pada kadar antara 100 dan 126 mg/dL (5,6
dan 6,9 mmol/L) (Sacco dkk, 2006).
7. Diagnosa Diabetes Melitus apabila kadar glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7,0
mmol/L) atau kadar glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) (Sacco dkk, 2006).
8. Kontrol hiperglikemia yang tidak adekuat didefinisikan sebagai kadar Hemoglobin
A1c > 7% (Sacco dkk, 2006).
9. Albumin adalah protein utama dalam plasma manusia dengan kadar normal antara
3,4 4,7 g/dL yang membentuk kira-kira 60% protein plasma total (Murray, 2006)
10. Impairment adalah menggambarkan hilangnya fungsi fisiologis,

psikologis, dan

anatomis yang disebabkan stroke (Caplan, 2000).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

11. Disability adalah setiap hambatan, ketidakmampuan untuk berbuat sesuatu yang
seharusnya dapat dilakukan orang sehat seperti: tidak bisa berjalan, menelan dan melihat akibat
pengaruh stroke (Caplan, 2000).

III.6. Instrumen Penelitian


III.6.1. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) mengukur tanda neurologist yang
diperoleh dengan pemeriksaan. Skala ini rutin digunakan untuk menentukan beratnya gangguan
neurologis pada saat masuk dan memastikan sama pada saat awal antara grup yang diobati dan
grup kontrol (Davis-Fisher, 2001). Satu studi yang membandingkan penggunaan 4 skala
perburukan neurologis (NIHSS, Canadian Neurological scale, Middle Cerebral Artery Neurological
score , Guys Prognostic Score) pada pemeriksaan awal (base line) menunjukkan bahwa NIHSS
adalah predictor outcome yang paling baik pada 3 bulan (hidup di rumah, hidup dalam perawatan
atau kematian). Skala ini dapat diulang, mudah, dan cepat dilakukan (10 menit) dan berhubungan
dengan volume infark dan outcome fungsional 3 bulan setelah stroke (Kelly-Hayes dkk, 1998).
NIHSS lebih sensitif dari pada BI dan mRS, dengan besar sampel yang lebih kecil atau kekuatan
statistik yang lebih besar (Young dkk, 2005). Skala terdiri dari 12 item pertanyaan (tingkat
kesadaran, respon terhadap pertanyaan, respon terhadap perintah, gaze palsy, pemeriksaan
lapangan

pandang,

facial

palsy,

motorik,

ataksia,

sensorik,

bahasa,

dysartria,

dan

ekstensi/inattention). Penilaian dibagi tiga: 5 (Stroke ringan), 6 13 (Stroke sedang) dan > 13
(Stroke berat) (Schlegel dkk, 2003; William dkk, 2000)

III.6.2. Barthel Index (BI)


Untuk menentukan disabilitas setelah stroke maka aktivitas perawatan diri (self-care
activities) dan kemampuan untuk hidup bebas dinilai. The Barthel Index adalah pengukuran
beratnya disabilitas dan merupakan pengukuran outcome stroke yang paling sering digunakan.
Telah berulang kali diperlihatkan bahwa BI merupakan pengukuran Basic Activities of Daily Living
(BADL) yang dapat dipercaya dan tepat. Kebebasan dalam melakukan

BADL ini dapat

memungkinkan pasien-pasien stroke untuk hidup dirumah dengan bantuan dari keluarga atau
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

community provider untuk makan dan tugas rumah yang lain yang dibutuhkan (Kelly-Hayes dkk,
1998).
Barthel Index dibagi kedalam sekelompok yang berhubungan dengan self-care (feeding,
grooming, bathing, dressing, bowel, and bladder care, and toilet use) dan sekelompok yang
berhubungan dengan mobility (ambulation, transfers, and stair climbing). Nilai maksimal 100
mengindikasikan bahwa pasien sepenuhnya dapat berdiri sendiri dalam melakukan fungsi fisik.
Nilai yang terendah adalah 0 mengindikasikan ketergantungan total (keadaan terbaring di tempat
tidur) (Sulter dkk, 1999). Lees dkk, 2000 (cit. Fischer, 2001) menyebutkan bahwa nilai BI untuk
menentukan outcome dibagi dalam 3 kelompok yaitu nilai 0 55 untuk outcome yang jelek, 60
90 untuk pemulihan sedang dan > 90 untuk outcome yang sangat baik (Fischer, 2001).

III.6.3. Modified Rankin Scale (mRS)


Modified Rankin Scale adalah laporan dokter terhadap pengukuran ketidakmampuan
umum yang telah luas dipakai untuk mengevaluasi outcome pasien stroke dan merupakan
instrumen yang berharga untuk memeriksa pengaruh dari pengobatan stroke yang baru (Banks
dan Marotta, 2007).
Modified Rankin Scale mengukur kebebasan pelaksanaan kegiatan tertentu. Skala
terdiri dari 6 tingkatan, mulai dari 0 (tidak ada gangguan) sampai 5 (hanya terbaring ditempat
tidur, inkontinensia, membutuhkan perawatan dan perhatian menetap) dan 6 (outcome fatal)
(Sulter dkk, 1999; Weimar dkk, 2002). Bila MRS 1 3, dikelompokkan sebagai outcome baik dan
mRS 4 6 dikelompokkan sebagai outcome yang jelek (Painthakar dan Debhi, 2003) .

III.6.4. Computed Tomography Scan (CT-Scan)


Computed Tomography Scan yang digunakan adalah X ray CT system, merek Hitachi
seri W 450. Pengukuran mean volume ditentukan dengan metode estimator volume dari software
komputer analisa, dengan ketebalan pemotongan / slice 5 10 mm. Pembacaan hasil CT scan
dilakukan oleh seorang ahli radiologi. Batasan untuk volume lesi mengacu pada definisi
operasional volume lesi untuk perdarahan menggunakan rumus 4/3 x 22/7 x a x b x c x 1/8 (cc)
(Broderick dkk, 1993):
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

a = diameter terpanjang dari perdarahan yang luas


b = diameter garis tegak lurus terhadap a
c = tebal lesi perdarahan
Volume lesi akan dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu: volume lesi kecil < 50 cm2 dan
volume lesi besar 50 cm2 (Sjahrir, 2003).

III.6.5. Pemeriksaan kadar gula darah


Pengukuran kadar gula darah dengan metode Glukosa oksidase (GOD) dengan alat
Automatic (Hitachi 902) & (Cobas Integra 480 +).

III.6.6. Pemeriksaan kadar albumin darah


Pemeriksaan kadar albumin serum dilakukan dengan metode Brom Cresyl Green (BCG)
dengan cara manual (Spectofotometer).
III.7. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian prospektif dengan sumber data primer diperoleh dari
semua penderita stroke iskemik akut yang dirawat inap di bangsal Neurologi RSUP. H. Adam
Malik Medan.

III.8. Pelaksanaan Penelitian


III.8.1. Pengambilan sampel
Semua penderita stroke iskemik akut yang masuk ke bangsal Neurologi

RSUP. HAM

yang telah ditegakkan dengan anamnese, pemeriksaan neurologis dan pemerisaan CT scan yang
diambil secara konsekutif dan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak ada kriteria eksklusi
dilakukan penilaian NIHSS oleh dokter pemeriksa (residen neurologi), kemudian diambil darahnya
untuk pemeriksaan laboratorium termasuk kadar gula darah puasa, 2 jam setelah makan dan
kadar albumin. Jika diduga bahwa pengukuran glukosa plasma puasa pada saat masuk rumah
sakit meningkat disebabkan oleh stres karena stroke akut maka pemeriksaan kadar gula puasa
diulang pada saat penderita akan keluar dari rumah sakit (lewat fase akut stroke). Pemeriksaan BI
dan mRS dilakukan oleh dokter pemeriksa (residen neurologi).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

III.8.2. Kerangka Operasional


PENDERITA
STROKE AKUT
Anamnese
Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan Laboratorium
Head CT scan

KRITERIA EKSKLUSI

STROKE ISKEMIK
AKUT

KRITERIA INKLUSI

STROKE ISKEMIK
AKUT SUSPEK DM

NIHSS

SERUM
ALBUMIN

STROKE ISKEMIK
AKUT NON DM

KGD PUASA ULANG


SETELAH FASE AKUT

STROKE ISKEMIK
AKUT + DM

NIHSS

SERUM
ALBUMIN

STROKE ISKEMIK
AKUT NON DM

OUTCOME FUNGSIONAL
Barthel Index dan modified Rankin Scale

III.9. Variabel yang diamati


1. Variabel bebas :
- Diabetes
- Kadar albumin serum
2. Variabel terikat :
- National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)
- Barthel Index (BI)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

- Modified Rankin Scale (mRS)

III.10. Analisa Statistik


Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
1. Gambaran karakteristik penderita disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome
fungsional penderita stroke iskemik tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome
fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dilakukan uji chi square.
4. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada
gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square.
5. Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan luas lesi pada
gambaran CT scan kepala penderita stroke iskemik dengan diabetes maka dilakukan uji chi
square.
6. Untuk mengetahui outcome fungsional penderita stroke iskemik dengan diabetes dan
tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square.
7.

Untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi (umur, sex, suku, tingkat

pendidikan) dengan kadar albumin serum dan outcome fungsional pada penderita stroke iskemik
dengan diabetes dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi square.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN


Pengambilan sampel dilakukan mulai 1 Nopember 2007 di ruang rawat neurologi RA4
RSUP Haji Adam Malik Medan sampai 30 April 2008 setelah memenuhi jumlah sampel. Selama
periode tersebut telah terkumpul sebanyak 30 sampel stroke iskemik dengan diabetes dan 30
sampel stroke iskemik tanpa diabetes yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

IV.1.1. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian


Sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik dengan diabetes yang dianalisa pada
penelitian ini terdiri dari 15 pria (50%) dan 15 wanita (50%). Rentang usia subjek penelitian adalah
antara 40 dan 75 tahun dengan rerata usia adalah 61 tahun. Kelompok usia terbanyak adalah 6069 tahun sebanyak 15 orang (50%). Kelompok usia 40-49 tahun sebanyak 4 orang (13,33%), 5059 tahun sebanyak 7 orang (23,33%), 70-79 tahun sebanyak 3 orang (10%) dan yang berumur
lebih dari 80 tahun sebanyak 1 orang

(3,34 %). (Tabel 7)

Suku bangsa yang terbanyak adalah suku Batak toba sebanyak 11 orang (36,67%),
diikuti oleh suku Jawa 8 orang (26,67%), suku Mandailing 5 orang (16,67%), suku Karo 4 orang
(13,33%) dan masing-masing suku Simalungun, Nias dan Aceh adalah 1 orang (3,33%). (Tabel 7)
Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu
sebanyak 19 orang (63,33%), diikuti oleh tingkat pendidikan Sarjana dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) masing-masing 4 orang (13,33%) dan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 3 orang
(10%). Status perkawinan semua subjek adalah menikah dimana distribusi subjek berdasarkan
pekerjaan yang paling banyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 15 orang (50%), Wiraswasta
sebanyak 9 orang (30%), Pegawai Negri Sipil sebanyak 3 orang (10%), bertani sebanyak 2 orang
(6,67%) dan pegawai swasta 1 orang (3,33%). (Tabel 7)
Sementara itu sebanyak 30 orang penderita stroke iskemik tanpa diabetes yang
dianalisa pada penelitian ini terdiri dari 23 pria (76,67%) dan 7 wanita (23,33%). Rentang usia
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

subjek penelitian adalah antara 43 dan 76 tahun dengan rerata usia adalah 59 tahun. Kelompok
usia terbanyak adalah 60-69 tahun sebanyak 12 orang (40%). Kelompok usia 40-49 tahun dan 5059 tahun, masing masing sebanyak 7 orang (23,33%), 70-79 tahun sebanyak 4 orang (13,33%).
(Tabel 7)
Suku bangsa yang terbanyak adalah suku Jawa sebanyak 12 orang (40%), diikuti oleh
suku Batak Toba dan Karo masing masing sebanyak 6 orang (20%), suku Mandailing dan Aceh
masing-masing 3 orang (10%). (Tabel 7)
Tabel-7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
dengan diabetes (n=30)
n (%)

tanpa diabetes (n=30)


n (%)

Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

15 (50)
15 (50)

Kelompok umur (tahun)


40 49
50 59
60 69
70 79
> 80

4 (13,3)
7 (23,3)
15 (50)
3 (10)
1 (3,3)

7 (23,3)
7 (23,3)
12 (40)
4 (13,3)
0 (0)

Status perkawinan
Kawin

30 (100)

30 (100)

Suku bangsa
Batak toba
Karo
Simalungun
Mandailing
Jawa
Nias
Aceh

11 (36,7)
3 (10)
1 (3,3)
5 (16,7)
8 (26,7)
1 (3,3)
1 (3,3)

6 (20)
6 (20)
0 (0)
3 (10)
12 (40)
0 (0)
3 (10)

Pendidikan
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Pertama
Sekolah Menengah Atas
Sarjana

3
4
19
4

(10)
(13,3)
(63,3)
(13,3)

2 (6,7)
3 (10)
18 (60)
7 (23,3)

Pekerjaan
Pegawai Negri Sipil
Pegawai swasta
Wiraswasta
Ibu Rumah Tangga
Bertani

3
1
9
15
2

(10)
(3,3)
(30)
(50)
(6,7)

6
1
14
6
3

23 (76,7)
7 (23,3)

(20)
(3,3)
(46,7)
(20)
(10)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 18 orang (60%),
diikuti oleh tingkat pendidikan Sarjana sebanyak 7 orang (23,33%) dan SMP sebanyak 3 orang
(10%) dan SD sebanyak 2 orang (6,67%). Status perkawinan semua subjek adalah menikah
dimana distribusi subjek berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah wiraswasta sebanyak
14 orang (46,67%), ibu rumah tangga dan Pegawai Negri Sipil masing-masing sebanyak 6 orang
(20%), bertani sebanyak 3 orang (10%) dan pegawai swasta 1 orang (3,33%). (Tabel 7)

IV.1.2. Karakteristik Dasar Subjek Stroke Iskemik dengan Diabetes Dibanding tanpa
Diabetes
IV.1.2.1. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol
Riwayat penyakit sebelumnya seperti hipertensi, adanya riwayat menderita stroke dalam
keluarga, riwayat merokok dan pemakaian alkohol diperoleh tidak ada perbedaan yang bermakna
diantara kedua kelompok. (Tabel 8)

IV.1.2.2. Keadaan saat masuk rumah sakit


Pada kelompok penderita stroke iskemik dengan diabetes, berdasarkan pada lamanya
penderita di bawa ke rumah sakit setelah serangan stroke paling banyak adalah lebih dari 72 jam
sebanyak 12 orang (40%), diikuti oleh 24 48 jam sebanyak 11 orang (36,7%), < 24 jam
sebanyak 6 orang (20%) dan 1 orang antara 49 dan 72 jam (3,3%). Sedangkan pada kelompok
penderita stroke iskemik tanpa diabetes paling banyak adalah antara 24 dan 48 jam yaitu 11 orang
(36,7%), disusul berturut turut yang > 72 jam 9 orang (30%), yang < 24 jam 7 orang (23,3%) dan
antara 49 dan 72 jam sebanyak 3 orang (10%). Hasil analisa statistik dengan menggunakan uji
Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal lamanya penderita di
bawa ke rumah sakit antara subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes. (Tabel 9)

Tabel-8. Riwayat penyakit, merokok dan pemakaian alkohol pada subjek


diabetes dibanding tanpa diabetes
dengan diabetes(n= 30) tanpa diabetes(n=30)
n(%)
n(%)

stroke iskemik dengan

Riwayat hipertensi
0,774
ada Roberthus Bangun: Hubungan Kadar
21(70)
22(73,3)
Albumn Serum Dan Outcome Fungsional
Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

tidak ada

9(30)

8(26,7)

Riwayat stroke keluarga


ada
tidak ada

1(3,3)
29(96,7)

1(3,3)
29(96,7)

Riwayat merokok
ada
tidak ada

9(30)
21(70)

19(63,3)
11(36,7)

Pemakaian alkohol
ada
tidak ada

1,000

0,069

1,000
0(0)
30(100)

0(0)
30(100)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Kesadaran penderita yang dinilai secara kwalitatif dan kwantitatif pada saat masuk
rumah sakit menunjukkan bahwa pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes sebagian
besar kesadaran penderita pada waktu masuk rumah sakit adalah kompos mentis atau Skala
Koma Glasgow (SKG) antara 13 15 (96,7%), hanya 1 orang (3,3%) saja yang masuk dengan
kesadaran somnolens atau SKG antara 9 12. Sementara pada kelompok subjek stroke iskemik
tanpa diabetes didapati 6 orang (20%) dengan kesadaran somnolens pada waktu masuk rumah
sakit. Dengan uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal tingkat
kesadaran pada waktu masuk rumah sakit diantara kedua kelompok. (Tabel 9)
Beratnya stroke juga dinilai pada saat masuk rumah sakit dengan menggunakan NIHSS.
Pada kedua kelompok berturut turut dengan diabetes dan tanpa diabetes paling banyak menderita
stroke iskemik derajat sedang, 20 orang (66,7%) dan 21 orang (70%), disusul oleh stroke ringan
masing masing 6 orang (20%) dan 5 orang (16,7%) serta masing masing 4 orang (13,3%) dengan
stroke berat. Dengan uji Chi-square menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal
beratnya stroke pada waktu masuk rumah sakit diantara kedua kelompok. (Tabel 9)

Tabel-9. Keadaan saat masuk rumah sakit pada subjek stroke iskemik dengan diabetes
dibanding tanpa diabetes
dengan diabetes (n=30)
n(%)

tanpa diabetes (n=30)


n(%)

Lama ke rumah sakit


0,661
< 24
jam
6(20)
7(23,3)
24 48 jam
11(36,7)
11(36,7)
49 72
jam Bangun: Hubungan Kadar
1(3,3)
3(10) Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Roberthus
Albumn Serum Dan Outcome Fungsional
Diabetes, 2008.

> 72

jam

12(40)

9(30)

Kesadaran
kompos mentis
somnolens

29(96,7)
1(3,3)

24(80)
6(20)

Skala Koma Glasgow


13 15
9 12

29(96,7)
1(3,3)

26(86,7)
4(13,3)

NIHSS
Ringan
Sedang
Berat

0,142

0,161

0,944
6(20)
20(66,7)
4(13,3)

5(16,7)
21(70)
4(13,3)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.2.3. Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang seperti EKG, CT scan, kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati
telah dilakukan pada kedua kelompok dan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna
diantara keduanya. (Tabel 10)

Tabel-10. Pemeriksaan penunjang subjek stroke iskemik dengan


diabetes

diabetes

dengan diabetes (n=30) tanpa diabetes (n=30)


n(%)
n(%)
Elektrokardiografi
normal
tidak normal
Kolesterol total
normal
tidak normal

dibanding tanpa

0,152
24(80)
6(20)

19(63,3)
11(36,7)
0,196

12(40)
18(60)

17(56,7)
13(43,3)

Trigliserida
normal
tidak normal

17(56,7)
13(43,3)

18(60)
12(40)

0,793

Low Density Lipoprotein


normal
tidak normal

5(16,7)
25(83,3)

6(20)
24(80)

0,739

High Density Lipoprotein


0,069
normal
19(63,3)
11(36,7)
tidak Roberthus
normal Bangun: Hubungan Kadar
11(36,7)
19 (63,3)
Albumn Serum Dan Outcome Fungsional
Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Fungsi hati
normal
tidak normal

30(100)
0(0)

30(100)
0(0)

1,000

Fungsi ginjal
normal
tidak normal

30(100)
0(0)

30(100)
0(0)

1,000

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.2.4. Hasil pemeriksaan CT scan kepala


Hasil pemeriksaan CT scan kepala pada kedua kelompok subjek menunjukkan bahwa
pada kedua kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa diabetes yang paling banyak mengalami
gangguan adalah hemisfer kiri masing-masing sebanyak 16 orang (53,3%). Lokasi otak menurut
lapisan yang paling banyak mengalami gangguan pada kelompok subjek dengan diabetes dan
tanpa diabetes adalah lapisan subkorteks sebanyak 23 orang (76,7%) pada kelompok diabetes
dan 22 orang pada (73,3%) pada kelompok tanpa diabetes. Ukuran infark yang < 50 cm

dan

infark yang berjumlah satu adalah yang paling banyak dijumpai pada kelompok subjek dengan
diabetes dan tanpa diabetes. (Tabel 11)

Tabel-11 Computed Tomography scan kepala subjek stroke iskemik dengan


diabetes dibanding tanpa diabetes
dengan diabetes (n=30)
n(%)
Hemisfer
kanan
kiri

tanpa diabetes (n=30)


n(%)

p
1,000

14(46,7)
16(53,3)

14(46,7)
16(53,3)

Lokasi infark
korteks
subkorteks

0,152
7(23,3)
23(76,7)

8(26,7)
22(73,3)

Ukuran infark
< 50 cm 2
> 50 cm 2

17(56,7)
13(43,3)

21(70)
9(30)

Jumlah infark
satu
lebih dari satu

23(76,7)
7(23,3)

26(86,7)
4(13,3)

0,463

0,643

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.2.5. Hasil pemeriksaan gangguan motorik


Hasil pemeriksaan gangguan motorik pada kedua kelompok menunjukkan bahwa pada
kedua kelompok subjek yang paling banyak mengalami gangguan motorik pada ekstremitas kanan
yaitu sebanyak 16 orang (53,33%). Sementara tenaga motorik pada kelompok dengan diabetes
yang paling banyak adalah tenaga 4 sebanyak 11 orang (36,67%), diikuti berturut-turut oleh
tenaga 3 sebanyak 10 orang (33,33%), tenaga 1 sebanyak 6 orang (20%) dan tenaga 2 sebanyak
3 orang (10%). Tenaga motorik pada kelompok tanpa diabetes yang paling banyak adalah tenaga
3 sebanyak 12 orang (40%), diikuti berturut-turut oleh tenaga 4 sebanyak 8 orang (26,66%),
tenaga 1 dan 2 masing-masing sebanyak 5 orang (16,67%). (Tabel 12)

Tabel-12.

Gangguan motorik subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes
dengan diabetes (n=30) tanpa diabetes (n=30) p
n(%)
n(%)

Tenaga motorik
tenaga 1
tenaga 2
tenaga 3
tenaga 4

0,342
6(20)
3(10)
10(33,3)
11(36,7)

5(16,7)
5(16,7)
12(40)
8(26,6)

Gangguan ekstremitas
kanan
kiri

16(53,3)
14(46,7)

16(53,3)
14(46,7)

1,000

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.2.6. Hasil pemeriksaan kadar albumin serum dan kadar gula darah
Berdasarkan pada kelompok umur, kadar albumin < 3,4 mg/dL dan 3,4 mg/dL pada
subjek dengan diabetes paling banyak ditemukan pada kelompok umur 60 69 tahun berturutturut sebanyak 9 orang (30%) dan 6 orang (20%). Sementara pada kelompok subjek tanpa
diabetes, kadar albumin < 3,4 mg/dL dan 3,4 mg/dL paling banyak juga ditemukan pada
kelompok umur 60 69 tahun berturut-turut 5 orang (16,7%) dan 8 orang (26,7%). (Tabel 13)
Tabel-13. Kadar albumin serum subjek stroke iskemik dengan diabetes dibanding tanpa diabetes
menurut umur dan jenis kelamin
dengan diabetes (n=30)

tanpa diabetes (n=30)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
< 3,4 g/dL
3,4 g/dL
< 3,4 g/dL
3,4 g/dL
Diabetes, 2008.

n(%)
Umur (tahun)
40 49
50 59
60 69
70 79
> 80

2(6,7)
5(16,7)
9(30)
3(10)
1(3,3)

Jenis kelamin
laki-laki
perempuan

11(36,7)
9(30)

n(%)
2(6,7)
2(6,7)
6(20)
0(0)
0(0)

2(6,7)
3(10)
5(16,7)
1(3,3)
0(0)

5(16,7)
3(10)
8(26,7)
3(10)
0(0)

2(6,7)
8(26,7)

8(26,7)
3(10)

15(50)
4(13,3)

Berdasarkan jenis kelamin, kadar albumin < 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada
laki-laki yaitu sebanyak 11 orang (36,7%) dan kadar albumin 3,4 g/dL paling banyak ditemukan
pada perempuan yaitu sebanyak 8 orang (26,7%) pada subjek dengan diabetes. Pada subjek
tanpa diabetes kadar albumin < 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu sebanyak 8
orang (26,7%) dan kadar albumin 3,4 g/dL paling banyak ditemukan pada laki-laki yaitu
sebanyak 15 orang (50%). (Tabel 13)
Distribusi kadar albumin serum pada kelompok subjek dengan diabetes dan tanpa
diabetes dapat dilihat pada grafik 1. Kadar albumin serum rata-rata pada kelompok subjek dengan
diabetes adalah 3,156 g/dL dan 3,402 g/dL pada kelompok subjek tanpa diabetes. Dengan
menggunakan uji independent t-test didapatkan tidak ada perbedaan yang bermakna kadar
albumin serum pada kedua kelompok. (Tabel 14)

Grafik-1. Distribusi kadar albumin serum kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Kadar albumin serum (Gr/dL)

6
5
4
DIABETES

NON DIABETES

2
1
0
1

11

13

15

17

19

21

23

25

27

29

Besar sam pel

Tabel-14. Rata-rata kadar albumin serum dan kadar gula darah subjek stroke iskemik dengan
Roberthus
Bangun:
Hubungan Kadar
Albumn
Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
diabetes
dibanding
tanpa
diabetes
Diabetes, 2008.

dengan Diabetes
( X SD )

tanpa Diabetes
(X SD )

Kadar albumin serum (g/dL)

3,156 0,4215

3,402 0,6090

0,162

Kadar gula darah (mg/dL)

199,2 39,647

93,37 17,095

0,001

Keterangan : Uji t-Independent, p < 0,05

Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes dapat dilihat pada
grafik 2. Kadar gula darah puasa rerata pada kelompok subjek dengan diabetes adalah 199,2
mg%, sementara pada kelompok tanpa diabetes adalah 93,37 mg%. Keduanya menunjukkan
perbedaan yang bermakna dengan menggunakan uji independent t-test. (Tabel 14)

Grafik-2. Distribusi kadar gula darah kelompok diabetes dan tanpa diabetes

K a d a r g u l a d a r a h (m g / d L )

Distribusi kadar gula darah kelompok Diabetes dan Non Diabetes


350
300
250
200

Diabetes

150

Non Diabetes

100
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Besar sampel

IV.1.3. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan
dan tanpa Diabetes menurut status demografi
IV.1.3.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut status demografi

IV.1.3.1.1. Menurut umur


Skor BI hari ke-7 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes, 15 orang (50%)
mendapat skor BI 90 dan yang terbanyak pada umur antara 60 69 tahun yaitu 8 orang
(26,7%). Sebanyak 4 orang (13,3%) mendapat skor 60 85 dan 9 orang (30%) mendapat skor
Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
antara 0Roberthus
55.Bangun:
Sementara
pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes 7 orang (23,3%)
Diabetes, 2008.

mendapat skor BI 90 yang terbanyak juga pada umur 60 69 tahun. Sebanyak 10 orang
(33,3%) mendapat skor antara 60 85 dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 55. Skor
BI hari ke-7 menurut kelompok umur pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna. (Tabel 15)
Skor BI hari ke-14 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes, 19 orang (63,3%)
mendapat skor BI 90 dan yang terbanyak pada umur antara 60 69 tahun yaitu 11 orang
(36,7%). Sebanyak 5 orang (16,7%) mendapat skor 60 85 dan 6 orang (20%) mendapat skor
antara 0 55. Sementara pada kelompok tanpa diabetes 14 orang (46,7%) mendapat skor BI
90 yang terbanyak pada umur 50 69 dan 70 79 tahun masing-masing 4 orang(13,3%).
Sebanyak 5 orang (16,7%) mendapat skor antara 60 85 dan 11 orang (36,7%) mendapat skor
antara 0 55. Skor BI hari ke-14 menurut kelompok umur pada masing-masing kelompok tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)

IV.1.3.1.2. Menurut jenis kelamin


Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes skor BI 90 pada laki-laki terdapat
pada 8 orang (26,7%) dan 7 orang (23,3%) pada perempuan. Skor BI antara 60 85 pada laki-laki
dan perempuan adalah sama yaitu masing-masing pada 2 orang (6,7%). Sedangkan skor BI
antara 0 55 pada laki-laki dijumpai pada 6 orang (20%) dan pada perempuan 5 orang (16,7).
Sementara pada kelompok tanpa diabetes skor BI 90 didapat oleh 4 orang (13,3%) laki-laki dan
3 orang (10%) perempuan. Skor BI antara 60 85 didapat oleh 10 orang (33,3%) laki-laki dan
tidak ada pada perempuan. Skor 0 55 didapat oleh 9 orang (30%) laki-laki dan 4 orang (13,3%)
perempuan.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tabel-15. Distribusi skor Barthel Index hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa
diabetes menurut status demografi
Skor Barthel Index
dengan diabetes (n=30) p
tanpa diabetes (n=30)

Umur (tahun)
40 49
50 59
60 69
70 79
> 80

0-55

60-85
n(%)

1(3,3)
3(10)
3(10)
3(10)
1(3,3)

0(0)
0(0)
4(13,3)
0(0)
0(0)

90

0-55

0,137
3(10)
3(10)
4(13,3)
2(6,7)
8(26,7)
6(20)
0(0)
2(6,7)
0(0)
0(0)

2(6,7)
3(10)
3(10)
2(6,7)
0(0)

90
0,874
2(6,7)
2(6,7)
3(10)
0(0)
0(0)

Jenis kelamin
laki-laki
6(20)
2(6,7)
perempuan 5(16,7) 2(6,7)

8(26,7)
7(23,3)

0,085
9(30) 10(33,3) 4(13,3)
4(13,3) 0(0)
3(10)

Suku bangsa
Batak toba
Karo
Simalungun
Mandailing
Jawa
Nias
Aceh

1(3,3)
2(6,7)
1(3,3)
3(10)
2(6,7)
1(3,3)
1(3,3)

0,390
8(26,7)
1(3,3)
0(0)
2(6,7)
4(13,3)
0(0)
0(0)

3(10)
2(6,7)
0(0)
1(3,3)
4(13,3)
0(0)
3(10)

Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana

1(3,3)
2(6,7)
7(23,3)
1(3,3)

Pekerjaan
PNS
Peg. swasta
Wiraswasta
IRT
Bertani

0,402
0(0)
1(3,3) 2(6,7)
1(3,3)
5(16,7) 0(0)
5(16,7)
1(3,3)
3(10) 1(3,3) 5(16,7)
6(20)
1(3,3) 0(0)
0(0)
3(10)
2(6,7) 2(6,7) 3(10)
2(6,7)

2(13,3)
0(0)
0(0)
0(0)
2(6,7)
0(0)
0(0)

0,988

60-85
n(%)

1(3,3) 1(3,3)
1(3,3) 1(3,3)
1(3,3) 11(36,7)
1(3,3) 2(13,3)

0,690
2(6,7)
2(6,7)
7(23,3)
2(6,7)

3(10)
2(6,7)
0(0)
1(3,3)
4(13,3)
0(0)
0(0)

0,508
0(0)
2(6,7)
0(0)
1(3,3)
4(13,3)
0(0)
0(0)

0,543
0(0)
0(0)
0(0)
1(3,3)
7(23,3) 4(13,3)
3(10)
2(6,7)
0,198
3(10)
0(0)
5(16,7)
0(0)
1(3,3)

2(6,7)
0(0)
3(10)
3(10)
0(0)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Skor BI hari ke-7 menurut jenis kelamin pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15)
Skor BI hari ke-14, pada kelompok dengan diabetes skor BI 90 pada laki-laki terdapat
pada 10 orang (33,3%) dan 9 orang (30%) pada perempuan. Skor BI antara 60 85 terdapat pada
4 orang (13,3%) laki-laki dan 1 orang (3,3%) perempuan. Sedangkan skor BI antara 0 55 pada
laki-laki dijumpai pada 2 orang (6,7%) dan pada perempuan 4 orang (13,3%). Sementara pada
kelompok tanpa diabetes skor BI 90 didapat oleh 11 orang (36,7%) laki-laki dan 3 orang (10%)
perempuan. Skor BI antara 60 85 didapat oleh 5 orang (16,7%) laki-laki dan tidak ada pada
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

perempuan. Skor antara 0 55 didapat oleh 7 orang (23,3%) laki-laki dan 4 orang (13,3%). Skor
BI hari ke-14 menurut jenis kelamin pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)

IV.1.3.1.3. Menurut suku bangsa


Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada suku bangsa, skor
BI 90 terdapat pada 11 orang (36,7%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu
sebanyak 8 orang (26,7%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI
antara 0 55 terdapat pada 11 orang (36,7%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI
90 sebanyak 7 orang (23,3%) dan paling banyak pada suku jawa yaitu 4 orang (13,3%). Skor BI
anatar 60 85 terdapat pada 10 orang (33,3%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0
55. Skor BI hari ke-7 menurut suku bangsa pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 15)
Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes, skor BI 90 terdapat pada 19
orang (63,3%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu sebanyak 9 orang (30%).
Skor BI antara 60 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor BI antara 0 55 terdapat pada 6
orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI 90 sebanyak 14 orang (46,7%)
dan paling banyak pada suku jawa yaitu 7 orang (23,3%). Skor BI anatar 60 85 terdapat pada 5
orang (16,7%) dan 11 orang (36,7%) mendapat skor antara 0 55. Suku bangsa menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna dengan skor BI hari ke-14 (p=0,023). (Tabel 16)

IV.1.3.1.4. Menurut pendidikan


Skor BI hari ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada pendidikan, skor
BI 90 terdapat pada 15 orang (50%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu
sebanyak 11 orang (36,7%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI
antara 0 55 terdapat pada 11 orang (36,7%).

Tabel-16.

Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes
menurut status demografi

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Skor Barthel Index
Diabetes, 2008.

dengan diabetes (n=30)


0-55
Umur (tahun)
40 49
50 59
60 69
70 79
80
Jenis kelamin
laki-laki
perempuan

60-85
n(%)

90

tanpa diabetes (n=30)


0-55

0,435
0(0)
3(10)
1(3,3)
4(13,3)
3(10,3) 11(36,7)
1(3,3)
1(3,3)
0(0)
0(0)
0,302
2(6,7) 4(13,3) 10(33,3)
4(13,3) 1(3,3)
9(30)

90
0,295

1(3,3)
2(6,7)
1(3,3)
1(3,3)
1(3,3)

3(10)
2(6,7)
6(20)
0(0)
0(0)

1(3,3)
1(3,3)
0(0)
2(6,7)
2(6,7)
0(0)
0(0)

1(3,3)
1(3,3)
1(3,3)
0(0)
1(3,3)
1(3,3)
0(0)

0,219
9(30)
3(10)
1(3,3)
1(3,3)
0(0)
0(0)
3(10)
0(0)
5(26,3) 4(13,3)
0(0)
0(0)
1(3,3)
3(10)

Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana

1(3,3)
2(6,7)
3(10)
0(0)

0,372
1(3,3)
1( 3,3)
2(6,7)
0(0)
2(6,7)
2(6,7)
4(13,3) 12(40)
6(20)
0(0)
4(13,3)
1(3,3)

Pekerjaan
PNS
Peg. swasta
Wiraswasta
IRT
Bertani

0(0)
1(3,3)
2(6,7)
1(3,3)
2(6,7)

0(0)
3(10)
1(3,3)
0(0)
1(3,3)

Suku bangsa
Batak toba
Karo
Simalungun
Mandailing
Jawa
Nias
Aceh

60-85
n(%)

3(10)
4(13,3)
3(10)
4(13,3)
0(0)
0,273
7(23,3) 5(16,7)11(36,7)
4(13,3) 0(0)
3(10)

0,262
3(10)
1(3,3)
6(20)
1(3,3)
5(16,7)
4(13,3)
0(0)
3(10)
5(16,7)
1(3,3)

1(3,3)
1(3,3)
3(10)
0(0)
0(0)

0,023
3(10) 0(0)
1(3,3) 4(13,3)
0(0)
0(0)
0(0)
3(10)
1(3,3) 7(23,3)
0(0)
0(0)
0(0)
0(0)
0,358
0(0)
0(0)
3(10)
2(6,7)

0(0)
1(3,3)
9(30)
4(13,3)

2(6,7)
0(0)
3(10)
0(0)
1(3,3)

0,386
3(10)
0(0)
7(23,3)
3(10)
1(3,3)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI 90 sebanyak 7 orang (23,3%) dan paling
banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu 4 orang (13,3%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada
10 orang (33,3%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 55. Skor BI hari ke-7 menurut
tingkat pendidikan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna. (Tabel 15)
Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan tingkat pendidikan,
skor BI 90 terdapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA
yaitu sebanyak 12 orang (40%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor BI
antara 0 55 terdapat pada 6 orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI
90 sebanyak 14 orang (46,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu 9 orang
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

(30%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan 11 orang (36,7%) mendapat
skor antara 0 55. Skor BI hari ke-14 menurut tingkat pendidikan pada masing-masing kelompok
tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)

IV.1.3.1.5. Menurut pekerjaan


Skor BI hari-ke-7 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada jenis pekerjaan,
skor BI 90 terdapat pada 15 orang (50%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan pegawai
swasta dan wiraswasta masing-masing sebanyak 5 orang (16,7%). Skor BI antara 60 85
terdapat pada 4 orang (13,3%) dan skor BI antara 0 55 terdapat pada 11 orang (36,7%).
Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI 90 sebanyak 8 orang (26,7%) dan paling
banyak pada wiraswasta dan IRT masing-masing 3 orang (10%). Skor BI anatar 60 85 terdapat
pada 9 orang (30%) dan 13 orang (43,3%) mendapat skor antara 0 55. Skor BI hari ke-7
menurut jenis pekerjaan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna. (Tabel 15)
Skor BI hari ke-14 pada kelompok dengan diabetes berdasarkan pada jenis pekerjaan,
skor BI 90 terdapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan pegawai
swasta sebanyak 6 orang (20%). Skor BI antara 60 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dan skor
BI antara 0 55 terdapat pada 6 orang (20%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes skor BI
90 sebanyak 14 orang (46,7%) dan paling banyak pada wiraswasta yaitu 7 orang (23,3%). Skor
BI anatar 60 85 terdapat pada 6 orang (20%) dan 10 orang (33,3%) mendapat skor antara 0
55. Skor BI hari ke-14 menurut jenis pekerjaan pada masing-masing kelompok tidak menunjukkan
adanya perbedaan yang bermakna. (Tabel 16)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.3.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa
diabetes menurut status demografi
IV.1.3.2.1. Menurut umur
Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 23 orang
(76,7%) dan paling banyak pada umur antara 60 69 yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).
Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Sedangkan skor MRS < 4
pada hari ke 14 didapat pada 24 orang (80%) dan paling banyak pada umur antara 60 69 yaitu
sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara yang

mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%).

Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut umur tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 17)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang
(56,7%) dan paling banyak pada umur antara 40 49, 50 59, 60 69 masing-masing sebanyak
5 orang (16,7%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan
skor MRS < 4 pada hari ke 14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada umur
antara 60 69 yaitu sebanyak 6 orang (20%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak
11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut umur tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)

Tabel-17.

Distribusi skor Modified Rankin Scale hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik
dengan diabetes menurut status demografi
Skor Modified Rankin Scale
hari ke-7 (n=30)
>3
<4
n (%)

Umur (tahun)
40 49
50 59
60 69
70 79
> 80
Jenis kelamin
laki-laki
perempuan

hari ke-14 (n=30)


>3
<4
n (%)

0,354
1(3,3)
2(6,7)
2(6,7)
1(3,3)
1(3,3)

3(10)
5(16,7)
13(43,3)
2(6,7)
0(0)

0,235
1(3,3)
2(6,7)
2(6,7)
0(0)
1(3,3)

3(10)
5(16,7)
13(43,3)
3(10)
0(0)

0,818
4(13,3)
3(10)

12(40)
11(36,7)

0,855
3(10)
3(10)

13(43,3)
11(36,7)

Suku bangsa
0,640
0,975
Batak toba
2(6,7)
9(30)
2(6,7)
9(30)
Karo
1(3,3)
2(6,7)
1(3,3)
2(6,7)
Simalungun
1(3,3)
0(0) Serum Dan Outcome
0(0)
1(3,3)
Roberthus Bangun:
Hubungan Kadar Albumn
Fungsional Penderita
Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Mandailing
Jawa
Nias
Aceh

1(3,3)
2(6,7)
0(0)
0(0)

Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana

1(3,3)
1(3,3)
4(13,3)
0(0)

Pekerjaan
PNS
Peg. swasta
Wiraswasta
IRT
Bertani

0(0)
1(3,3)
1(3,3)
7(23,7)
1(3,3)

4(13,3)
6(20)
1(3,3)
1(3,3)

1(3,3)
2(6,7)
0(0)
0(0)

4(13,3)
6(20)
1(3,3)
1(3,3)

0,686
2(6,7)
3(10)
15(50)
4(13,3)

0,703
1(3,3)
1(3,3)
5(16,7)
0(0)

2(6,7)
3(10)
14(46,7)
4(13,7)

0(0)
1(3,3)
1(3,3)
7(23,3)
0(0)

3(10)
0(0)
8(26,7)
8(26,7)
2(6,7)

0,232
3(10)
0(0)
8(26,7)
8(26,7)
1(3,3)

0,131

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.3.2.2. Menurut jenis kelamin


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 12 orang
(40%) laki-laki dan 11 orang (36,7%) perempuan

Sementara yang mendapat nilai > 3 ada

sebanyak 4 orang (13,3%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Sedangkan skor MRS < 4 pada
hari ke 14 didapat pada 13 orang (43,3%) laki-laki dan 11 orang (36,7%) perempuan. Sementara
yang

yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 3 orang (10%) laki-laki dan 3 orang (10%)

perempuan. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis kelamin
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 14 orang
(46,7%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan

Sementara yang mendapat nilai > 3 ada

sebanyak 9 orang (30%) laki-laki dan 4 orang (13,3%) perempuan. Sedangkan skor MRS < 4 pada
hari ke 14 didapat pada 16 orang (53,3%) laki-laki dan 3 orang (10%) perempuan. Sementara
yang

yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) laki-laki dan 4 orang (13,3%)

perempuan. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis kelamin
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.3.2.3. Menurut suku bangsa


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 23 orang
(76,7%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba sebanyak 9 orang (30%). Sementara
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke
14 didapat pada 24 orang (80%) dan paling banyak pada suku bangsa batak toba yaitu sebanyak
9 orang (30%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%). Pada
kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut suku bangsa tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 17)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang
(56,7%) dan paling banyak pada suku bangsa jawa sebanyak 7 orang (23,3%). Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke 14
didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada suku bangsa jawa yaitu sebanyak 7 orang
(23,3%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang (36,7%). Pada
kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut suku bangsa tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)

Tabel-18. Distribusi skor Modified Rankin Scale (MRS) hari ke-7 dan 14 pada
subjek stroke iskemik tanpa diabetes menurut status demografi
Skor Modified Rankin Scale
hari ke-7 (n=30)
>3

<4

hari ke-14 (n=30)


>3

n(%)

<4
n(%)

Umur (tahun)
40 49
50 59
60 69
70 79
80

2 (6,7)
2 (6,7)
7 (23,3)
2 (6,7)
0 (0)

5 (16,7)
5 (16,7)
5 (16,7)
2 (6,7)
0 (0)

0,491

Jenis kelamin
laki-laki
perempuan

9 (30)
4 (13,3)

14 (46,7)
3 (10)

2 (6,7)
2 (6,7)
6 (20)
1 (3,3)
0 (0)

0,671
5 (16,7)
5 (16,7)
6 (20)
3 (10)
0(0)

0,400

0,199
7 (23,3)
4 (13,3)

16 (53,3)
3 (10)

Suku bangsa
0,767
0,264
Batak toba
4 (13,3)
2 (6,7)
4 (13,3)
2 (6,7)
Hubungan Kadar
Albumn Serum Dan Outcome
Fungsional Penderita
Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Karo Roberthus Bangun:
2 (6,7)
4 (13,3)
1 (3,3)
5 (16,7)
Diabetes, 2008.

Simalungun
Mandailing
Jawa
Nias
Aceh
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Sarjana
Pekerjaan
PNS
Peg. swasta
Wiraswasta
IRT
Bertani

0 (0)
1 (3,3)
5 (16,7)
0 (0)
1 (3,3)

0 (0)
2 (6,7)
7 (23,3)
0 (0)
2 (6,7)

0 (0)
0 (0)
5 (16,7)
0 (0)
1 (3,3)

0(0)
3 (10)
7 (23,3)
0 (0)
2 (6,7)

2 (6,7)
3 (10)
4 (13,3)
2 (6,7)

0,015*
0 (0)
0 (0)
14 (46,7)
5 (16,7)

0,040*
2 (6,7)
3 (10)
5 (16,7)
3 (10)

0 (0)
0 (0)
13 (43,3)
4 (13,3)
0,175

3 (10)
1 (3,3)
4 (13,3)
3 (10)
2 (6,7)

3 (10)
0 (0)
10 (33,3)
3 (10)
1 (3,3)

0,205
3 (10)
1 (3,3)
3 (10)
3 (10)
1 (3,3)

3 (10)
0 (0)
11 (36,7)
3 (10)
2 (6,7)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.3.2.4. Menurut pendidikan


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 24 orang
(80%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 15 orang (50%). Sementara
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14
didapat pada 23 orang (76,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak
14 orang (46,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%). Pada
kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut pendidikan tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 17)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang
(56,7%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 13 orang (43,3%). Sementara
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada tingkat pendidikan SMA yaitu
sebanyak 14 orang (46,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 11 orang
(36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut pendidikan tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.3.2.5. Menurut pekerjaan


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 20 orang
(66,7%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta dan IRT masing-masing sebanyak 8
orang (26,7%). Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 10 orang (33,3%). Sedangkan
skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 21 orang (70%) dan paling banyak pada jenis
pekerjaan wiraswasta dan IRT masing-masing sebanyak 8 orang (26,7%). Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%). Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari
ke-7 dan 14 menurut jenis pekerjaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 17)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang
(56,7%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan wiraswasta sebanyak 10 orang (33,3%).
Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 13 orang (43,3%). Sedangkan skor MRS < 4
pada hari ke-14 didapat pada 19 orang (63,3%) dan paling banyak pada jenis pekerjaan
wiraswasta sebanyak 11 orang (36,7%). Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak
11 orang (36,7%). Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut jenis
pekerjaan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 18)

IV.1.4. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan
tanpa Diabetes menurut hasil CT scan kepala
IV.1.4.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut hasil CT scan kepala
IV.1.4.1.1. Menurut hemisfer otak
Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 9 orang
(30%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri. Skor BI
antara 60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 1 orang (3,3%)
dengan lesi di hemisfer kiri. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 10 orang (33,3%)
dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Dalam hal ini
dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut hamisfer otak. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 5 orang
(16,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Skor BI
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

antara 60 85 terdapat pada 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%)
dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 7 orang (23,3%)
dengan lesi di hemisfer kiri dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut hamisfer otak. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 10 orang
(33,3%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kiri. Skor BI
antara 60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%)
dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 5 orang (16,7%)
dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut hamisfer otak. (Tabel 20)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 8 orang
(26,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kanan. Skor BI
antara 60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 2 orang (6,7%)
dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 7 orang (23,3%)
dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut hamisfer otak. (Tabel 20)

IV.1.4.1.2. Menurut lapisan otak


Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 11 orang
(36,7%) dengan lesi di subkorteks dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60
85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di
korteks. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di subkorteks
dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari
ke-7 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 4 orang
(13,3%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60
85 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di
korteks. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 11 orang (36,7%) dengan lesi di
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna
skor BI hari ke-7 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 14 orang
(6,7%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60
85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan lesi di subkorteks dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di
korteks. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks
dan tidak dijumpai lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14
menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 20)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 9 orang
(30%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) dengan lesi di korteks. Skor BI antara 60
85 terdapat pada 4 orang (13,3%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di
korteks. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan lesi di subkorteks
dan 2 orang (6,7%) dengan lesi di korteks. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari
ke-14 menurut lapisan otak yang terkena. (Tabel 20)

IV.1.4.1.3. Menurut ukuran infark


Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 8 orang
(26,7%) dengan ukuran infark 50 cm2 dan 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor
BI antara 60 85 terdapat pada masing-masing 2 orang (6,7%) dengan ukuran infark 50 cm2
dan ukuran < 50 cm3. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan
ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut ukuran infark. (Tabel 19)
Tabel-19.

Distribusi skor BI hari ke-7 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes
menurut CT scan kepala
Skor Barthel Index
dengan diabetes (n=30)
0-55

60-85
n(%)

90

tanpa diabetes (n=30)


0-55

60-85
n(%)

90

Hemisfer otak
0,014*
0,746
kanan
1(3,3) 3(10) 9(30)
6(20) 4(13,3) 2(6,7)
kiri
10(33,3)
1(3,3)
6(20)
7(23,3)
6(20) Penderita
5(16,7)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional
Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Lapisan otak
korteks
subkorteks

2(6,7)
9(30)

0,877
1(3,3) 4(13,3)
2(6,7) 3(10)
3(10) 11(36,7)
11(56,7) 7(23,3)

0,398
3(10)
4(13,3)

Ukuran infark
< 50 cm2
50 cm2

0,399
8(26,7) 2(6,7) 7(23,3)
9(30) 8(26,7)
3(10)
2(6,7) 8(26,7)
4(13,3) 2(6,7)

0,597
4(13,3)
3(10)

Jumlah infark
satu
> satu

8(26,7) 3(10) 12(40)


3(10)
1(3,3) 3(10)

0,907

0,688
12(40)
1(3,3)

8(26,7)
2(6,7)

6(20)
1(3,3)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 4 orang
(13,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Skor BI
antara 60 85 terdapat pada 8 orang (26,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%)
ukuran 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 9 orang (30%) dengan ukuran
infark < 50 cm2 dan 4 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna skor BI hari ke-7 menurut ukuran infark. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 10 orang
(33,3%) dengan ukuran infark 50 cm2 dan 9 orang (30%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor BI
antara 60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%)
ukuran 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 5 orang (16,7%) dengan ukuran
infark < 50 cm2 dan 1 orang (3,3%) dengan ukuran infark 50 cm2. Tidak dijumpai perbedaan
yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut ukuran infark. (Tabel 20)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 11 orang
(36,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Skor
BI antara 60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang
(6,7%) ukuran 50 cm2. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 7 orang (23,3%) dengan
ukuran infark < 50 cm2 dan 4 orang (13,3%) dengan ukuran infark 50 cm2. Tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14 menurut ukuran infark. (Tabel 20)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.4.1.4. Menurut jumlah infark


Pada skor BI hari ke-7 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 12 orang
(40%) dengan jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara
60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan
jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 8 orang (26,7%) dengan
jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang
bermakna skor BI hari ke-7 menurut jumlah infark. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-7 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 6 orang
(20%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara
60 85 terdapat pada 8 orang (26,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) dengan
jumlah infark > satu. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 12 orang (40%) dengan
jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Tidak dijumpai perbedaan
yang bermakna skor BI hari ke-7 menurut jumlah infark. (Tabel 19)
Pada skor BI hari ke-14 kelompok dengan diabetes, skor BI 90 didapat pada 15 orang
(50%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara
60 85 terdapat pada 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark
> satu. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada masing-masing 3 orang (10%) dengan
jumlah infark satu dan > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor BI hari ke-14
menurut jumlah infark. (Tabel 20)
Tabel-20.

Distribusi skor BI hari ke-14 pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes
menurut CT scan kepala
Skor Barthel Index
dengan diabetes (n=30)
0-55

60-85
n(%)

90

tanpa diabetes (n=30)


0-55

60-85
n(%)

Hemisfer otak
0,297
kanan
1(3,3) 2(6,7) 10(33,3)
4(13,3) 2(6,7)
kiri
5(16,7) 3(10)
9(30)
7(23,3) 3(10)
Lapisan otak
korteks
subkorteks

0(0)
6(20)

2(6,7)
3(10)

0,260
5(16,7)
2(6,7)
14(46,7)
9(30)

90
0,947
6(20)
8(26,7)
0,576

1(3,3) 5(16,7)
4(13,3) 9(30)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa

Ukuran infark
Diabetes, 2008.

0,297

0,625

< 50 cm2
50 cm2

5(16,7) 3(10)
1(3,3) 2(6,7)

9(30)
10(33,3)

7(23,3) 3(10) 11(36,7)


4(13,3) 2(6,7) 3(10)

Jumlah infark
0,138
satu
3(10%) 5(16,7) 15(50)
10(33,3)
> dari satu 3(10%) 0 (0%) 4(13,3)
1(3,3)

0,156
3(10) 13(43,3)
2(6,7) 1(3,3)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

Pada skor BI hari ke-14 kelompok tanpa diabetes, skor BI 90 didapat pada 13 orang
(43,3%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah infark > satu. Skor BI antara
60 85 terdapat pada 3 orang (10%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%) jumlah infark
> satu. Sedangkan skor BI antara 0 55 didapat pada 10 orang (33,3%) dengan jumlah infark
satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah unfark > satu. Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna
skor BI hari ke-14 menurut jumlah infark. (Tabel 20)

IV.1.4.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut hasil CT scan kepala
IV.1.4.2.1. Menurut hemisfer otak
Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 12 orang
(40%) dengan lesi di hemisfer kanan dan 11 orang (36,7%) dengan lasi di hemisfer kiri.
Sementara yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di hemisfer kiri dan
1 orang (3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat
masing-masing pada 12 orang (40%) dengan lesi di hemisfer kanan dan kiri. Sementara yang
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 5 orang (16,7%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 1 orang
(3,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan
14 menurut hemisfer otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)
Tabel-21.

Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan diabetes
menurut CT scan kepala
Skor Modified Rankin Scale
hari ke-7 (n=30)
>3

<4
n (%)

hari ke-14 (n=30)


>3
n (%)

<4

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Hemisfer otak
kanan
kiri

1(3,3)
6(20)

12(40)
11(36,7)

Lapisan otak
korteks
subkorteks

0(0)
7(23,3)

7(23,3)
16(53,3)

Ukuran infark
< 50 cm3
50 cm3
Jumlah infark
Satu
> satu

0,077

0,141
1(3,3)
5(16,7)

12(40)
12(40)

0(0)
6(20)

7(23,3)
17(56,7)

0,096

0,131

0,008*
7(23,3)
0(0)

13(43,3)
10(33,3)

0,017*
6(20)
0(0)

13(43,3)
11(36,7)

0,708
5(16,7)
2(6,7)

18(60)
5(16,7)

0,517
4(13,3)
2(6,7)

19(63,3)
5(16,7)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05


Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 9 orang
(30%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sementara
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang
(13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 10
orang (33,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan dan 9 orang (30%) dengan lesi di hemisfer kanan.
Sementara yang yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer
kiri dan 3 orang (10%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS
hari ke-7 dan 14 menurut hemisfer otak tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)

IV.1.4.2.2. Menurut lapisan otak


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 16 orang
(33,3%) dengan lesi di subkorteks dan 7 orang (23,3%) dengan lesi di korteks. Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) dengan lesi di subkorteks dan tidak dijumpai
lesi di korteks. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 17 orang (56,7%) dengan lesi di
subkorteks dan 7 orang (23,3%) lesi di korteks. Sementara yang

yang mendapat nilai > 3 ada

sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks dan tidak dijumpai lesi di korteks. Pada
kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut lapisan otak tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 14 orang
(46,7%) dengan lesi di subkorteks dan 3 orang (10%) dengan lesi di korteks. Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 8 orang (26,7%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%)
lesi di korteks. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 16 orang (53,3%) dengan lesi di
subkorteks dan 3 orang (10%) lesi di korteks. Sementara yang

yang mendapat nilai > 3 ada

sebanyak 6 orang (20%) dengan lesi di subkorteks dan 5 orang (16,7%) lesi di korteks. Pada
kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut lapisan otak tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna. (Tabel 22)

Tabel-22.

Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik tanpa diabetes
menurut CT scan kepala
Skor Modified Rankin Scale
hari ke-7 (n=30)
>3

<4

hari ke-14 (n=30)


>3

n(%)
Hemisfer otak
kanan
kiri
Lapisan otak
korteks
subkorteks
Ukuran infark
< 50 cm2
50 cm2
Jumlah infark
Satu
> satu

<4
n(%)

0,367
4(13,3)
9(30)

8(26,7)
9(30)

0,279
3(10)
8(26,7)

9(30)
10(33,3)

0,201
5(16,7)
8(26,7)

3(10)
14(46,7)

0,077
5(16,7)
6(20)

3(10)
16(53,3)

0,091
7(23,3)
6(20)

14(46,7)
3(10)

0,026*
5(16,7)
6(20)

16(53,3)
3(10)

0,014*
9(30)
4(13,3)

17(56,7)
0(0)

0,005*
7(23,3)
4(13,3)

19(63,3)
0(0)

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.4.2.3. Menurut ukuran infark


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7, didapat pada 13 orang
(43,3%) dengan ukuran infark 50 cm2 dan 10 orang (33,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2.
Skor MRS > 3 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan tidak dijumpai
ukuran 50 cm2. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 13 orang (43,3%)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

dengan ukuran infark 50 cm2 dan 11 orang (36,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2. Skor MRS >
3 dijumpai pada 6 orang (20%) dengan ukuran < 50 cm2 dan tidak dijumpai ukuran lesi yang 50
cm2 . Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut ukuran
infark. (Tabel 21)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7, didapat pada 14 orang
(46,7%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Skor
MRS > 3 terdapat pada 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 6 orang (20%)
dengan ukuran 50 cm2. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat pada 16 orang
(53,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan ukuran infark 50 cm2. Skor
MRS > 3 dijumpai pada 6 orang (20%) dengan ukuran 50 cm2 dan 5 orang (16,7%) dijumpai
ukuran lesi yang < 50 cm2 . Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna skor MRS hari ke-7 dan
14 menurut ukuran infark. (Tabel 22)

IV.1.4.2.4. Menurut jumlah infark


Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 18 orang
(60%) dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sementara
yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang
(6,7%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 19 orang
(63,3%) dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sementara
yang

yang mendapat nilai > 3 ada sebanyak 4 orang (13,3%) dengan jumlah infark satu dan 2

orang (6,7%) dengan jumlah infark > satu. Pada kelompok dengan diabetes, skor MRS hari ke-7
dan 14 menurut jumlah infark tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)
Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS < 4 pada hari ke-7 didapat pada 17 orang
(56,7%) dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark > satu. Sementara yang
mendapat nilai > 3 ada sebanyak 9 orang (30%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%)
dengan jumlah infark > satu. Sedangkan skor MRS < 4 pada hari ke-14 didapat 19 orang (63,3%)
dengan jumlah infark satu dan tidak dijumpai jumlah infark > satu.

Sementara yang

yang

mendapat nilai > 3 ada sebanyak 7 orang (23,3%) dengan jumlah infark satu dan 4 orang (13,3%)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

dengan jumlah infark > satu. Pada kelompok tanpa diabetes, skor MRS hari ke-7 dan 14 menurut
jumlah infark menunjukkan perbedaan yang bermakna. (Tabel 21)
IV.1.5. Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut kadar albumin serum
IV.1.5.1. Menurut hemisfer otak
Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%)
dengan lesi di hemisfer kiri dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Sedangkan pada
kadar albumin 3,4 mg/dL didapati masing-masing 5 orang (16,7%) pada lasi di hemisfer kanan
dan kiri. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 7
orang (23,3%) dengan lesi di hemisfer kiri dan 4 orang (13,3%) dengan lesi di hemisfer kanan.
Sedangkan pada kadar albumin 3,4 mg/dL didapati 11 orang (36,7%) dengan lasi di hemisfer kiri
dan 8 orang (26,7%) dengan lesi di hemisfer kanan. Pada kedua kelompok tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan lesi di hemisfer otak. (Tabel 23)

IV.1.5.2. Menurut lapisan otak


Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 14 orang (46,7%)
dengan lesi di subkorteks dan 6 orang (20%) dengan lesi di korteks. Sedangkan pada kadar
albumin 3,4 mg/dL didapati 9 orang (30%) lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) lesi di lapisan
korteks. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 10
orang (33,3%) dengan lesi di subkorteks dan 1 orang (3,3%) dengan lesi di korteks. Sedangkan
pada kadar albumin 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%) dengan lesi di subkorteks dan 7 orang
(23,3%) dengan lesi di korteks. Pada kedua kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna
antara kadar albumin dengan lesi di pada lapisan otak. (Tabel 23)
Tabel-23.

Distribusi gambaran CT scan kepala pada subjek stroke iskemik dengan dan tanpa
diabetes menurut kadar albumin serum
Kadar albumin serum
dengan diabetes (n=30)

< 3,4 g/dL


3,4 g/dL
n(%)

tanpa diabetes (n=30)

< 3,4 g/dL 3,4 g/dL


n(%)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa

HemisferDiabetes,
otak 2008.

0,602

0,757

kanan
kiri

8(26,7)
12(40)

5(16,7)
5(16,7)

Lapisan otak
korteks
subkorteks

6(20)
14(46,7)

1(3,3)
9(30)

Ukuran infark
< 50 cm2
50 cm2

10(33,3)
10(33,3)

7(23,3)
3(10)

4(13,3)
7(23,3)

8(26,7)
11(36,7)

0,222

0,098

1(3,3)
10(33,3)

7(23,3)
12(40)

0,297

Jumlah infark
satu
15(50)
> dari satu 5(16,7)

0,282
9(30)
2(6,7)

12(40)
7(23,3)

10(33,3)
1(3,3)

16(53,3)
3(10)

0,760
8(26,7)
2(6,7)

0,603

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.1.5.3. Menurut ukuran infark


Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati masing-masing 10
orang (33,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 50 cm2. Sedangkan pada kadar albumin
3,4 mg/dL didapati 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 3 orang (10%) dengan
ukuran infark 50 cm2 .Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4
mg/dL didapati 9 orang (30%) dengan ukuran infark < 50 cm2 dan 2 orang (6,7%) dengan ukuran
infark 50 cm2 . Sedangkan pada kadar albumin 3,4 mg/dL didapati 12 orang (40%) dengan
ukuran infark < 50 cm2 dan 7 orang (23,3%) dengan ukuran infark 50 cm2 . Pada kedua
kelompok tidak dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan ukuran infark
otak. (Tabel 23)

IV.1.5.4. Menurut jumlah infark


Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL didapati 15 orang (50%)
dengan jumlah infark satu dan 5 orang (16,7%) dengan jumlah infark > satu. Sedangkan pada
kadar albumin 3,4 mg/dL didapati 8 orang (26,7%) dengan jumlah infark satu dan 2 orang (6,7%)
dengan jumlah infark > satu. Sementara pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin <
3,4 mg/dL didapati 10 orang (33,3%) dengan jumlah infark satu dan 1 orang (3,3%) dengan jumlah
infark > satu. Sedangkan pada kadar albumin 3,4 mg/dL didapati 16 orang (53,3%) dengan
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

jumlah infark satu dan 3 orang (10%) dengan jumlah infark > satu. Pada kedua kelompok tidak
dijumpai perbedaan yang bermakna antara kadar albumin dengan jumlah infark otak. (Tabel 23)

IV.1.6. Distribusi Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke

Iskemik dengan

dan tanpa Diabetes menurut kadar albumin serum


IV.1.6.1. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut kadar albumin serum
Pada kelompok dengan diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-7
yang 90 didapat pada 8 orang (26,7%), skor 60 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0
55 di dapat pada 10 orang (33,3%). Sedangkan kadar albumin yang 3,4 g/dL, skor 90 didapat
pada 7 orang (23,3%), skor 60 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0 55 di dapat pada 1
orang (3,3%). (Tabel 24)
Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI
hari ke-7 yang 90 tidak didapati, skor 60 85 didapati pada 6 orang (20%) dan skor 0 55 di
dapat pada 5 orang (16,7%). Sedangkan kadar albumin yang 3,4 g/dL, skor 90 didapati pada 7
orang (23,3%), skor 60 85 di dapati pada 4 orang (13,3%) dan skor 0 55 di dapati pada 8
orang (26,7%). (Tabel 24)
Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-14 yang 90
didapati pada 11 orang (36,7%), skor 60 85 didapat pada 4 orang (13,4%) dan skor 0 55
didapat pada 5 orang (16,7%). Pada kadar albumin yang 3,4 g/dL, skor 90 didapat pada 8
orang (26,7%), skor 60 85 di dapat pada 1 orang (3,3%) dan skor 0 55 di dapat pada 1 orang
(3,3,%). (Tabel 24)
Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor BI hari ke-14
yang 90 didapati pada 4 orang, skor 60 85 di dapat pada 2 orang (6,7%) dan skor 0 55 di
dapat pada 5 orang (16,7%). Pada kadar albumin yang 3,4 g/dL, skor 90 didapat pada 10
orang (26,7%), skor 60 85 di dapat pada 3 orang (10%) dan skor 0 55 di dapat pada 6 orang
(20%). (Tabel 24) Pada kedua kelompok skor BI hari ke-7 dan 14 tidak ada perbedaan yang
bermakna menurut kadar albumin serum. (Tabel 24)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.1.6.2. Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan dan tanpa
Diabetes menurut kadar albumin serum
Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-7 yang < 4
didapat pada 15 orang (50%), skor > 3 di dapat pada 5 orang (16,7%). Sedangkan kadar albumin
yang 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 8 orang (26,7%), skor > 3 di dapat pada 2 orang (6,7%).
(Tabel 24)
Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-7
yang < 4 didapat pada 5 orang (16,7%), skor > 3 di dapat pada 6 orang (20%). Sedangkan kadar
albumin yang 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 12 orang (40%), skor > 3 di dapat pada 7 orang
(23,3%). (Tabel 24)
Pada kelompok diabetes dengan kadar albumin < 3,4 g/dL, skor MRS hari ke-14 yang <
4 didapat pada 16 orang (53,3%), skor > 3 di dapat pada 4 orang (13,3%). Sedangkan kadar
albumin yang 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 8 orang (26,7%), skor > 3 di dapat pada 2 orang
(6,7%).

(Tabel 24)
Pada kelompok tanpa diabetes dengan kadar albumin < 3,4 mg/dL, skor MRS hari ke-14

yang < 4 didapat pada 6 orang (20%), skor > 3 di dapat pada 5 orang (20%). Sedangkan kadar
albumin yang 3,4 g/dL, skor < 4 didapat pada 13 orang (43,3%), skor > 3 di dapat pada 6 orang
(23,3%). (Tabel 24)

Tabel-24.

Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada subjek stroke iskemik dengan dan
tanpa diabetes menurut kadar albumin serum
Kadar albumin serum
dengan diabetes (n=30)

< 3,4 g/dL 3,4 g/dL


n(%)
Skor BI hari ke-7
0 55
60 85
90

tanpa diabetes (n=30) p


< 3,4 g/dL 3,4 g/dL
n(%)

0,100
10(33,3)
2(6,7)
8(26,7)

1(3,3)
2(6,7)
7(23,3)

0,400
5(16,7)
6(20)
0(0)

8(26,7)
4(13,3)
7(23,3)

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa

Skor BI hari
ke-14
Diabetes,
2008.

0,405

0,675

0 - 55
60 - 85
90

5(16,7)
4(13,3)
11(36,7)

1(3,3)
1(3,3)
8(26,7)

Skor MRS hari ke-7


>3
5(16,7)
<4
15(50)

2(6,7)
8(26,7)

Skor MRS hari ke-14


>3
4(13,3)
<4
16(53,3)

2(6,7)
8(26,7)

5(16,7)
2(6,7)
4(13,3)

6(20)
3(10)
10(33,3)

6(20)
5(16,7)

7(23,3)
12(40)

5(16,7)
6(20)

6(20)
13(43,3)

0,760

0,346

1,00

0,447

Keterangan: uji chi-square. * p < 0,05

IV.2. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan suatu penelitian prospektif dengan tujuan untuk melihat
pengaruh kadar albumin darah penderita stroke iskemik yang menderita penyakit diabetes dan
yang tidak menderita diabetes terhadap outcome fungsionalnya. Apakah ada pengaruh kadar
albumin terhadap gambaran CT scan kepala termasuk hemisfer yang terkena, lapisan otak yang
terkena, ukuran infark dan jumlah infark yang terjadi. Untuk menilai outcome fungsional penderita,
dilakukan penilaian dengan menggunakan BI dan MRS masing-masing sebanyak dua kali yaitu
pada heri ke-7 dan hari ke-14 setelah masuk rumah sakit. Skor BI dibagi dalam 3 kategori yaitu 0
55 yang diprediksi mempunyai outcome jelek; skor 60 85 yang diprediksi mempunyai outcome
sedang dan 90 yang diprediksi mempunyai outcome yang baik. Skor MRS dikategorikan dalam
dua kelompok yaitu skor kurang dari 4 mempunyai outcome yang baik dan skor > 3 mempunyai
outcome yang jelek.

IV.2.1. Karakteristik Demografi subjek penelitian


Laporan dari American Heart Association Statistics Committee and Stroke Statistics
Subcommittee menyebutkan bahwa setiap tahun kira-kira 700.000 orang mengalami serangan
stroke baru atau berulang (500.000 serangan pertama dan 200.000 serangan ulang). Rasio
insidens stroke pada pria lebih besar dari pada wanita pada umur yang lebih muda tetapi tidak
pada umur yang lebih tua. Insidens pria / wanita adalah 1,25 pada umur antara 55 64 tahun,
1,50 pada umur antara 65 74 tahun, 1,07 pasa umur antara 75 84 tahundan 0,76 pada umur
85 tahun (Rosamond dkk, 2007).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Penelitian oleh Machfoed di beberapa Rumah Sakit di Surabaya diperoleh bahwa dari
1397 pasien yang didiagnosa dengan stroke, 808 adalah pria dan 589 adalah wanita. Sebanyak
1001 (71,73%) pasien adalah stroke iskemik dengan 598 (74,0%) pria dan 403 (68,4%) wanita
dan 396 (28,27%) adalah stroke hemoragik. Umur rata-rata pasien stroke adalah 76,32 tahun dan
umur rata-rata pasien stroke iskemik adalah 77,43 tahun dan 75,21 tahun untuk stroke hemoragik.
Frekuensi faktor resiko untuk stroke iskemik adalah riwayat stroke 18,2%, hipertensi 73,1%,
diabetes mellitus 19,7%, penyakit jantung 14,2%, dislipidemia 13,3%, merokok 31,4%, pemakaian
alkohol 2,7%. (Machfoed, 2003).
Dari 60 penderita stroke iskemik yang diperoleh dari penelitian ini, umur rata-rata adalah
60,0 tahun dimana umur rata-rata kelompok diabetes (n=30) adalah 61,4 tahun dan 58,7 tahun
untuk kelompok tanpa diabetes (n=30) dimana jenis kelamin pria adalah sebanyak 38 orang
(63,3%).

Jenis kelamin pria pada kelompok diabetes sebanyak 15 orang (50%) dan pada

kelompok tanpa diabetes adalah 23 orang (76,7%). Riwayat hipertensi merupakan faktor resiko
yang paling banyak ditemukan (rata-rata lamanya menderita hipertensi 6,2 tahun) pada penderita
stroke iskemik (n=60) yaitu sebanyak 43 orang (71,7%) dimana pada kelompok diabetes (n=30),
hipertensi dijumpai pada 21 orang (70%) dan pada kelompok tanpa diabetes (n=30) sebanyak 22
orang (73,3%). Dari 60 orang penderita, 30 orang (50%) menderita diabetes dan riwayat penyakit
diabetes ditemukan pada 12 orang (20%). Pada kelompok diabetes ada 9 orang (30%) yang
merokok dan pada kelompok tanpa diabetes ada 19 orang (63,3%) yang merokok. Pemakaian
alkohol tidak dijumpai pada kedua kelompok.
Kissela dkk yang melakukan penelitian menggunakan population-based (856 diabetes
dan 1863 tanpa diabetes) untuk menggambarkan epidemiologi stroke iskemik pada pasien-pasien
diabetes mendapatkan bahwa pasien-pasien stroke iskemik dengan diabetes adalah lebih muda
(70 11 : 72 15) , lebih sering menderita hipertensi [676 (79%) : 1061 (57%)], infark miokard
[193 (22%) : 272 (15%)] dan kolesterol [135 (16%) : 177 (10%)] yang lebih tinggi dibanding pasien
stroke yang tanpa diabetes (Kissela dkk, 2005). Survei ASNA di 28 Rumah Sakit seluruh
Indonesia mendapatkan bahwa pria merupakan penderita stroke yang lebih banyak dari wanita
dan profil usia yang terbanyak adalah antara 45 64 tahun yaitu berjumlah 54,2% (Misbach,
2007).
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

IV.2.3.

Karakteristik Dasar Subjek Stroke Iskemik dengan Diabetes Dibanding tanpa


Diabetes
Pada penelitian ini telah dilakukan penilaian terhadap keadaan subjek saat masuk

rumah sakit yang meliputi lamanya penderita dibawa ke rumah sakit setelah serangan stroke,
kesadaran penderita saat masuk yang dinilai secara kwalitatif dan kwantitatif, dan beratnya stroke
dinilai dengan NIHSS. Hal ini bertujuan untuk mengetahuai apakah keadaan penderita stroke
iskemik yang menderita diabetes dan tidak diabetes saat masuk rumah sakit sama atau tidak.
Dengan uji statistik yang digunakan diperoleh bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara
kelompok diabetes dan tanpa diabetes.
Disamping itu dinilai juga apakah ada perbedaan riwayat penyakit sebelumnya seperti
hipertensi, adanya riwayat menderita stroke dalam keluarga, riwayat merokok dan pemakaian
alkohol. Pemeriksaan penunjang seperti EKG, CT scan, kolesterol, fungsi ginjal dan fungsi hati
juga dilakukan pada kedua kelompok. Dengan uji statistik tidak ada perbedaan yang bermakna
diantara kedua kelompok.
Demikian juga dengan kadar albumin serum pada kedua kelompok tidak dijumpai
adanya perbedaan yang bermakna. Kadar albumin serum pada penelitian ini dibagi dalam dua
kelompok yaitu dengan nilai < 3,4 g/dL ( tidak normal) dan 3,4 g/dL (normal).

IV.2.4. Hubungan Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan
dan tanpa Diabetes dengan status demografi
Distribusi skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes
dapat dilihat pada grafik 3 dan 4. Pada penelitian ini dilakukan uji chi-square untuk melihat
hubungan antara variabel demografi seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan
dan jenis pekerjaan dengan outcome fingsional pada hari ke-7 dan 14 setelah stroke baik pada
penderita stroke iskemik dengan diabetes maupun tanpa diabetes yang dinilai dengan
menggunakan BI dan MRS.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Grafik-3. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes
Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok Diabetes dan
Non Diabetes
120

Skor BI

100
80
60
40
20
0
1

11

13

15

17

19

21

23

25

27

29

Besar sampel
hari ke-7 Diabetes

hari ke-14 Diabetes

hari ke-7 Non Diabetes

hari ke-14 Non Diabetes

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku pada penderita stroke iskemik tanpa
diabetes mempunyai hubungan yang bermakna dengan skor BI hari ke-14 (p < 0,05) dimana 14
orang (46,6%) mendapat skor 90 (outcome baik) dan tingkat pendidikan yang mempunyai
hubungan yang bermakna dengan outcome fungsional penderita stroke iskemik tanpa diabetes
yang dinilai dengan MRS baik pada hari ke-7 maupun hari ke-14 (p < 0,05). Pada hari ke-7 dan 14
berturut-turut sebanyak 43,3% dan 46,7% dengan tingkat pendidikan SMA mendapat skor < 4
(outcome baik). (Tabel 18) Weimar dkk yang mengidentifikasi 4264 pasien dengan stroke iskemik
dari 30 Rumah Sakit di Jerman mendapatkan bahwa penderita stroke iskemik dengan diabetes
lebih sering mendapat skor MRS > 1 [OR 1,67 (1,29 2,15)] (Weimar dkk, 2002).

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Grafik-4. Distribusi skor BI hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes dan tanpa diabetes

Skor MRS

Distribusi skor MRS hari ke-7 dan 14 pada kelompok Diabetes


dan Non Diabetes
7
6
5
4
3
2
1
0
1

11

13

15

17

19

21

23

25

27

29

Besar Sampel
hari ke-7 Diabetes

hari ke-14 Diabetes

hari ke-7 Non Diabetes

hari ke-14 Non Diabetes

IV.2.5. Hubungan Skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan
dan tanpa Diabetes dan hasil CT scan kepala
Untuk melihat hubungan antara gambaran hasil CT scan kepala seperti hemisfer yang
terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark dengan outcome fungsional
hari ke-7 dan 14 penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chisquare. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara lokasi
infark di hemisfer otak dengan skor BI hari ke-7 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes
dimana 30% lesi di hemisfer kanan dan 20% di hemisfer kiri mendapat skor BI 90 (p = 0,014).
Sementara itu penilaian dengan menggunakan MRS didapat hubungan yang bermakna antara
ukuran infark dengan skor MRS hari ke-7 dan 14 pada penderita stroke iskemik dengan diabetes
dimana skor MRS < 4 (outcome baik) pada hari ke-7 dan 14 dijumpai masing-masing pada 43,3%
dengan ukuran infark < 50 cm2 sementara ukuran infark 50 cm2 terdapat berturut-turut pada
33,3% dan 36,7%. Pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes terdapat hubungan yang
bermakna antara jumlah infark dan ukuran infark dengan skor MRS hari ke-7 dan 14 dimana skor
MRS < 4 (outcome baik) didapati pada jumlah infark satu berturut-turut pada 56,7% (p=0,014) dan
63,3% (p=0,005) sedangkan ukuran infark yang < 50 cm2 didapati nilai MRS hari ke-14 pada
Roberthus Bangun:
Hubungan Kadar Albumn
Dan Outcome stroke
Fungsional akut
Penderita
Stroke Iskemik
Dengan Dan Tanpa
53,3% (p=0,026).
Hiperglikemia
yangSerum
meneyertai
pada
pasien-pasien
yang non
Diabetes, 2008.

diabetes disebabkan oleh peningkatan serum kortisol, katekolamin, hormon pertumbuhan, dan
glukagon yang merupakan respon dari stres yang berat. Pelepasan hormon-hormon ini secara
langsung berhubungan dengan ukuran infark, dan karena mereka menstimulasi neoglikogenesis
maka dapat terjadi hiperglikemia khususnya pada pasien-pasien yang sebelumnya dijumpai
intoleransi glukosa (Blecic dan Devuyst 2001; Adam dkk, 2007).

IV.2.6.

Hubungan antara gambaran CT scan kepala pada subjek Stroke Iskemik dengan
dan tanpa Diabetes dengan kadar albumin serum
Untuk mengetahui hubungan antara gambaran CT scan kepala dengan kadar albumin

serum penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi-square. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar albumin dengan hemisfer otak
yang terkena, lapisan otak yang terkena, ukuran infark dan jumlah infark pada penderita stroke
iskemik dengan dan tanpa diabetes (p>0,05).

IV.2.7. Hubungan skor BI dan MRS hari ke-7 dan 14 pada Subjek Stroke Iskemik dengan
dan tanpa diabetes dan kadar albumin serum
Untuk mengetahui hubungan antara kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes maka dilakukan uji chi-square. Dari hasil
penelitian ini didapat bahwa tidak ada hubungan kadar albumin serum dengan outcome fungsional
penderita stroke iskemik baik dengan diabetes maupun tanpa diabetes (p>0,05).

Grafik-5. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7 pada kelompok diabetes dan Non
Diabetes
Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-7

Sko r B arth el In d ex

120
100
80

Diabetes

60

Non Diabetes

40
20
0
0

Kadar albumin serum

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Grafik-6. Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14 pada kelompok diabetes dan Non
Diabetes
Hubungan kadar albumin serum dan skor BI hari ke-14

Skor Barthel Index

120
100
80
Diabetes

60

Non Diabetes

40
20
0
0

Kadar album in serum

Grafik-7. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-7 pada kelompok diabetes dan
Non Diabetes
Hubungan kadar albumin dan skor MRS hari ke-7
7

Sko r M R S

6
5
4

Diabetes

Non Diabetes

2
1
0
0

Kadar albumin

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Grafik-8. Hubungan kadar albumin serum dan skor MRS hari ke-14 pada kelompok diabetes dan
Non Diabetes

Sko r M R S

Hubungan kadar albumin dan skor MRS hari ke-14


7
6
5
4
3
2
1
0

Diabetes
Non Diabetes

Kadar albumin

Konsentrasi albumin serum telah lama diketahui sebagai indikator kasar keadaan
kesehatan umum individu. Sejumlah penelitian telah menggunakan serum albumin sebagai
penanda status nutrisi yang mana ini dapat merupakan ukuran yang berguna apabila yang dinilai
adalah perubahan status nutrisi dalam kondisi akut kurang dari 1 bulan. Setelah waktu ini, sulit
membedakannya dengan proses penyakit yang mendasarinya. Kondisi nutrisi yang jelek
merupakan prediktor yang independent jeleknya outcome stroke (Davis dkk, 2002). Konsentrasi
albumin serum sedang sampai sangat rendah berhubungan dengan morbiditas dan penyebab
semua mortalitas pada orang dewasa. Pada penelitian Castaneda dkk, konsentrasi albumin serum
yang rendah berhubungan dengan diabetes dan disabilitas pada activities of daily living
(Castaneda dkk, 2000).
Kebanyakan penelitian pada manusia memperlihatkan bahwa pada stroke akut,
keadaan hiperglikemia pada waktu masuk rumah sakit pada pasien-pasien dengan atau tanpa
diabetes berhubungan dengan outcome klinis yang buruk daripada pada pasien-pasien tanpa
hiperglikemia. (Bruno dkk, 1999; Capes dkk, 2001; Vancheri dkk, 2005; Gentile dkk, 2006; Garg
dkk, 2006). Hasil penelitian pada binatang percobaan juga mendukung penemuan ini dimana
hiperglikemia akan menyebabkan proses kerusakan yang berlebihan seperti intracelluler acidosis,
akumulasi glutamat ekstraseluler, pembentukan edema otak, kerusakan blood brain barrier dan
adanya tendensi perubahan ke proses hemoragik. (Kagansky dkk, 2001). Diabetes mellitus
menyebabkan penurunan sintesa albumin karena insulin dibutuhkan untuk sintesa albumin yang
cukup.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Konsentrasi albumin normal adalah berkisar antara 3,4 4,7 g/dL. Walaupun rentang
nilai rujukan bervariasi, secara umum albumin serum kurang dari 2,5 gr/dL disebut abnormal, dan
konsentrasi kurang dari 1,5 gr/dL dapat menyebabkan tanda klinis yang bermakna, seperti
pembentukan asites dan edema (Rose, 2002; Gum dkk, 2004; Murray, 2006).
Pada penelitian ini kadar albumin diukur hanya satu kali dan rata-rata yang didapat pada
kelompok diabetes adalah 3,156 0,422 g/dL dan pada kelompok tanpa diabetes adalah 3,402
0,609 g/dL. Nilai albumin serum rata-rata pada kedua kelompok ini tidak berbeda bermakna (p=
0,162).
Pada penelitian ini skor BI rata-rata hari ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes berturutturut adalah 73 (outcome sedang) dan 81,5 (outcome sedang). Sedangkan pada kelompok tanpa
diabetes berturut turut adalah 60,5 (outcome sedang) dan 69,8. Skor MRS < 4 (outcome baik) hari
ke-7 dan 14 pada kelompok diabetes didapati berturut-turut pada 23 orang (76,7%) dan 24 orang
(33,3%). Sedangkan pada kelompok tanpa diabetes didapati berturut-turut pada 17 orang (56,7%)
dan 19 orang (63,3%).
Secara keseluruhan outcome penderita stroke iskemik yang dinilai dengan BI pada
penelitian ini adalah sedang ( skor BI antara 60 85) dan outcome baik (skor MRS < 4) bila dinilai
dengan MRS dan albumin tidak mempengaruhi outcome.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
1.

Kadar albumin serum rata-rata lebih tinggi pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes
dibanding stroke iskemik dengan diabetes berturut-turut adalah 3,402 g/dL dan 3,156
g/dL.

2.

Kadar gula darah puasa rata-rata penderita stroke iskemik dengan diabetes adalah 199,2
mg/dL dan 93,37 mg/dL pada penderita stroke iskemik tanpa diabetes.

3.

Pada kelompok subjek tanpa diabetes terdapat hubungan yang bermakna antara suku
dan skor BI dimana suku jawa paling banyak mendapat skor BI 90 (p=0,023).

4.

Pada kelompok subjek dengan dan tanpa diabetes terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dan dan skor MRS hari ke-7 (p=0,040) dan 14 (p=0,015)
dimana tingkat pendidikan SMA paling banyak mendapat skor MRS < 4.

5.

Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan BI, lesi pada
hemisfer kanan memberikan outcome lebih baik dari pada kiri (p=0,014).

6.

Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan MRS pada
hari ke-7 lesi pada hemisfer kanan memberikan outcome yang lebih baik dari pada kiri
(p=0,077).

7.

Pada kelompok subjek stroke iskemik dengan diabetes yang dinilai dengan MRS pada
hari ke-7 (p=0,008) dan 14 (p=0,017), ukuran infark yang 50 cm2 memberukan outcome
yang lebih baik.

8.

Pada kelompok subjek stroke iskemik tanpa diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari
ke-14, ukuran infark yang 50 cm2 memberukan outcome yang lebih baik (p=0,026).

9.

Pada kelompok subjek stroke iskemik tanpa diabetes yang dinilai dengan MRS pada hari
ke-7 (p=0,014) dan 14 (p=0,005), jumlah infark satu akan memberikan outcome yang
lebih baik.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

10.

Pada penderita stroke iskemik dengan dan tanpa diabetes tidak ada hubungan yang
bermakna antara kadar albumin dengan hemisfer otak yang terkena, lapisan otak yang
terkena, ukuran infark dan jumlah infark.

11.

Secara keseluruhan outcome penderita stroke iskemik yang dinilai dengan BI adalah
sedang ( skor BI antara 60 85) dan outcome baik (skor MRS < 4) bila dinilai dengan
MRS.

12.

Tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar albumin serum dengan outcome
fungsional penderita stroke iskemik baik dengan diabetes maupun tanpa diabetes.

V.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan skala yang lebih besar dengan jumlah
subjek yang lebih banyak sehingga diperoleh hasil yang lebih representatif.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

DAFTAR PUSTAKA

Adams, H.P., del Zoppo, G., Alberts, M.J., Bhatt, D.L., Brass, L., Furlan, A., et al. 2007. Guidelines
for the Early Management of Adults With Ischemic Stroke. A Guideline From the American
Heart Association/American Stroke Association Stroke Council, Clinical Cardiology Council,
Cardiovascular Radiology and Intervention Council, and the Atherosclerotic Peripheral
Vascular Disease and Quality of Care Outcomes in Research Interdisciplinary Working
Groups. Stroke. 38:1655 1711.
Ahmed, S.H., Hu, C., Paczynski, R., Hsu, C.Y. 2001. Pathophysiology of Ischemic Injury. In:
Fisher, M., (ed). Stroke Theraphy. pp.25 57. Butterworth-Heinemann. Boston.
Air, E.L., and Kissela, B.M. 2007. Diabetes, the Metabolic Syndrome and Ischemic Stroke:
Epidemiology and Possible Mechanisms. Diabetes Care. 36:1735 1742.
Almdal, T., Scharling, H., Jensen, J.S., Vestergaard, H. 2004. The Independent Effect of Type 2
Diabetes Mellitus on Ischemic Heart Disease, Stroke, and Death. A Population-Based Study
of 13000 Man and Woman With 20 Years of Follow-up. Arch Intern Med. 164: 1422 1426.
Banks, J.L., Marotta, C.A. 2007. Outcomes Validity and Reliability of Modified Rankin Scale:
Implications for Stroke Clinical Trials. A Literature Riview and Synthesis. Stroke. 38:1091
1096.
Beckman, J.A., Creager, M.A., Libby, P. 2002. Diabetes and Atherosclerosis. Epidemiology,
Pathophysiology, and Management. JAMA. 287:2570 2581.

Belayev, L., Liu, Y., Zhao, W., Busto, R., Ginsberg, M.D. 2001. Human Albumin Therapy of Acute
Ischemic Stroke. Marked Neuroprotective Efficacy at Moderate Doses and With a Broad
Therapeutic Window. Stroke. 32:553 560.
Belayev, L., Pinard, E., Nallet, H., Seylaz, J., Liu, Y., Riyamongkol, P., et al. 2002. Albumin
Therapy of Transient Focal Cerebral Ischemia. In Vivo Analysis of Dynamic Microvascular
Responses. Stroke. 33:1077 1084.
Belayev, L., Marcheselli, V.L., Khoutorova, L., Rodriguez de Turco, E.B., Busto, R., Ginsberg,
M.D., et al. 2005. Decosahexaenoic Acid Complexed to Albumin Elicits High-Grade Ischemic
Neuroprotection. Stroke. 36:118 123.
Bhalla, A., Wolfe, C.D.A., Ruud, A.G. 2001. Management of acute physiological parameters after
stroke. Q J Med. 94:167 172.
Blecic, S.A and Devuyst, G. 2001. General Management of Acute Stroke. In: Fisher, M., (ed).
Stroke Theraphy. pp.211 224. Butterworth-Heinemann. Boston.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Bravata, D.M., Kim, N., Concato, J., Brass, L.M. 2003. Hyperglycaemia in patients with acute
ischemic stroke: how often do we screen for undiagnosed diabetes?. Q J Med. 96:491 497.
Broderick, J.P., Broot, T.G., Duldner, J.E. 1993. Volume of Intracranial Haemorrhage of Powerful
and Easy to Use. Predictor of 30 Days Mortality. Stroke. 24::987 993.
Broderick, J., Connolly, S., Feldmann, E., Hanley, D., Kase, C., Krieger, D., et al. 2007. Guideline
for the Management of Spontaneous Intracerebral Hemorrhage in Adult 2007 Update. A
Guideline From the American Heart Association /American Stroke Association Stroke
Council, High Blood Preassure Council and the Quality of Care and Outcomes in Reseach
InterdisciplinaryWorking Group. Stroke. 38:2001 2023.
Bruno, A., Biller, J., Adam, H.P Jr., Clarke, W.R., Woolson, R.F., Williams, L.S., Hansen, M.D.
1999. Acute blood glucose level and outcome from ischemic stroke. Trial of org 10172 in
acute stroke treatment (TOAST) investibators. Neurology. 52:280 284.
Calles-Escandon, J dan Cipolla, M. 2001. Diabetes and Endothelial Dysfuction: A Clinical
Perspective. Endocrine Reviews. 22(1):36 52.
Capes, S.E., Hunt, D., Malmberg, K., Pathak, P., Gerstein, H.C. 2001. Stress Hyperglycemia and
Prognosis of Stroke in Nondiabetic and Diabetic Patients. A Systematic Overview. Stroke.
32:2426 2432.
Caplan, L.R. 2000. Caplans Stroke: A clinical Approach. 3rd ed. Butterworth-Heinemmann. Boston.
Castaneda, C., Bermudez, O.I., Tucker, K.L. 2000. Protein nutritional status ang function are
associated with type 2 diabetes in Hispanic elders. The American Journal of Clinical Nutrition.
72:89 95.
Davis, J.P., Wong, A.A., Schluter, P.J., Henderson, R.D., OSullivan, J.D., Read, S.J. 2004. Impact
of Premorbid Undernutrition on Outcome in Stroke patients. Stroke. 35:1930 1934.
Davis, S.M. 2001. Endpoint and Statistical Concerns for Acute Stroke Therapy Trials. In: Fisher,
M., (ed). Stroke Theraphy. pp.123 134. Butterworth-Heinemann. Boston.
Davalos, A., Ricart, W., Gonzales-Huix, F., Soler, S., Marrugat, J., Molins, A., Suner, R., Ganis,
NND. 1996. Effect of Malnutrition After Acute Stroke on Clinical Outcome. Stroke. 27:1028
1032.
De Freitas, G.R., Bezerra, D.C., Maulaz, A.B., Bogousslavsky, J. 2005. Stroke: background,
epidemiology, etiology and avoiding recurrence. In: Barnes, M., Dobkin, B., Bogousslavsky,
J., (eds). Recovery after Stroke. pp.1 46. Cambridge University Press. Cambridge.
DeFronzo, R.A. 2005. Diabetic Nephropathy. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A.
(eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkins. 6th
ed. pp.325 346. McGraw-Hill. New York.
Departemen Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan, 2006. Data penderita rawat inap tahun 2006.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Djousse, L., Rothman, K.J., Cupples, L.A., Arnett, D.K., Ellison, R.C. 2003. Relation Between
Serum Albumin and Caroted Atherosclerosis. The NHLBI Family Heart Study. Stroke. 34:53
57.
Dziedzic, T., Slowik, A., and Szczudlik, A. 2004. Serum Albumin Level as a Predictor of Ischemic
Stroke Outcome. Stroke.35:156 158.
Eguchi, K., Kario, K., Shimada, K. 2003. Greater Impact of Coexistence of Hypertension and
Diabetes on Silent Cerebral Infarcts. Stroke. 34:2471 2474.
Eppens, M.C., Craig, M.E., Cusumano, J., Hing, S., Chan, A.K.F., Howard, N.J., Silink, M.,
Donaghue, K.C. 2006. Prevalence of Diabetes Complication in Adolesents With Type 2
Compared With Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 29:1300 1306.
Fitzsimmons, B.M. 2007. Cerebrovascular Disease: Ischemic Stroke. In: Brust, J.C.M., (ed).
Current Diagnosis and Treatment in Neurology. pp.100 125. Mc Graw Hill. New York.
FOOD Trial Collaboration. 2003. Poor Nutritional Status on Admission Predicts Poor Outcome
After Stroke. Observational Data From the FOOD Trial. Stroke. 34:1450 1456.
Garg, R., Chaudhuri, A., Munschauer, F., Dandona, P. 2006. Hyperglicemia, Insulin, and Acute
Ischemic Stroke. A Mechanistic Justification for a Trial of Insulin Infusion Theraphy. Stroke.
37:267 273.
Gilroy, J. Basic Neurology. 2000. 3rd ed. McGraw-Hill. New York.
Gentile, N.T., Seftchick, M.W., Huynh, T., Kruus, L.K., Gaughan, J. 2006. Decreased Mortality by
Mormalizing Blood Glucose after Acute Ischemic Stroke. Academic Emergency Medicine.
13:174 180.
Ginsberg, M.D. 2003. Adventures in the Pathophysiology of Brain Ischemia: Penumbra, Gene
Expression, Neuroprotection. The 2002 Thomas Willis Lecture. Stroke. 34:214 223.
Ginsberg, M.D., Hill, M.D., Palesch, Y.Y., Ryckborst, K., Tamariz, D. 2006. The ALIAS Pilot Trial. A
dose-Escalation and Safety of Albumin Therapy for Acute Ischemic Stroke I: Physiological
Responses and Safety Results. Stroke. 37:2100 2106.
Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell, C.D., et al. Primary
Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline From the American Heart Association/American
Stroke Association Stroke Council: Cosponsored by the Atherosclerotic Peripheral Vascular
Disease Interdisciplinary Working Group; Cardiovascular Nursing Council; Clinical Cardiology
Council; Nutrition, Physical Activity, and Metabolism Council; and the Quality of Care and
Outcomes Research Interdisciplinary Working Group. Stroke. 37:1583 1633.
Gray, C.S., Scott, J.F., French, J.M., Alberti, K.G.M.M., OConnel, J.E. 2004. Prevalence and
prediction of unrecognised diabetes mellitus and impaired glucose tolerance following acute
stroke. Age and Aging. 33:71 77.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Gum, E.T., Swanson, R.A., Alano, C., Liu, J., Hong, S., Weinstein, P.R., et al. 2004. Human
Serum Albumin and its N Terminal Tetrapeptide (DAHK) Block Oxidant Induced Neuronal
Death. Stroke. 35: 590 595.

Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky, J., Brainin, M., Gugging, M., Chamorro, A., Lees, K., Leys,
D., Kwiecinski, H., Toni, D. 2003. European Stroke Initiative : Ischemic Stroke Prophylaxis
and Treatment. EUSI. Heidelberg.
Hankey, G.J., Lees, K.R. 2001. Stroke Management in Practice. Mosby International Limited.
London.
Harmsen, P., Lappas, G., Rosengren, A., Wilhelmsen, L. 2006. Long Term Risk Factors for Stroke.
Twenty Eight Years of Follow-Up of 7457 Middle-Aged Med in Goteborg, Sweden. Stroke.
37:1663 1667.
Hu, G., Sarti, C., Jousilahti, P., Peltonen, M., Quiao, Q., Antikainen, R., et al. 2005. The Impact of
History of Hypertension and Type 2 Diabetes at Baseline on the Incidenceof Stroke and
Stroke Mortality. Stroke. 36:2538 2543.
Inzucchi, S.E. 2005. Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus. In: Inzucchi, S., Porte, D.,
Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to
Ellenberg & Rifkins. 6th ed. pp. 1 14. McGraw-Hill. New York.
Janghorbani, M., Hu, F.B., Willet W.C. Li, T.Y., Manson, J.E., Logroscino, G., Rexrode, K.M. 2007.
Prospective Study of Type 1 and Type 2 Diabetes and Risk of Stroke Subtypes. Diabetes
Care. 30: 1730 1735.
Jannis, J. 2007. Pengantar Computerized Tomography CT scan. In: Rasyid, A., Soertidewi, L.
(eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 109 115. Balai Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta.
Jhonson, M.H. and Kubal, W.S. 1999. Stroke. In: Lee, S.h., Rao, K.C.V.G. AND Zimmermann,
R.A. (eds) Cranial MRI and CT. 4th ed. pp. 557 598. McGraw-Hill. New York.
Kagansky, N., Levy, S,. Knobler, H. 2001. The Role of Hyperglycemia in Acute Stroke. Arch
Neurol. 58:1209 1212.
Khan, S.E dan Porte, D. 2005. The Pathophysiology and Genetics of Type 2 Diabetes Mellitus. In:
Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The Diabetes Mellitus Manual: A
Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkins. 6th ed. pp.51 75. McGraw-Hill. New York.
Kelly-Hayes, M., Robertson, J.T., Broderick, J.P., Duncan, P.W., Hershey, L.A., Roth, E.J., et al.
1998. The American Heart Association Stroke Outcome Classification. Stroke. 29:1274
1280.
Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. 1999. Guideline Stroke 2000. Seri
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
pertama.
Diabetes, Jakarta.
2008.

Kelompok Studi Serebrovaskuler & Neurogeriatri Perdossi. 2000. Guideline Stroke 2004. Seri
ketiga. Jakarta.
Kirshner, H.S., Biller, J., Callaban, AS. 2005. Long-Term Therapy to Prevent Stroke. J Am Board
Fam Pract. 18: 528 540.
Kissela, B.M., Khoury, J.K., Kleindorfer, Woo, D., Schneider, Alwell, K., et al. 2005. Epidemiology
of Ischemic Stroke in Patients With Diabetes. The GreaterCincinnati/Northern Kentucky
Stroke Study.
Koren-Morag, N., Goldbourt, U., Tanne, D. 2005. Relation Between the Metabolic Syndrome and
Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack. A Prospective Cohort Study in Patients With
Atherosclerotic Cardiovascular Disease. Stroke. 36:1366 1371.
Lina, Y dan Wijaya, A. 2005. Mekanisme Molekuler Diabetes Tipe 2. Forum Diagnosticum. 2:1
15.
Luscher, T.F., Creager, M.A. 2003. Diabetes and Vascular Disease. Pathophysiology, Clinical
Consequences, and Medical Therapy: Part II. Circulation. 108: 1655 1661.
Machfoed, M.H. 2003. The Latest Clinical Epidemiological Data of Ischemic and Hemorrhagic
Stroke Patients in Surabaya and the Surroundings. A Hospital Based Study. Folia Medica
Indonesiana.39:242 250.
Manji, H., Connolly, S., Dorward, N., Kitcqhen, N., Mehta, A., Wills, A. 2007. Oxford Handbook of
Neurology. Oxford University Press. New York.
Mardiyono, B., Moeslichan, Mz. S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H. 2002. Perkiraan
Besar Sampel. Dalam : Satroasmoro, S., Ismael, S. editor. Dasar-dasar Metodelogi
Penelitian Klinis. Edisi I. Hal. 259 287. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Jakarta.
Marino, P.L. 2007. The ICU Book. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Marshall, S.M., Flyvjerg, A. 2006. Prevention and Early detection of Vascular Complication of
Diabetes.BMJ. 333:475 480.
Matz, K., Keresztes, K., Tatschl, C., Nowotny, M., Dachenhausen, A., Brainin, M., Toumilehto, J.
2006. Disorder of Glucose Metabolism in Acute Stroke Patients: An underrecognized
problem. Diabetes Care. 29:792 797.
Megherbi, S., Milan, C., Minier, D., Couvreur, G., Osseby, G., Tilling, K., at al. 2003. Association
Between Diabetes and Stroke Subtype on Survival and Functional Outcome 3 Months After
Stroke: Data From the European BIOMED stroke Project. Stroke. 34:688 694.
Misbach, J. 1999. Stroke Aaspek Diagnostik, Patofisiologi, Menejemen. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia. Jakarta.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Misbach, J. 2007. Pandangan umum mengenai stroke. Dalam: Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds).
Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 1 9. Balai Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.

Mulnier, H.E., Seaman, H.E., Raleigh, V.S., Soedamah-Muthu, S.S., Colhoun, H.M., Lawrenson,
R.A., et al. 2006. Risk of Stroke in People With Type 2 Diabetes in the UK: A study using the
General Practice Research Database. Diabetologia. 49:2859 2865.
Murray, R.K. 2006. Plasma Proteins & Immunoglobulins. In: Murray, R.K. Granner, D.K., Rodwell,
V.W. (eds). Harpers Illustrated Biochemistry. 27th ed. pp.588 606. McGraw-Hill. New York.
Naik, R.G., Lernmark, A., Palmer, J.P. 2005. The Pathophysiology and Genetic of Type 1 (InsulinDependent) Diabetes. In: Inzucchi, S., Porte, D., Sherwin, R.S., Baron, A. (eds). The
Diabetes Mellitus Manual: A Primary Care Companion to Ellenberg & Rifkins. 6th ed. pp.29
50. McGraw-Hill. New York.
Nicholson, J.P., Wolmarans, M.R., Park, G.R. 2000. The role of albumin in critical illness. Br J
Anaesth. 85:599 610.
Paithankar, M.M., and Dabhi, R.D. 2003. Functional Recovery in Ischemic Stroke. Neurol India.
51:414 416.
Palesch, Y.Y., Hill, M.D., Ryckborst, K.J., Tamariz, D., Ginsberg, M.D. 2006. The ALIAS Pilot Trial.
A dose-Escalation and Safety of Albumin Therapy for Acute Ischemic Stroke II: Neurologic
Outcome and Efficacy Analysis. Stroke. 37:2107 2114.
Parelta, R., Rubery, B.A., Guzofski, S. 2006.
http://www.emedicine.com/med/topic1116.htm.

Hypoalbuminemia.

Avialable

from:

Rodbard, H.W., Braitwaite, S.S., Blonde, L., Brett, E.M., Cobin, R.H., Handelsman, Y., et al. 2007.
American Association of Clinical Endocrinologists Medical Guideline for Clinical Practice for
the Management of Diabetes Mellitus. Endocrine Practice. 13(Suppl 1):1 68.
Ropper, A.H., Brown, R.H. 2005. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. Mc GrawHill. New York.
Rosamond, W., Flegal, K., Friday, G., Furie, K., Go, Alan., Greenlund, K. 2007. Heart Disease and
Stroke Statistics 2007 Update: A Report From the American Heart Assotiation Statistic
Committee and Stroke Statistics Subcommitte. Circulation. 115: 69 171.
Rose,
C.
2002.
Evaluation
of
Hypoalbuminemia.
Avialable
http://www.hcvma.org/articles/Evaluation%20of%20Hypoalbuminemia.PDF.

from:

Ryden, L., Standl, E., Bartnik, M., Van den Barghe, G., Beteridge, J., de Boer, M., et al. 2007.
Guideline on Diabetes, pre-diabetes, and cardiovascular disease. Eropean Heart Journal
Supplement 9:3 74.
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Sacco, R.L., Adams, R., Albers, G., Albert, M.J., Benavente, O., Furie, K., et al. 2006. Guideline
Prevention of Stroke in Patients With Ischemic Stroke or Transient Ischemic Attack: A
Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American
Stroke Association Council on Stroke: Co-Sponsored by the Council on Cardiovascular
Radiology and Intervention: The American Academy of Neurology affirms the value of this
guideline. Stroke. 37:577 617.
Sacco, R.L. dan Boden-Albala, B. 2001. Stroke Risk Factors: Identification and Modification. In:
Fisher, M (ed) Stroke Therapy. 2nd ed. pp. 1 23. Butterworth-Heinnemann. Boston.
Sacco, R.L. 2000. Pathogenesis, Classification, and Epidemiology of Cerebrovasculer Disease. In:
Rowland, L.P. (ed) Merrits Neurology. 10th ed. pp. 217 229. Lippincott William & Wilkins.
Philadelphia.
Sainbury A., Seebass, G., Bansal, A., Young, J.B. 2005. Reliability of the Barthel Index when used
with older people. Age and Aging. 34:228 232.
Schle, D., Kolb, S.J., Luciano, J.M., Tovar., J.M., Cucchiara, B.L., Liebeskind, D.S., Kasner, S.E.
2003. Utility of the NIH Stroke Scale as a Predictor of Hospital Disposition. Stroke. 34: 134
137.
Schurr, A. 2002. Lactate, glucose and energy metabolism in the ischemic brain (Review).
International Journal of Molecular Medicine. 10:131 136.
Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Yandira Agung. Medan.
Soertidewi, L. 2007. Peran Unit Stroke Dalam Tata Laksana Stroke Komprehehensif Dalam:
Rasyid, A., Soertidewi, L. (eds). Unit Stroke. Manajemen Stroke Secara Komprehensif. pp. 21
37. Balai Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Stratton, I.M., Adler, A.I., Neil, H.A.W., Matthews, D.R., Manley, S.E., Cull, C.A., Hadden, D., et.al.
2000. Association of glycemia with macrovascular and microvascular complications of type 2
diabetes (UKPDS 35): prospective observational study. BMJ. 321:405 412.
Sulter, G., Steen, C., and Keyser, J.D. 1999. Use of Barthel Index and Modified Rankin Scale in
Acute Stroke Trials. Stroke. 30: 1538 1541.
Tobe, S.W., McFarlane, P.A., Naimark, D.M. 2002. Microalbuminuria in diabetes mellitus.
Canadian Medical Association Journal.167:499 503.
Vancheri, F., Curcio, M., Burgio, A., Salvaggio, S., Gruttadauria, G., Lunetta, M.C., Dovico, R.,
Alletto, M. 2005. Impaired glucose metabolism in patients with acute stroke and no previous
diagnosis of diabetes mellitus. Q J Med. 98:871 878.
Wanke, I.E., dan Wong, N.C.W. 1991. Diabetes Mellitus Decreases the Activity of the Albumin
Promoter in Vitro. The Journal of Biological Chemistry. 266:6068 6072.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Waspadji, S. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi


Pengelolaan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K. Simadibrata, M., Setiati, S.
(eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. pp. 1906 1910. Pusat Penerbitan,
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Weimer, C., Kurt, T., Kraywikel, K., Wagner, M., Busse, O., Haberl, R.L., Diener, H.C. 2002.
Assesment of Functioning and Disability After Ischemic Stroke. Stroke. 33:2053 2059.
William, G.R. 2001. Incidence and Characteristics of Total Stroke in the United States. BMC
Neurology. 1:2 8.
William, L.S., Yilmaz, E.Y., Yunez, A.M.L. 2000. Retrospective Assessment of Initial Stroke
Severity With the NIH Stroke Scale. Stroke. 31: 858 862.
Young, F.B., Weir, C.J., Lees, K.R. 2005. Comparison of the National Institutes of Health Stroke
Scale With Disability Outcome Measures in Acute Stroke Trials. Stroke. 36:2187 2192.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

LAMPIRAN 1

SURAT PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

Jenis Kelamin

Umur

Pekerjaan

Alamat

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas mengenai penelitian yang berjudul
HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL STROKE ISKEMIK
DENGAN DAN TANPA DIABETES dan setelah mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan
mengenai gejala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut, maka dengan ini saya
secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan saya ikut dalam penelitian tersebut.
Medan,....2007

2.

1.

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENGUMPUL DATA PENELITIAN


I. IDENTITAS PRIBADI
No. Urut

No. MR :

Tgl MRS :

Nama Lengkap :
Jenis kelamin

Umur
Pria

Wanita

Status:

Kawin

thn
Tidak kawin

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa

Suku bangsa
: Toba
Diabetes, 2008.

Karo

Simalungun

Mandailing

Jawa

Nias

............

Pendidikan

Pekerjaan

Alamat

SD

SMP

SMA

Sarjana

............

II. HASIL PEMERIKSAAN


1. Saat Masuk Rumah Sakit
1.1. Vital Sign
5 Kesadaran :
5 SKG

5 Nadi

CM

Apatis

Somnolens

Sopor

Coma

5 Tekanan Darah :
x/menit 5 Pernafasan
:

1.2. Riwayat Penyakit Gula


Ada: 5 sudah berapa lama

mmHg
x/menit

ada

tahun
:

insulin

tablet (nama)

5 suntik/minum obat gula

teratur

tdk teratur

5 kontrol periksa gula darah

teratur

tdk teratur

5 sakit gula dlm keluarga

org tua

anak

1.3. Riwayat Darah Tinggi

tdk ada

tidak ada

tahun

: nama obat ?

5 minum obat

teratur

tdk teratur

5 kontrol periksa TD

teratur

tdk teratur

5 hipertensi dlm keluarga:

org tua

anak

1.4. Riwayat Dislipidemia


5 minum obat

tdk pernah

sdr kandung

ada

5 obat yang digunakan

Ada: 5 sudah berapa lama

tidak ada

5 obat gula yang digunakan

Ada: 5 sudah berapa lama

5 Suhu:

tdk pernah
sdr kandung

ada

tdkada

tidak ada

tahun 5 Nama obat ?.....................................

teratur

tdk teratur

5 kontrol periksa kolesterol:

teratur

tdk teratur

tdk pernah

5 kolesterol dlm keluarga :

org tua

anak

tdk ada

1.5. Riwayat Penyakit stroke dlm keluarga :


Ada: 5 hubungan keluarga dgn Os
1.6. Riwayat Merokok :

ada

5 berapa bngks/btg/hr :
1.7. Riwayat minum alkohol :

ada

org tua

tdk ada

sdr kandung
tidak ada
Anak

sdr. kandung

5 sudah berapa lama :

bngks/btg/hr 5 jenis rokok :


(ada / tidak)

1.8. Penggunaan obat sakit kepala/flu sebelum stroke:

Lamanya:

filter

tahun
non filter

(bulan / tahun)

ada

tidak ada

Ada: 5 sebutkan nama obatnya: ....................................................................


Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

1.9. Penggunaan obat anti hipertensi saat opname di RS HAM :

ada

tidak ada

Ada: 5 sebutkan nama obat dan dosisnya:..................................................................


1.10. Waktu antara saat serangan stroke sampai di RS: 5 ........... jam 5 .......... hari
1.11. Parese saraf kranial (sebutkan) :
1.12. Berbahasa :

Normal

(kanan / kiri)
Aphasia ringan/sedang, masih dapat dipahami

Aphasia berat, hampir tidak dapat berkomunikasi


:

1.13. Disartria

Normal

Mild/moderate slurring

Aphasia Global / diam

Severe/tidak dapat dimengerti


(kanan / kiri)

1.14. Parese sistim motorik / kekuatan:


1.15. Gangguan sensorik :

(ada / tidak)

1.16. Nilai NIHSS saat masuk Rumah Sakit :


2. Tujuh Hari (7 hr) Setelah Masuk Rumah Sakit:
2.1. Vital Sign
5 Kesadaran:
5 Nadi

5 SKG:
x/menit 5 Pernafasan

5 Tekanan Darah:
:

x/menit

5 Suhu :

mmHg
0

2.2. Skor Modified Rankin Scale (mRS) 7 hr setelah masuk RS =..............


2.3. Skor Barthel Index (BI) 7 hr setelah masuk RS =.................................
3. Empat Belas Hari (14 hr) Setelah Masuk Rumah Sakit:
3.1. Vital Sign
5 Kesadaran:
5 Nadi

x/menit

5 SKG:

5 Tekanan Darah:

mmHg

5 Pernafasan

x/menit 5 Suhu :

3.2. Skor Modified Rankin Scale (mRS) 14 hr setelah masuk RS =............


3.3. Skor Barthel Index (BI) 14 hr setelah masuk RS =...............................

III. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala :
..
...........................................................................................................................................
Lokasi infark: ............................................Ukuran infark:...............................................
Kesan:...............................................................................................................................

2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (hasil pemeriksaan pertama):


5 Hb :

gr%

5 Leuko :

5 Ht : % 5 Trombo :

5 Eritrosit :

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
5 KGD
ad random :
mg% 5 Puasa :
mg% 52 jam pp:
mg%
Diabetes, 2008.

5 Kolesterol total

mg% 5 Trigliserida

5 LDL Kolesterol :

mg%

mg% 5 HDL Kolesterol :

mg%

5 Ureum

mg% 5 Kreatinin

mg%

5 Asam Urat

mg% 5 Albumin

mg/dL

5 SGOT

mg/dL 5 SGPT

mg/Dl

5 URINE RUTIN

Protein (+) / (-)

Reduksi : ............

3. Hasil Pemeriksaan EKG:


...
............................................................................................................................................

LAMPIRAN 3

Nama Pasien:

National Institute of Health Stroke Scale


(NIHSS)

Skor hari ke
1

1.a. Derejat Kesadaran


5 0 = Sadar penuh
5 1 = Somnolen (tidak sadar, tetapi bangun dengan stimulasi minimal)
5 2 = Stupor (memerlukan stimulasi berulang untuk bangun)
5 3 = Koma

7 14

.... .... ....

1.b. Menjawab Pertanyaan (pasien menyebut bulan sekarang dan umurnya).... .... ....
5 0 = Keduan jawaban benar
5 1 = Satu jawaban benar / Tidak bisa bicara karena ETT atau disartria
5 2 = Kedua jawaban salah / afasia / stupor
1.c. Perintah : minta pasien membuka dan menutup mata dan mengepal /
membuka kepalan tangannya pada sisi sehat
.... .... ....
5 0 = Kedua perintah benar
5 1 = Satu perintah benar
5 2 = Kedua perintah salah
2. Gerakan Mata Konyugat horozontal
.... .... ....
5 0 = Normal
5 1 = Gerakan abnormal hanya pada satu mata
5 2 = Deviasi konyugat yang kuat atau paresis konyugat total pada kedua mata
3. Lapangan Pandang Pada Tes Konfrontasi
.... .... ....
5 0 = Tidak ada gangguan (lapangan pandang baik)
5 1 = Kwandranopia
5 2 = Hemianopia total
5 3 = Hemianopia bilateral (buta kortikal)
4. Paresis Wajah: Minta pasien menunjukkan gigi atau mengangkat alis dan
menutup mata
.... .... ....
5 0 = Normal (gerakan simetris)
5 1 = Paresis ringan (sudut nasolabial rata, asimetri saat senyum)
5 2 = Paresis parsial (total paralise dari wajah bagian bawah)
5 3 = Paresis total (komplet paralise dari satu atau kedua sisi / tidak ada
gerakan wajah pada bagian atas dan bawah)
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
5. Fungsi
Motorik
.... .... ....
Diabetes,
2008. Lengan Kanan

5 0 = Tdk ada simpangan (Os disuruh angkat dua lengannya selama 10 detik)
5 1 = Lengan menyimpang kebawah selama 10 detik
5 2 = Lengan terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh
5 3 = Tidak dapat melawan gravitasi
5 4 = Tidak ada gerakan
5 X = Tidak dapat diperiksa (amputasi/sendi menyatu)
6. Fungsi Motorik Lengan Kiri (idem nomor 5)
.... .... ....
7. Fungsi Motorik Tungkai Kanan
.... .... ....
5 0 = Tdk ada simpangan (Os disuruh angkat dua kakinya bergantian selama 10 detik)
5 1 = Kaki menyimpang kebawah selama 10 detik
5 2 = Kaki terjatuh ke kasur atau badan atau tidak dapat diluruskan secara penuh
5 3 = Tidak dapat melawan gravitasi
5 4 = Tidak ada gerakan
5 X = Tidak dapat diperiksa (amputasi/sendi menyatu)
8. Fungsi Motorik Tungkai Kiri (idem nomor 7)
.... .... ....
9. Ataxia Anggota Badan
5 0 = Tidak ada ataxia
.... .... ....
5 1 = Ataxia pada satu ekstremitas
5 2 = Ataxia pada dua atau lebih ekstremitas
5 X = Tidak dapat diperiksa
10. Sensorik (Gunakan jarum untuk memeriksa lengan, tunggkai, badan dan
wajah, bandingkan sisi demi sisi)
.... .... ....
5 0 = Normal
5 1 = Defisit parsial yaitu merasa tapi berkurang
5 2 = Defisit berat yaitu tidak merasa atau terdapat gangguan bilateral
11. Bahasa Terbaik (Minta pasien menjelaskan gambar atau nama)
5 0 = Tidak ada afasia
5 1 = Afasia ringan-sedang
5 2 = Afasia berat
5 3 = Tidak dapat bicara (bisa) / global afasia / koma
12. Disartria (Minta pasien mengucapkan beberapa kata)
5 0 = Artikulasi normal
5 1 = Disartria ringan-sedang
5 2 = Disartria berat (tidak dimengerti atau tidak mampu bicara)
5 X = Tidak dapat diperiksa (Intubasi atau hambatan fisik lain)
13. Neglect / Tidak ada Atensi
5 0 = Tidak ada
5 1 = Parsial
5 2 = Total
TOTAL =
SKOR TOTAL : 5 Saat Masuk Rumah Sakit
5 7 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit

.... .... ....

.... .... ....

.... .... ....

.... .... ....

=.
=........

5 14 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit =........


Nilai NIHSS berkisar antara 0 42
Penilaiannya adalah sebagai berikut:
1. Nilai < 4
= Stroke Ringan
2. Nilai antara 4 15 = Stroke Sedang
3. Nilai > 15
= Stroke Berat
Dikutip dari Guideline Stroke 2004
LAMPIRAN
4 Bangun: Hubungan Kadar Albumn SerumNama
Pasien:
Roberthus
Dan Outcome
Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

INDEX

BARTHEL

AKTIVITAS

SKOR HARI KE
1

1. Makan (Feeding)
5 0 = Tidak mampu
5 5 = Membutuhkan bantuan memotong, mengoleskan mentega dll
5 10 = Tanpa bantuan

14

------- -------

--------

2. Mandi (Bathing)
5 0 = Tergantung orang lain
5 5 = Tanpa bantuan (atau pada shower / pancuran)

------- -------

--------

3. Mengurus diri (Grooming)


5 0 = Butuh bantuan dengan perawatan khusus
5 5 = Tanpa bantuan cuci muka, rambut, gigi (alat tersedia)

------- -------

---------

------- -------

---------

4.

Berpakaian (Dressing)
5 0 = Tergantung orang lain
5 5 = Butuh bantuan tetapi kira-kira setengah dapat dilakukan
5 10 = Tanpa bantuan (termasuk kancing baju, resleting, tali sepatu, dll

5.

Kontrol Buang Air Besar (Bowel)


5 0 = Inkontinensia ( atau perlu diberikan enema)
------- ------5 5 = Kadang-kadang inkontinensia
5 10 = Terkontrol
6. Kontrol Buang Air Kecil (Bladder)
5 0 = inkontinensia, atau kateterisasi dan tida mampu mengatur sendiri
------- ------5 5 = Kadang-kadang inkontinensia
5 10 = Terkontrol
7. Penggunaan Toilet (Toilet Use)
5 0 = Tergantung orang lain
------- ------5 5 = Membutuhkan bantuan, tetapi dapat malakukan sesuatu sendiri
5 10 = Tanpa bantuan (Mulai dan berhenti, berpakaian, membersihkan)
8. Berpindah dari kursi ketempat tidur dan sebaliknya (Bed to Chair and Back)
5 0 = Tidak mampu, tidak ada keseimbangan duduk
------- ------5 5 = Banyak bantuan (satu atau dua orang, secara fisik, bisa duduk)
5 10 = Sedikit (verbal atau fisik)
5 15 = Tanpa bantuan
9. Mobilitas (Pada Permukaan Datar) (Mobility (on Level Surfaces))
5 0 = Tidak mampu bergerak atau < 50 yard
------- ------5 5 = Tergantung kursi roda, > 50 yard
5 10 = Berjalan dengan bantuan seseorang (verbal atau fisik) > 50 yard
5 15 = Tanpa bantuan (tetapi dapat menggunakan berbagai alat; mis. tongkat) > 50 yard
10. Naik Turun Tangga (Stairs)
5 0 = Tidak mampu
------- ------5 5 = Butuh bantuan (verbal, fisik, memakai alat)
5 10 = Tanpa bantuan
TOTAL ( 0 100 ) : ------- ------Diterjemahkan dari: The Barthel Index. www.strokecenter.org
SKOR TOTAL : 5 Saat Masuk Rumah Sakit
5 7 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit

---------

---------

---------

---------

---------

-----------------

=.
=........

5 14 Hari Setelah Masuk Rumah Sakit =........

LAMPIRAN 5

Nama Pasien:

MODIFIED RANKIN SCALE


DESKRIPSI

Tidak ada gejala

NILAI

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Tidak ada disabilitas yang signifikan meskipun ada gejala; mampu


melakukan semua aktifitas yang biasanya sehari-hari

Disabilitas ringan; tidak mampu melakukan beberapa jenis aktifitas baru akan tetapi masih mampu mempertahankan urusan hal-hal sehari-hari tanpa bantuan

Disabilitas sedang; memerlukan sedikit pertolongan akan tetapi

bisa

berjalan tanpa bantuan

Disabilitas sedang-berat; tidak mampu berjalan tanpa dibantu dan tidak mampu melayani kebutuhan diri sendiri tanpa dibantu

Disabilitas Berat; bedridden, tidak mampu duduk sendiri, Inkontinensia,


membutuhkan perawatan, bantuan, dan perhatian perawat

Meninggal

Nilai Modified Rankin Scale hari ke 1 = ..


7 =
14 =
Diterjemahkan dari: Modified Rankin Scale. www.strokecenter.org

HASIL PEMERIKSAAN KGD PUASA ULANGAN (SEBELUM KELUAR DARI RS) UNTUK PASIEN
DENGAN DIAGNOSA DM YANG MERAGUKAN:
5 Tanggal pemeriksaan:
5 Hasil pemeriksaan :
mg%

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

LAMPIRAN 6
DATA PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN DIABETES MELLITUS
N NAMA
O

U J S S P P
MASUK R S
R I W A Y A T P E N Y.
NEURO
TENSI STR ROK ALK GGN MTR
R K P K D J on sa S NIH B M DM
set dar KG SS I RS a/t lm a/t lm a/t

OUTCOME FUNGSIONAL

L A B O R A T O R U I U M

BARTHEL INDEX HARI KE-

MRS hr ke-

he/fer lks ukrn jlh KG KGD Alb kol tri LDL HDL ginjal hati 7 SC 7 MO TOT 14 SC 14 MO TOT

14

2 130 3,8

15

15

25

25

1 190 3

60

40

100

60

40

100

1 220 3

50

40

90

60

40

100

1 286 2,9

45

10

55

45

10

55

1 236 2,8

40

15

55

40

20

60

2 236 3

35

10

45

35

10

45

1 250 3,2

60

40

100

60

40

100

3 2

2 Arpantan T

63 1 1 1 4

1 1

3 Mbosale G

62 1 1 2 3

1 1

4 Umar L

59 1 1 1 3

3 2

5 Sara Edi Z

52 1 1 6 3

3 2

6 AndiS

59 1 1 5 3

3 2

16

27

7 Balai S

62 1 1 1 3

2 1

8 Donald S

52 1 1 1 3

1 1

CT SCAN

ki/ka tng

62 2 1 2 3

a/t

1 Siti A

a/t

10

1 287 3

70

30

100

70

30

100

9 Nuraini

59 2 1 5 2

3 1

1 140 2,9

55

40

95

60

40

100

10 Anwar S

75 1 1 3 3

3 2

1 190 3

25

15

40

45

25

70

11 Renti A

40 2 1 1 3

1 1

1 225 3,2

60

40

100

60

40

100

12 Rosmin

63 2 1 1 3

3 1

1 185 3,5

60

40

100

60

40

100

13 Nampat S

65 1 1 2 3

3 2

1 136 2,8

35

15

50

50

30

80

14 Dahniar

65 2

4 3

2 1

1 142 3,5

60

40

100

60

40

100

15 Inong

70 2 1 7 3

3 2

1 180 2,5

30

15

45

60

40

100

16 Syafruddin

69 1 1 4 4

3 2

2 230 3,2

25

15

40

50

40

90

2
1

17 Abdul B S

44 1 1 1 4

3 1

18 Sumitro J

64 1 1 5 3

2 1

10

19 Ngali D

67 1 1 5 4

2 1

20 Erintan

68 2 1 1 2

3 1

21 Hj. Reniah

48 2 1 4 2

3 2

22 Painem

62 2 1 5 1

3 1

23 Sukadijah

62 2 1 5 1

3 1

2 180 3,5

60

40

100

60

40

100

1 180 2,2

65

25

90

60

40

100

10

1 205 2,5

65

20

85

60

35

95

1 180 3,5

45

40

85

70

25

95

1 205 3

10

10

20

15

35

1 185 3,2

60

40

100

60

40

100

1 180 3

35

25

60

35

25

60

24 Sahari

83 2 1 5 1

3 2

25 Subekti

58 2 1 4 3

3 1

26 Djuriah

73 2 1 4 2

3 1

27 Ngatinem

42 2 1 5 3

1 1

28 Dahniar S

67 1 1 1 3

2 1

29 Busamin

58 1 1 1 3

2 1

30 T. Siman

68 1 1 1 3

2 1

7
4

1 198 2,9

15

20

15

20

1 198 3,5

60

40

100

60

40

100

1 180 3,2

25

25

50

30

25

55

10

2 220 4

60

40

100

60

40

100

1 252 4,1

45

20

65

45

20

65

1 165 3,4

55

40

95

55

40

95

2 185 3,4

60

40

100

60

40

100

KE
TERANGAN :
1) UR: Umur 2) JK: Jenis Kelamin [1=laki-laki; 2=perempuan ] 3) SP: Status Perkawinan [1=kawin; 2=tdk kawin] 4) SK: Suku [1=toba; 2=karo; 3=simalungun; 4=mandailing;
5= jawa; 6= nias; 7= aceh] 5) PD: Pendidikan [1= SD; 2= SMP; 3= SMA; 4=Sarjana] 6) PJ : Pekerjaan [1= PNS; 2= Peg. Swasta; 3= Wiraswasta; 4=IRT; 5=tani] 7) onset:
dr rmh sp ke RS [1=<24; 2=24-48; 3=48-72; 4=>72] 8) sadar: kesadaran [1=CM; 2=somnolens] 9) BI: Barthel Index 10) MRS: Modified Rankin Scale 11) NHISS: National
Institute Health Stroke Scale 12) SKG: Skala Koma Glasgow 13) DM: Diabetes Mellitus 14) STR: stroke dlm keluarga 15) ROK: Rokok 16) ALK: Alkohol 17) a/t: ada atau
tidak 18) lm: lamanya 19) GGN MTR: Gangguan motorik 20) ka/ki: kanan/kiri 21) he/fer: hemisfer 22) lks: lokasi infark 23) ukrn: ukuran infark 24) jlh: jumlah infark
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

25) Alb: Albumin 26) kol: kolesterol 27) tri: trigliserida 28) SC: Self Care 29) MO: Mobilisasi 30) TOT: Total

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

LAMPIRAN 7
DATA PENDERITA STROKE ISKEMIK TANPA DIABETES MELLITUS
N
O

NAMA U J S S P P MSK RS
R K P K D J on sa S NIH B M

RIWAYAT PENY.

NEURO

DM TENSI STR ROK ALK GGN MTR

CT - S C A N E

OUTCOME FUNGSIONAL

LABORATORIUM

MRS hr ke7

14

Amat M

76 1

1 4

4 3

68

3,4

1 2

25

25

60

30

90

Sada U

50 1

1 4

3 5

98

3,3

1 2

45

30

75

60

40

100

Jahidin

48 1

1 5

4 1

112

3,5

1 1

60

40

100

60

40

100

Idris

70 1

1 5

4 1

90

1 2

55

25

80

60

40

100

Radu S

63 1

1 2

3 5

105

2,9

2 1

45

20

65

45

20

65

Hasan B

46 1

1 1

3 3

68

2,8

1 1

45

15

60

50

25

75

Tajib

65 1

1 5

1 2

75

1 1

30

30

Aman S

65 1

1 2

3 5

94

1 2

25

10

35

25

10

35

Ngatinem 64 2

1 5

2 4

10

120

1 2

25

30

25

30

1
1

set dar KG SS I

RS a/t a/t lm a/t

10

a/t

a/t

ki/ka tng

he/fer lks ukrn jlh KG KGD Alb

BARTHEL INDEX HARI KE-

kol tri LDL HDL ginjal hati 7 SC 7 MO TOT 14 SC14 MO TOT

10 Busar

58 1

1 1

3 3

80

3,7

2 1

10

10

10

10

11 Ahmad

60 1

1 5

3 3

74

3,6

2 2

15

15

12 Radiah

62 2

1 2

3 4

87

1 2

60

40

100

60

40

100

13 Selamat

61 1

1 5

3 3

100

3,5

1 1

60

40

100

60

40

100

14 Pinto K

70 1

1 2

3 3

120

3,5

1 1

25

30

55

60

40

100

15 Saur S

66 1

1 1

4 1

86

3,4

1 1

45

25

70

55

25

80

10

16 Djaraman 58 1

1 2

4 1

17 Zubaidah 64 2

1 7

2 5

18 Halomoan 55 1

1 1

3 1

19 Efferdy S 48 1

1 1

3 3

10

20 Aritasada 43 1

1 2

3 3

21 Parman

1 5

3 3

73 1

10

82

3,9

2 2

60

40

100

60

40

100

85

4,6

1 1

35

10

45

35

10

45

118

4,8

2 2

60

10

70

60

25

85

87

1 2

45

10

55

45

10

55

72

2,8

1 2

60

25

85

60

30

90

87

2,6

1 2

55

15

70

60

30

90

22 Amnullah 47 1

1 7

3 3

100

3,8

2 1

45

10

55

45

10

55

23 Sueb

48 1

1 5

3 3

80

3,8

2 1

60

30

90

60

30

90

24 Fatimah

62 2

1 7

4 4

112

2,8

2 1

25

25

30

30

25 Rustinah 52 2

1 4

3 4

98

3,5

2 1

60

40

100

60

40

100

26 Maisarah 62 2

1 5

2 4

120

3,4

2 1

60

40

100

60

40

100

27 Saminem 54 2

1 5

1 4

65

2,3

2 1

10

10

10

10

28 Swardi L 59 1

1 5

3 3

98

3,2

2 1

50

30

80

60

30

90

3,4

29 Soegito

65 1

1 5

4 3

100

2 1

45

40

85

45

40

40

30 Jontin S

46 1

1 1

3 5

10

120 3,56 1 1

30

10

40

30

10

40

KETERANGAN :
1) UR: Umur 2) JK: Jenis Kelamin [1=laki-laki; 2=perempuan ] 3) SP: Status Perkawinan [1=kawin; 2=tdk kawin] 4) SK: Suku [1=toba; 2=karo; 3=simalungun; 4=mandailing;
5= jawa; 6= nias; 7= aceh] 5) PD: Pendidikan [1= SD; 2= SMP; 3= SMA; 4=Sarjana] 6) PJ : Pekerjaan [1= PNS; 2= Peg. Swasta; 3= Wiraswasta; 4=IRT; 5=tani] 7) onset:
Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

dr rmh sp ke RS [1=<24; 2=24-48; 3=48-72; 4=>72] 8) sadar: kesadaran [1=CM; 2=somnolens] 9) BI: Barthel Index 10) MRS: Modified Rankin Scale 11) NHISS: National
Institute Health Stroke Scale 12) SKG: Skala Koma Glasgow 13) DM: Diabetes Mellitus 14) STR: stroke dlm keluarga 15) ROK: Rokok 16) ALK: Alkohol 17) a/t: ada atau
tidak 18) lm: lamanya 19) GGN MTR: Gangguan motorik 20) ka/ki: kanan/kiri 21) he/fer: hemisfer 22) lks: lokasi infark 23) ukrn: ukuran infark 24) jlh: jumlah infark
25) Alb: Albumin 26) kol: kolesterol 27) tri: trigliserida 28) SC: Self Care 29) MO: Mobilisasi 30) TOT: Total

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

LAMPIRAN 9
RANGKUMAN PERTANYAAN DAN JAWABAN PEMBACAAN TESIS

HUBUNGAN KADAR ALBUMIN SERUM DAN OUTCOME FUNGSIONAL PENDERITA STROKE


ISKEMIK DENGAN DAN TANPA DIABETES
Oleh
Moderator

: Dr. Roberthus Bangun


: Dr. Kiking Ritarwan, SpS, MKT

Hari / Tanggal : Selasa / 27 Mei 2008

1. Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS


a. Pada kesimpulan harap dibuat lebih jelas dan tegas!
b. Pada halaman 10, strategi yang bagaimana yang dimaksud !
c. Lampirkan juga data-data pasien yang mengikuti penelitian ini !
Jawab:
a. Sudah diperbaiki pada bagian kesimpulan.
b. Strategi yang dimaksud adalah memperbaiki keadaan nutrisi yang tidak normal pada populasi
yang beresiko tinggi untuk stroke.
c. Data-data pasien sudah dilampirkan

(Dr. Khairul Putra Surbakti, SpS)


2. Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS
a. Bagaimana pengertian diabetes pada penelitian ini?
b. Bagaimana albumin memperburuk outcome (ada dalam teori) ?
c. Grafik linier hubungan albumin dan outcome harus dibuat !

Jawab:
a. Yang dimaksud diabetes dalam penelitian ini adalah diabetes mellitus yaitu diabetes mellitus
tipe-2.
b. Sudah dibuat pada halaman 43 51.
c. Grafik linier sudah dibuat pada halaman 119.

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

(Dr. Puji Pinta O Sinurat, SpS)


3. Dr. Darlan Djali Chan, SpS
a. Perbaiki kesimpulan seperti pertanyaan Dr. Khairul !
b. Pada abstrak mayor risk factor artinya paling penting atau utama ?
c. Perbaiki daftar isi yang tidak sesuai dengan isinya !
d. Pada halaman 30, .......beberapa penelitian secara umum angka mortalitas dst.... maksudnya
?
e. Pada halaman 35, Diabetes merupakan........... kontrol gula yang ketat apakah tidak ada
pengaruh terhadap stroke ?
f. Halaman 44, perbaiki satuan kadar albumin !
g. Pada halaman 47, apa maksudnya ALIAS Trial ?
h. Pada halaman 61, kriteria eksklusi, penggunaan steroid jangka panjang berapa lama ?
i. Bagaimana kalau nilai BI antara 55 60 ?
Jawab:
a. Sudah diperbaiki
b. Mayor risk factor maksudnya bisa penting atau utama.
c. Sudah diperbaiki
d. Maksudnya adalah peningkatan angka mortalitas dalam 30 hari.
e. Pada penelitian-penelitian yang sudah dilakukan, walaupun telah dilakukan kontrol kadar gula
darah secara ketat, tetapi tetap masih terjadi stroke. Faktor yang penting adalah lamanya
menderita diabetes, bukan kontrol kadar gula darah.
f. Satuan kadar albumin sudah diperbaiki !
g. ALIAS Trial adalah singkatan dari Albumin in Acute Stroke Trial.
h. Pada kriteria eksklusi penggunaan steroid jangka panjang tidak ditentukan lamanya, hanya
berdasarkan anamnese untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab penurunan albumin
pada pasien.
i. Nilai BI antara 55 60 tidak ada, karena penilaian BI menggunakan skor 5 dan 10 pada
setiap itemnya.

(Dr. Darlan Djali Chan, SpS)


4. Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K)
a. Perbaiki kadar albumin serum pada batasan operasional !
b. Judul tabel dibuat lebih besar.
Jawab:
a. Sudah
diperbaiki
Roberthus
Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

b. Sudah diperbaiki

(Dr. Yuneldi Anwar, SpS(K))


5. Dr. Rusli Dhanu, SpS(K)
a. Apakah ada kadar albumin serum pada data pasien yang kurang 2,5 ?
Jawab:
a. Hanya 2 pasien dengan kadar albumin kurang dari 2,5.

(Dr. Rusli Dhanu, SpS(K))


6. Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K)
Tambahkan pengaturan gizi pada pasien stroke, lihat di buku Stroke Theraphy Fisher !
Jawab: Sudah ditambahkan

(Prof.Dr. Darulkutni Nasution, SpS(K))


7. Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)
a. Pada slide 5, bagaimana albumin sebagai neuroprotektif.
b. Pada slide 9, untuk melihat hubungan, statistik apa yang digunakan. Hubungi pembimbing
statistik untuk memperbaiki uji yang dugunakan.
c. Buat grafik linier yang menunjukkan hubungan!
d. Perbaiki kerangka konsep sehubungan dengan penyebab hipoalbumin !
e. Perbaiki daftar isi, sesuaikan dengan isinya !
Jawab:
a. Sejumlah penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa albumin dapat
mengurangi volume infark 60 65% pada iskemia fokal dan jelas mengurangi perluasan
pembengkakan otak tetapi dengan jendela terapi sampai 4 jam. Sehingga albumin
disebutkan sebagai neuroprotektif.
b. Pembimbing statistik sudah dihubungi, tetap direkomendasikan menggunakan uji Chi-Square
untuk melihat hubungan karena nilai BI dan MRS adalah variabel kategori.
c. Grafik sudah dibuat
d. Sudah diperbaiki
e. Sudah diperbaiki

(Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, SpS(K))

Roberthus Bangun: Hubungan Kadar Albumn Serum Dan Outcome Fungsional Penderita Stroke Iskemik Dengan Dan Tanpa
Diabetes, 2008.

Anda mungkin juga menyukai