Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

FISIKA DASAR I

NAMA

: RETNO WARIANTI

NIM

: 06091010029

JURUSAN / PRODI

: P.MIPA / KIMIA

DOSEN PENGASUH : SUDIRMAN S.Pd., M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009 / 2010

MAKALAH
FISIKA DASAR I

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009 / 2010

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang

Fisika adala ilmu pengetahuan eksperimental. Dalam melakukan eksperimen kita


memerlukan
pengukuran

pengukuran-pengukuran.
digunakan

angka-angka.

Biasanya
Setiap

untuk
angka

menggambarkan
yang

digunakan

hasil
untuk

menggambarkan Fisika secara kuantitatif disebut besaran. Untuk mengukur kecepatan,


percepatan, gaya, dan momentum dapat digunakan dengan pengoperasian vektor yang
akan dibahas pada makalah ini.
Lalu dapat juga menggunakan gaya dan massa untuk menganalisis prinsip-prinsip
dinamika, yaitu prinsip-prinsip yang mengaitkan antara gerak dan gaya yang
menyebabkannya. Prinsip-prinsip ini dibungkus dalam suatu paket yang rapi yang
terdiri dari tiga pernyataan yang disebut dengan hukum Newton.
Lalu dapat pula menggunakan konsep gerak harmonik untuk mencari persamaan
yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik seimbang dan besarnya
sebanding dengan simpangannya.
II.

Rumusan Masalah

1. Sering terjadinya kesalahan dalam pegukuran.


2. Ketidaktepatan dalam pengaplikasian vektor.
3. Pemahaman tersendiri mengenai hukum II Newton.
4. Pemahaman terhadap besaran yang berkaitan dengan gerak harmonik sederhana.
III.

Tujuan

1. Dapat menentukan ketidakpastian dalam pengukuran.


2. Dapat menentukan besar dan arah resultan dari vektor.
3. Dapat menyelesaikan sol-soal yang berkaitan dengan hukum Newton.
4. Dapat mendeskripsikan karakter gerak pada benda pegas.
1

BAB II
PEMBAHASAN
I.Pengukuran Dasar
I.I Pengukuran
Fisika maupun disiplin ilmu lain pengukuran kuantitas merupakan dasar utama.
Dalam pengukuran ini akan dicari korelasi atau interprestasi dan sering pula diadakan
perbandingan prediksi teoritis. Hal-hal yang meliputi pengukuran kuantitas ini adalah
sistem satuan Internasional atau disingkat dengan sitem SI ( System International Unit )
atau satuan metric.
Dalam melakukan pengukuran selalu dimungkinkan terjadi kesalahan. Oleh
karena itu, kita harus menyertakan angka-angka kesalahan agar kita dapat memberi
penilaian wajar dari hasil pengukuran. Jelas hasil pengukuran yang kita lakukan tidak
dapat diharapkan tepat sama dengan hasil teori, namun ada pada suatu jangkauan nilai:
X x < x < x + x
dengan x merupakan nilai terbaik sebagai nilai yang benar, x merupakan kesalahan
hasil pengukuran, yang disebabkan keterbatasan alat, ketidakcermatan, perbedaan waktu
pengukuran, dan lain sebagainya. Dengan menyertakan kesalahan atau batas toleransi
terhadap suatu nilai yang kita anggap benar, kita dapat mempertanggungjawabkan hasil
pengukuran.
I.2 Kesalahan Pengukuran
Besaran fisika tidak dapat diukur secara pasti dengan setiap alat ukur. Hasil
pengukuran selalu mempunyai derajat ketidakpastian. Kesalahan pengukuran dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kesalahan sitematis dan kesalahan acak. Kesalahan
sistematis akan menghasilkan setiap bacaan yang diambil menjadi salah dalam satu
arah. Kesalahan sitematik adalah kesalahan yang sebab-sebabnya dapat diidentifikasi
dan secara prisip dapat dieliminasi. Nilai yang terukur secara konsisten terlalu tinggi
atau terlalu rendah.
2

Sumber kesalahan sistematis antara lain:


a. Kesalahan alat: akibat kalibrasi yang kurang baik.
b. Kesalahan pengamatan: akibat kesalahan paralaks ( kesalahan sudut pandang
terhadap suatu titik ukur ).
c. Kesalahan lingkungan.
d. Keasalahan teoritis: akibat penyederhanaan sistem model atau aproksimasi dalam
persamaan yang menggambarknnya.
Kesalahan acak menghasilkan hamburan data di sekitar nilai rata-rata. Data
mempunyai kesempatan yang sama menjadi positif atau negatif. Sumber kesalahan acak
sering dapat dikuantisasi melalui analisis statistik, sehingga efek kesalahan acak
terhadap besaran atau hukum fisika dapat ditentukan. Kesalahan acak dihasilkan dari
ketidakmampuan pengamat untuk mengulangi pengukuran secara presisi. Ada metode
statistik baku yang digunakan untuk mengatasi kesalahan acak. Hal ini dapat
memberikan simpangan baku untuk serangkaaian bacaan, tetapi ketika jumlah bacaan
tidak terlalu besar adalah bermanfaat untuk mempunyai metode untuk mendapatkan
nilai pendekatan dari kesalahan tanpa melakukan analisis statistik formal, yaitu
perbedaan mutlak antara nilai individual dan nilai rata-rata.
I.3 Akurasi, Presisi, dan Sensitivitas
Kata akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian) sering dugunakan untuk maksud
yang sama. Bagaimanapun, memungkinkan untuk mempunyai hasil pengukuran dengan
presisi tinggi yang tidak akurat. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan sistematik.
Demikian juga, memungkinkan untuk mempunyai hasil pengukuran yang akurat, tetapi
tidak presisi. Hal ini akan terjadi jika ada kesalahan acak. Sensitivitas (kepekaan) adalah
kemampuan memberikan tanggapan terhadap perubahan nilai pengukuran yang terjadi.
Untuk menjamin sensitivitas alat ukur kita harus selalu menggunakannya sesuai dengan
ordenya.
3

I.4 Pengukuran Panjang


Pengukuran besaran panjang dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
alat ukur, misalnya mistar ukur, jangka sorong, dan mikrometer sekrup.
a. Mistar Ukur
Untuk mengukur panjang suatu benda biasanya kita menggunakan mistar atau
alat sejenis. Pada umumnya mistar pengukur panjang adalah berskala sentimeter dan
milimeter. Skala terkecil dari mistar adalah 1 mm, yang menyatakan tingkat ketelitian
alat. Pada saat melakukan pengukuran dengan menggunakan mistar, arah pandangan
hendaknya tepat pada tempat yang diukur. Artinya, arah pandangan harus tegak lurus
dengan skala pada mistar dan benda yang diukur. Jika pandangan mata tertuju pada arah
yang kurang tepat, maka akan menyebabkan nilai hasil pengukuran menjadi lebih besar
atau lebih kecil. Kesalahan pengukuran semacam ini di sebut kesalahan paralaks.
Contoh pembacaan skala pada mistar:
6 cm + 2mm = 6,2 cm
= 62 mm

b. Jangka Sorong
Jangka sorong merupakan alat pengukur panjang suatu benda yang ukurannya
cukup kecil, dan jari-jari dalam dan luar, serta kedalaman suatu tabung. Jangka sorong
terdiri dari dua pasang rahang, sepasang untuk pengukur luar dan sepasang untuk
pengukur dalam. Dari pasangan itu ada rahang yang tetap ada dan ada rahang yang di
geser-geser. Pada rahang tetap terdapat batang skala yang diberi skala dalam cm dan
mm sebagai skala utama. Pada rahang geser terdapat 10 skala yang panjangnya 9 mm
sebagai skala nonius. Oleh Karena itu, 1 skala nonius sama dengan 0,9 mm. jadi, skala
nonius berselisih 0,1 mm dengan skala mm pada skala utama. Angka 0,1 mm
menyatakan ketelitian jangka sorong.
4

Skala utama menunjukkan angka 6,6 cm dan skala nonius yang berimpit dengan skala
utama adalah 5 skala (0,5 mm = 0,005 cm ). Jadi, hasil pengukuran panjang = 6,6 cm +
0,05 = 6,65 cm
c. Mikrometer Sekrup
Mikrometer sekrup mempunyai bagian-bagian utama, antara lain: poros tetap,
poros geser, skala utama, dan skala nonius yang berupa pemutar. Biasanya alat ini
digunakan untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter bola, dan diameter kawat ang
sangat kecil. Skala utama mempunyai skala mm dan 0,5 mm. Skala nonius mempunyai
50 skala dengan laju putar 0,5 mm/putaran. Oleh karena itu 1 skala nonius sama dengan
0,01 mm = 0,001 cm, yang menyatakan tingkat ketelitian mikrometer sekrup. Misalkan
kedudukan skala nonius dan skala utama seperti pada gambar di bawah ini.

Skala utama menunjukkan angka 1,5 mm dan skala nonius yang segaris dengan
skala utama adalah skala ke-15 (15 x 0,01 mm = 0,15mm). Hasil pengukuran = 1,5 mm
+ 0,15 mm = 1,65 mm.
II. Vektor
Dalam fisika dan teknik, acapkali bilangan tunggal dan satuannya tidak
memadai untuk memberikan deskripsi yang lengkap terhadap besaran fisika. Misalnya,
jika Anda berjalan 3 km ke timur, posisi anda jauh berbeda dengan jika Anda berjalan 3
km ke barat. Perubahan posisi suatu benda disebut perpindahan. Perpindahan adalah
5

contoh dari besaran vektor, yang secara singkat disebut vektor. Vektor adalah besaran
yang memiliki baik besar maupun arah untuk suatu deskripsi yang lengkap. Berbagai
besaran dalam fisika termasuk kecepatan, perceptan, gaya, dan momentum adalah
vektor.
Pada diagram, setiap vektor dinyatakan dengan tanda panah. Tanda panah
tersebut selalu digambarkan sedemikian rupa sehingga menunjuk ke arah yang
merupakan arah vektor tersebut. Panjang tanda panah digambarkan sebanding dengan
besar vektor.
Sebagai contoh, pada gambar di bawah dilukiskan suatu vektor gaya (F) yang
besarnya 40 N (N = Newton, satuan gaya) dan berarah 30o utara dari timur atau 30o
terhadap sumbu x positif. Besar vektor F = 40 N dilukiskan dengan panjang anak panah
4 cm. Ini berarti skala yang dipilih adalah 1 cm = 10 N atau 4 cm = 40 N.

II.1 Aturan Penulisan Vektor


Dalam menuliskan vektor, apabila Anda menggunakan tulisan tangan, lambang
suatu vektor umumnya ditulis dengan huruf besar dan di atasnya perlu ditambahkan
tanda panah, misalnya :

Untuk buku cetak, lambang vektor ditulis dengan huruf besar yang dicetak tebal,
misalnya F. Untuk besar vektor, apabila kita menggunakan tulisan tangan maka besar
suatu vektor ditulis dengan tanda harga mutlak, misalnya :

Untuk buku cetak, besar vektor ditulis dengan huruf miring, misalnya F
II.2 Penjumlahan Vektor
a. Menggambar Penjumlahan lebih dari 2 Vektor dengan metode Segitiga
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor gaya masingmasing sebesar F1 dan F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda
itu akan pindah ? tentu saja benda tersebut tidak berpindah searah F1 atau F2. dalam
kasus seperti itu, maka benda tersebut berpindah searah dengan F1 + F2. Operasi ini
disebut jumlah vektor.

Cara menggambar jumlah dua buah vektor adalah dengan metode segitiga.
Pertama, gambar vektor F1 berupa tanda panah. kedua, gambar vektor kedua, F2,
dengan pangkalnya berhimpitan dengan ujung vektor pertama, F1. ketiga, jumlahkan
kedua vektor, dengan menggambar vektor resultan (F1 + F2), dari pangkal vektor F1
menuju ujung vektor F2. selesai. Proses ini ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Cara menggambar selisih vektor pada dasarnya sama dengan menggambar


penjumlahan dua vektor. Sebagai contoh, sebuah vektor F1 dan vektor F2 nilainya
seperti tampak pada diagram di bawah. Berapa selisih kedua vektor tersebut ? misalnya
F3 adalah selisih vektor F1 dan F2, maka dapat kita tulis F3 = F1 F2 atau F3 = F1 + (F2). Hal ini menunjukkan bahwa selisih antara vektor F1 dan F2 sama saja dengan
penjumlahan vektor F1 dan vektor -F2. tanda minus hanya menunjukkan bahwa arah
-F2 berlawanan dengan F2.

Bagaimana menggambar selisih vektor F1 dan F2 ?


Pertama, gambar terlebih dahulu tanda panah yang melambangkan vektor F1. kedua,
gambar vektor -F2. vektor -F2 besarnya sama dengan F2, hanya arahnya berlawanan.
(Lihat dan bandingkan gambar di bawah dan di atas). Ketiga, gambar tanda panah
vektor resultan F3, di mana pangkal vektor F3 berimpit dengan pangkal vektor F1 dan
ujung vektor F3 berimpit dengan ujung vektor -F2. Berimpit itu artinya menempel, atau
apalah terserah kamu. Selesai.

b. Menggambar Penjumlahan lebih dari 2 Vektor dengan metode Poligon


Poligon itu artinya segi banyak/banyak segi. Sebelumnya, kita belajar
menggambar 2 vektor dengan cara segitiga. Bagaimana jika kamu disuruh menggambar
resultan atau jumlah vektor yang lebih dari 3 ?Misalnya kamu berpindah sejauh 4 meter,
vektor A (lihat gambar di bawah), lalu kamu berpindah lagi sejauh 3 meter, vektor B.
Karena hobimu jalan-jalan, maka kamu pindah lagi sejauh 2 meter, vektor C.

Untuk menggambar vektor resultan/hasil penjumlahan lebih dari 2 vektor, maka


kamu tidak bisa menggunakan metode/cara segitiga. Kamu harus menggunakan metode
poligon/segi banyak. Caranya, pertama, gambar vektor A. kedua, gambar vektor B, di
mana pangkal vektor B berimpit dengan ujung vektor A (lihat gambar di bawah).
Ketiga, gambar vektor C di ujung vektor B. caranya seperti menggambar vektor B.
terakhir, gambar vektor D sebagai vektor resultan/hasil, dimana pangkal vektor D
berimpit dengan pangkal vektor A dan ujung vektor B nempel dengan ujung vektor C.
selesai

c. Menggambar Penjumlahan 2 atau Lebih vektor dengan metode Jajaran


Genjang.
Selain menggambar penjumlahan vektor dengan metode/cara segitiga dan poligon, kita
juga bisa menggunakan metode jajaran genjong, eh genjang. Kalau metode segitiga
khusus untuk dua vektor dan metode poligon khusus untuk lebih dari dua vektor, maka
metode jajaran genjang untuk menggambar penjumlahan dua vektor atau lebih.
Bagaimana menggambar penjumlahan dua vektor atau lebih menggunakan cara jajaran
genjang
Misalkan dua orang anak mendorong sebuah benda dengan vektor Gaya masing-masing
sebesar F1 dan F2, seperti ditunjukkan diagram di bawah. Ke arah mana benda itu akan
pindah ?

untuk menggambar penjumlahan dua vektor, lakukan sesuai langkah2 di bawah ini.
Pertama, gambar vektor F1 menggunakan tandah panah (lihat gambar di bawah).
Kedua, gambar vektor F2, di mana pangkal/buntut berimpit/nempel dengan
pangkal/buntut vektor F1. ketiga, gambar vektor resultan, F3 (F1 + F2), di mana
pangkal vektor F3 nempel dengan pangkal vektor F1 dan F2, sedangkan ujung vektor
F3 nempel dengan titik temu garis putus-putus dari kedua ujung vektor F1 dan vektor
F2 .

10

II.3 Perkalian vektor


Perkalian vektor adalah operasi perkalian dengan dua operand (obyek yang
dikalikan) berupa vektor. Terdapat tiga macam perkalian vektor, yaitu perkalian titik
(dot product), perkalian silang (cross product) dan perkalian langsung (direct product).
a. Perkalian titik
Perkalian titik dua buah vektor akan menghasilkan sebuah skalar. Jenis perkalian ini
bersifat komutatif.

Untuk vektor satuan terdapat hubungan-hubungan yang khusus dalam operasi perkalian
titik, yang merupakan sifat-sifat yang digunakan dalam perkalian titik, yaitu

dan

11

Atau dapat pula dituliskan dengan menggunakan notasi delta Kronecker

, yaitu

b. Perkalian silang
Hasil suatu perkalian silang dua buah vektor adalah juga sebuah vektor. Perkalian silang
bersifat tidak komutatif.

Untuk vektor-vektor satuan terdapat pula hubungan yang mendasari operasi perkalian
silang, yaitu

dan atau jika SAMA=1 dan jika BEDA=1

c. Perkalian Langsung
Hasil perkalian langsung dua buah vektor adalah sebuah tensor atau matriks. Perkalian
ini tidak bersifat komutatif.

12

Perkalian langsung dua buah vektor satuan tidak memiliki hubungan yang khusus.

III.Hukum II Newton
Apa yang terjadi jika gaya total yang bekerja pada benda tidak sama dengan
nol ? Newton mengatakan bahwa jika pada sebuah benda diberikan gaya total atau
dengan kata lain, terdapat gaya total yang bekerja pada sebuah benda, maka benda yang
diam akan bergerak, demikian juga benda yang sedang bergerak bertambah
kelajuannya. Apabila arah gaya total berlawanan dengan arah gerak benda, maka gaya
tersebut akan mengurangi laju gerak benda. Apabila arah gaya total berbeda dengan
arah gerak benda maka arah kecepatan benda tersebut berubah dan mungkin besarnya
juga berubah. Karena perubahan kecepatan merupakan percepatan maka kita dapat
menyimpulkan bahwa gaya total yang bekerja pada benda menyebabkan benda tersebut
mengalami percepatan. Arah percepatan tersebut sama dengan arah gaya total. Jika
besar gaya total tetap atau tidak berubah, maka besar percepatan yang dialami benda
juga tetap alias tidak berubah.
Bayangkanlah Anda mendorong sebuah gerobak sampah yang bau-nya
menyengat. Usahakan sampai gerobak tersebut bergerak. Nah, ketika gerobak bergerak,
kita dapat mengatakan bahwa terdapat gaya total yang bekerja pada gerobak itu.
Silahkan dorong gerobak sampah itu dengan gaya tetap selama 30 detik. Ketika Anda
mendorong gerobak tersebut dengan gaya tetap selama 30 menit, tampak bahwa
gerobak yang tadinya diam, sekarang bergerak dengan laju tertentu, anggap saja 4
km/jam. Sekarang, doronglah gerobak tersebut dengan gaya dua kali lebih besar
13

(gerobaknya didiamin dulu). Jika anda mendorong gerobak sampah dengan gaya dua
kali lipat, maka gerobak tersebut bergerak dengan laju 4 km/jam dua kali lebih cepat
dibandingkan sebelumnya. Percepatan gerak gerobak dua kali lebih besar. Apabila Anda
mendorong gerobak dengan gaya lima kali lebih besar, maka percepatan gerobak juga
bertambah lima kali lipat. Demikian seterusnya. Kita bisa menyimpulkan bahwa
percepatan berbanding lurus dengan gaya total yang bekerja pada benda.
Seandainya percobaan mendorong gerobak sampah diulangi. Percobaan
pertama, kita menggunakan gerobak yang terbuat dari kayu, sedangkan percobaan
kedua kita menggunakan gerobak yang terbuat dari besi dan lebih berat. Jika Anda
mendorong gerobak besi dengan gaya dua kali lipat, apakah gerobak tersebut bergerak
dengan laju 4 km/jam dua kali lebih cepat dibandingkan gerobak sebelumnya yang
terbuat dari kayu ? Tentu saja tidak karena percepatan juga bergantung pada massa
benda. Anda dapat membuktikannya sendiri dengan melakukan percobaan di atas. Jika
Anda mendorong gerobak sampah yang terbuat dari sampah dengan gaya yang sama
ketika Anda mendorong gerobak yang terbuat dari kayu, maka akan terlihat bahwa
percepatan gerobak besi lebih kecil. Apabila gaya total yang bekerja pada benda
tersebut sama, maka makin besar massa benda, makin kecil percepatannya, sebaliknya
makin kecil massa benda makin besar percepatannya.
Hubungan ini dikemas oleh eyang Newton dalam Hukum-nya yang laris manis di
sekolah, yakni Hukum II Newton tentang Gerak :
Jika suatu gaya total bekerja pada benda, maka benda akan mengalami percepatan, di
mana arah percepatan sama dengan arah gaya total yang bekerja padanya. Vektor
gaya total sama dengan massa benda dikalikan dengan percepatan benda.
Secara matematis , Hukum II Newton dinyatakan sebagai berikut:
F = ma
a adalah percepatan, m adalah massa, dan F adalah gaya total. Jika persamaan di atas
ditulis dalam bentuk a = F/m, tampak bahwa percepatan sebuah benda berbanding lurus
dengan resultan gaya yang bekerja padanya dan arahnya sejajar dengan gaya tersebut.
14

Tampak juga bahwa percepatan berbanding terbalik dengan massa benda.


Hukum II Newton menyatakan hubungan anatara gerak benda dengan
penyebabanya, yaitu gaya. Perhatikan bahawa hukum II Newton mencakupi hukum I
Newton, yaitu apabila F = 0, maka percepatan alias a = 0.
Jadi apabila tidak ada gaya total alias resultan gaya yang bekerja pada benda
maka benda akan diam apabila benda tersebut sedang diam; atau benda tersebut
bergerak dengan kecepatan tetap, jika benda sedang bergerak. Ini merupakan bunyi
Hukum I Newton.
Setiap gaya F merupakan vektor yang memiliki besar dan arah. Persamaan
hukum II Newton di atas dapat ditulis dalam bentuk komponen pada koordinat xyz alias
koordinat tiga dimensi, antara lain :
Fx = max, Fy = may, Fz = maz
Kumpulan persamaan komponen di atas sama dengan hokum II Newton F = ma. Jika
sebuah benda bergerak sepanjang garis lurus alias satu dimensa, maka kita hanya
menuliskannya dengan F = ma. Apabila benda bergerak dalam dua dimensi (koordinat
xy), maka kita dapat menguraikan vector gaya dengan persamaan F x = max dan Fy =
may. jumlah komponen kedua gaya tersebut sama dengan F = ma.
IV.Osilator Harmonik Sederhana
Gaya pegas dapat menyebabkan benda bergerak bolak-balik secara periodik
yang disebut gerak periodik. Gerak periodik memiliki persamaan gerak sebagai fungsi
waktu berbentuk sinusoidal yang disebut gerak harmonik. Gerak harmonik sederhana
yaitu gerak harmonik yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya selalu menuju titik
seimbang dean besarnya sebanding dengan simpangannya.
IV.1 Tegangan dan Regangan
Secara sederhana dapat dibedakan tiga jenis perubahan bentuk benda yaitu
rentangan, mampatan, dan geseran. Untuk tiap jenis perubahan bentuk benda akan
diperkenalkan besaran yang disebut tegangan. Tegangan menunjukkan kekuatan gaya
15

yang menyebabkan perubahan bentuk benda. Tegangan yang terjadi pada


rentangan disebut tegangan rentang atau tegangan tarik. Tegangan yang terjadi pada
mampatan disebut tegangan mampat, sedangkan tegangan yang terjadi pada geseran
disebut tegangan geser.
Kita juga perlu meperkenalkan besaran lain yang menggambarkan hasil
perubahan bentuk, yaitu regangan. Ketika tegangan dan regangan cukup kecil, kita
sering menemukan bahwa kedua besaran tersebut sebanding dan kita menyebut
konstanta perbandingannya sebagai modulus elastisitas, yang dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Modulus elastis = Tegangan / Regangan atau E = /e
Perilaku elastis yang paling sederhana untuk dipahami adalah rentangan yang
terjadi pada batang, tali, atau kawat ketika ujungnya ditarik. Tegangan didefinisikan
sebagai perbandingan besar gaya F dan lua penampang A,
Tegangan = Gaya / Luas penamapang atau = F/a
Sedangkan regangan didefinisikan sbagai perbandingan antara pertambahan
panjang L dan panjang mula-mula L0.
Regangan = Pertambahan panjang / panjang mula-mula atau e = L/ L0
IV.2 Gaya Pemulih
Gaya pegas merupakan gaya pemulih. Gaya pemulih ada gaya yang bekerja pada
gerak harmonik yang selalu mengarah pada titik keseimbangan dan besarnya sebanding
dengan simpangannya. Jika pegas ditarik atau ditekan dengan sebuah gaya F, maka akan
terjadi perubahan panjang pada pegas sebesar x. sebagai reaksi, pegas juga akan
melakukan gaya sebagai reaksi terhadap benda yang diberikan. Persamaan yang
menyatakan bahwa besarnya gaya pemulih dan arahnya selalu berlawanan dengan arah
simpangan yaitu F = kx .
16

IV.3 Periode dan Frekuensi


Periode menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk melakukan satu siklus
gerak harmonik sedangkan frekuensi menyatakan jumlah siklus gerak harmonik yang
terjadi tiap satuan waktu. Untuk gerak harmonik pada pegas, perode T dan frekuensi f
dapat dihitung denga menyamakan gaya pemulih dan gaya sentripetal, karena gerak
harmonik pada hakikatnya merupakan proeksi gerak melihkar beraturan pada salah satu
sumbu utamanya.
F = ma
ky = m2y
k = m2
mengingat bahwa = 2/T, maka
k = m (2/T)2
T = 2 m/k
Karena f = 1/T, maka diperoleh:
F = 1/2k/m

17

BAB III
PENUTUP
I.Kesimpulan
a. Dalam pengukuran, hasil yang didapatkan dari pengukuran belum dapat di
katakan tepat karena dalam pengukuran selalu terjadi derajat ketidakpastian.
b. Vektor merupakan besaran yang memiliki besar dan arah. Penulisan lambang
vektor dapat ditulis dengan F. Dalam pengoperasian vektor dapat dilakukan
dengan penjumlahan dan perkalian vektor.
c. Hukum II Newton berbunyi Percepatan suatu benda yang disebabkan oleh
suatu gaya sebanding dan searah dengan gaya itu dan berbading terbalik dengan
massa benda yang di kenai oleh gaya tersebut, yang secara matematis dapat
dirumuskan F = ma.
d. Gerak harmonik sederhana adalah gerak periodik yang memiliki persamaan
gerak sebagai fungsi waktu berbentuk sinusoidal. Gerak harmonik sederhana
didefinisikan sebagai gerak harmonik yang dipengaruhi oleh gaya yang arahnya
selalu menuju titik seimbang dan besarnya sebanding dengan simpangannya,
yang secara umum persamaan yang menyatakan bahwa periode dan frekuensi
gerak harmonik sederhana pada sistem pegas yaitu: T = 2 m/k dan F =
1/2k/m.

18

DAFTAR PUSTAKA
Gabriel, J.F.1988.Fisika Kedokteran.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Supiyanto.2004.Fisika SMA untuk SMA Kelas X.Jakarta:Erlangga.
Supiyanto.2006.Fisika Untuk SMA Kelas XI.Jakarta:PHiETA.

KATA PENGANTAR
Fisika merupakan ilmu fundamental yang menjadi tulang punggung bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konstribusi fisika pada disiplin ilmu
lain mendorong laju perkembangan cabang-cabang ilmu baru, bahkan sampai
menyentuh sendi-sendi ilmu ekonomi yang ditandai dengan munculnya cabang ilmu
baru, yaitu ekonofisika.
Tentu siapapun tahu, simbol sains adalah rumus fisika Einstein E = mc2, simbol
si genius adalah ilmuwan fisika Einstein, bahkan tokoh fisika ini telah dinobatkan
sebagai manusia terhebat abad 20, mengalahkan semua tokoh dari bidang apapun.
Makalah ini disusun dengan menggunakan bahasa yang sederhana. Perlu
disadari bahwa tulisan yang baik bukanlah selalu tulisan yang memuat segalanya,
melainkan tulisan yang memiliki tujuan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banhyak lubang
yang terliang dan masih banyak rongga yang terangah. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Kiranya makalah ini
dapat mengisi kesenjangan yang ada.

Indralaya, 8 Januari 2010


Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul Luar.i
Halaman Judul Dalam...ii
Kata Pengantar...iii
BAB I Pendahuluan.1
I.

Latar Belakang...........................................1

II.

Rumusan Masalah..................1

III.

Tujuan..........................1

BAB II Pembahasan..2
I.

Pengukuran Dasar2

I.1

Pengukuran........2

I.2

Kesalahan Pengukuran..................2

I.3

Akurasi, Presisi, dan Sensitivitas..........3

I.4

Pengkuran Panjang........................4

II.

Vektor.......................5

II.1

Aturan Penulisan Vektor................................6

II.2

Penjumlahan Vektor ..................................7

II.3

Perkalian Vektor................................11

III.

Hukum II Newton..13

IV.

Osilator Harmonik Sederhana...........15

IV.1 Tegangan dan Regangan.............15


IV.2 Gaya Pemulih.......................16
IV.3 Periode dan Frekuensi....................17
BAB III Penutup..18
Kesimpulan.18
Daftar Pustaka.iv

Anda mungkin juga menyukai