Oleh:
DANDALINA
09.06.0045
Pembimbing:
dr. I Nyoman DwijaPutra, Sp.B
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struma disebut juga goiter. Goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid, dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelnjar dan morfologinya.
Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa. Gondok multinodular adalah salah satu
masalah endokrin yang paling umum.
Gondok multinodular menyebabkan thyrotoxicosis (racun multinodular
gondok) subklinis yang harus dihilangkan. Pilihan untuk pengambilan atau
pengangkatan yang tepat adalah thyroidectomy termasuk sub total atau total
thyroidectomy. Total thyroidectomy merupakan pilihan yang lebih disarankan
karena kesempatan yang signifikan untuk berulangnya nodular degenerasi dari sisa
tiroid setelah sub total thyroidectomy.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Defenisi Struma
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher
oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat
berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar
tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di
bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita
suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan
berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan
elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang
besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan
disfagia. (Rismadi, k. 2010)
2.2.Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid/gondok terletak di bagian bawah leher, kelenjar ini
memiliki dua bagian lobus yang dihubungkan oleh ismus yang masing-masing
berbetuk lonjong berukuran panjang 2,5-5 cm, lebar 1,5 cm, tebal 1-1,5 cm
dan berkisar 10-20 gram. Kelenjar tiroid sangat penting untuk mengatur
metabolisme dan bertanggung jawab atas normalnya kerja setiap sel tubuh.
Kelenjar ini memproduksi hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dan
menyalurkan hormon tersebut ke dalam aliran darah. Terdapat 4 atom yodium
di setiap molekul T4 dan 3 atom yodium pada setiap molekul T3. Hormon
tersebut dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid TSH (thyroid
stimulating hormone) yangdihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Yodium adalah bahan dasar pembentukan hormon T3 dan T4 yang diperoleh
2.5.KLASIFIKASI STRUMA
2.5.1 Berdasarkan Fisiologisnya
Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat.
Goiter
atau
struma
semacm
ini
biasanya
tidak
atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar
tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun,
nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara
dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
tremor pada tungkai bagian atas,mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
teratur, rambut rontok, dan atrofi Otot.
2.7.Berdasarkan Klinisnya
Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut :
1. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma
diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan
nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi
dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan
lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu
atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan
hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering
adalah
penyakit
Grave
(gondok
Meningkatnya
kadar
hormon
tiroid
cenderung
Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir
sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok
yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10
%-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
(Lee, SL, ananthakrisnan, S. 2010)
2.9.Diagnosis (Rismadi, k. 2010)
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depa
penderita yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi
atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul,
perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah
nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerak pada saat pasien
diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta
untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang
pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan
pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan
perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid
diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan
radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin
dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya
kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun
(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien
8
2.10.
Indikasi
a
Hipertiroid
Kosmetik
Kontraindikasi
a
2.11.
Penatalaksanaan Medis
10
2.13.
Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan pasca operasi merupakan komplikasi operasi tiroid yang
paling serius. Insiden perdarahan setelah operasi adalah rendah (0,3-1%),
dapat terjadi segera (immediate) atau belakangan (delayed). Immediate
hemorrhage umumnya terjadi selama periode pasca anastetik saat
endotracheal tube di cabut. Sumber bisa dari arteri atau vena besar yang
robek. Pasien mungkin batuk atau muntah yang mengkibatkan
peningkatan tekanan vena yang mengkibatkan ligasi vena terlepas atau
perdarahan minimal menjadi massif. Delayed bleeding terjadi 2 atau 3 hari
pasca operasi, umumnya disebabkan oleh oozing dari vena-vena kecil.
Perdarahan/hematom makin membesar atau mengancam jalan napas
diterapi dengan membuka luka operasi, evakuasi hematom dan dan control
perdarahan. (Rismadi, k. 2010)
b. Obstruksi jalan napas
Obstruksi dapat terjadi karena perdarahan, edema larynx, vocal cords
dan uvula mengkibatkan jalan napas inadekuat umunya disebabkan oleh
hipotiroidism berat yang tidak diterapi, namun bisa juga disebabkan
intubasi anastesiologis yang tidak tepat . terapinya adalah trakeostomi
sampai edema reda.
c. Cedera nervus laringeus
Cedera nervus laringeus superior mempengaruhi ketegangan vocal
cord yang mengakibatkan fatique voice, perubahan timbre hingga
penderita kesulitan bernyanyi atau bicara lama.paralisis nervus laringeus
11
superior bilateral (jarang) mengakibatkan suara lemah, berat dan lowpitched voice. Bila cabang sensoris dari nervus laringeous superior cedera
akan terjadi sapirasi oleh karena anastesia mukosa larynx.
Cedera nervus laringeus recurrent merupakan komplikasi yang lebih
serius Karena mengakibatkan suara lemah dan berat (serak). paralisis
bilateral mengakibatkan obsturksi jalan nafas. Paralisis ini dapat
sementara ( sembuh dalam 6 bulan ) atau permanen.
Peralisis vocal cords bilateral memerlukan trakeostomi. Paralisis
permanen dikoreksi setelah 6 bulan. Koreksi untuk unilateral paralisis
adalah medialisasi atau reinnervasi, medialisasi dapat dilakukan dengan
injeksi Teflon atau gelatin sponge.
d. Hipoparatiroid
Hipoparatiroid terjadi karena terangkatnya atau devakularisasi kelenjar
paratiroid. Hipoparatiroid ini mengkibatkan hipokalsemia dengan berbagai
tanda dan gejala klinis. Hipokalsemia umunya terjadi 48 sampai 72 jam
setelah operasi tapi terkadang terjadi lebih lambat. Gejala dapat berupa
chvosteks sign (twitcing bibir saat daerah preaurikuler di tapping).
Trousseous sign (carpopedal spasm saat dipasang sphygmomanometer
dengan tekanan diantara tekanan veous dan arterial), gejala dini dari
hipoparatiroid adalah parastesia diwajah, bibir atau ujung jari. (Rismadi,
k. 2010)
12
DAFTAR PUSTAKA
Djokomoeljanto, 2010. Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya. Dalam:
Suyono, Slamet (Editor) 2006 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta
Rismadi, k. 2010. Struma. Publikasi Universitas Sumatra Utara. (dikutip dari :
http://repository.usu.ac.id/bistream/123456789/20013/4/Chapter%2011.pdf,tanggal 7
November 2014)
Lee, SL, ananthakrisnan, S. 2010. Goiter, Non Toxic. Emedicine specialties
endocrinology. (dikutip dari: http://www.emedicine.com/med/topic919,htm,tanggal 7
november 2014
Guyton, AC, Hall, JE.2006. buku ajar fisiologi kedokteran edisi ke 9, Jakarta:EGC.
13