Anda di halaman 1dari 15

TUGAS AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH : PENGANTAR ILMU HUKUM


Dosen

: Marjan Miharja, SH, MH

TINJAUAN HUKUM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


DEWI ANGRAINI
ANGGOTA KELOMPOK
DANIEL HUTABARAT
HERU SUSANTO
IRIANTO
MARLINA
SATRIYA BRATAWIJAYA
SUBHAN AZIS

STIH IBLAM
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah tepat
pada waktunya, yang berjudul Tinjauan Hukum Pemutusan Hubungan Kerja Dewi Anggraini
Karyawan Garuda.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi dan menambah wawasan pengetahuan
kepada kita semua tentang UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan .
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Sehubungan dengan hal ini,
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun tentu saya harapkan demi
sempurnanya makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah senantiasa Meridhoi segala usaha
kita. AMIN.

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam dunia ketenagakerjaan berbagai konflik antara Pengusaha dan Pekerja selalu saja

terjadi, selain masalah besaran upah, dan masalah-masalah terkait lainya, Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) merupakan konflik laten dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja. Hubungan
keduanya, antara pengusaha dan Pekerja/Buruh akan tetap berlangsung apabila kedua belah pihak
saling membutuhkan dan menjaga keharmonisan.
Konflik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat dihindari jika Pengusaha atau
Pekerja/Buruh tidak melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, Perjanjian Kerja (PK), Peraturan Perusahaan (PP), dan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) yang menjadi dasar Pengusaha dan Pekerja dalam menjalankan Hubungan Industrial guna
melindungi hak dan kewajibabelah pihak. Apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh salah
satu pihak baik Pengusaha maupun Pekerjanya maka, sudah ditentukan mengenai sanksi sesuai
tinggkat pelanggaranya. Adapun sanksi pelanggaran bagi Pekerja/Buruh yang terberat dalam
hubungan kerja adalah adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara Pengusaha dan Pekerja. Dalam Pemutusan hubungan kerja
(PHK) dapat terjadi atas kemauan dari Pengusaha, permintaan dari Pekerja/Buruh, atau demi
hukum/karena Putusan Pengadilan.
Berbeda halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak
yaitu oleh pihak pengusahanya.Hal ini yang di alami oleh Dewi anggrraini karyawan PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk, yang bekerja sebagai pramugari yang di PHK oleh perusahaan nya di
mana tempat dia bekerja,karena yang bersangkutan mendaftarkan diri sebagai calon legislatif dari
partai gerinda pada tahun 2008 yang lalu .

Dalam menjalani proses pemutusan hubungan kerja sepihak ini, Pihak dewi anggraraini merasa
keberatan dan didampingi oleh pengacaranya mengajukan upaya hukum karena selama dia bekerja
tidak

pernah

melakukan

peringatan,skorsing,atau

kesalahan

potong

gaji

atau
atas

pelanggaran
pelanggaran

berupa
(sanksi

surat

teguran,surat

disiplin)yang

pernah

dilakukan,justru pihak dewi anggrraini mendapat penghargaan dan kesempatan kursus-kursus dari
perusahaan dimana dia bekerja PT.Garuda Indonesia (persero) Tbk.

1.2.Rumusan Masalah
1)

PT GARUDA IDONESIA dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja mengacu


kepada UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR,DPD, DPRD bukan
UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU No.19 tentang Badan
Usaha Milik Negara.

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


1.

Agar undang-undang ketenaga kerjaaan No.13 Tahun 2003 Undang Undang


Ketenagakerjaan menjadi acuaun sekaligus pedoman perusahaan di Indonesia.

BAB II
TINJAUAN TEORI & YURIDIS

1.1.

Teori - Teori
Hukum perburuhan merupakan hukum tertulis yang sebagian telah dimodifikasi
dalam kitab kitab Undang-Undang Hukum Sipil dan sebagian besar belum
dikondifikasikan dan tersebar dalam berbagai peraturan-peraturan,di samping masih
banyak ketentuan yang tak tertulis.
Berkenaan dalam Hukum perburuhan terdapat banyak perumusan dari beberapa
ahli hukum perburuhan yang berlainan pula bunyinya,yang di antaranya :
1. Mr molenaar :
Hukum Perburuhan ialah suatu bagian dari hukum yang berlaku berlaku yang pada
pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan
buruh dan antara buruh dengan penguasa.
2. Mr M.G. Levenbach :
Hukum berburuhan ialah hukum yang kenaan dengan hubungan kerja di mana
pekerjaan itu dilakukan di bawah suatu pimpinan dan dengan keadaan penghidupan
yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.
3. Mr N.E.H van Esveld :
Hukum perburuhan ialah hukum yang meliputi pekerjaan yang di lakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.

4. Mr Mok :
Hukum perburuhan ialah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan
di bawah pimpinan orang lain dan dengan keadaan pengidupan yang langsung
bergandengan dengan pekerjaan itu.

Hubungan Industrial adalah suatu sistem atau jasa yang terdiri dari unsur
Pengusaha, unsur Karyawan dan Pemerintah yang didasarkan atas nilai-nilai Pancasila dan
Undang Undang Dasar 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia, (pasal 1 ayat 22 UU
Ketenagakerjaan). Pelaksanaan Hubungan Industrial tersebut diatur dalam bentuk
ketentuan, baik ketentuan Normatif maupun ketentuan perundangan yang berlaku.
Ketentuan Normatif adalah segala ketentuan yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban yang timbul akibat adanya Hubungan Industrial yang telah disepakati oleh
Karyawan dan Pengusaha. Ketentuan Normatif tersebut tidak boleh kurang dari standar
minimal yang diatur dalam ketentuan Ketenagakerjaan yang berlaku, misalnya; ketentuan
perihal upah minimal propinsi (UMP), tunjangan lembur, tunjangan kesehatan dan lainlain.
Perselisihan Hubungan Industrial, yaitu suatu kondisi dimana terdapatnya
perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan kepentingan antara Pengusaha
dengan Karyawan karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) atau perjanjian kerjasama.

1.2.

Peraturan Perundang-undangan
Peraturan terkait yang menjadi dasar hukum yang dipakai dalam upaya Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial adalah sebagai berikut:

Undang Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan


(UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan);*

Undang Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan
Swasta;*

Undang

Undang

Nomor

13

Tahun

2003

tentang

Ketenagakerjaan

(UU

Ketenagakerjaan);

Undang Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara

Undang Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan


Industrial (UU Hubungan Industrial);

Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan


Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan
Pemerintaraan;*

Peraturan Perusahaan yang berlaku;

Standar Kode Etik Karyawan yang berlaku.

Catatan: apabila UU Hubungan Industrial telah diberlakukan maka ketentuan peraturan di atas
yang dibubuhi tanda bintang tidak berlaku lagi.

BAB III
PERMASALAHAN

Pemutusan Hubungan Kerja Dewi Angraeni bertentangan dengan Undang Undang No. 13 Tahun
2003 UU Ketenagakerjaan dan pasal 87 ayat 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara yang menyebutkan :
Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan pemberhentian , kedudukan,
hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan.

BAB IV
PEMBAHASAN
2.1 JAWABAN RUMUSAN MASALAH
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak BUMN Garuda INDONESIA kepada Dewi Angraeni
dengan alasan karena yang bersangkutan menjadi Caleg DPR RI tahun 2008 mengacu kepada UU
no 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dalam pasal 50 ayat (1) huruf
k saudara Dewi Angraeni harus mengundurkan diri sebagai Pegawai / Karyawan BUMN, dan
Surat Edaran Nomor : SE -15/MBU/2008 bertentangan dengan Undang Undang No.13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Milik Negara. Berdasarkan ketentuan Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Undang Undang No.19 Tahun 2003 saudari Dewi Angraeni tidak memenuhi
ketentuan untuk dapat di PHK.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering
disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para
pekerja.. Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan
para pekerja yang mengalaminya.

Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal
ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?


Menurut pasal 61 Undang Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja
dapat berakhir apabila :

pekerja meninggal dunia

jangka waktu kontak kerja telah berakhir

adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan


industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja.

Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib
membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
1. Ada sepuluh alasan PHK, yang dapat digunakan perusahaan untuk mem-PHK Anda dengan
mengacu kepada Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Pertama adalah Anda melakukan kesalahan berat.
Pasal 158, ayat 1 berbunyi, "Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
2. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
3. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
4. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
5. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja;
6. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan;
7. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik
perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
8. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya
di tempat kerja;
9. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali
untuk kepentingan negara; atau
10. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih."
Namun, perlu Anda ketahui bahwa alasan phk berupa kesalahan berat yang dimaksud pada
Pasal 158, ayat 1 harus didukung dengan buktimisalnya,

1. pekerja/buruh tertangkap tangan;


2. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
3. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang
bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Kedua adalah Anda ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
Pasal 160, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena
diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha,..."
Ketiga adalah Anda melakukan pelanggaran ketentuan yang telah diatur dalam Perjanjian
Kerja.
Pasal 161, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan
diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut."
Bila Anda tidak mengindahkan peraturan perusahaan dan Anda tidak mengindahkan surat
peringatan yang diberikan oleh perusahaan kepada Anda- ini bisa menjadi alasan PHK untuk
pekerja.
Keempat adalah Anda tidak mau bekerja pada perusahaan oleh karena terjadi perubahan
status, penggabungan, peleburan, atau perubahankepemilikan perusahaan.
Pasal 163, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau
perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja.........."
Kelima adalah perusahaan tidak bersedia menerima Anda sebagai karyawan di perusahaan
oleh karena terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan.
Pasal 163, ayat 2 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha
tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, ....."
Keenam adalah perusahaan tutup akibat mengalami kerugian terus menerus selama dua
dua (2 tahun).
Pasal 164, ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian
secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur)...."

Kerugian perusahaan yang dimaksud harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Ketujuh adalah perusahaan melakukan efisiensi.
Ini merupakan alasan phk yang sering digunakan. Pasal 164, ayat 3menyebutkan, "Pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup
bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan
memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi,..."
Kedelapan adalah perusahaan pailit.
Pasal 165 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena perusahaan pailit,.."
Kesembilan adalah Anda memasuki usia pensiun.
Pasal 167 ayat 1 menyebutkan, "Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap
pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun..." Ini merupakan alasan PHK yang normal.
Kesepuluh adalah Anda mangkir selama lima (5) hari berturut-turut.
Pasal 168, ayat 1 menyebutkan, "Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih
berturut-turut tanpa keterangan secara ter tulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya
karena dikualifikasikan mengundurkan diri."
Perlu dicatat bahwa keterangan tertulis dengan bukti yang sah harus diserahkan paling lambat pada
hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.

Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa
perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan
atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal
hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah
disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh
salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat
tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat
dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat peringatan selam
6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam

6 bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan
lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama,
maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban
memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan
uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

Selain itu Pasal 87 ayat 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang
menyebutkan dengan sangat jelas :
Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang pengangkatan pemberhentian , kedudukan,
hak dan kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja bersama sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan di bidang ketenagakerjaan.
Sehubungan dengan terbitnya SE-15 /MBU/2008 sebagai Perusahaan BUMN yang berkomitment
terhadap Good Corporate Governance aturan tersebut seharusnya segera di masukkan dalam
Perjanjian Kerja Bersama dengan melakukan addendum terhadap PKB yang sudah ada jika masih
berlaku.

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak BUMN Garuda INDONESIA kepada Dewi
Angraeni dengan alasan karena yang bersangkutan menjadi Caleg DPR RI tahun 2008
mengacu kepada UU no 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD
dalam pasal 50 ayat (1) huruf k saudara Dewi Angraeni harus mengundurkan diri sebagai
Pegawai / Karyawan BUMN, dan Surat Edaran Nomor : SE -15/MBU/2008 bertentangan
dengan Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang
No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Berdasarkan ketentuan Undang
Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang Undang No.19 Tahun
2003 saudari Dewi Angraeni tidak memenuhi ketentuan untuk di phk sehingga keputusan
PHK sepihak menurut kami seharusnya majelis yang memeriksa perkara ini menerima
dan mengabulkan permohonan kasasi serta membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan
Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang PHK Dewi Angraeni.

5.2 SARAN

Perusahaan dalam melakukan PHK hendaknya mengacu kepada ketentuan Undang Undang
No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan adanya keadaan atau kejadian tertentu yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja secara detail untuk menghindari hal
hal yang tidak diinginkan dikemudian hari .

DAFTAR PUSTAKA
C.S.T. Kansil,S.H. 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia: Balai Pustaka
Syarifin, pipin.SH. 1992, Pengantar Ilmu Hukum; Surabaya: CV Pustaka Setia.
Manan,Abdul.SH. 2006, Pengubah Hukum; Jakarta: CV Kencana.
Hartono,Sunarjati.SH. 1976, Perbandingan Hukum; Bandung: Alumni.
Soeroso,R.SH. 2009, Pengantar Ilmu Hukum; Jakarta: Sinar Grafika.
Tengker,Freddy.SH. 1991. Sejarah Hukum; Bandung: Pt Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai