PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Kasus penyakit HIV/AIDS masih merupakan sebuah masalah di DKI Jakarta,
berdasarkan data HIV-AIDS Triwulan III tahun 2014 di Indonesia menunjukan bahwa
DKI Jakarta menempati urutan pertama dalam jumlah kasus HIV paling tinggi dengan
jumlah 32.782 kasus. Sedangkan, untuk kasus AIDS, DKI Jakarta menempati urutan
ketiga setelah Papua dan Jawa Timur dengan jumlah 7.477 kasus. Jika ditinjau dari
faktor resiko AIDS pada tahun 2014, faktor resiko terbanyak merupakan hubungan
seksual sebanyak 35.671 kasus baik secara heteroseksual maupun biseksual dan
penggunaan jarum suntik yaitu sebanyak 8462 kasus.1
Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2006, upaya pengendalian
HIV-AIDS di seluruh Indonesia perlu ditingkatkan. Respon harus ditujukan untuk
mengurangi semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan kematian. Salah satu
langkah strategis yang akan ditempuh adalah memperkuat Komisi Penanggulangan
HIV-AIDS di semua tingkat.
Atas dasar permasalahan HIV dan AIDS di DKI Jakarta, maka Komisi
Penanggulangan HIV dan AIDS Propinsi DKI Jakarta mengembangkan Strategi dan
Rencana Aksi Provinsi Penanggulangan HIV dan AIDS Propinsi DKI Jakarta tahun
2013- 2017. Strategi dan rencana aksi itu ditujukan untuk mencegah dan mengurangi
risiko penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta mengurangi dampak
sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat,
agar individu dan masyarakat menjadi produktif dan bermanfaat untuk pembangunan.
Komitmen nasional dan global termasuk Millenium Development Goals 2015 dalam
penanggulangan HIV dan AIDS dapat tercapai, bila 80% populasi berisiko tinggi
terjangkau oleh program yang efektif dan minimal 60% populasi berisiko tersebut
berperilaku aman. Dengan demikian mereka sendiri dan masyarakat umum dapat
terlindung dari infeksi. Diharapkan kemudian epidemi HIV selain dapat ditahan
secara bertahap juga dapat diturunkan. Populasi kunci yang berisiko tinggi tertular
HIV yaitu Wanita Pekerja Seks, Pengguna Narkoba Suntik, Warga Binaan Lembaga
Pemasyarakatan, Lelaki Seks dengan Lelaki. 2
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pemprov DKI (2012) angka kumulatif kasus
HIV dan AIDS di ibukota sejak tahun 1987 hingga tahun 2011 mencapai 11.205
kasus. Lebih dari 1.000 orang yang terinfeksi itu telah meniggal dunia dengan 70 %
korban meninggal merupakan pengguna narkotika dengan jarum suntik.2 Sementara
data laporan triwulan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (Ditjen PP dan PL) sampai September 2014, jumlah kasus AIDS yang
disumbangkan oleh populasi pengguna Napza suntik adalah sebanyak 8.462 kasus
AIDS.1 Selain itu, sebanyak 68% dari pasien yang berobat ke RSKO (Rumah Sakit
Ketergantungan Obat) merupakan penggunaan jarum suntik dimana 72% dari jumlah
tersebut sering menggunakan jarum suntik bekas dan 59% saling bertukar jarum
suntik.
Berdasarkan cukup tingginya permasalahan HIV/AIDS maka salah dilakukan
upaya penanggulangan penyalahgunaan Napza melalui 3 pilar yaitu reduksi suplai,
reduksi permintaan dan pengurangan dampak buruk penularan HIV/AIDS melalui
narkotika suntik (harm reduction). Salah satu komponen dari pengurangan dampak
buruk adalah program terapi substitusi yang diantaranya adalah Program Terapi
Rumatan Metadon (PTRM). Tujuan PTRM untuk mengurangi risiko terkait penyakit
infeksi (HIV/AIDS, Hepatitis) memperbaiki kesehatan fisik dan psikologis,
mengurangi perilaku kriminal, memperbaiki fungsi sosial pasien.3
PRTM di Puskesmas Kecamatan, bertujuan untuk lebih mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Metadon dilakukan dengan cara diminum berupa opiat
(narkotik) sintesis yang kuat seperti heroin, tetapi tidak menimbulkan efek sedatif
yang kuat. Pecandu opiat umumnya menggunakan heroin dan sebagian besar dari
mereka menggunakan heroin dengan cara suntik yang tidak aman, baik dari segi
peralatannya yang cenderung dipakai berulang dan bergantian, maupun lokasi
penyuntikan pada tubuh yang umumnya tidak dibersihkan terlebih dahulu. Akibatnya,
mereka sangat mudah mendapat infeksi seperti infeksi tulang, sendi, endokarditis,
sepsis, infeksi jaringan lunak dan tetanus, maupun virus lain yang menular melalui
darah seperti Hepatitis (B, C, D) dan HIV. PTRM ini biasanya disediakan pada
program penggantian heroin yang dipakai pecandu dengan obat lain yang lebih aman
untuk tujuan meningkatkan kesehatan pengguna narkoba suntik (penasun) agar
mereka dapat beraktivitas secara normal dan produktif sehingga dapat menekan
1.2. Tujuan Evaluasi Program Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi Menular
Seksual
Tujuan umum:
Mengetahui pelaksanaan dan pencapaian Program Terapi Rumatan Metadon
dan Infeksi Menular Seksual di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Koja pada
periode Januari 2014 November 2014.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui cakupan jangkauan populasi kunci, ....... bayi 0=5 bulan 29
hari bulan yang mendapatkan ASI eksklusif, serta jumlah cakupan ASI
eksklusif pada periode Januari 2014 November 2014.
2. Menilai masukan berupa SDM, dana, sarana, dan metode dari Program
Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi Menular Seksual.
3. Menilai proses dari program Program Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi
Menular Seksual.
4. Menemukan hambatan atau masalah yang ada dari Program Terapi Rumatan
Metadon dan Infeksi Menular Seksual di wilayah kerja Puskesmas
Kecamatan Koja.
5. Mencari solusi dan saran yang mampu dilaksanakan sebagai upaya
penyelesaian masalah dari Program Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi
Menular Seksual di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Koja, sehingga
1.3. Kegiatan Program Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi Menular Seksual
1.3.1 Pelayanan Terapi Rumatan Metadon dan Infeksi Menular Seksual
Kegiatan program :
1.3.2
Promosi Kesehatan
1.3.3
Penyuluhan ....
Pemberdayaan Masyarakat
Kelompok Pendukung .